Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP

PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)

Disusun Oleh:
dr. Endya Maharani Putriatika

Pembimbing
dr. Nurul Aini, M.Sc, Sp.PD

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER SOEHADI PRIJONEGORO


KABUPATEN SRAGEN
2024
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 01/02/2024 di Wahana RSUD dr. Soehadi Prijonegoro telah dilakukan
presentasi kasus oleh:
Nama : dr. Endya Maharani Putriatika
Kasus : Partus Prematurus Imminens (PPI)
Topik : Obstetri dan Gynecology
Nama DPJP : dr. Dian Ika PS, Sp.OG
Nama Pendamping : dr. Nurul Aini, M.Sc, Sp.PD
Nama Wahana : RSUD dr Soehadi Prijonegoro

No Nama Peserta Tanda tangan

1 1.

2 2.

3 3.

4 4.

5 5.

6 6.

7 7.

8 8.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya

Mengetahui,
Dokter Internsip Dokter Pendamping

dr. Endya Maharani Putriatika dr. Nurul Aini, M.Sc, Sp.PD


LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS

Naskah laporan kasus yang berjudul:


PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
Oleh:
Nama : dr. Endya Maharani Putriatika
Wahana : RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Periode : Agustus 2023 – Februari 2024

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing internsip RSUD dr Soehadi


Prijonegoro Sragen yang bertanda tangan di bawah ini:

Sragen, 01 Februari 2024


Dokter Pembimbing,

dr. Nurul Aini, M.Sc, Sp.PD


DAFTAR ISI

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP.............................................................................i


BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO....................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS....................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................vi
A. Latar Belakang........................................................................................................vi
B. Rumusan Masalah..................................................................................................vii
C. Manfaat..................................................................................................................vii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................
A Definisi..........................................................................................................................
B Klasifikasi.....................................................................................................................
C Faktor Risiko................................................................................................................
D Etiologi..........................................................................................................................
E Patofisiologi..................................................................................................................
F Pendekatan Diagnosis..................................................................................................
G Penatalaksanaan..........................................................................................................
H Komplikasi...................................................................................................................
I Pencegahan...................................................................................................................
J Prognosis.......................................................................................................................
BAB III LAPORAN KASUS.......................................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................................
BAB V KESIMPULAN...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Preterm Labor (Persalinan prematur) adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan
kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500
gram. Preterm Labor masih tergolong permasalahan obstetri yang utama karena
berhubungan dengan angka morbiditas dan mortalitas perinatal maupun neonatal yang
tinggi. World Health Organization (WHO) megestimasikan terdapat 10-11% dari jumlah
kelahiran di dunia tiap tahunnya adalah kelahiran prematur. Prevalensi kelahiran
prematur di Indonesia dilaporkan sebesar 16% serta memposisikan Indonesia terbesar
kelima di dunia. Usaha preventif Preterm Labor dilaksanakan selama pasien masih
didiagnosis Ancaman Persalinan Prematur (Partus Prematurus Imminens). Usaha ini
dilakukan untuk meningkatkan survival rate bayi baru lahir dengan menghindarinya dari
komplikasi yang bisa terjadi.
Partus Prematurus Iminens (PPI) adalah ancaman pada kehamilan dimana timbulnya
tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20-37 minggu) dan berat
badan lahir bayi kurang dari 2500 gram. Jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi
tanda klinik sebagai berikut: 1) Kontraksi berlangsung sebanyak 4 kali per 20 menit atau
8 kali dalam 60 menit, 2) Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan
(dilatasi) lebih dari satu cm, 3) Pendataran serviks > 8 cm. Komplikasi yang mungkin
timbul akibat PPI pada ibu yaitu endometritis, pada janin meliputi Hyaline Membrane
Disease (HMD), gangguan refleks akibat sistem saraf pusat belum matang, intoleransi
akibat gastrointestinal belum matang hingga gangguan mental dan motorik.
Data WHO menunjukkan bahwa hampir 1 juta anak meninggal tiap tahunnya akibat
komplikasi kelahiran prematur. Anak yang selamat dari komplikasi tersebut kebanyakan
menghadapi berbagai masalah disabilitas, seperti masalah penglihatan dan pendengaran
serta kesulitan belajar.
Pencegahan komplikasi kelahiran prematur memerlukan penanganan yang tepat.
Salah satunya dengan cara menangani ancaman kelahiran prematur atau partus
prematurus imminens (PPI) dengan tepat. Untuk dapat menangani PPI, diperlukan
pengetahuan dan pemahaman mengenai kasus ini, khususnya mengenai karakteristik PPI.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang ditentukan antara lain:
1. Apa definisi dari Partus Prematurus Imminens (PPI)
2. Apa saja etiologi dan faktor resiko dari Partus Prematurus Imminens (PPI)
3. Bagaimana perjalanan penyakit Partus Prematurus Imminens (PPI)
4. Bagaimana penanganan yang tepat pada Partus Prematurus Imminens (PPI)) ?
5. Bagaimana prognosis dari kasus Partus Prematurus Imminens Imminent (PPI)?
C. Manfaat
Diharapkan laporan kasus ini dapat memperluas pengetahuan dokter internsip dan
pembaca terkait Partus Prematurus Imminens (PPI). Tujuan pustaka ini diharapkan dapat
menambah informasi mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi,
manifestasi klinis, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan tatalaksana
terapi pada kasus Partus Prematurus Imminens (PPI).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Partus Prematurus Imminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan
dimana timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (<37
minggu) dan berat bayi kurang dari 2500 gram. Jika ancaman persalinan prematur
berlanjut, maka kondisi tersebut akan berakhir menjadi preterm labor (persalinan
prematur). Menurut World Health Organization (WHO), bayi prematur adalah bayi yang
lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang, sedangkan menurut Himpunan
Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) di
Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang
terjadi pada usia kehamilan 22- 37 minggu.
2. Klasifikasi
1. Menurut kejadiannya, digolongkan menjadi:
a. Idiopatik/spontan sekitar 50% penyebab persalinan kurang bulan tidak diketahui,
oleh karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik. Sekitar 12,5% persalinan
kurang bulan spontan didahului oleh ketuban pecah dini, yang sebagian besar
disebabkan faktor infeksi (korioamnionitis).
b. Iatrogenik/elektif persalinan kurang bulan buatan iatrogenik disebut Juga sebagai
elective preterm
2. Menurut usia kehamilan, diklasifikasikan dalam:
a. Preterm/Kurang bulan: usia keharnilan 32-<37 minggu
b. Very Preterm/Sangat kurang bulan: usia kehamilan 28-<32 minggu
c. Extremely Preterm/Ekstrim kurang bulan: usia kehamilan <28 minggu
3. Menurut berat badan lahir, dibagi dalam kelompok:
a. Berat bayi lahir rendah: berat badan bayi 1500-2500 gram
b. Berat bayi lahir sangat rendah: berat badan bayi 1000-1500 gram
c. Berat bayi lahir ekstrim rendah: Berat badan bayi < 100 gram
4. Faktor Resiko
1. Faktor Resiko Mayor
a. Kehamilan multipel
b. Hidramnion
c. Anomali uterus
d. Serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
e. Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
f. Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali
g. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
h. Operasi abdominal pada kehamilan preterm
i. Riwayat operasi konisasi
j. Iritabilitas uterus
2. Faktro Resiko Minor
a. Penyakit yang disertai demam
b. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
c. Riwayat pielonefritis
d. Merokok lebih dari 10 batang perhari
e. Riwayat abortus pada trimester II
f. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali

Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor; atau
dua atau lebih faktor risiko minor; atau keduanya.

