Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

KETUBAN PECAH DINI DENGAN INFEKSI

Pembimbing :
dr. Budi Susetyo, Sp.OG (K)-FM
Disusun oleh :
Tommy / 406122012

KEPANITERAAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RS UMUM DAERAH CIAWI KABUPATEN BOGOR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TARUMANAGARA
JAKARTA
PERIODE : 24 APRIL 2017 14 JULI 2017

I
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Tommy
NIM : 406122012
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Tarumanagara
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang pendidikan : Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Periode kepaniteraan klinik : 24 April 2017 14 Juli 2017
Judul referat : Ketuban Pecah Dini dengan Infeksi
Diajukan : Juni 2017
Pembimbing : dr. Budi Susetyo, Sp.OG (K)-FM

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL...


Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi
Mengetahui

Pembimbing

dr. Budi Susetyo, Sp.OG(K)

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia yang
dilimpahkan-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
Ketuban Pecah Dini dengan Infeksi. Dalam meyusun referat ini penulis menggunakan
referensi dan jurnal yang terkait.

Tak ada gading yang tak retak, begitu pula penulis menyadari referat ini masih jauh
dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis
menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan
referat ini.

Selama proses penyusunan referat ini penulis menemui berbagai keterbatasan. Oleh
karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. dr. Budi Susetyo, Sp.OG (K)-FM selaku pembimbing dalam penulisan referat ini.
2. Teman-teman sejawat yang mengikuti kepaniteraan ilmu kebidanan dan penyakit
kandungan di RS Umum Daerah Ciawi, Kabupaten Bogor periode 24 April 2017- 14
Juli 2017.

Yang telah memberikan dukungan, masukan, kritik, dan saran dalam penyusunan referat
ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga referat ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Bogor, 20 Juni 2017

Penulis

II
DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan........................................................................................................ I

Kata Pengantar............................................................................................................ II

Daftar isi....................................................................................................................... III

BAB I Pendahuluan

LatarBelakang .................................................................................................................... 1

BAB II Pembahasan

A. Definisi .......................................................................................................................... 2

B. Epidemiologi ................................................................................................................. 3

C. Etiologi .......................................................................................................................... 3

D. Patofisiologi .................................................................................................................. 7

E. Patogenesis .................................................................................................................. 10

F. Diagnosis ..................................................................................................................... 13

G. Tatalaksana ................................................................................................................. 14

H. Komplikasi ................................................................................................................. 17

I. Pencegahan .................................................................................................................. 19

J. Prognosis ..................................................................................................................... 19

BAB III Kesimpulan

Kesimpulan...................................................................................................................... 20

Daftar Pustaka .............................................................................................................. 21

III
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial
dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu
berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian
perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan,
dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan
yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif
terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses
persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada
KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan
janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, yaitu infeksi, karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi.
Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa
menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena
itu dibutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan
dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi sedangkan yang
kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan
kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak
nafas atau Respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum matangnya
paru.

1
BAB II

PEMBAHASAN

Definisi

Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the membrane PROM )


adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis
diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam
waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk
kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan
pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu
maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the
membrane - preterm amniorrhexis.

Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of
labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD
adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primipara kurang dari
3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai
ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan.Sedangkan
menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak
ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten).
Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan
pada primipara kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm.

Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan
belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah dini :

1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar

2
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah
yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya
gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang
kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.

Epidemiologi

Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban
berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler
amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap
stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti
prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matrix degrading
enzym

Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada kehamilan
midsemester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 3 %, dan kurang dari 1 %. Secara umum
insidensi KPD terjadi sekitar 7 12 % (Chan, 2006). Insidensi KPD kira kira 12 % dari semua
kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut Rahmawati 2011, insidensi KPD adalah
sekitar 6 9 % dari semua kehamilan.

Etiologi

Penyebab KPD menurut Manuaba 2009 dan Morgan 2009 meliputi :

1. Serviks inkompeten menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah mendapatkan


tekanan yang semakin tinggi.
2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan genetik)
3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadinya
kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan

3
infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
4. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi
proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis dan
yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda tanda inpartu.
5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi.
Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air ketuban melebihi
2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia esophagus, gemeli,
dan ibu yang mengalami diabetes melitus gestasional. Ibu dengan diabetes melitus
gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan pada semua usia
kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih. Kehamilan ganda adalah
kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya hidramnion
bertambah 10 kali lebih besar.
6. Kelainan letak yaitu letak lintang.
7. Penduluran abdomen (perut gantung)
8. Usia ibu yang lebih tua
9. Riwayat KPD sebelumnya
10. Merokok selama kehamilan

1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-
tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks
memiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya melalui
ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks sehingga memungkinkan
terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester
kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin
serta keluarnya hasil konsepsi.

