Pembimbing :
dr. Budi Susetyo, Sp.OG (K)-FM
Disusun oleh :
Tommy / 406122012
I
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Tommy
NIM : 406122012
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Tarumanagara
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang pendidikan : Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Periode kepaniteraan klinik : 24 April 2017 14 Juli 2017
Judul referat : Ketuban Pecah Dini dengan Infeksi
Diajukan : Juni 2017
Pembimbing : dr. Budi Susetyo, Sp.OG (K)-FM
Pembimbing
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia yang
dilimpahkan-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
Ketuban Pecah Dini dengan Infeksi. Dalam meyusun referat ini penulis menggunakan
referensi dan jurnal yang terkait.
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula penulis menyadari referat ini masih jauh
dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis
menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan
referat ini.
Selama proses penyusunan referat ini penulis menemui berbagai keterbatasan. Oleh
karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. dr. Budi Susetyo, Sp.OG (K)-FM selaku pembimbing dalam penulisan referat ini.
2. Teman-teman sejawat yang mengikuti kepaniteraan ilmu kebidanan dan penyakit
kandungan di RS Umum Daerah Ciawi, Kabupaten Bogor periode 24 April 2017- 14
Juli 2017.
Yang telah memberikan dukungan, masukan, kritik, dan saran dalam penyusunan referat
ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga referat ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Penulis
II
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan........................................................................................................ I
Kata Pengantar............................................................................................................ II
BAB I Pendahuluan
LatarBelakang .................................................................................................................... 1
BAB II Pembahasan
A. Definisi .......................................................................................................................... 2
B. Epidemiologi ................................................................................................................. 3
C. Etiologi .......................................................................................................................... 3
D. Patofisiologi .................................................................................................................. 7
E. Patogenesis .................................................................................................................. 10
F. Diagnosis ..................................................................................................................... 13
G. Tatalaksana ................................................................................................................. 14
H. Komplikasi ................................................................................................................. 17
I. Pencegahan .................................................................................................................. 19
J. Prognosis ..................................................................................................................... 19
Kesimpulan...................................................................................................................... 20
III
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial
dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu
berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian
perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan,
dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan
yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif
terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses
persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada
KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan
janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, yaitu infeksi, karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi.
Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa
menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena
itu dibutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan
dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi sedangkan yang
kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan
kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak
nafas atau Respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum matangnya
paru.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of
labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD
adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primipara kurang dari
3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai
ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan.Sedangkan
menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak
ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten).
Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan
pada primipara kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm.
Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan
belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah dini :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar
2
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah
yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya
gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang
kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
Epidemiologi
Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban
berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler
amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap
stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti
prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matrix degrading
enzym
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada kehamilan
midsemester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 3 %, dan kurang dari 1 %. Secara umum
insidensi KPD terjadi sekitar 7 12 % (Chan, 2006). Insidensi KPD kira kira 12 % dari semua
kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut Rahmawati 2011, insidensi KPD adalah
sekitar 6 9 % dari semua kehamilan.
Etiologi
3
infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
4. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi
proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis dan
yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda tanda inpartu.
5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi.
Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air ketuban melebihi
2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia esophagus, gemeli,
dan ibu yang mengalami diabetes melitus gestasional. Ibu dengan diabetes melitus
gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan pada semua usia
kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih. Kehamilan ganda adalah
kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya hidramnion
bertambah 10 kali lebih besar.
6. Kelainan letak yaitu letak lintang.
7. Penduluran abdomen (perut gantung)
8. Usia ibu yang lebih tua
9. Riwayat KPD sebelumnya
10. Merokok selama kehamilan
1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-
tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks
memiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya melalui
ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks sehingga memungkinkan
terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester
kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin
serta keluarnya hasil konsepsi.
4
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban
tipis dan mudah pecah.
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia
menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan
pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban
menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput
ketuban mudah pecah.
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL. uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan
jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.
5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
6. Penyakit infeksi
.Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina atau
infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan
infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.Membran khorioamniotik terdiri dari
jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan
akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm dengan
ketuban pecah dini. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan
amnionitis.