1. Faktor Idiopatik
Istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi medis yang belum terungkap jelas
penyebabnya, sehingga apabila faktor penyebab lain tidak ditemukan maka penyebab
persalinan kurang bulan belum dapat dijelaskan.
2. Faktor Iatrogenik
Perkembangan teknologi dan etika kedokteran, menempatkan janin sebagai individu
yang mempunyai hak atas kehidupannya (fetus as a patient). Apabila kelanjutan
kehamilan dapat membahayakan janin, maka ia harus dipindahkan ke lingkungan luar
yang lebih baik dari rahim ibu, sebaliknya bila ibu terancam oleh kehamilannya, maka
kehamilan akan diakhiri, sekitar 25% persalinan kurang bulan termasuk ke dalam
golongan ini.

Keadaan yang sering menyebabkan persalinan kurang bulan elektif adalah:

1) Keadaan Ibu
a. Preeklamsi berat dan eklamsi,
b. Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta),
c. Korioamnionitis,
d. Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru/ginjal yang berat.
2) Keadaan janin
a. Gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis atau gangguan jantung janin)
b. Infeksi intra uterine,
c. Pertumbuhan janin terhambat (PJT),
d. Isomunisasi rhesus,
e. Tali pusat kusut (cord entanglement) pada kembar monokorionik.
3) Faktor Sosio-Demografik
a. Faktor psiko-sosial adalah kecemasan, depresi, keberadaan stres, respons
emosional, dukungan sosial, pekerjaan, perilaku, aktivitas seksual, dan
keinginan untuk hamil.
b. Faktor demografik adalah usia ibu, status marital, kondisi sosio-ekonomi, ras
dan etnik.
4) Faktor Maternal
Beberapa disebabkan karena faktor maternal, yaitu:
a. Kompetensi serviks, diagnosis serviks inkompeten ditentukan dengan
pemeriksaan Bishop score
b. Riwayat reproduksi, pernah mengalami persalinan kurang bulan, pernah
mengalami infeksi intrauterine, pernah mengalami abortus trimester II, interval
kehamilan <6 bulan, paritas nol.
c. Kehamilan multifetus,
d. Kehamilan hasil teknologi reproduksi berbantu (ART),
e. Kelainan uterus,
f. Pemeriksaan kehamilan. Kejadian persalinan kurang bulan pada ibu hamil
tanpa adanya pemeriksaan kehamilan meningkat sebanyak 2,8 kali berisiko
PKB
g. Skoring risiko, Creasy score mengelompokkan kehamilan kedalam tiga risiko
yaitu risiko rendah apabila hasil skoring risikonya antara 1-5, risiko sedang
pada skor 6-9 dan risiko tinggi bila skor ≥10.
5) Faktor Penyakit Medis dan Keadaan Kehamilan
a. Hipertensi kronis dan hipertensi dalam kehamilan
b. Lupus eritematosus sistemik (SLE)
c. Penyakit paru restriksi hipertiroidisme
d. Diabetes melitus progestasional dan gestasional
e. Penyakit jantung
f. Penyakit ginjal
g. Hidramnion
h. Kelainan kongenital
i. Anemia berat
6) Faktor Infeksi
Hubungan antara infeksi dan persalinan kurang bulan tidak konsisten
sepanjang kehamilan, infeksi jarang terjadi pada persalinan kurang bulan akhir
(pada 34–36 minggu) tetapi muncul pada kebanyakan kasus <30 minggu. Infeksi
genital yang sering terjadi terutama disebabkan oleh vaginosis bacterial, infeksi
intra uterin, infeksi ekstra uterin, seperti pielonefritis dan periodontitis adalah
penyebab persalinan kurang bulan.
Vaginosis bakteri dapat meningkatkan risiko kelahiran sangat kurang bulan
>2 kali lipat, dimana infeksi intrauterin juga dilaporkan memiliki risiko lebih
tinggi untuk kelahiran sangat kurang bulan, hal ini didukung pula oleh penelitian
ternyata wanita dengan vaginosis bacterial mempunyai risiko 3-8 kali lebih tinggi
dibandingkan wanita dengan flora normal untuk mengalami persalinan kurang
bulan, termasuk infeksi lokal ke sistem organ lain dari saluran reproduksi juga
penting. Adapun infeksi lain seperti infeksi periodontal juga telah dilaporkan >2
kali lipat risiko untuk terjadinya kelahiran sangat kurang bulan.
Uterus dan membran ketuban dapat terinfeksi dalam beberapa cara, seperti
bakteri dapat bermigrasi ke rahim dari vagina atau rongga perut, dikenal dengan
prosedur invasif seperti subjek vili korialis, atau melalui sebaran hematogen. Jika
korioamnionitis berkembang, risiko kelahiran sangat kurang bulan meningkat,
terutama jika respon inflamasi yang ditimbulkan pada janin, maka risiko kelahiran
sangat kurang bulan dapat meningkat 10 kali lipat.
Pada wanita dengan persalinan kurang bulan spontan dengan infeksi
intrauterine, sekalipun infeksi intrauterine sering terdeteksi tanpa adanya infeksi,
kebanyakan bakteri yang ditemukan dalam uterus dalam hubungannya dengan
persalinan kurang bulan berasal dari vagina. Bakteri yang sering teridentifikasi
adalah Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis,
Peptostreptococci, dan Bacteroides sp. Nama lain dari Vaginosis bacterial adalah
nonspecific vaginitis, Gardnerella vaginitis, Corynebacterium vaginitis,
Haemophilus vaginitis, nonspecific vaginosis, dan anaerobic vaginosis.
Organisme yang sering berhubungan dengan infeksi genital pada wanita yang
tidak hamil Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis, namun jarang
ditemukan dalam uterus sebelum pecah ketuban, sedangkan bakteri yang sangat
sering berhubungan dengan korioamnionitis dan infeksi janin setelah pecahnya
ketubah adalah Streptococcus group B dan Escherichia coli.
Belum dapat dijelaskan secara mendalam kapan infeksi intrauterine terjadi
sehingga menyebabkan persalinan kurang bulan dan juga belum jelas kapan
bakteri naik dari vagina menuju uterus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
infeksi intrauterine mungkin terjadi jauh lebih awal saat kehamilan dan tidak
terdeteksi selama beberapa bulan, seperti U.urealyticum telah terdeteksi pada
subjek cairan amnion yang diperoleh dari analisis kromosom rutin pada usia
kehamilan 15–18 minggu dan persalinan terjadi pada usia kehamilan 24 minggu.
Konsentrasi interleukin 6 yang tinggi dalam cairan amnion pada usia
kehamilan 15–20 minggu berhubungan dengan persalinan kurang bulan spontan
setelah usia kehamilan 32–34 minggu. Konsentrasi fibronektin yang tinggi dalam
serviks atau vagina pada usia kehamilan 24 minggu (sebagai marker infeksi
saluran genitalia atas) berhubungan dengan terjadinya korioamnionitis rata-rata 7
minggu kemudian. Oleh karena itu memungkinkan bahwa kolonisasi intrauterine
yang berhubungan dengan persalinan kurang bulan spontan tampaknya sudah
terjadi saat dimulainya konsepsi.
7) Faktor Genetik
Beberapa penelitian menyatakan terdapat hubungan antara predisposisi
genetik, eksistensi interaksi gen-lingkungan, pengaruh familial dan
intergenerasional dengan persalinan kurang bulan. Spekulasi tentang pengaruh
genetik pada beberapa proses fisiologis yang menyebabkan kelahiran kurang
bulan. Polimorfisme gen yang terlibat dalam sistem kekebalan tubuh dikaitkan
dengan kelahiran kurang bulan. Salah satu genotipe gen promotor untuk
interleukin (IL-6), mengatur respon terhadap rangsangan stres, ditemukan 38%
pada ibu dengan kelahiran sangat kurang bulan dan 29% pada ibu dengan
persalinan aterm.
Polimorfisme gen antagonis reseptor IL-1 yang terlibat dalam durasi dan
keparahan inflamasi ditemukan 27% pada ibu dengan kelahiran prematur,
dibandingkan dengan 12% pada ibu dengan persalinan aterm. Polimorfisme gen
immunoregulatory untuk IL-10 dan mannose-binding protein 2 (MBL2) juga telah
lebih umum ditemukan pada ibu dengan kelahiran kurang bulan dan dapat
meningkatkan risiko terjadinya korioamnionitis, komplikasi kehamilan sering
mendahului kelahiran kurang bulan spontan.
Polimorfisme genetik tampaknya berkontribusi terhadap lamanya kehamilan
ibu dengan prematur. Dalam sebuah studi asosiasi genomewide dari sebuah
penelitian kohort pada perempuan Eropa, yaitu menghasilkan varian ibu pada
lokus EBF1, EEFSEC, AGTR2, WNT4, ADCY5, dan RAP2C adalah
berhubungan dengan lamanya kehamilan dan varian ibu pada lokus EBF1,
EEFSEC, dan AGTR2 berhubungan dengan kelahiran prematur Meskipun gen
prematur kerentanannya telah diidentifikasi karena faktor epigenetik dan
genenvironmental yang berperan lebih penting dalam persalinan prematur
daripada genotipe ibu, selain itu pada waktu nifas yang lebih tinggi kerentanannya
yaitu pada wanita yang kembar monozigot daripada mereka yang kembar
dizigotik. Adapun genotipe paternal tidak memiliki efek signifikan pada
persalinan prematur.
5. Etiologi
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi
keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti distensi
berlebih uterus, ketuban pecah dini, atau trauma. Banyak kasus persalinan prematur
sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai
dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu:
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun janin,
akibat stres pada ibu atau janin
2. Inflamasi desiudakorioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari traktus
genitourinaria atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau serviks.
Kondisi selama kehamilan yang beresiko terjadinya persalinan preterm adalah :

