Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kasus

VITILIGO

Oleh:
Farah Kurnia RK, S.Ked.
71 2019 013

Pembimbing:
dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK

DEPARTEMEN ILMU KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul:
VITILIGO

Oleh:
Farah Kurnia RK, S.Ked.
71 2019 013

Telah dilaksanakan pada bulan Februari 2020 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Palembang Bari
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Februari 2020


Pembimbing

dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp. KK

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“VITILIGO” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik di
SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK, selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan
dalam penyelesaian laporan kasus ini.
2. Rekan-rekan dokter muda atas kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan ilmu pengetahuan
kedokteran.

Palembang, Februari 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Vitiligo 3
2.2 Epidemiologi 3
2.3 Faktor Risiko 4
2.4 Patofisiologi 5
2.5 Manifestasi Klinis 7
2.6 Pemeriksaan Fisik 9
2.7 Klasifikasi 10
2.8 Pemeriksaan Penunjang 12
2.9 Diagnosis Banding 13
2.10 Tatalaksana 13
2.11 Prognosis 16

BAB III. LAPORAN KASUS


3.1 Identitas Penderita 18
3.2 Anamnesis 18
3.3 Pemeriksaan Fisik 19
3.4 Diagnosis Banding 21
3.5 Pemeriksaan Penunjang 21
3.6 Diagnosis Kerja 21

iv
3.7 Tatalaksana 21
3.8 Prognosis 21

BAB IV. PEMBAHASAN


4.1 Hasil dan Pembahasan 23

BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan 29

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................30

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan
vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan
kulit adalah kelainan pigmentasi yaitu vitiligo.
Vitiligo adalah penyakit kulit akibat proses depigmentasi pada kulit,
disebabkan faktor genetik dan non genetik yang berinteraksi dengan
kehilangan atau ketahanan fungsi melanosit dan pada kenyataannya
merupakan peristiwa autoimun. Keterangan lainnya mencakup kejadian
kerusakan edhesi melanosit, neurogenik, biokimiawi, dan autotoksisitas.
Terkadang mulai setelah lahir, walaupun dapat pula muncul pada masa
anak-anak awitan rata-rata berusia 20 tahun. Penyebaran lesi tersering
nonsegmental atau generalisata sedangkan jenis lainnya yang tidak banyak
adalah segmental, lesi depigmentasi menyebar asimetris, yaitu hanya pada
satu sisi. Aspek penting pada vitiligo adalah aspek fisiologis, terutama bila
terlihat oleh orang lain. Pasien sering mengalami efek emosional, misalnya
percaya diri yang kurang, kecemasan sosial, depresi, stigmatisasi, dan yang
paling luar biasa adalah penolakan lingkungan. Dampak ini sedikit dijumpai
pada pasien kulit putih, karena kulit normalnya tidak berbeda mencolok
dengan warna vitiligo.1

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan bagi semua dokter muda dapat memahami kasus mengenai
vitiligo.
2. Diharapkan kemudian hari dokter muda mampu mengenali dan
memberikan tatalaksana secara benar tentang penyakit vitiligo.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Vitiligo


Vitiligo adalah penyakit yang didapat dengan perjalanan yang
bervariasi. Vitiligo ditandai secara klinis dengan timbulnya makula atau
patch depigmentasi yang dapat terjadi akibat hilangnya atau disfungsi dari
melanosit yang berbatas tegas. Vitiligo adalah gangguan depigmentasi yang
paling umum, mempengaruhi sekitar 0,5 hingga 2,0 persen populasi dan
tidak memiliki kecenderungan untuk jenis kelamin atau ras. Vitiligo
dikategorikan ke dalam subtipe nonsegmental (nsV) dan segmental (sV),
yang terjadi pada sebagian kecil populasi pasien yaitu sebesar 5-16%. Onset
dan perjalanan penyakit dapat bervariasi berdasarkan subtipe. selain itu,
individu dengan vitiligo dapat mengalami manifestasi psikososial yang
signifikan, termasuk merasa harga diri rendah dan depresi. 1,2,6

1.2. Epidemiologi
Prevalensi vitiligo diperkirakan kurang dari 1%, walaupun data ini
dapat berubah-ubah menurut populasi yang dinilai. Sebenarnya vitiligo
dapat menyerang semua bangsa, namun pada ras kulit gelap hal ini menjali
lebih diperhatikan. Vitiligo paling sering terjadi pada wanita dengan rentang
usia 20-40 tahun. Kelainan ini dapat juga terjadi pada semua umur, kajian di
Belanda 25% muncul sebelum umur 10 tahun, 50% sebelum umur 20 tahun,
dan 95% sebelum umur 40 tahun. Vitiligo dengan riwayat keluarga berkisar
6,25%-38% kasus, namun pola genetiknya masih merupakan silang
pendapat.1,6
Berdasarkan studi, vitiligo dilaporkan mempengaruhi 0,5% hingga 2%
dari populasi dunia, tanpa preferensi yang jelas untuk ras atau jenis kelamin,
meskipun wanita lebih mungkin untuk hadir datang ke klinik. Hampir 50%
dari pasien datang sebelum 20 tahun.3

