Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

KONDILOMA AKUMINATA

Oleh :
Matthew Sebastian 1902611205
Monica Artha 1902611184
Nyoman Intan Cahaya Pertiwi 1902611186

Pembimbing :
Dr.dr.AAGP.Wiraguna,SpKK(K), FINSDV,FAADV

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Kondiloma Akuminata” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalu
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat:
1. Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV selaku Ketua
SMF/Bagian Dermatologi dan Venereologi FK Universitas Udayana, RSUP
Sanglah, Denpasar,
2. Dr.dr.AAGP.Wiraguna,SpKK(K), FINSDV,FAADV, selaku Koordinator
Pendidikan Dokter SMF Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar,
3. dr. Kadek Ena Septiani Surya Puspita Sari, selaku dokter pembimbing yang
senantiasa membimbing dan memberikan masukan dalam penyusunan laporan
kasus ini,
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan
dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Denpasar, September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1 Definisi .................................................................................................... 5
2.2. Klasifikasi ............................................................................................... 5
2.3 Epidemiologi ............................................................................................ 5
2.4 Etiologi .................................................................................................... 5
2.5 Patofisiologi ............................................................................................. 6
2.6 Manifestasi Klinis .................................................................................... 6
2.7. Diagnosis ................................................................................................ 7
2.8 Diagnosis Banding ................................................................................... 8
2.9 Tatalaksana .............................................................................................. 9
2.10 Komplikasi ........................................................................................... 12
2.11 Prognosis ............................................................................................. 12
BAB III LAPORAN KASUS ......................................................................... 13
3.1 Identitas Pasien ...................................................................................... 13
3.2 Anamnesis ............................................................................................. 13
3.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 14
3.4 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 15
3.5 Resume .................................................................................................. 16
3.6 Diagnosis Banding ................................................................................. 17
3.7 Diagnosis Kerja ...................................................................................... 17
3.8 Penatalaksanaan ..................................................................................... 17
3.9 Prognosis ............................................................................................... 17
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 18
BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Kondiloma akuminata (KA) merupakan kelainan kulit berbentuk vegetasi bertangkai


dengan permukaan berjonjot dan disebabkan oleh virus yaitu Human Papilloma Virus (HPV)
jenis tertentu yang menyebabkan kelainan berupa fibroepiteloma pada kulit dan mukosa dan
termasuk kedalam IMS.1Prevalensi infeksi HPV di dunia dilaporkan bahwa terus terjadi
peningkatan dalam 35 tahun terakhir. Insiden kumulatif infeksi HPV secara umum pada
populasi dewasa muda sebesar 40% dengan prevalensi yang mencapai 75-80%. Suatu tinjauan
sistematik mengenai insiden dan prevalensi KA di seluruh dunia menunjukkan insidens
kumulatif KA pertahun berkisar antara 160-289 per 100.000, dengan median kasus 194.5 per
100.000 kasus.2

Infeksi HPV dapat menyebar melalui kontak langsung atau autoinokulasi dimana masa
inkubasi bervariasi dari 1-12 bulan dengan rata-rata sekitar 3 hingga 4 bulan. Infeksi HPV pada
genital diduga subklinis hingga 70% dan tidak disadari oleh pasien tetapi terdeteksi dengan
pemeriksaan klinis lengkap, histologis, dan sitologis atau analisis molekular. KA mempunyai
infektivitas yang tinggi dimana permukaan mukosa yang lebih tipis akan lebih rentan terhadap
inokulasi virus dibanding kulit yang mempunyai keratin yang tebal. Infektivitas HPV genital
dari ibu berhubung dengan papilloma pada anak tampaknya rendah, tetapi risiko penularan dari
ibu ke anak dengan perkembangan penyakit selanjutnya pada anak diperkirakan 1 antara 80
dan 1 antara 1500.3

Faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi banyaknya kejadian KA adalah aktivitas


seksual, mempunyai pasangan lebih dari 1 orang (multiple), merokok, kehamilan, riwayat IMS
dan penurunan daya tahan tubuh juga akan mempermudah terjadinya infeksi kondiloma
akuminata.4

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kondiloma akuminata atau disebut juga dengan genital warts dan lebih dikenal dengan
istilah penyakit kutil kelamin oleh masyarakat awam pada daerah anogenital. 5

2.2. Klasifikasi
Terdapat empat morfologi lesi, yaitu: (1) akuminata, (2) papul dengan permukaan
menyerupai kubah, (3) papul keratotik dengan permukaan kasar, dan (4) papul datar. Adapun
bentuk lain lesi berupa bowenoid papullosis yang merupakan varian lesi papula bentuk kubah
atau datar, dengan warna hitam dan ditemukan pada tipe HPV 16 (tipe HPV resiko tinggi), dan
tumor Buscke-Lowenstein yang berupa lesi berukuran lebih besar, invasif, dan destruktif secara
lokal namun tidak bermetastasis yang ditemukan pada HPV tipe 6 dan 11.4

2.3 Epidemiologi

Kondiloma akuminata termasuk ke dalam peringkat ke-3 penyakit Infeksi Menular


Seksual (IMS) terbanyak di Indonesia pada tahun 2007 hingga 2011. Data yang dilaporkan
oleh Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual Indonesia dari 13 rumah sakit pusat pendidikan
spesialis kulit dan kelamin, meliputi Jakarta, Bandung, Manado, Medan, Padang, Yogyakarta,
Surakarta, Malang, Surabaya, Palembang, Semarang, dan Denpasar antara tahun 2007 hingga
2011.5

2.4 Etiologi
Kondiloma akuminata merupakan kutil anogenital yang disebabkan oleh Human
Papillomavirus (HPV). HPV merupakan papovirus DNA yang bermultiplikasi di nukleus sel
epitel terinfeksi. Terdapat lebih dari 20 strain HPV yang mampu menginfeksi genitalia, namun
90% kasus kutil anogenital disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11. Adapun tipe lain yang juga
sering menyebabkan kondiloma akuminata adalah tipe 16, 18, 31, dan 33.4,6
Infeksi oleh beberapa tipe virus dapat menyebabkan displasia sel anogenital dan beberapa
jenis kanker, seperti kanker serviks pada wanita dan kanker penis atau rektum pada pria.

5
Terutama tipe 16 dan 18 dari virus ini, beresiko tinggi menyebabkan keganasan. Sedang tipe 6
dan 11 sangat jarang menyebabkan keganasan.7

2.5 Patofisiologi
HPV merupakan virus DNA untai ganda yang menginfeksi nukleus dari sel epitel
skuamosa terdiferensiasi. Virus ini dapat menjadi laten hingga beberapa bulan, yang
menyebabkan masa inkubasinya menjadi sepanjang satu bulan hingga dua tahun. Genom HPV
mengandung onkogen yang mampu menyandi berbagai protein yang memampukan virus
bereplikasi melalui DNA-polimerase sel inang selagi sel-sel inang tersebut berdivisi. Dengan
kata lain, protein-protein yang disandi oleh genom HPV akan mengstimulasi proliferasi sel.
Setelah sel-sel yang terinfeksi bertumbuh, lapisan basal, spinosa, dan granular dari epidermis
akan menebal sehingga menyebabkan akantosis dan secara makroskopis tampak sebagai kutil.1
Kondiloma akuminata membutuhkan tiga hingga empat bulan untuk terbentuk. Pada
individu yang sehat, respon imun yang adekuat mampu menahan replikasi virus dan
menanggulangi infeksi HPV seiring berjalannya waktu. Bagaimanapun juga, infeksi HPV yang
berkepanjangan dapat meningkatkan resiko terbentuknya transformasi keganasan.4,6

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis penyakit ini berupa papul (dapat soliter/multipel) dengan permukaan
verukosa atau seperti jengger ayam. Predileksi terutama di daerah anogenital yang tidak nyeri
dan teraba lunak.4
Lesi pada daerah perianal dapat ditemukan pada laki-laki dan perempuan, dan biasanya
berkaitan dengan hubungan seks penetratif anogenital8

Gambar 2.1.. Lesi kondiloma akuminata pada vulva. Tampak papul multipel berwarna
merah muda - kecoklatan, teraba lunak.

