Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN KEDOKTERAN OKUPASI TUGAS KEKARANTINAAN

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

POLIOMYELITIS

Oleh:
Muh. Adnin M Hanafi, S.Ked
K1A1 15 082

Pembimbing:
dr. Hj. Wahyuni Harti Thamrin, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Muh. Adnin M Hanafi


NIM : K1A1 15 082
Judul Laporan : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Poliomyelitis

Telah menyelesaikan tugas laporan dalam rangka kepanitraan klinik pada


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, November 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Hj. Wahyuni Harti Thamrin, M.Kes


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
dengan judul Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Poliomyelitis sebagai tugas
kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kedokteran Masyarakat dan Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Halu Oleo.
Penulis menyadari bahwa pada proses pembuatan Laporan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan berikutnya sangat penulis
harapkan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Wahyuni Harti Thamrin,
M.Kes atas bimbingan dan arahannya sehingga berbagai masalah dan kendala
dalam proses penyusunan laporan ini dapat teratasi dan terselesaikan dengan baik.
Atas segala bantuan dan perhatian baik berupa tenaga, pikiran dan materi
pada semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan laporan ini penulis
mengucapkan terima kasih.

Kendari, November 2019

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ 2
KATA PENGANTAR ........................................................................................ 3
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 4
A. Definisi Demam Kuning .................................................................. 5
B. Epidemiologi Demam Kuning ......................................................... 5
C. Gambaran Umum Penyakit .............................................................. 5
D. Deteksi Demam Kuning ................................................................... 8
E. Pencegahan Demam Kuning ............................................................ 20
F. Tata laksana...................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 27
Pendahuluan

Poliomielitis merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan

paralisis ireversibel dan kematian pada anak. Predileksi virus polio pada sel kornu

anterior medula spinalis, inti motorik batang otak dan area motorik korteks otak,

menyebabkan kelumpuhan serta atrofi otot. Mengingat penyakit ini menyebabkan

kelumpuhan, maka polio menjadi salah satu penyakit yang penting untuk

dieradikasi secara global. Dunia sangat beruntung karena ditemukan vaksin yang

efektif untuk mencegah polio. Dikenal dua jenis vaksin polio, yaitu oral polio

vaccines (OPV) dan inactivated polio vaccines (IPV). Namun terdapat masalah,

yaitu circulating vaccine derived polio viruses (cVDPVs) dan kejadian vaccine

associated paralytic poliomyelitis (VAPP), yang merupakan kasus polio paralitik

yang disebabkan oleh virus vaksin.2 Maka pemakaian OPVdiubah dari tOPV

menjadi bOPV.

Di saat ini, dunia hampir tiba pada masa eradikasi penyakit. Para ilmuwan

telah bergabung untuk mendukung program eradikasi polio, dengan target bebas

polio di tahun 2018, melalui Eradication and Endgame Strategic Plan, suatu strategi

gerakan Global Polio Eradication Initiative (GPEI).

Polio dapat menyerang pada usia berapa pun, tetapi polio terutama menyerang

anak-anak di bawah usia lima tahun. Pada awal abad ke-20, polio adalah salah satu

penyakit yang paling ditakuti di negara-negara industri, melumpuhkan ratusan ribu

anak setiap tahun. Pada tahun 1950an dan 1960an polio telah terkendali dan praktis

dihilangkan sebagai masalah kesehatan masyarakat di negara-negara industry. Hal

ini setelah pengenalan vaksin yang efektif.


Pada 1988, sejak Prakarsa Pemberantasan Polio Global dimulai, lebih dari

2,5 miliar anak telah diimunisasi polio. Sekarang masih terdapat 3 negara endemis

yang melaporkan penularan polio yaitu Afganistan, Pakistan dan Nigeria.

Pada 5 Mei 2014, Direktorat Jenderal WHO menerima hasil penilaian dari

komite kedaruratan International Health Regulations (IHR) dan menyatakan bahwa

kejadian penyebaran virus polio internasional pada tahun 2014 tersebut adalah

sebuah PublicHealth Emergency of International Concern (PHEIC).

Pada 31 Mei 2014, diadakan pertemuan kedua dimana Komite kedaruratan

dari pihak IHR bertemu sekali lagi untuk menilai situasi tersebut dan memberikan

rekomendasi kepada Direktur Jenderal WHO. Berdasarkan kesimpulan pertemuan

tersebut disertai laporan yang telah dirilis oleh masing-masing negara terjangkit,

Direktur Jenderal WHO menerima rekomendasi Komite Kedaruratan IHR dan

selanjutnya penyebaran virus polio internasional akan tetap menjadi PHEIC.