7
1.3. Faktor Pencetus
1. Faktor-faktor Endogen:
-
Faktor genetik: sebanyak 18%-36% pasien mempunyai pola familial
-
Tekanan emosional berat : kehilangan orang yang dicintai,
kehilangan pekerjaan, perceraian, masalah sekolah, perpindahan
sekolah atau kota.
-
Penyakit-penyakit internal seperti gangguan autoimun, misalnya
tiroid, anemia pernisiosa, diabetes melitus, lebih banyak dialami oleh
populasi vitiligo dibanding dengan populasi umum.
-
Penyakit-penyakit kulit, sebanyak 14% kasus vitiligo dimulai dari
suato halo nevus.1
2. Faktor Eksogen
Sebanyak 40% pasien vitiligo diawali dengan trauma fisik yang
dialami, misalnya garukan, pembengkakan, benturan, laserasi dan luka
bakar. Mekanisme koebner yang mendasari peristiwa ini. Obat-obatan
misalnya betadrenergic blocking agent dan 19% berkaitan dengan zat-
zat melanositotoksik, seperti film developers, rubber, kuinon, dan agen
pemutih.1
Paparan lingkungan pertama yang terhubung dengan vitiligo
diidentifikasi pada tahun 1939, ketika sejumlah besar pekerja pabrik
mengalami depigmentasi di tangan mereka yang disebabkan oleh
paparan fenol kimia yaitu monobenzyl ether of hydroquinone (MBEH)
yang terdapat di sarung tangan mereka. MBEH dapat menyebabkan
depigmentasi dalam vitiligo sehingga sekarang digunakan untuk
mempercepat depigmentasi pada mereka yang menderita penyakit parah,
sehingga menghasilkan warna kulit yang merata. Kasus vitiligo yang
lebih baru (16.000 kasus) dilaporkan dalam musim panas 2013 di Jepang
yang disebabkan oleh penggunaan zat pencerah kulit yang mengandung
rhododendrol sebagai bahan aktif. Bahan kimia tambahan yang terlibat
sebagai penginduksi vitiligo termasuk 4-tert-butylphenol dan 4-tert-
butylcatechol, yang dapat ditemukan dalam resin adhesif, minyak
industri, cat, perekat, dan produk lainnya. Ciri umum dari bahan kimia

8
ini adalah bahwa semuanya adalah fenol, yang mengandung cincin
benzena dengan gugus hidroksil yang melekat, yang mirip dengan
tirosin asam amino, juga fenol. Mekanisme fenol ini bertindak sebagai
analog tirosin, mengganggu sintesis tirosinase dan melanin,
menginduksi stres tambahan pada melanosit, dan menghasilkan
pelepasan faktor inflamasi yang memulai serangan autoimun pada
melanosit. Namun, hanya sebagian pasien yang terpapar yang
tampaknya rentan terhadap depigmentasi, karena tidak semua yang
terpapar bahan kimia terkena penyakit tersebut. Paparan rhododendrol di
Jepang hanya mempengaruhi sekitar 2% dari pengguna, menunjukkan
bahwa paparan bertindak pada pasien yang rentan secara genetik untuk
menyebabkan penyakit.3

2.4. Patofisiologi
Patogenesis vitiligo melibatkan defek intrinsik dalam sel melanosit dan
proses autoimunitas yang menargetkan sel-sel melanosit. Produksi melanin
itu sendiri adalah racun bagi melanosit. Pertama, produksi protein dalam
jumlah besar dapat meningkatkan risiko kesalahan dari lipatan protein
sehingga mengaktifkan jalur stres dalam sel yang disebut unfolded protein
respons. Selain itu, kebutuhan energi untuk produksi protein
membangkitkan suatu oksigen reaktif dari metabolisme energi mitokondria.2
jalur ini tampaknya menjadi hiperaktif dalam sel melanosit pada pasien
vitiligo, sehingga sel-sel melanosit ini tidak mampu untuk memproduksi
melanin dibandingkan dengan orang-orang yang sehat. Bahkan, melanosit
yang sehat pun mengalami stres seluler ketika terpapar bahan kimia fenol
tertentu, seperti monobenzyl ether of hydroquinone (MBEH).3
Begitu melanosit terpapar stess oxidative, melanosit melepaskan sinyal
inflamasi yang mengaktifkan imunitas bawaan, yang mungkin mewakili
peristiwa awal dalam vitiligo. Studi melaporkan aktivasi sel imun bawaan
yang menyimpang dalam kulit pasien vitiligo, termasuk perekrutan sel
natural killer dan sel dendritik inflamasi, menunjukkan bahwa aktivasi
kekebalan bawaan memainkan peran dalam penyakit ini. Sel penyajian