a. Janin dan plasenta


1) Perdarahan trimester awal
2) Perdarahan antepartum (Plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
3) Ketuban pecah dini (KPD)
4) Pertumbuhan janin terhambat
5) Cacat bawaan janin
6) Kehamilan ganda/gemeli
7) Polihidramnion
b. Ibu
1) Penyakit berat pada ibu
2) Diabetes mellitus
3) Preeklampsia/hipertensi
4) Infeksi saluran kemih/genital/intrauterin
5) Penyakit infeksi dengan demam
6) Stres psikologik
7) Kelainan bentuk uterus/serviks
8) Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
9) Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
10) Pemakaian obat narkotik
11) Perokok berat
12) Kelainan imunologi/kelainan resus

Menurut penelitian, salah satu penyebab persalinan prematur adalah anemia. Anemia
lebih sering dijumpai dalam kehamilan. Hal itu disebabkan karena dalam kehamilan
keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan – perubahan
dalam darah dan sumsum tulang. Darah bertambah banyak atau hidremia tetapi
bertambahnya sel-sel kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga
terjadi pengenceran darah. Kondisi viskositas darah yang menurun ini menjadikan aliran
darah yang rendah pada ruangan intervillus. Perubahan aliran darah ini menyebabkan
beberapa gangguan transportasi, nutrisi, oksigen ke janin, sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin, yang sering berakibat terjadinya berat badan lahir rendah,
yaitu bayi dismatur dan prematur.
Infeksi korioamnion di yakini merupakan salah satu sebab terjadinya KPD dan
persalinan preterm. Pathogenesis infeksi ini yang menyebabkan persalinan belum jelas
benar. Kemungkinan diawali dengan aktivasi fosfolipase A2 yang melepaskan bahan
asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas meningkat
untuk sintesis prostaglandin. Endotoksin dalam air ketuban akan merangsang sel desidua
untuk menghasilkan sitokin prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan.
Proses persalinan preterm yang dikaitkan dengan infeksi diperkirakan diawali dengan
pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivitas monosit. Berbagai sitokin, termasuk
interleukin-1, tumor nekrosing faktor (TNF), dan interleukin-6 adalah produk sekretorik
yang dikaitkan dengan persalinan preterm. Sementara itu, Platelet Activating Factor
(PAF) diduga dihasilkan dari paru dan ginjal janin. Dengan demikian, janin memainkan
peran yang sinergik dalam mengawali proses persalinan preterm yang disebabkan oleh
infeksi. Bakteri sendiri mungkin menyebabkan kerusakan membrane lewat pengaruh
langsung dari protease.

Vaginosis baterialis adalah sebuah kondisi ketika flora normal vagina predominan-
laktobasillus yang menghasilkan hydrogen peroksida digantikan oleh bakteri anaerob,
Gardnerella vaginalis, spesies mobilunkus atau mikoplasma hominis. Keadaan ini telah
lama dikaitkan dengan KPD, persalinan preterm, dan infeksi amnion, terutama bila pada
pemeriksaan pH vagina >5. Di samping faktor risiko di atas, faktor risiko lain yang perlu
diperhatikan adalah tingkat sosio-ekonomi, riwayat lahir mati, dan kehamilan di luar
nikah. Merupakan langkah penting dalam pencegahan persalinan preterm adalah
bagaimana mengidentifikasi faktor risiko dan kemudian memberikan perawatan antenatal
serta penyuluhan agar ibu dapat mengurangi risiko tambahan.