2. Peninggian tekanan inrtauterin


Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis

4
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban
tipis dan mudah pecah.

3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia
menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan
pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban
menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput
ketuban mudah pecah.

4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL. uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan
jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.

5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.

6. Penyakit infeksi
.Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina atau
infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan
infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.Membran khorioamniotik terdiri dari
jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan
akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm dengan
ketuban pecah dini. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan
amnionitis.

5
Korioamnionitis Klinis
Sebagian besar penulis melaporkan bahwa ketuban pecah lama menyebabkan peningkatan
sepsis janin dan ibu. Jika korioamniotis terdiagnosis, upaya segera untuk pelahiran, sebaiknya
pervaginam dimulai. Demam merupakan satu-satunya indikator untuk diagnosis ini dan suhu
38*c atau lebih yang menyertai pecah ketuban menyiratkan infeksi. Gejala lain antara lain nadi
cepat, berkeringat, uterus pada perabaan lembek, dan sekret vagina berbau busuk. Leukositosis
pada ibu saja tidak dapat diandalkan. Diagnosis korioamnionitis ditegakkan dengan
pemeriksaan fisik, gejala- gejala tersebut di atas, kultur darah, dan cairan amnion. Selama
tatalaksana infeksi, dianjurkan pemantauan terhadap takikardia ibu atau janin terus-menerus,
nyeri tekan pada uterus, dan keluarnya sekret vagina berbau busuk. Alexander dkk. (1998),
mempelajari 1.367 neonatus dengan berat badan lahir sangat rendah sekitar 7 % dilahirkan oleh
wanita dengan korioamnionitis. Mereka pada kelompok yang terinfeksi, mengalami
peningkatan insiden sepsis, sindrom distres pernapasan, kejang awitan dini, perdarahan
intraventrikular, dan leukomalasia periventrikular. Yoon dkk.(2000) menemukan bahwa
infeksi intra-amnion pada neonatus prematur dikaitkan dengan peningkatan angka cerebral
palsy pada usia 3 tahun.
Pemberian antibiotika sesegera mungkin. Dipilih yang berspektrum luas yaitu kombinasi
ampisilin 3 x 1000 mg, gentamisin 5 mg/kgBB/hari, dan metronidazol 3 x 500 mg.

6
Berikan uterotonika supaya kontraksi uterus baik pascapersalinan. Hal ini akan
mencegah/menghambat invasi mikroorganisme melalui sinus-sinus pembuluh darah pada
dinding uterus.

Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluler matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.

Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi amnion
primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan amnion
disekelilingnya menyatu, mula-mula dengan body stalk kemudian dengan korion yang
akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya
berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini
mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari 1,025
menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara
teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan perputaran cairan lebih
kurang 500 ml

Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin
dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada
korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada
plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat
yang tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal
berwarna putih dan terbentuk dari vili vili sel telur yang berhubungan dengan desidua
kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus.

7
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar 1000
1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis, terdiri dari 98% - 99% air,
1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut
lanugo, verniks kaseosa, dan sel sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam

Minggu gestasi Janin Plasenta Cairan amnion Persen Cairan


16 100 100 200 50
28 1000 200 1000 45
36 2500 400 900 24
40 3300 500 800 17

8
Fungsi cairan amnion :

1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar


2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)
4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril
sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir

Mekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain :

1. Terjadinya premature serviks.


2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang mencegah
enzim proteolitik dan enzim kolagenase.

9
Patogenesis

Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari


komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan
membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I
dan tipe III yang dihasilkan dari sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan
membran fetal.

Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam


remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP 3, dan MMP 9 ditemukan
dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini
diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah
dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan
penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran fetal.

Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa
flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis
10
mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan
merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag.
Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan
aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga
merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen
membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan
prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang
diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang
berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan
langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2 telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia
dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat
ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika
temperatur rektal lebih 38C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit,
peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.