9
antigen mungkin bermigrasi keluar dari kulit ke kelenjar getah bening untuk
mengaktifkan antigen melanosit ke sel T, sehingga berfungsi untuk
menjembatani stres seluler dan respons sel T adaptif. Sel bawaan juga dapat
mengeluarkan sitokin yang merekrut dan mengaktifkan sel T autoreaktif
secara lokal, yang kemudian secara langsung membunuh melanosit.3
1. Genetik pada vilitigo
Hampir seluruh studi genetika terfokus pada vitiligo generalisata, telah
diidentifikasi sedikitnya 10 lokus yang berbeda. Tujuh dari 10 orang
yang dijumpai terkain dengan penyakit autoimun lainnya (antara lain
HLA kelas I dan II, PTPN22, LPP, NALP1,TYR, yang mengkode
tirosinase yang merupakan enzim penting dalam sintesis melanin). Pada
tipe segmental diduga adanya mutasi gen mosaik de novo bersifat
sporadis.1
2. Hipotesis autoimun
Ditemukannya adanya aktivitas imunitas humoral berupa antibodi anti
melanosit yang mampu membunuh melanosit secara in vitro maupun in
vivo. Sekarang aktivitas humoral ini lebih diduga sebagai respon
sekunder terhadap melanosit yang rusak dibanding dengan respon primer
penyebab vitiligo generalisata. Pada tepi lesi vitiligo generalisata
ditemukan adanya sel T sitotoksik yang mengekspresikan profil sitokin
tipe 1. 1
3. Hipotesis neural
Hipotesis ini menunjukkan adanya mediator neurokimia yang bersifat
sitotoksik terhadap sel pigmen dan dikeluarkan oleh ujung saraf
didekatnya. Teori ini didukung oleh kenyataan:
- Vitiligo lokalisata yang terbatas secara segmental tidak dermatomal
melainkan menyerang beberapa dermatom
- Vitiligo segmental tidak berefek dengan obat-obatan vitiligo
konvensional tetapi membaik terhadap obat-obatan yang memodulasi
fungsi saraf.

10
- Terjadinya vitiligo dilaporkan setelah mengalami tekanan emosional
berat atau setelah kejadian neurogikal, misalnya ensefalitis, multiple
sklerosis, dan jejas pada saraf perifer. 1
-
4. Hipotesis biokimia
Kerusakan mitokondria mempengaruhi terbentuknya melanocyte
growth factors dan sitokin purugalsi ketahanan melanosit. Kadar
antioksidan biologik pada vitiligo; katalase dan glutation peroksidasi
berkurang disebabkan kadar H2O2 epidermis yang meningkat. Bukti
histopatologi menunjukkan adanya kerusakan yang diperantarai oleh
stress oxidative berupa degenerasi vakuol. Beberapa penulis menekankan
adanya sensitivitas melanosit terhadap agen peroksidatif. Walaupun
melemahnya sifat scavenging radikal bebas pada masa biosintesis
melanin belum jelas, namun dua teori yang paling menjanjikan adalah
akumulasi H2O2 di epidermis dan ekspresi abnormal tyrosin related
protein (TRP-1).1
Ada beberapa bukti bahwa vitiligo adalah penyakit pada seluruh
epidermis, kemungkinan melibatkan kelainan biokimiawi melanosit dan
keratinosit. Kelainan morfologis dan fungsional spesifik yang diamati
pada melanosit vitiligo dan keratinosit diduga memiliki latar belakang
genetik. Kelainan ultrastruktural dari keratinosit dari kulit vitiligo
perilesional telah dikaitkan dengan gangguan aktivitas mitokondria, dan
diperkirakan mempengaruhi produksi faktor pertumbuhan melanosit
spesifik dan sitokin yang mengatur kelangsungan hidup melanosit.
Temuan biokimiawi penting adalah peningkatan kadar H2O2 di daerah
epidermis yang terkena , yang mungkin disebabkan oleh berkurangnya
kapasitas antioksidan enzimatik keratinosit dan melanosit. Pertahanan
antioksidan yang rusak dapat memberi melanosit yang meningkatkan
kerentanan terhadap sitotoksisitas imunologis dan terhadap sitotoksisitas
yang disebabkan oleh spesies oksigen reaktif. 4

2.5. Manifestasi Klinis

11
Tanda dan gejala :
Lesi vitiligo ditandai sebagai berikut:
- Makula dan patch depigmented
- Biasanya berbatas tegas
- Bentuknya bulat, oval, atau linier
- Batas mungkin cembung
- Berkisar dari milimeter hingga centimeter
- Menyebar secara sentrifugal dari waktu ke waktu dengan laju yang
tidak terduga
- Lesi awal paling sering terjadi pada tangan, lengan, kaki, dan wajah,
mendukung distribusi perioral dan periokular.5
Vitiligo non segmental atau generalisata sering juga disebut sebagai
vitiligo vulgaris, adalah depigmentasi kronis yang dapat ditandai dengan
makula putih susu homogen berbatas tegas. Berdasarkan penyebaran dan
jumlah vitiligo dibagi atas generalisata dan lokalisata (segmental, fokal, dan
mukosal) yang mungkin tidak disadari pasien. jenis generalisata merupakan
jenis yang sering kali dijumpai, distribusi lesi simetris dan ukuran
bertambah luas seiring waktu. Lesi dapat muncul dimana saja, tetapi
umumnya didaerah peregangan dan tegangan dan tekanan seperti lutut, siku,
punggung tangan, dan jari-jari. Vitiligo segmental adalah varian yang
terbatas pada satu sisi segmen, dan jarang dijumpai. Kebanyakan pasien
memiliki gambaran segmental berupa lesi tunggal yang khas, namun ada
juga menepati dua atau lebih segmen satu sisi, berlawanan atau mengikuti
distribusi dermatomal (Garis Biaschko). Daerah yang sering terkena ialah
wajah, aksila, umbilikus, puting susu, sakrum dan inguinal.1
Vitiligo simetris sering dijumpai bila menyerang jari-jari, pergelangan
tangan, aksila, lipatan-lipatan lain dan daerah orifisium, misalnya mulut,
hidung dan genitalia. Pada saat pigmen rusak, tampak gambaran trikrom
berupa daerah sentral yang putih dikelilingi daerah yang pucat. Sangat
jarang sekali lesi vitiligo disertai peradangan pada sisi lesi yang sedang
berkembang dan disebut dengan vitiligo inflamatorik.1