6. Patofisiologi
Penyebab PPI multifaktorial dan dapat saling berinteraksi satu sama lain. Berikut beberapa
alur yang umum terjadi pada PPI:
1. Aktivasi aksis Hypothalamic Pituitary Adrenal (HPA) janin atau Ibu Stress
Stres akan mengakibatkan akitivasi prematur hypothalamic pituitary adrenal
(HPA) janin atau ibu. Neuroendokrin, kekebalan tubuh, dan proses perilaku (seperti
depresi) telah dikaitkan dengan PPI terkait stres. Namun, proses yang paling penting,
yang menghubungkan stres dan kelahiran preterm ialah neuroendokrin, yang
menyebabkan aktivasi prematur aksis HPA. Proses ini dimediasi oleh corticotrophin
releasing hormone (CRH) plasenta. Pada persalinan aterm, aktivasi CRH plasenta
sebagian besar didorong oleh aksis HPA janin dalam suatu feedback positif pada
pematangan janin. Pada PPI, aksis HPA ibu dapat mendorong ekspresi CRH
plasenta. Stres pada ibu, tanpa adanya penyebab PPI lainnya, seperti infeksi akan
menyebabkan peningkatan efektor biologi dari stres termasuk kortisol dan epinefrin,
yang mengaktifkan ekspresi CRH plasenta. CRH plasenta, pada gilirannya, dapat
menstimulasi janin untuk mensekresi kortisol dan dehydroepiandrosterone synthase
(DHEA-S) (melalui aktivasi aksis HPA janin) dan menstimulasi plasenta untuk
mensintesis estriol dan prostaglandin, sehingga mempercepat PPI.

Gambar 1. Mekanisme persalinan kurang bulan akibat pencetus stress dan HPA
Axis Ibu dan janin. COX-2: Cyclooxygenase 2, MLCK: Myosin light chain kinase,
OTR: Oxytocin receptors, PG: Prostaglandin, PGDH: Prostaglandin dehydrogenase
2. Infeksi dan Inflamasi
Infeksi dan inflamasi Patogenesis dari PPI masih belum dimengerti dengan benar.
Namun, infeksi tampaknya menjadi penyebab tersering dan paling penting dalam
PPI. Meskipun demikian, patogenesis infeksi hingga menyebabkan PPI pun hingga
kini belum jelas benar, namun diduga berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh, dan
diawali oleh aktivasi fosfolipase A2 yang dihasilkan oleh banyak mikroorganisme.
Fosfolipase A2 akan memecah asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga
asam arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin. Selain itu, endotoksin
(lipopolisakarida) bakteri dalam cairan amnion akan merangsang sel desidua untuk
menghasilkan sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan.

Gambar 2. Mekanisme seluler dan biokimia yang terlibat dalam inisiasi


persalinan kurang bulan pada infeksi intrauterine

Berbagai sitokin, termasuk interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumour


necrosis factor (TNF) adalah produk sekretorik yang dikaitkan dengan PPI.
Sementara itu, platelet activating factor (PAF) yang ditemukan dalam cairan amnion
terlibat secara sinergik pada aktivasi jalinan sitokin tadi. Endotoksin mikroba dan
proinflammantori sitokin akan merangsang produksi prostaglandin, mediator
inflammatory lainnya, serta matrix-degrading enzymes. Prostaglandin akan
merangsang kontraksi uterus, dan berperan dalam mengatur metabolisme matriks
ekstraselular yang terkait dengan pematangan serviks saat dimulainya persalinan,
sedangkan degradasi dari matriks ekstraselular pada membran amnion akan
menyebabkan ketuban pecah dini yang kemudian menyebabkan PPI.
Gambar 3. Mekanisme kolonisasi bakteri koriodesidua pada persalinan kurang
bulan
Jalur yang lain memungkinkan memiliki peranan, seperti contoh; prostaglandin
dehydrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi prostaglandin yang
dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai miometrium dan
menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik menurunkan aktivitas dehidrogenase ini
yang memungkinkan peningkatan kuantitas prostaglandin untuk mencapai
miometrium. Jalur lain dimana infeksi menyebabkan persalinan Kurang bulan
melibatkan janin itu sendiri. Pada janin dengan infeksi, peningkatan hipotalamus
fetus dan produksi corticotropin releasing hormone menyebabkan meningkatnya
sekresi kortikotropin janin, yang kembali meningkatkan produksi kortisol adrenal
fetus. Meningkatnya sekresi kortisol menyebabkan meningkatnya produksi
prostaglandin. Juga, ketika fetus itu sendiri terinfeksi, produksi sitokin fetus
meningkat dan waktu untuk persalinan jelas berkurang (Gambar 2). Namun,
kontribusi relatif kompartemen maternal dan fetal terhadap respon peradangan
keseluruhan tidak diketahui.
Endotoksin mikroba akan merangsang produksi progesteron melalui pemecahan
asam arakidonat, dan bersama sitokin akan meningkatkan ekspresi PGHS-2
(prostaglandin H synthase), dan menghambat aktivasi PGDH (15-OH prostaglandin
dehydrogenase). Meningkatnya PGHS-2 akan menstimulasi sintesis prostaglandin,
sedangkan down regulation PGDH akan meningkatkan ratio prostaglandin (PG)
terhadap prostaglandin metabolite (PGM), yang akan meningkatkan aktivitas uterus,
pematangan serviks, dan rupturnya membran amnion. Sumber infeksi yang telah
dikaitkan dengan kelahiran prematur meliputi infeksi intrauterin, infeksi saluran
kelamin, infeksi sistemik ibu, bakteriuria asimptomatik, dan periodontitis ibu.

Gambar 4. Tempat yang potensial untuk infeksi bakteri di dalam uterus

Literatur juga menjelaskan bahwa infeksi bakteri di dalam uterus terjadi di


beberapa tempat antara lain yaitu di antara jaringan ibu dan membran janin (di dalam
rongga korion desidua), di dalam membran bayi (amnion dan korion), di dalam
plasenta, di dalam cairan amnion, dan di dalam tali pusat atau janin (gambar 4).
Infeksi membran fetus seperti yang dicatat oleh temuan histologis atau kultur disebut
korioamnionitis, infeksi yang terjadi pada tali pusat disebut funisitis, dan infeksi
yang terjadi pada cairan amnion disebut amnionitis. Vili plasenta juga terlibat dalam
infeksi intrauterin yang berasal dari darah seperti malaria dan infeksi bakteri di
dalam plasenta (vilitis), namun hal tersebut jarang terjadi.
Mikroorganisme yang umum dilaporkan pada rongga amnion adalah genital
Mycoplasma spp, dan Ureaplasma urealyticum. Rongga amnion biasanya steril dari
bakteri, dan adanya bakteri yang jumlahnya cukup signifikan pada membran amnion
diduga melalui mekanisme sebagai berikut:
1) Secara ascending dari vagina dan serviks
2) Penyebaran secara hematogen melalui plasenta
3) Penggunaan alat saat melakukan prosedur invasif
4) Penyebaran secara retrograde melalui tuba fallopi
3. Perdarahan desidua (Decidual hemorrhage/thrombosis)
Lesi vaskular dari plasenta biasanya dihubungkan dengan PPI dan ketuban pecah
dini. Lesi ini dapat dikarakteristikan sebagai kegagalan dari transformasi fisiologi
dari arteri spiralis, atherosis, dan trombosis arteri ibu atau janin. Diperkirakan
mekanisme yang menghubungkan lesi vaskular dengan PPI ialah iskemi
uteroplasenta. Meskipun patofisiologinya belum jelas, namum trombin diperkirakan
memainkan peran utama. Terlepas dari peran penting dalam koagulasi, trombin
merupakan protease multifungsi yang memunculkan aktivitas kontraksi dari
vaskular, intestinal, dan otot halus miometrium. Trombin menstimulasi peningkatan
kontraksi otot polos longitudinal miometrium, secara in vitro.