5
Korioamnionitis Klinis
Sebagian besar penulis melaporkan bahwa ketuban pecah lama menyebabkan peningkatan
sepsis janin dan ibu. Jika korioamniotis terdiagnosis, upaya segera untuk pelahiran, sebaiknya
pervaginam dimulai. Demam merupakan satu-satunya indikator untuk diagnosis ini dan suhu
38*c atau lebih yang menyertai pecah ketuban menyiratkan infeksi. Gejala lain antara lain nadi
cepat, berkeringat, uterus pada perabaan lembek, dan sekret vagina berbau busuk. Leukositosis
pada ibu saja tidak dapat diandalkan. Diagnosis korioamnionitis ditegakkan dengan
pemeriksaan fisik, gejala- gejala tersebut di atas, kultur darah, dan cairan amnion. Selama
tatalaksana infeksi, dianjurkan pemantauan terhadap takikardia ibu atau janin terus-menerus,
nyeri tekan pada uterus, dan keluarnya sekret vagina berbau busuk. Alexander dkk. (1998),
mempelajari 1.367 neonatus dengan berat badan lahir sangat rendah sekitar 7 % dilahirkan oleh
wanita dengan korioamnionitis. Mereka pada kelompok yang terinfeksi, mengalami
peningkatan insiden sepsis, sindrom distres pernapasan, kejang awitan dini, perdarahan
intraventrikular, dan leukomalasia periventrikular. Yoon dkk.(2000) menemukan bahwa
infeksi intra-amnion pada neonatus prematur dikaitkan dengan peningkatan angka cerebral
palsy pada usia 3 tahun.
Pemberian antibiotika sesegera mungkin. Dipilih yang berspektrum luas yaitu kombinasi
ampisilin 3 x 1000 mg, gentamisin 5 mg/kgBB/hari, dan metronidazol 3 x 500 mg.
6
Berikan uterotonika supaya kontraksi uterus baik pascapersalinan. Hal ini akan
mencegah/menghambat invasi mikroorganisme melalui sinus-sinus pembuluh darah pada
dinding uterus.
Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluler matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi amnion
primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan amnion
disekelilingnya menyatu, mula-mula dengan body stalk kemudian dengan korion yang
akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya
berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini
mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari 1,025
menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara
teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan perputaran cairan lebih
kurang 500 ml
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin
dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada
korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada
plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat
yang tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal
berwarna putih dan terbentuk dari vili vili sel telur yang berhubungan dengan desidua
kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus.
7
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar 1000
1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis, terdiri dari 98% - 99% air,
1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut
lanugo, verniks kaseosa, dan sel sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam
8
Fungsi cairan amnion :
9
Patogenesis
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme. Beberapa
flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis
10
mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan
merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag.
Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan
aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga
merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen
membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan
prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga
menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang
diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang
berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan
langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2 telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia
dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat
ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika
temperatur rektal lebih 38C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit,
peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.
11
Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker marker apoptosis
dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran pada kehamilan
normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas degenerasi kolagen dan
kematian sel yang membawa kelemahan pada dinding membran fetal.
Faktor Ibu
Faktor Janin Serviks Inkopeten
Multipara
Gemeli
Hidramnion
Malposisi
CPD, usia
Berat Janin
Riwayat KPD
KELEMAHAN
DINDING
MEMBRAN JANIN
RUPTURNYA MEMBRAN
AMNION DAN KHORION
SEBELUM TANDA TANDA
PERSALINAN
KETUBAN
PECAH DINI
INFEKSI PADA
IBU 12
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti urin
dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari
vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,
dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang khas
juga harus diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk memudahkan
melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas
lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5. Sekret vagina ibu memiliki PH
4 5, dengan kertas nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin ini
dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau
vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan
dilihat dengan mikroskop. Gambaran ferning
menandakan cairan amnion
13
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion).
Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan
untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai Amniotic Fluid Index
(AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila tidak
tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar.
Jika usia kehamilan 32 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
berikan dexametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu.
Jika usia kehamilan 32 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason, dan induksi setelah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi,
nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda tanda infeksi intrauterin). Pada usia
kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason
12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak
4 kali.
14
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila
tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila skor
pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan
seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.
15
32 minggu hingga 33 minggu lengkap Penatalaksanaan kehamilann
ekspektansi kecuali jika kematangan
paru janin tercatat
Disarankan penggunaan
kortikosteroid satu paket
Penatalaksanaan kehamilan
ekspektansi atau induksi persalinan
16
Profilaksis terhadap Streptokokus
Grup B tidak disarankan
Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung
umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
17
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
Gambar. Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan oleh kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi
pulmonary.
18
Pencegahan
Pada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama kehamilan usaha
untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil,
anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir.
Prognosis
Usia kehamilan
Adanya infeksi / sepsis
Faktor resiko / penyebab
Ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih sedikit bayi
yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu
mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.
19
BAB III
KESIMPULAN
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 10 % dari semua
kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan
dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan
atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial
dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah.
Protokol pengelolaan yang optimal harus mempertimbangkan adanya infeksi dan usia gestasi
serta faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang
bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD,
tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas
perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.
20
DAFTAR PUSTAKA
21