12
Vitiligo dapat menyerang folikel rambut, dengan demikian dapat
ditemui rambut-rambut menjadi putih. Pada pasien berkulit gelap,
depigmentasi dapat dilihat pula pada mukosa, mislnya mulut.1
Klasifikasi vitilligo menurut Ortonne, 1983.
1

Vitiligo Lokalisata Vitiligo Generalisata Vitiligo Universalis


Lokalis; hanya satu Akrofasialis; distal Depigmentasi > 80%
atau lebih makula ekstremitas dan wajah
dalam satu area tetapi
tidak jelas segmental
atau zosteriformis
Segmentalis; satu atau Vulgaris; makula tersebar
lebih makula dengan pada seluruh tubuh dengan
pola quasidermatomal pola distribusi asimetris
Mukosa; hanya Mixed akrofasialis dan/atau
mengenai daerah vulgaris/segmentalis
mukosa

2.6. Pemeriksaan Fisik


Vitiligo hampir selalu didiagnosis secara klinis pada pemeriksaan fisik.
Vitiligo bermanifestasi sebagai makula depigmentasi yang didapat atau
bercak yang dikelilingi oleh kulit normal. Makula berwarna kapur atau putih
susu dan berbatas tegas. Lesi bisa berbentuk bulat, oval, atau linier. Batas
mungkin cembung. Lesi membesar secara sentrifugal dari waktu ke waktu
dengan laju yang tidak terduga. Lesi berkisar dari milimeter hingga
sentimeter. Wood lamp mungkin diperlukan untuk melihat lesi pada pasien
dengan kulit yang lebih terang.5
Tempat yang paling umum dari keterlibatan vitiligo adalah wajah,
leher, lengan bawah, kaki, tangan punggung, jari, dan kulit kepala. Ketika
ditemukan pada wajah, lesi dapat berdistribusi di periokular atau perioral.
Pada keadaan vitiligo yang luas atau general, lesi juga dapat terjadi di
sekitar daerah genital, areola, dan puting. Selain itu, lesi dapat terjadi di
daerah yang sering mengalami trauma, seperti tulang menonjol, siku, dan
lutut. Fenomena Koebner didefinisikan sebagai perkembangan vitiligo di
lokasi trauma, seperti luka, luka bakar, atau abrasi. Koebnerisasi dapat

13
terjadi pada 20-60% pasien vitiligo Rambut juga dapat mengalami
depigmentasi. Ini dikenal sebagai leukotrichia, dan itu mungkin
menunjukkan prognosis yang buruk sehubungan dengan terapi
repigmentasi. Repigmentasi spontan rambut yang rusak tidak mungkin
terjadi.5

Gambar 1. Vitiligo 5
2.7. Klasifikasi Vitiligo
Vitiligo dapat dibagi menjadi dua kelompok: segmental dan
nonsegmental. Penting untuk dicatat bahwa ada sistem klasifikasi lain yang
memilih untuk membagi jenis vitiligo berdasarkan distribusi lokal atau
umum, dengan menyiratkan lesi terbatas pada area tertentu dan secara
umum menyiratkan lebih dari satu area yang terlibat. Namun, perbedaan
antara segmental dan nonsegmental mungkin paling berguna bagi dokter,
karena memiliki dampak pada perkembangan, prognosis, dan pengobatan.5
Vitiligo Segmental5
Jenis ini bermanifestasi sebagai satu atau lebih makula yang mungkin
mengikuti garis Blaschko. Itu unilateral dan tidak melewati garis tengah.
Vitiligo segmental biasanya memiliki onset dini dan cepat menyebar di
daerah yang terkena. Perjalanan vitiligo segmental dapat ditahan, dan patch
yang mengalami depigmentasi dapat bertahan tidak berubah selama hidup
pasien. Jenis vitiligo ini tidak berhubungan dengan tiroid atau gangguan
autoimun lainnya.