Pada Juni 2018, dilaporkan adanya kasus polio di negara tetangga Papua

New Guinea, sehingga diperlukan adanya peningkatan kewaspadaan dini terhadap

masuknya virus polio ke Indonesia.

Etiologi

Virus penyebab polio pertama kali ditemukan di tahun 1909 oleh Karl

Landsteiner dan Erwin Popper, dua orang dokter dari Austria.6 Virus polio (VP)

adalah virus RNA ultra mikroskopik yang termasuk genus Enterovirus, dalam

famili Picornaviridae.2 Virus single stranded 30% terdiri dari virion, protein mayor

(VP1 sampai 4) dan satu protein minor (VPg). Virus terdiri dari 3 serotipe yaitu

serotipe 1, 2, dan 3 masing-masing disebut juga serotipe Mahoney, Lansing, dan


Leon. Perbedaan ketiga jenis strain terletak pada segmen nukleotida. Virus polio

serotipe 1 adalah antigen yang paling dominan dalam membentuk antibodi

netralisasi. Serotipe 1 adalah yang paling paralitogenik dan sering menimbulkan

KLB, sedangkan serotipe 3 adalah yang paling tidak imunogenik.

Virus Polio adalah Virus yang termasuk dalam golongan Human

Enterovirus yang bereplikasi di usus dan dikeluarkan melalui tinja. Virus Polio

terdiri dari 3 strain yaitu strain-1 (Brunhilde), strain-2 (Lansig), dan strain-3 (Leon),

termasuk family Picornaviridae. Penyakit ini dapat menyebabkan kelumpuhan

dengan kerusakan motor neuron pada cornu anterior dari sumsum tulang belakang

akibat infeksi virus (KemenKes, 2019).

Virus polio yang ditemukan dapat berupa virus polio vaksin/sabin, Virus

polio liar/WPV (Wild Poliovirus) dan VDPV (Vaccine Derived Poliovirus). VDVP

merupakan virus polio vaksin/sabin yang mengalami mutasi dan dapat

menyebabkan kelumpuhan.

VDPV diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu 1). Immunodeficient-

related VDPV (iVDPV) berasal dari pasien imunodefisiensi,

2). Circulating VDPV (cVDPV) ketika ada bukti transmisi orang ke orang dalam

masyarakat, dan 3). Ambiguous VDPV (aVDPV) apabila tidak dapat

diklasifikasikan sebagai cVDPV atau iVDPV. Penetapan jenis virus yang

dimaksud, ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Identifikasi VDPV

berdasarkan tingkat perbedaan dari strain virus OPV. Virus polio dikategorikan

sebagai VDPV apabila terdapat perbedaan lebih dari 1% (>10 perubahan


nukleotida) untuk virus polio tipe 1 dan 3, sedangkan untuk virus polio tipe 2

apabila ada perbedaan lebih dari 0,6% (>6 perubahan nukleotida).

Gejala, Tanda dan Masa Inkubasi

Masa inkubasi virus polio biasanya memakan waktu 3-6 hari, dan

kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21 hari.

Kebanyakan orang terinfeksi (90%) tidak memiliki gejala atau gejala yang

sangat ringan dan biasanya tidak dikenali. Pada kondisi lain, gejala awal yaitu

demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan di leher dan nyeri di tungkai.

Adapun gejala Penderita polio dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Polio non-paralisis dapat mnyebabkan muntah, lemah otot, demam,

meningitis, letih, sakit tenggorokan, sakit kepala serta kaki, tangan, leher

dan punggung terasa kaku dan sakit

2. Polio paralisis menyebabkan sakit kepala, demam, lemah otot, kaki dan

lengan terasa lemah, dan kehilangan refleks tubuh.

3. Sindrom pasca-polio menyebabkan sulit bernapas atau menelan, sulit

berkonsentrasi, lemah otot, depresi, gangguan tidur dengan kesulitan

bernapas, mudah lelah dan massa otot tubuh menurun.

Cara Transmisi (Penularan)

Polio menyebar melalui kontak orang ke orang. Ketika seorang anak terinfeksi virus

polio liar, virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan berkembang biak di usus.