Gambar 5. Mekanisme terjadinya persalinan kurang bulan pada perdarahan


plasenta. ECM: Extracellular matrix, MMP: Matrix Metallo Proteinase, PAI-1:
Plasminogen activator inhibitor 1, tPA: Tissue-type plasminogen activator, uPA:
Urokinase plasminogen activator
4. Distensi uterus yang berlebihan (uterine overdistension)
Distensi uterus yang berlebihan memainkan peranan kunci dalam memulai PPI yang
berhubungan dengan kehamilan multipel, polihidramnion, dan makrosomia.
Kehamilan multipel, sering disebabkan oleh reproduksi yang dibantu oleh teknologi
(assisted reproduction technologies (ART)), termasuk induksi ovulasi dan fertilisasi
in vitro, dan merupakan satu dari penyebab yang paling penting dari PPI di
negaranegara maju. Mekanisme dari distensi uterus yang berlebihan hingga
menyebabkan PPI masih belum jelas. Namun diketahui, peregangan rahim akan
menginduksi ekspresi protein gap junction, seperti connexin-43 (CX- 43) dan CX-26,
serta menginduksi protein lainnya yang berhubungan dengan kontraksi, seperti
reseptor oksitosin.
5. Insufisiensi serviks
Insufisiensi serviks secara tradisi dihubungkan dengan pregnancy losses pada
trimester kedua. Gangguan pada serviks berhubungan dengan outcomes kehamilan
yang merugikan dengan variasi yang cukup luas, termasuk PPI. Insufisiensi serviks
secara tradisi telah diidentifikasi di antara wanita dengan riwayat pregnancy losses
berulang pada trimester kedua, tanpa adanya kontraksi uterus. Terdapat lima
penyebab yang diakui atau dapat diterima, yaitu:
(1) Kelainan bawaan;
(2) In-utero diethylstilbestrol exposure
(3) Hilangnya jaringan dari serviks akibat prosedur operasi seperti Loop
Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) atau conization;
(4) Kerusakan yang bersifat traumatis; dan
(5) Infeksi

Selain berhubungan dengan beberapa hal di atas, risiko PPI juga meningkat pada
perokok. Mekanisme meningkatnya risiko PPI pada wanita yang merokok sampai saat
ini belum jelas. Terdapat lebih dari 3.000 bahan kimia dalam batang rokok, yang
masing-masing efek biologisnya sebagian besar tidak diketahui. Namun, baik nikotin
dan karbon monoksida merupakan vasokonstriktor yang kuat dan dihubungkan dengan
kerusakan plasenta serta menurunnya aliran darah uteroplasenta. Kedua jalur tersebut
mengarah pada terhambatnya pertumbuhan janin dan PPI. Lingkungan intrauterine
yang buruk, seperti saat terganggunya aliran darah uteroplasenta atau kondisi
hipoksemia janin akan mengaktivasi aksis hypothalamic pituitary adrenal (HPA)
janin, yang ditunjukkan dengan peningkatan corticotrophin-releasing hormone (CRH)
oleh hipotalamus, yang kemudian memacu sekresi adrenocorticotrophic hormone
(ACTH) oleh hipofisis anterior. ACTH pada gilirannya akan menyebabkan
peningkatan sekresi kortisol dari korteks adrenal. Kortisol kemudian meningkatkan
ekspresi PGHS-2 (prostaglandin H-synthase), dan menghambat aktivasi PGDH (15-
OH prostaglandin dehydrogenase). Selain itu, merokok juga dihubungkan dengan
respon inflammasi sistemik yang juga dianggap dapat meningkatkan risiko PPI,
melalui peningkatan produksi sitokin.

Gambar 6. Mekanisme untuk semua persalinan kurang bulan


Gambar 7. Patogeneis dan Komplikasi Maternal pada Preterm Labour

7. Pendekatan Diagnosis
Diagnosis partus pematurus iminens dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang dilakukan berpedoman pada sacred 7
fundamental 4 serta mengenali faktor resiko terjadinya partus prematurus iminens.
Beberapa gejala yang dapat ditemukan yaitu berupa adanya kontraksi selama kehamilan.
Akan tetapi, tidak semua kontraksi yang dialami saat kehamilan merupakan partus
prematurus iminens atau ancaman persalinan preterm sehingga sering terjadi kesulitan
dalam mendiagnosis. Adapun kriteria yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
partus prematurus iminens, antara lain:
1. Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu
10 menit
2. Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
3. Perdarahan bercak
4. Perasaan menekan daerah serviks
5. Pemeriksaan serviks telah menunjukkan telah terjadi pembentukan sedikitnya 2 cm
dan penipisan 50-80%
6. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika
7. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadiya persalinan preterm
8. Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu
Penapisan dapat ditegakkan sejak awal ketika belum muncul tanda-tanda persalinan
untuk mengurangi resiko persalinan preterm. Penapisan dilakukan dengan pengenalan
pasien yang beresiko dengan memberikan penjelasan, melakukan penilaian klinis terhadap
persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin dapat dilakukan
pencegahan segera.
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu berupa pemeriksaan serviks meskipun
jarang dilakukan pada pemeriksaan antenatal. Apabila ditemukan serviks pendek (<1cm)
disertai tanda serviks matang atau inkompensasi serviks berupa pembukaan serviks maka
terdapat resiko 3-4 kali akan mengalami persalinan preterm. Selain itu, terdapat beberapa
indikator yang dapat digunakan untuk memprediksi persalinan preterm, antara lain:
1. Indikator klinis
Secara klinis apabila ditemukan kontraksi dan pemendekan serviks secara manual
atau dengan ultrasonografi, serta terjadinya ketuban pecah dini maka memiliki
kemungkinan akan terjadi persalinan preterm
2. Indikator laboratorik
Indikator laboratori yang bermakna dalam memprediksi persalinan preterm yaitu
didapatkan jumlah leukosit dalam air ketuban sebanyak 20/ml atau lebih. Pada
pemeriksaan CRP (C-reactive protein) didapatkan ?0,7 mg/ml serta leukosit serum
ibu > 13.000/ml
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