14
Gambar 2. Vitiligo Segmental5

Vitiligo Nonsegmental5
Vitiligo nonsegmental lebih kuat terkait daripada vitiligo segmental
dengan autoimunitas atau peradangan seperti halo nevi dan antibodi tiroid.
- Vitiligo fokal: Ini ditandai dengan satu atau lebih makula di daerah
terbatas yang tidak mengikuti distribusi segmental.
- Vitiligo general: Ini mengikuti distribusi nonsegmental dan lebih luas
daripada vitiligo lokal atau fokal. Subtipe vitiligo general meliputi:
o Acilacial vitiligo: Depigmentasi terjadi pada jari distal dan
daerah periorificial.
o Vulgaris vitiligo: Ini ditandai dengan bercak-bercak yang
tersebar luas.
o Universal vitiligo: Terjadi depigmentasi tubuh yang lengkap
atau hampir lengkap.

Gambar 3. Vitiligo Nonsegmental5

15
Manifestasi klinis utama vitiligo adalah penampakan makula putih susu
yang diperoleh dengan depigmentasi yang cukup homogen. Vitiligo
diklasifikasikan menjadi generalisasi (vulgaris, akrofasial, campuran),
universalis, dan terlokalisasi (fokus) , segmental, dan mukosa). Vitiligo juga
diklasifikasikan sebagai tipe segmental dan nonsegmental. Menurut
klasifikasi ini, non-SV mencakup semua kasus yang tidak diklasifikasikan
sebagai segmental, termasuk terlokalisasi, digeneralisasikan, dan acrofacial.4
- Vitiligo vulgaris : lesi yang tersebar tersebar dalam pola yang kurang
lebih simetris.
- Acilacial vitiligo : memengaruhi ujung ujung jari tangan dan mulut
dengan pola melingkar
- mixed vitiligo : kombinasi acrofacial dan vulgaris, atau tipe segmental
dan acrofacial.
- Vitiligo universalis : depigmentasi lengkap atau hampir lengkap
seluruh tubuh; bentuk vitiligo yang paling parah.
- Vitiligo fokal : ditandai dengan adanya satu / beberapa makula, di satu
area tetapi tidak terdistribusi dalam pola segmental.
- Vitiligo mukosa : istilah yang digunakan untuk depigmentasi selaput
lendir saja.
- Segmental vitiligo : dicirikan oleh makula yang memiliki distribusi
dermatomal unilateral yang tidak melewati garis tengah.4

2.8. Pemeriksaan Penunjang


Histopatologi
Tanda spesifik adalah kehilangan melanin dan melanosit, dalam
pemeriksaan histopatologi yang diwarnai oleh Fontana Masson atau DOPA.
Dengan menggunakan mikroskop electron terlihat pada bagian pinggir
makula hipopigmentasi, melanosit dengan inti piknotik dan sitoplasmik dan
materi granuler yang diperkirakan berasal dari sitoplasma keratinosit yang

16
berubah. Kelainan ditemui terutama pada kulit yang tampak normal, yang
berdekatan dengan lesi dan jarang di daerah lesi. Perubahan degeneratif juga
dapat dijumpai pada kelenjar keringat, dan nerve ending saraf perifer,
dilatasi endoplasmik retikulum.1

2.9. Diagnosis Banding


Tiga penyakit yang dapat mengalami kesalahan diagnosis dan
dianggap vitiligo adalah pitiriasis versikolor, piebaldism dan hipomelanosis
gutata. Pitiriasis versikolor adalah penyakit jamur superfisial yang
mengalami kehilangan pigmen pada individu berkulit gelap. Penyakit ini
menyerang bagian atas batang tubuh dan dada, dan berupa makula putih
dengan skuama halus diatasnya.1
Piebaldisme adalah kelainan pigmen autosomal dominan, yang terlihat
sering pada saat lahir. Daerah yang terkena mengalami ketiadaan pigmen,
biasanya berlokasi di daerah garis tengah tubuh termasuk forelock yang
dapat dilihat pada rambut. 1
Hipomelanosis gutata idiopatik tampil dengan bentuk makula
hipopigmentasi multiple di daerah batang tubuh dan daerah terpajan
matahari. Bila vitiligo terdapat didaerah genital sulit dibedakan dengan
liken-sklerosus. 1
2.10. Tatalaksana
1. Non Medikamentosa7
- Menghindari trauma fisik baik luka tajam, tumpul, ataupun tekanan
repetitif yang menyebabkan fenomena Koebner, yaitu lesi
depigmentasi baru pada lokasi trauma. Trauma ini terjadi umumnya
pada aktivitas sehari-hari, misalnya pemakaian jam tangan, celana
yang terlalu ketat, menyisir rambut terlalu keras, atau menggosok
handuk di punggung.
- Menghindari stres.
- Menghindari pajanan sinar matahari berlebihan.