Tabel.frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.

11
Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker marker apoptosis
dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran pada kehamilan
normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas degenerasi kolagen dan
kematian sel yang membawa kelemahan pada dinding membran fetal.

Faktor Ibu
Faktor Janin Serviks Inkopeten
Multipara
Gemeli
Hidramnion
Malposisi
CPD, usia
Berat Janin
Riwayat KPD

KELEMAHAN
DINDING
MEMBRAN JANIN

RUPTURNYA MEMBRAN
AMNION DAN KHORION
SEBELUM TANDA TANDA
PERSALINAN

KETUBAN
PECAH DINI

INFEKSI PADA
IBU 12
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti urin
dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari
vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,
dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang khas
juga harus diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk memudahkan
melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas
lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5. Sekret vagina ibu memiliki PH
4 5, dengan kertas nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin ini
dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau
vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan
dilihat dengan mikroskop. Gambaran ferning
menandakan cairan amnion

5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk


chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus group B

13
Pemeriksaan Lab

1. Pemeriksaan alpha fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam cairan amnion


tetapi tidak dicairan semen dan urin
2. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisa
3. Tes pakis
4. Tes lakmus

Pemeriksaan USG

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion).
Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan
untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai Amniotic Fluid Index
(AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.

Penatalaksanaan

1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila tidak
tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar.
Jika usia kehamilan 32 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
berikan dexametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu.
Jika usia kehamilan 32 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason, dan induksi setelah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi,
nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda tanda infeksi intrauterin). Pada usia
kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason
12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak
4 kali.

14
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila
tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila skor
pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan
seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.

Usia Kehamilan Penatalaksanaan


34 minggu atau lebih Lanjutkan untuk pelahiran,biasanya
dengan induksi persalinan

Disarankan profilaksis terhadap


Streptokokus B

15
32 minggu hingga 33 minggu lengkap Penatalaksanaan kehamilann
ekspektansi kecuali jika kematangan
paru janin tercatat

Disarankan profilaksis terhadap


Streptokokus Grub B

Kortikosteroid tidak ada


konsensus, namun beberapa ahli
menyarankan

Antimikroba untuk perpanjangan


masa laten jika tidak ada
kontraindikasi

24 minggu hingga 31 minggu lengkap Penatalaksanaan kehamilan


ekspektansi

Disarankan profilaksis Streptokokus


Grup B

Disarankan penggunaan
kortikosteroid satu paket

Tokolitik-tidak ada konsensus

Antimikroba untuk perpanjangan


masa laten jika tdak ada
kontraindikasi

Sebelum 24 minggu Konseling pasien

Penatalaksanaan kehamilan
ekspektansi atau induksi persalinan

16
Profilaksis terhadap Streptokokus
Grup B tidak disarankan

Kortikosteroid tidak disarankan

Antimikroba tidak didapatkan data


yang cukup menegenai
penggunaanya pada pemanjangan
masa laten

Tabel Rekomendasi Penatalaksanaan Ketubah Pecah Dini Kurang Bulan (ACOG


Practice Bulettin 80. Washington, DC: ACOG; 2007)

Komplikasi

Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung
umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

Infeksi

Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin

17
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.

Gambar. Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan prematur

Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

Sindrom Deformitas Janin

Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan oleh kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi
pulmonary.

Gambar. Deformitas Janin

18
Pencegahan

Pada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama kehamilan usaha
untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil,
anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir.

Prognosis

Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :

Usia kehamilan
Adanya infeksi / sepsis
Faktor resiko / penyebab
Ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan

Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih sedikit bayi
yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu
mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.

19
BAB III

KESIMPULAN

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 10 % dari semua
kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan
dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan
atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial
dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah.
Protokol pengelolaan yang optimal harus mempertimbangkan adanya infeksi dan usia gestasi
serta faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang
bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD,
tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas
perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Bagian


Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat.
Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. hal 677-82.
2. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri
Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221 225.
3. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar
Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini.
Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60.
4. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of Membranes.
Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
5. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III
Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics Edisi 23.2014
6. Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
7. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
8. Menon R, Fortunato SJ. The role of matrix degrading enzymes and apoptosis in rupture
of membranes. ReproductiveSciences 2004; 11: 427-37

21

Anda mungkin juga menyukai