Ini kemudian dibuang ke lingkungan melalui faeces di mana ia dapat menyebar

dengan cepat melalui komunitas, terutama dalam situasi kebersihan dan sanitasi

yang buruk. Virus tidak akan rentan menginfeksi dan mati bila seorang anak
mendapatkan imunisasi lengkap terhadap polio. Polio dapat menyebar ketika

makanan atau minuman terkontaminasi oleh feses. Ada juga bukti bahwa lalat dapat

secara pasif memindahkan virus polio dari feses ke makanan. Kebanyakan orang

yang terinfeksi virus polio tidak memiliki tanda-tanda penyakit dan tidak pernah

sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Orang-orang tanpa gejala ini membawa virus

dalam usus mereka dan dapat “diam-diam” menyebarkan infeksi ke ribuan orang

lain.

Berikut video yang menggambarkan bagaimana pola penyebaran virus polio :

Penegakan Diagnosis

1. Kasus AFP : semua anak kurang dari 15 tahun dengan kelumpuhan yang

sifatnya flaccid (layuh), proses terjadi kelumpuhan secara akut (<14 hari),

serta bukan disebabkan oleh ruda paksa.

2. Hot case adalah kasus-kasus yang sangat menyerupai polio yang ditemukan

<6 bulan sejak kelumpuhan dan spesimennya tidak adekuat perlu dilakukan

pengambilan sample kontak. Kategori hot case dibuat berdasarkan kondisi

specimen yang tidak adekuat pada kasus yang sangat menyerupai polio.

3. Hot case cluster adalah 2 kasus AFP atau lebih, berada dalam satu lokasi

(wilayah epidemologi), beda waktu kelumpuhan satu dengan yang lainnya

tidak lebih dari 1 bulan.

4. VDPV (vaccine derived polio virus) adalah kasus polio (confirmed polio)

yag disebabkan virus polio vaksin yang telah bermutasi


5. Kasus polio pasti (confirmed polio case) : kasus AFP yang pada hasil

laboratorium tinjanya ditemukan virus polio liar (VPL), cVDPV, atau hot

case dengan salah satu specimen kontak VPL/VDPN

6. Kasus polio kompatibel : kasus polio yang tidak cukup bukti untuk

diklasifikasikan sebagai kasus non polio secara laboratoris (virologis) yang

dikarenakan antara lain a) specimen tidak adekuat dan terdapat paralisis

residual pada kunjungan ulang 60 hari setelah terjadinya kelumpuhan, b)

specimen tidak adekuat dan kasus meninggal atau hilang sebelum dilakukan

kunjungan ulang 60 hari. Kasus polio kompatibel hanya dapat ditetapkan

oleh kelompok kerja ahli surveilans AFP nasional berdasarkan kajian

data/dokumen secara klinis atau epidemologis maupun kunjungan

lapangan.

Informasi Laboratorium

1. Specimen AFP berupa tinja yang diambil pada kasus AFP yang lama

lumpuhnya belum lebih dari 2 bulan

2. Specimen adekuat adalah 2 spesimen dapat dikumpulkan dengan tenggang

waktu minimal 24 jam

3. Waktu pengumpulan ke 2 spesimen tidak lebih dari 14 hari sejak terjadi

kelumpuhan

4. Masing-masing spsimen minimal 8 gram (sebesar satu ruas ibu jari orang

dewasa), atau 1 sendok makan bila penderita diare.

5. Specimen pada saat diterima di laboratorium dalam keadaan :


 2 spesimen tidak bocor

 2 spesimen volumenya cukup

 Suhu dalam speseimen karier 2-8⁰C

 2 spesimen tidak rusak (kering,dll)

Treatment/penatalaksanaan

Tidak ada obat untuk polio, yang ada hanya perawatan untuk meringankan gejala.

terapi fisik digunakan untuk merangsang otot dan obat antispasmodic diberikan

untuk mengendurkan otot-otot dan meningkatkan mobilitas. Meskipun ini dapat

meningkatkan mobilitas, tapi tidak dapat mengobati kelumpuhan polio permanen.

Apabila sudah terkena Polio, tindakan yang dilakukan yaitu tatalaksana kasus lebih

ditekankan pada tindakan suportif dan pencegahan terjadinya cacat, sehingga

anggota gerak diusahakan kembali berfungsi senormal mungkin dan penderita

dirawat inap selama minimal 7 hari atau sampai penderita melampaui masa akut.

Penemuan dini dan perawatan dini untuk mempercepat kesembuhan dan mencegah

bertambah beratnya cacat. Kasus polio dengan gejala klinis ringan di rumah, bila

gejala klinis berat diruju ke RS.