2. Medikamentosa
- Psoralen dan UVA (PUVA)

17
Merupakan pengobatan kombinasi psoralen sebagai photosensitizer
kimiawi dengan ultraviolet A (UVA). Pengobatan gabungan ini
bertujuan untuk meningkatkan efek terapi dari keduanya dibandingkan
bila dipakai masing-masing. Psoralen adalah furokumarin yaitu obat
yang bersifat fotodinamik yang berkemampuan menyerap energi
radiasi. PUVA masih merupakan obat yang dipercaya efektivitsnya
untuk vitiligo generalisata. Psoralen yang sering dipakai adalah
metoksalen (8-metoksiprosalen), derivat lainnya; bergapten (5 metoksi
psoralen), trioksalen (4,5,8 trimetilpsoralen) dan psoralen tak
bersubstitusi.1
- Kortikosteroid
Pengobatan vitiligo dengan kortikosteroid. Kortikosteroid
merupakan pilihan pertama untuk vitiligo lokalisata, dan sangat
dianjurkan untuk lesi kecil aerah wajah, juga pada anak-anak.
Pemakaian preparat ini menguntungkan pasien karena murah, mudah
penggunaannya dan efektif. Repigmentasi umumnya berifat difus.
Kortikosteroid yang dapat dipakai berupa kortikosteroid topikal
potensi sedang maupun kuat.1
Keberhasilan terapi terlihat dari repigmentasi perifolikuler atau
dari tepi lesi. Berbagai kortikosteroid topikal telah digunakan misalnya
triamsinolon asetonid 0,1%, flusinolon asetat 0,01%; betametasone
valerat 0,1-0,2%; halometason 0,05%; dan klobetasol propionat 0,05%.
Karena pemakaian jangka panjang (dianjurkan tidak melebihi 3 bulan),
maka diperlukan perhatian terhadap efek samping obat.1

18
Gambar 4. Algoritma Terapi Vitiligo7

19
Gambar 5. Algoritma Terapi Vitiligo7

20
2.11. Prognosis
Perjalanan penyakit vitiligo pada seseorang tidak dapat diduga, dapat
stabil selama beberapa tahun, tetapi dapat pula membesar, sementara lesi
lain muncul atau menghilang. Repigmentasi spontan dapat terjadi terutama
pada anak-anak, tetapi juga tidak menghilang sempurna, terutama pada
daerah yang terpajan matahari.1
Pada kenyataannya repigmentasi berlangsung lambat, tidak sempurna,
dan tidak permanen. Keadaan ini terutama bila menggunakan fototerapi.
Ketiadaan rambut sebagai sumber pigmen diperkirakan terjadi kegagalan
terapi, misalnya pada jari-jari tangan dan kaki. 1

21
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. R
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status : Belum menikah
Alamat : Dusun Pematang Bangsal RT 2, Pemulutan Selatan.
Tanggal Periksa : 25 Februari 2020,

3.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan tanggal 25 Februari 2020

3.2.1 Keluhan Utama


Timbul bercak keputihan pada paha kanan sejak 3 bulan yang lalu

3.2.2 Keluhan Tambahan


Tidak ada keluhan tambahan

3.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang dengan keluhan bercak keputihan pada paha kanan
sejak 3 bulan yang lalu. Terdapat 2 bercak keputihan dengan ukuran kira-
kira sebesar biji jagung dan uang logam. Pasien menyangkal adanya keluhan
gatal, perih, dan panas pada bercak keputihan tersebut. Keluhan bersisik
pada bercak juga disangkal. Pasien mengaku ukuran bercak tersebut tidak
mengecil dan juga membesar.

22
Untuk mengurangi keluhan tersebut, pasien datang ke bidan 1 bulan
yang lalu dan diberikan obat minum. Pasien mengatakan lupa warna,
bentuk, dan kemasan dari obat tersebut. Pasien mengaku setelah
mengkonsumsi obat tersbut, tidak terdapat perubahan pada bercak putihnya
itu.

3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada, riwayat penyakit
diabetes mellitus disangkal, riwayat alergi obat dan alergi makanan tidak
ada.

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan yang sama pada keluarga tidak ada.
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada

3.2.6 Riwayat Kebiasaan


Pasien mandi 2x sehari, Riwayat pemakaian handuk bersama tidak ada.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,6 °C
Pernapasan : 21 x/menit
BB : 50 kg
TB : Tidak dilakukan pemeriksaan

23
3.3.2 Keadaan Spesifik

Kepala : Normocephali

Wajah : Pucat (-), Kemerahan (-)

Mata : Konjungtiva anemi (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Hidung : tidak ada kelainan pada bentuk

Telinga : tidak ada kelainan pada bentuk

Mulut : tidak ada kelainan pada bentuk

Leher : tidak dilakukan pemeriksaan

Thoraks : tidak dilakukan pemeriksaan

Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : Status dermatologikus.

3.3.3 Status Dermatologikus

Gambar 3.1. Regio Femoralis Dextra


Pada regio femoralis dextra anterior, terdapat makula hipopigmentasi, multipel,
berukuran lentikular hingga numular, tersusun linier, penyebaran diskret.

24
3.4 Diagnosis Banding
1. Vitiligo
2. Pitiriasis Versikolor
3. Hipomelanosis Gutata

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Histopatologi
Tanda spesifik adalah kehilangan melanin dan melanosit, dalam pemeriksaan
histopatologi yang diwarnai oleh Fontana Masson atau DOPA. Dengan
menggunakan mikroskop electron terlihat pada bagian pinggir makula
hipopigmentasi, melanosit dengan inti piknotik dan sitoplasmik dan materi
granuler yang diperkirakan berasal dari sitoplasma keratinosit yang berubah.