a. Darah rutin, kimia darah


b. Pemeriksaan kultur urine, urinalisis
c. Bakteriologi vagina
d. Amniosentesis  Surfaktan
e. Pemeriksaan gas dan pH darah janin
Pemeriksaan ultrasonografi
Usia gestasi, jumlah janin, besar janin, aktivitas biofisik, cacat kongenital, letak dan
maturasi plasenta, volume cairan ketuban, dan kelainan uterus.
8. Penatalaksanaan
Menjadi pemikiran pertama pada pengelolaan persalinan preterm adalah apakah
memang persalinan preterm. Selanjutnya mencari penyebab dan menilai kesejahteraan
janin yang dapat dilakukan secara klinis, laboratoris, ataupun ultrasonografi meliputi
pertumbuhan/berat janin, jumlah dan keadaan cairan amnion, presentasi dan janin/
kelainan kongenital. Ibu hamil yang mempunyai risiko terjadinya persalinan preterm
dan/atau menunjukkan tanda-tanda persalinan preterm perlu dilakukan intervensi untuk
meningkatkan neonatal outcomes.
Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor:
a. Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat bilamana selaput
ketuban sudah pecah.
b. Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4 cm. 3.
Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan makin
perlu dilakukan. Persalinan dapat berlangsung bila TBJ > 2.000 atau kehamilan > 34
minggu.
c. Penyebab/komplikasi persalinan preterm.
d. Kemampuan neonatal intensive care facilities

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah:

a. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis


b. Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid
c. Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi

1. Tokolitik
Indeks tokolitik > 8 menunjukkan kontraindikasi pemberian tokolitik
Tabel 1. Indeks Tokolitik

1 2 3 4 5

Kontraksi Tidak ada Irreguler Reguler - -

Ketuban Tinggi/tidak
Tidak ada - - Rendah/pecah
pecah jelas

Perdarahan Tidak ada Spotting Perdarahan - -


Pembukaan Tidak ada 1 cm 2 cm 3 cm 4 cm

1) Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8


jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi
berulang. Dosis maintenance 3x10 mg.
2) Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil. Salbutamol,
dengan dosis per infus: 20- 50 μg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari
(maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 μg/menit, subkutan:
250 μg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance).
Efek samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi,
takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
3) Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara bolus
selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang
digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin.
Beberapa efek samping: edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan
(pada ibu dan bayi).
4) Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat
menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases (COXs)
yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin Indometasin merupakan
penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular
pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin.
Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan klinis.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis adalah ketika lingkungan intrauterine
terbukti tidak baik, seperti:
a) Oligohidramnion
b) Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c) Preeklamsia berat
d) Hasil non-strees test tidak reaktif
e) Hasil contraction stress test positif
f) Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabil
dan kesejahteraan janin baik
g) Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h) Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan betamimetik
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru
janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan
intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya
menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia
kehamilan kurang dari 35 minggu. Obat yang diberikan ialah deksametason atau
betametason. Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin
terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
1) Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
2) Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
3. Antibiotik
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya
infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah
eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg
selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak
dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan pasien dengan KPD/ PPROM
(Preterm Premature Rupture of the Membrane) adalah:

1. Semua alat yang digunakan untuk periksa vagina harus steril


2. Periksa dalam vagina tidak dianjurkan, tetapi dianjurka untuk pemeriksaan
spekulum
3. Pada pemeriksaan USG jika didapatkan penurunan indeks cairan amnion (ICA)
tanpa adanya kecurigaan kelainan ginjal dan tidak adanya IUGR mengarah pada
kemungkinan KPD.

Penderita dengan KPD/PPROM dilakukan pengakhiran persalinan pada usia


kehamilan 36 minggu jika ada bukti hasil pemeriksaan maturitas paru, maka
kemampuan rumah sakit (tenaga dan fasilitas perinatologi) sangat menentukan kapan
sebaiknya kehamilan diakhiri. Akan tetapi, bila ditemukan adanya bukti infeksi (klinik
ataupun laboratorik), maka pengakhiran persalinan preterm perlu dipertimbangkan
berdasarkan:

a. Usia gestasi
Usia gestasi 34 minggu atau lebih: dapat melahirkan ditingkat dasar/ primer,
menginngat prognosis relatif baik. Usia gestasi kurang dari 34 minggu: harus
dirujuk
b. Keadaan Selaput Ketuban
Bila didapatkan KPD/PPROM dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu,
maka ibu dan keluarga dipersilahkan untuk memilih cara pengelolaan setelah
diberi konseling dengan baik.

9. Komplikasi

Gambar 8. Komplikasi pada Kelahiran Prematur

1. Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi
mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayi-bayi
preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi. Bayi yang lahir dari ibu yang
menderita anmionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres
pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3
kali lebih besar.Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).
2. Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa bernafas dengan
bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapat terisi oleh udara dan tetap
terbuka. Alveoli bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan yang disebut
surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi menurunkan tegangan
permukaan. Bayi prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang
memadai, sehingga alveolinya tidak tetap terbuka. Diantara saat-saat bernafas, paru-
paru benar-benar mengempis, akibatnya terjadi Sindroma Distres Pernafasan.
Sindroma ini bisa menyebabkan kelainan lainnya dan pada beberapa kasus bisa
berakibat fatal. Kepada bayi diberikan oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin
mereka perlu ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa
diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang dihubungkan dengan trakea
bayi).
3. Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks
menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau serangan
apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi prematur juga
memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa menyebabkan apneu (henti nafas),
karena pusat pernafasan di otak mungkin belum matang. Untuk mengurangi
mengurangi frekuensi serangan apneu bisa digunakan obat-obatan. Jika oksigen
maupun aliran darahnya terganggu. otak yang sangat tidak matang sangat rentan
terhadap perdarahan (perdarahan intraventrikuler) atau cedera .
4. Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian makanan.
Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan membatasi jumlah
makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu banyak dapat
menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin
akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu
yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah.
5. Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)
6. Displasia bronkopulmoner.
7. Penyakit jantung seperti paten duktus arteriosus
8. Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal untuk
membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah) dalam
tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur, memiliki kadar
bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara), yang dapat menyebabkan
sakit kuning (jaundice). Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum
matang dan karena kemampuan makan dan kemampuan mencernanya masih belum
sempurna. Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan
perbaikan fungsi pencernaan bayi.
9. Infeksi atau septikemia.
Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna. Mereka belum
menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya melewati plasenta. Resiko
terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi. Bayi prematur
juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi (peradangan pada usus).
10. Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah, bisa tinggi
(hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
11. Anemia
12. Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
13. Keterbelakangan mental dan motorik.

10. Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm antara lain
sebagai berikut:
1. Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
2. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
3. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang
baik
4. Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang (narkotik)
5. Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
6. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
7. Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing
8. Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm

11. Prognosis
Dari prognosis persalinan kurang bulan yang menarik dan menambah keprihatinan
adalah bumil yang melahirkan bayi kurang bulan ternyata mengalami risiko morbiditas
dan mortalitas kardiovaskular bertahun-tahun setelah persalinan tersebut terjadi.
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. F

Umur / Tanggal Lahir : 29 Tahun / 10 Oktober 1994

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Pangan RT012/005 Jambanan Sidoharjo Sragen

Suku Bangsa : Jawa

MRS : 14 Desember 2023

Jaminan : BPJS Kelas 3

B. ANAMNESA
(Autoanamnesis dengan penderita, 14 Desember 2023, pukul 16.35 WIB)

Keluhan Utama : Perut terasa kenceng-kenceng

Keluhan Tambahan : Keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir

Riwayat Perjalanan Penyakit

Tanggal 14 desember 2023 pukul 16.35 WIB, seorang pasien perempuan usia 35
tahun, G1P0A0 usia kehamilan 34+6 minggu masuk rumah sakit dengan keluhan perut
terasa kenceng-kenceng dialami sejak pukul 03.00 hingga jam 10.00 pagi WIB sebelum
pasien masuk rumah sakit. Keluhan tersebut disertai keluarnya lendir bercampur darah
berwarna coklat dari jalan lahir. Keluhan lain seperti mual munta, pusing, sakit keapala,
demam, sesak, nyeri dada, nyeri ulu hati, kejang, penurunan kesadaran disangkal oleh
pasien. BAK lancar BAB biasa.

 Riwayat Penyakit Terdahulu: Hipertensi sejak sebelum hamil


 Riwayat Penyakit Keluarga : disangkal
 Riwayat Pengobatan Rutin : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat Sosial : Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga
dengan aktivitas yang tidak berat
 Pola makan pasien teratur 3 x sehari, tetapi tidak terlalu memperhatikan yang di
konsumsi (sayur dan buah jarang)
 Minum air putih cukup atau 1-2 lt sehari
 Pasien tidak merokok (-) dan suami pasien merokok
 Pasien tidak mengkonsumsiAlkohol
 Hubungan keluarga dan sosial pasien baik dan merupakan kehamilan yang
diharapkan.

Riwayat Obstetri Ginekologi


 Riwayat Kehamilan : G1P0A0 .
G1 = HPHT : 12 April 2022, HPL : 19 Januari 2023, UK : 34+6 mg
 Riwayat Mesntruasi : Menarche usia 12 tahun, siklus menstruasi 28 hari,
teratur, lama menstruasi 7 hari, nyeri haid dbn, ganti pembalut setiap 2-4 jam.
 Riwayat Pernikahan : Pernikahan pertama dengan usia pernikahan 8 bulan
 Riwayat Kontrasepsi : Tidak pernah menggunakan kontrasepsi.
 Riwayat ANC (-) : Pasien mengatakan pada kehamilan saat ini rutin
kontrol kehamilan ke bidan sebanyak 8 kali kontrol ke bidan sejak hamil.
Pasien sudah imunisasi TT 2x.

Anamnesis Sistem
 Serebrospinal: Lemas (-), pusing (+) kejang (-), demam (-)
 Indera : pandangan kabur (-), bibir kering (-)
 Kardiorespirasi: Sesak (-), batuk (-) berdebar-debar (-)
 Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), diare (-)
 Genitourinaria : BAK warna kuning, BAB normal
 Integumentum: akral hangat (+)
 Muskuloskeletal: Kaki bengkak (+), Kesemutan (-), kebas (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK

KU Sedang
Kesadaran Compos Mentis
Vital sign Tekanan darah : 115/61 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36.8 C
Respiratory rate : 20 x/menit

Antropometri BB : 63 kg
TB : 152 cm
IMT awal : 27.27 (Obesitas 1)

Kepala Mata Skelara ikterik (-), Konjungtiva pucat (-/-), edem


palpebra (-)
Hidung Deformitas (-), sekret (-), Epistaksis (-)
Mulut Bibir pucat (-), bibir sumbing (-)
Telinga Sekret (-), benda asing (-)
Leher JVP (-), Perbesaran Limfonodi (-), denyut
carotis (-)
Thoraks Inspeksi Simetris (+), retraksi dada (-)
Palpasi Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi Sonor
Aus SDV +/+ Rh -/- Wh -/-
Cor S1-S2 reguler normal, murmur (-)
Abdomen Inspeksi Perut tampak membesar sesuai usia kehamilan,
stria gravidarum (+)
Aus DJJ 142x/menit, teratur
Palpasi Leopold I : TFU 23 cm, Teraba bagian
lunak membulat (bokong)
Leopold II : Bagian kanan teraba
punggung (puka) Leopold III : Teraba
bagian keras dan melenting (kepala)
Leopold IV: bagian bawah janin floating
Genitalia VT Pembukaan (-), STLD (-)
Ekstremitas Inspeksi Deformitas (-)
Palpasi Akral hangat (+), Perfusi < 2 detik, Edema
ekstremitas bawah
+/+
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Hematologi Lengkap

Pemeriksaan darah Hasil Nilai Rujukan


HB 12.57 13.8-17.2
MCH 28.7 26.5-33.5
MCV 91.0 80 – 97
MCHC 31.5 31.5 – 35.0
Leukosit 12,63 4000 – 11000
Eritrosit 4.31 4.0 – 5.5
Trombosit 283 150 – 450/mm
HMT 35.1% 38.8-50.0%
Neutrofil Segmen 78 37 - 80
Limfosit 19.6 19 – 48 %
GDS 85 70-140
Kreatinin (darah) 0.98 0.70-1.40
Ureum 12.2 10-40
Golongan Darah O
INR 0.95 0.81-1.19
PT 11.4 11 - 18
APTT 31.1 25 – 40

AST (SGOT) 26 <37

ALT (SGPT) 19 <42

HbsAg Negatif

HIV Non Reaktif

Pemeriksaan USG
Hasil :

 BPD 8,67
 FL 6,80
 TBJ gram
E. FOLLOW UP

15-12-2023 (H+2) 16-12-2023 (H+3)


S Perut terasa kenceng-kenceng (-) sejak Perut terasa kenceng-kenceng (+)keluar
jam 19.30 WIB, keluar lendir (-), lendir (-), darah (-) dari jalan lahir
darah (-) dari jalan lahir
O Ku sedang; Ku sedang;
GCS 456 GCS 456
Kesadaran Compos mentis Td 135/80 Kesadaran Compos mentis Td 133/94
mmHg mmHg
Nadi 81x/menit Nadi 92x/menit
Suhu 36.6 C Suhu 36.8 C
RR 20 x/menit RR 20 x/menit
SPO2 99% SPO2 99%
Crt <2 dtk Crt <2 dtk