Faktor Risiko Kejadian Polio

1. Data cakupan imunisasi polio, di tingkat puskesmas, desa terjangkit dan

desa sekitar beresiko selama 3-5 tahun terakhir, dan tata laksana rantai

dingin vaksin

2. Frekuensi pelayanan imunisasi masyarakat setempat

3. Ketenagaan, ketersediaan vaksin dan kualitas vaksin diantaranya

penyimpanan vaksin dan control suhu penyimpanan


4. Daerah kumuh atau padat atau daerah pengungsi

5. Mobilitas penduduk dari dan ke daerah endemis poliomyelitis

6. Kontak adalah anak usia < 5 tahun yang berinteraksi serumah atau

sepermainan dengan kasus sejak terjadi kelumpuhan sampai 3 bulan

kemudian.

Faktor Risiko terhadap Kelumpuhan

Tidak ada yang tahu mengapa hanya sebagian kecil infeksi menyebabkan

kelumpuhan. Beberapa faktor risiko utama yang diidentifikasi yang meningkatkan

kemungkinan kelumpuhan pada seseorang yang terinfeksi polio, seperti

diantaranya defisiensi imun, kehamilan, pengangkatan amandel (tonsilektomi),

suntikan intramuscular misalnya obat-obatan, olahraga berat dan cedera.

Cara Pencegahan

Imunisasi merupakan tindakan yang paling efektif dalam mencegah

penyakit polio. Vaksin polio yang diberikan berkali-kali dapat melindungi seorang

anak seumur hidup. Pencegahan penyakit polio dapat dilakukan dengan

meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemberian imunisasi polio

pada anak-anak.

Pencegahan penularan ke orang lain melalui kontak langsung (droplet) dengan

menggunakan masker bagi yang sakit maupun yang sehat. Selain itu mencegah

pencemaran lingkungan (fecal-oral) dan pengendalian infeksi dengan menerapkan

buang air besar di jamban dan mengalirkannya ke septic tank.

Pencegahan dengan Vaksin Polio

Ada 4 jenis vaksin Polio, yaitu :


1. Oral Polio Vaccine (OPV), untuk jenis vaksin ini aman, efektif dan

memberikan perlindungan jangka panjang sehingga sangat efektif dalam

menghentikan penularan virus. Vaksin ini diberikan secara oral. Setelah

vaksin ini bereplikasi di usus dan diekskresikan, dapat menyebar ke orang

lain dalam kontak dekat.

2. Monovalent Oral Polio Vaccines (mOPV1 and mOPV3), sebelum

pengembangan tOPV, OPV Monovalen (mopVs) dikembangkan pada awal

tahun 1950an. Vaksin polio ini memberikan kekebalan hanya pada satu

jenis dari tiga serotipe OPV, namun tidak memberikan perlindungan

terhadap dua jenis lainnya. OPV Monovalen untuk virus Polio tipe 1

(mopV1) dan tipe 3 (mOPV3) dilisensikan lagi pada tahun 2005 dan

akhirnya mendapatkan respon imun melawan serotipe yang lain.

3. Bivalent Oral Polio Vaccine (bOPV), setelah April 2016, vaksin virus Polio

Oral Trivalen diganti dengan vaksin virus Polio Oral Bivalen (bOPV).

Bivalen OPV hanya mengandung virus serotipe 1 dan 3 yang dilemahkan,

dalam jumlah yang sama seperti pada vaksin trivalen. Bivalen OPV

menghasilkan respons imun yang lebih baik terhadap jenis virus Polio tipe

1 dan 3 dibandingkan dengan OPV trivalen, namun tidak memberikan

kekebalan terhadap serotipe 2.

4. Inactivated Polio Vaccine (IPV), sebelum bulan April 2016, vaksin virus

Polio Oral Trival (topV) adalah vaksin utama yang digunakan untuk

imunisasi rutin terhadap virus Polio. Dikembangkan pada tahun 1950 oleh

Albert Sabin, tOPV terdiri dari campuran virus polio hidup dan dilemahkan
dari ketiga serotipe tersebut. tOPV tidak mahal, efektif dan memberikan

perlindungan jangka panjang untuk ketiga serotipe virus Polio. Vaksin

Trivalen ditarik pada bulan April 2016 dan diganti dengan vaksin virus

Polio Oral Bivalen (bOPV), yang hanya mengandung virus dilemahkan

vaksin tipe 1 dan 3.

Anda mungkin juga menyukai