3.6 Diagnosis Kerja


Vitiligo

3.7 Tatalaksana

A. Nonfarmakologi
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya
2. Menyarankan kepada pasien untuk menghindari trauma fisik baik
luka tajam, tumpul, ataupun tekanan repetitif yang menyebabkan
karena dapat menyebabkan penambahan bercak keputihan.
3. Menghindari stres.
4. Menghindari pajanan sinar matahari berlebihan.

B. Farmakologi
Triamsinolon asetonid 0,1% salp 3x1 perhari

25
3.8 Prognosis

Quo ad vitam : bonam


Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad kosmetika : Dubia ad bonam

26
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan


Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik pada pasien.

Pada kasus, pasien datang dengan keluhan bercak keputihan pada paha
sebelah kanan dengan ukuran sebesar biji jagung dan uang logam sejak 3 bulan
yang lalu. Pasien menyangkal adanya keluhan gatal, perih, dan panas pada bercak
keputihan tersebut. Keluhan bersisik pada bercak juga disangkal. Pasien mengaku
ukuran bercak tersebut tidak mengecil dan juga membesar.

Untuk mengurangi keluhan tersebut, pasien datang ke bidan 1 bulan yang


lalu dan diberikan obat minum. Pasien mengatakan lupa warna, bentuk, dan
kemasan dari obat tersebut. Pasien mengaku setelah mengkonsumsi obat tersbut,
tidak terdapat perubahan pada bercak putihnya itu

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan pada regio femoralis anterior


dextra, terdapat makula hipopigmentasi, multipel, berukuran lentikular hingga
numular, tersusun linier, penyebaran diskret.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan,


kemungkinan diagnosis banding dari penyakit yang diderita pada pasien ini adalah
vitiligo, pitiriasis versikolor dan Hipomelanosis Gutata.

Kemungkinan diagnosis vitiligo karena sesuai dengan teori yaitu Vitiligo


ditandai secara klinis dengan timbulnya makula atau patch depigmentasi yang
dapat terjadi akibat hilangnya atau disfungsi dari melanosit. Vitiligo adalah
penyakit kulit akibat proses depigmentasi pada kulit, disebabkan faktor genetik
dan non genetik yang berinteraksi dengan kehilangan atau ketahanan fungsi
melanosit dan pada kenyataannya merupakan peristiwa autoimun. Keterangan
lainnya mencakup kejadian kerusakan edhesi melanosit, neurogenik, biokimiawi,
dan autotoksisitas. Terkadang mulai setelah lahir, walaupun dapat pula muncul

27
pada masa anak-anak awitan rata-rata berusia 20 tahun. Penyebaran lesi tersering
nonsegmental atau generalisata sedangkan jenis lainnya yang tidak banyak adalah
segmental, lesi depigmentasi menyebar asimetris, yaitu hanya pada satu sisi.

Kemungkinan diagnosis pitiriasis versikolor yaitu sesuai dengan teori


adanya bercak keputihan yang disertai dengan rasa gatal, dan dapat juga
ditemukan adanya sisik halus atau skuama di atas makula tersebut. Pitiriasis
versikolor adalah infeksi kulit superfisial kronik, yang disebabkan oleh ragi genus
Malassezia, yang biasanya ditemukan pada daerah tropis. Tidak terdapat
perbedaan jenis kelamin , tetapi terdapat perbedaan kerentanan usia, yakni lebih
sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. Lesi biasanya paling sering
ditemukan di badan bagian atas, leher, dan perut, ekstremitas sisi proksimal.
Kadang ditemukan juga pada wajah dan scalp.

Kemungkinan diagnosis hipomelanosis gutata yaitu sesuai dengan teori


yaitu Hipomelanosis gutata idiopatik tampil dengan bentuk makula
hipopigmentasi multiple di daerah batang tubuh dan daerah terpajan matahari.
Idiopathic guttate hypomelanosis (IGH) adalah leukoderma jinak yang etiologinya
masih belum diketahui. Hipomelanosis gutata idiopatik paling sering merupakan
keluhan wanita paruh baya, berkulit terang, tetapi semakin terlihat pada kedua
jenis kelamin dan orang yang lebih tua berkulit gelap dengan riwayat paparan
sinar matahari jangka panjang. hipomelanosis gutat diopatik terlihat jauh lebih
sering pada wanita, dimulai sekitar usia 30 tahun. Namun, dengan bertambahnya
usia dan paparan sinar matahari, ditemukan hampir sama pada pria dan wanita
lanjut usia. Mengapa hipomelanosis gutata idiopatik terjadi lebih awal pada
wanita muda daripada pada pria muda masih tidak diketahui.