Status General K/L : CA-/-, SI-/- Status General K/L : CA-/-, SI-/-
Tho : SDV +/+, Rh -/-, Wh -/-, S1S2 Tho : SDV +/+, Rh -/-, Wh -/-, S1S2 reg
reg Abd : TFU 23 cm, His Abd : TFU 23 cm, His (1x10’/10’’), DJJ
(1x10’/10’’), DJJ 159 x/m 159 x/m
Gen : VT PØ (+) 1 cm, Eks : edema Gen : VT PØ (+) 6 cm, Eks : edema eks
eks bawah (-) bawah (-)
G1P0A0 UK 34+6 mg inpartu kala 1 G1P0A0 UK 34+6 mg inpartu kala 1
A
fase laten dengan PPI fase aktif dengan PPI
- Inf. Rl 20 tpm - Inf. Rl 20 tpm
- Drips Bricasma 2A dalam NaCl - Microgest 2x200 mg
P 500cc 8 TPM - Hystolan 3x0,5 Tab
- Microgest 2x200 mg - Asam mefenamat 3x250 mg
- Hystolan 3x0,5 Tab - Nifedipine 3 x 10 mg (i.o)
- Asam mefenamat 3x250 mgH - Amoxicilin 3 x 500 mg (i.o)
- Nifedipine 3 x 10 mg (i.o) - Kirim Pasien ke IBS untuk SC
- Amoxicilin 3 x 500 mg (i.o) - Monitoring keluhan, tanda-tanda
vital, DJJ
- KIE
F. DAFTAR MASALAH
 Perut terasa kenceng-kenceng
 Keluar lendir bercampur darah warna coklat dari jalan lahir

G. ASSESSMENT
 G1P0A0 UK 34+6 mg inpartu kala 1 fase laten dengan PPI

H. TATALAKSANA

 Inf. Rl 20 tpm
 Drips Bricasma 2A dalam NaCl 500cc 8 TPM
 Microgest 2x200 mg
 Hystolan 3x0,5 Tab
 Asam mefenamat 3x250 mgH
 Nifedipine 3 x 10 mg (i.o)
 Amoxicilin 3 x 500 mg (i.o)

I. EDUKASI
 Menjelaskan mengenai penyakit dan pilihan mengenai penanganannya.
 Menjelaskan proses penyembuhan dari penyakit.
 Menjelaskan prognosis terkait penyakit.

D. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

E.
BAB III

PEMBAHASAN

Seorang pasien perempuan usia 35 tahun, G1P0A0 usia kehamilan 34+6 minggu
masuk rumah sakit dengan keluhan perut terasa kenceng-kenceng dialami sejak pukul 03.00
hingga jam 10.00 pagi WIB sebelum pasien masuk rumah sakit. Keluhan tersebut disertai
keluarnya lendir bercampur darah berwarna coklat dari jalan lahir. HPHT : 12 April 2022,
HPL : 19 Januari 2023. Pasien mengatakan pada kehamilan saat ini rutin kontrol kehamilan
ke bidan sebanyak 8 kali kontrol ke bidan sejak hamil. Pasien sudah imunisasi TT 2x. Tidak
pernah menggunakan kontrasepsi. Keluhan lain seperti mual muntah, pusing, sakit keapala,
demam, sesak, nyeri dada, nyeri ulu hati, kejang, penurunan kesadaran disangkal oleh pasien.
Tidak ada riwayat penyakit seperti HT, DM, jantung da alergi pada pasien maupun keluarga
pasien. BAK lancar BAB biasa.

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas yang tidak berat.
Pola makan pasien teratur 3 x sehari, tetapi tidak terlalu memperhatikan yang di konsumsi
(sayur dan buah jarang). Pasien minum air putih cukup atau 1-2 lt sehari. Pasien tidak
merokok (-) ataupun mengonsumsi alkohol. Hubungan keluarga dan sosial pasien baik dan
merupakan kehamilan yang diharapkan.

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan pasien dapat diketahui
bahwa pasien meiliki gejala yang berhubungan dengan Partus Prematurus Imminens (PPI).
PPI adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-tanda persalinan
pada usia kehamilan yang belum aterm (<37 minggu) dimana pada pasien ini memiliki usia
kehamilan 34+6 minggu. Pada pasien ini memenuhi kriteria diagnosis untuk menegakkan PPI
yaitu pasie mengalami kontraksi yang berulang. Dimana yang dimaksud adalah kontraksi
yang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit mengalami
kontraksi. Selain itu pasien juga mengalami perdarahan berwarna coklat yang keluar dri jalan
lahir. Pada pemeriksaan fisik pasien dalam keadaan umum sakit sedang dengan kesadaran
compos mentis. Tanda-tanda vital pasien didaptakan 135/80 mmHg, Nadi 81x/menit, Suhu
36.6 C, RR 20 x/menit, SPO2 99%, Crt <2 dtk. Status General K/L : CA-/-, SI-/-. Tho : SDV
+/+, Rh -/-, Wh -/-, S1S2 reg Abd : TFU 23 cm, His (1x10’/10’’), DJJ 159 x/m. Gen : VT PØ
(+) 1 cm, Eks : edema eks bawah (-)
Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan hasil yang bermakna
leukositosis (12,63 x106/UL. Untuk pemeriksaan hematologi lainnya dalam batas normal.
Penatalaksanaan medis yang diberikan pada pasien ini meliputi Inf. Rl 20 tpm, Drips
Bricasma 2A dalam NaCl 500cc 8 TPM, Microgest 2x200 mg, Hystolan 3x0,5 Tab, Asam
mefenamat 3x250 mgH, Nifedipine 3 x 10 mg (i.o), Amoxicilin 3 x 500 mg (i.o) Selain itu,
pasien juga mendapatkan edukasi mengenai penyakit dan penanganannya, proses
penyembuhan, pencegahan, dan prognosis terkait penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nanda Rachmad Putra Gofur, Aisyah Rachmadani Putri Gofur, Soesilaningtyas, Rizki
Nur Rachman Putra Gofur, Mega Kahdina (2022) Parturition premature imminens
management:A Review Article. IJRP 2022, 93(1), 91-96;
doi:.10.47119/IJRP100931120222756
2. Kirana, P.A.L.A., et all. G4P3A0 hamil 30 minggu belum inpartu dengan partus
prematurus iminens dan ketuban pecah dini. Medula. 2020;10(3);456-460
3. Irwinda. R., Sungkar et all. Panduan Persalinan Preterm. Jakarta; Pengurus Pusat
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal
Indonesia Dinas Kesehatan Indonesia
4. POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Pedokteran . Jakarta: JNPK-KR DEPKES
RI.
5. M.Yeni C, Rismawati, Hasanuddin. Threatened Preterm Labor : Which are become
Preterm Labor ? Indones J Obs Gynecol. 2020;8(4)
6. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Obstetri Williams. 22nd. New
York: McGraw Hill; 2015
7. Schleußner E. The Prevention , Diagnosis and Treatment of Premature Labor.
2013;110(13):227 –3 6.
8. Vrishali Suman; Euil E. Luther. Preterm Labor. StatPearls [Internet]. NIH NLM.
2022. Available on https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536939/
9. Roberto Romero,Sudhansu K. Dey. Preterm Labor: One Syndrome, Many Causes.
StatPearls [Internet]. NIH NLM. 2022. Available on
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4191866/
10. Halimi et all. Epidemiology and Related Risk Factors of Preterm Labor as an
obstetrics emergency. StatPearls [Internet]. NIH NLM. 2022. Available on Roberto
Romero,Sudhansu K. Dey. Preterm Labor: One Syndrome, Many Causes. StatPearls
[Internet]. NIH NLM. 2022. Available on
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4191866/

Anda mungkin juga menyukai