Kasus Vitiligo Pitiroasis Hipomelan


Versikolor osis gutata
Epidemiologi Wanita berusia Vitiligo tidak Tidak terdapat Hipomelano
24 tahun membedakan perbedaan sis gutata
gender, jenis kelamin , idiopatik
namun pada tetapi terdapat paling

28
umumnya perbedaan sering
pasien kerentanan merupakan
perempuan usia, yakni keluhan
lebih sering lebih sering wanita
mengunjungi terjadi pada paruh baya,
dokter remaja dan berkulit
daripada laki- dewasa muda. terang,
laki. tetapi
Kelainan ini semakin
dapat terjadi terlihat pada
pada semua kedua jenis
umur, kajian kelamin dan
di Belanda orang yang
25% muncul lebih tua
sebelum berkulit
umur 10 gelap
tahun, 50% dengan
sebelum riwayat
umur 20 paparan
tahun, dan sinar
95% sebelum matahari
umur 40 jangka
tahun. panjang.

Predileksi Regio femoralis Lesi awal Lesi biasanya Di daerah


anterior paling sering paling sering batang
terjadi pada ditemukan di tubuh dan
tangan, badan bagian daerah
lengan, kaki, atas, leher, dan terpajan
dan wajah, perut, matahari
mendukung ekstremitas sisi
distribusi proksimal.

29
perioral dan Kadang
periokular ditemukan
juga pada
wajah dan
scalp.

Efloresensi makula sebagai Lesi berupa bentuk


hipopigmentasi, makula makula makula
multipel, depigmentasi berbatas tegas, hipopigmen
berukuran yang didapat dapat tasi multiple
lentikular atau bercak hipopigmentasi di daerah
hingga numular, yang maupun batang
tersusun linier, dikelilingi hiperpigmentas tubuh dan
penyebaran oleh kulit i dan kadang daerah
diskret normal. eritematosa, terpajan
Makula terdiri atas matahari
berwarna berbagai
kapur atau ukuran, dan
putih susu berskuama
dan berbatas halus
tegas. Lesi (pitiriasiformis
bisa )
berbentuk
bulat, oval,
atau linier.
Batas
mungkin
cembung.
Anamnesis Timbul bercak Timbul Bercak Timbul
putih yang tidak bercak yang keputihan yang bercak
terasa gatal, bewarna disertai dengan keputihan.
perih, maupun putih seperti rasa gatal, dan

30
panas. kapur . dapat juga
ditemukan
adanya sisik
halus

Berdasarkan uraian diatas, diagnosis yang paling mungkin pada pasien ini
adalah vitiligo. Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien ini yaitu:

Nonfarmakologi

- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya


- Menyarankan kepada pasien untuk menghindari trauma fisik baik luka
tajam, tumpul, ataupun tekanan repetitif yang menyebabkan karena
dapat menyebabkan penambahan bercak keputihan.
- Menghindari stres.
- Menghindari pajanan sinar matahari berlebihan.

Farmakologi
- Triamsinolon asetonid 0,1% salp 3x1 perhari

Kortikosteroid merupakan pilihan pertama untuk vitiligo lokalisata, dan


sangat dianjurkan untuk lesi kecil aerah wajah, juga pada anak-anak. Pemakaian
preparat ini menguntungkan pasien karena murah, mudah penggunaannya dan
efektif. Repigmentasi umumnya berifat difus. Kortikosteroid yang dapat dipakai
berupa kortikosteroid topikal potensi sedang maupun kuat.1
Keberhasilan terapi terlihat dari repigmentasi perifolikuler atau dari tepi lesi.
Berbagai kortikosteroid topikal telah digunakan misalnya triamsinolon asetonid
0,1%, flusinolon asetat 0,01%; betametasone valerat 0,1-0,2%; halometason
0,05%; dan klobetasol propionat 0,05%. Karena pemakaian jangka panjang
(dianjurkan tidak melebihi 3 bulan), maka diperlukan perhatian terhadap efek
samping obat.1

31
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Vitiligo adalah penyakit kulit akibat proses depigmentasi pada kulit,


disebabkan faktor genetik dan non genetik yang berinteraksi dengan
kehilangan atau ketahanan fungsi melanosit dan pada kenyataannya
merupakan peristiwa autoimun.
2. Diagnosis vitiligo dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
3. Tatalaksana pada kasus ini adalah non farmakologi berupa edukasi dan
farmakologis berupa pemberian Triamsinolon asetonid 0,1% salp.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjut Nurul. Vitiligo Dalam: Menaldi, et al, editor. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FK UI. 2016. Hal. 352
2. Alexander B, et al. Advances in Vitiligo: an Update on Medical and Surgical
Treatments. Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology. Volume 10 No.
1. 2017
3. Michelle R. New Discoveries in The Pathogenesis and Classification of
Vitiligo. American of Dermatology. Inc Publiched by Elsavier. 2016
4. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, dan Wolff K.
Fitzpatrick’s Dermatology in general Medicine. 8th ed. New York: Mc-Graw
Hill. 2012.
5. Krista Roncone, et al. Vitiligo. Medcsape. 2019
6. Siregar. Vitiligo dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua.
Jakarta. 2005. Hal 252
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
Vitiligo. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. Jakarta: PERDOSKI. 2017. Hal. 282

33
34

Anda mungkin juga menyukai