6
2.7. Diagnosis
Diagnosis dari kondilom akuminata dapat ditegakkan secara klinis oleh karena
bentuknya yang khas. Umumnya, pasien mengeluhkan mengenai benjolan di regio genitalia
yang tidak nyeri dengan adannya riwayat kontak seksual sebelumnya. Pemeriksaan fisik yang
mengarah ke kondilom akuminata ialah lesi yang menyerupai kembang kol, yang memiliki
predileksi pada tempat-tempat yang lebih lembab seperti lipatan kulit, dengan warna lesi
menyerupai mukosa sekitar dengan ukuran lesi yang berkisar dari beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter. Selain itu, lesi di regio perianal juga dapat ditemukan pada laki-laki dan
perempuan, namun lebih sering ditemukan pada populasi laki-laki yang berhubungan seksual
dengan laki-laki (LSL).1,7
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak bertujuan untuk menegakkan diagnosis
kondiloma akuminata, dan hanya dilakukan jika lesi meragukan, tidak berrespons terhadap
pengobatan, atau apabila lesi malah mengalami perbesaran ukuran selama terapi.9 Uji asam
asetat dapat dilakukan dengan membungkus lesi dan kulit atau mukosa sekitarnya dengan kain
kasa yang dibasahi dengan larutan asam asetat 5% selama 3-5 menit, kemudian setelah kain
kasa dibuka, seluruh area yang dibungkus tadi diperiksa dengan lup pembesar (perbesaran 4-8
kali). Hasil tes positif (positif acetowhite test) mendukung diagnosis kondiloma akuminata oleh
karena sifat virus HPV yang memicu ekspresi berlebihan sitokeratin pada sel-sel suprabasal
kulit yang mengalami denaturasi protein. Pemeriksaan histopatologis dapat dilakukan pada
lesi-lesi yang meragukan untuk mencoba menyingkirkan kemungkinan malignansi. Uji HPV
dikatakan tidak berperan dalam diagnosis kondiloma akuminata, oleh karena hasil uji HPV
positif tidak dapat digunakan untuk menegakkan keberadaan kondiloma akuminata dan tidak
berperan pula dalam penentuan terapi.1,4,9

Gambar 2.1. Kondiloma akuminata pada regio perineum (kiri) dan penis (kanan).4

7
2.8 Diagnosis Banding
1. Veruka vulgaris
Veruka vulgaris merupakan kelainan yang juga disebabkan oleh infeksi virus
HPV, namun lebih sering disebabkan oleh HPV 2, dan terkadang HPV 1 dan 4.
Effloresensi dari lesi akan menunjukkan papul padat verukosa, keratotik, dengna
ukuran beberapa milimeter sampai 1 sentimeter, dan bila berkonfluensi, dapat memberi
gambaran yang lebih besar. Umumnya, veruka vulgaris memiliki vegetasi yang tidak
bertangkai, relatif kering dan warnannya cenderung lebih abu-abu, dan tidak terkait
dengan riwayat hubungan seksual.1,4

Gambar 2.2. Veruka vulgaris pada regio perioral. 4

2. Benign penile pearly papules


Benign penile pearly papules merupakan keadaan yang normal dijumpai pada sekitar
20% laki-laki yang muncul pada masa pubertas. Lesi seringkali asimptomatik dan
memiliki predileksi di sekitar sulkus koronarius, dan umumnya asimptomatik dan tidak
dibutuhkan terapi lanjutan.1

Gambar 2.3. Benign penile pearly papules pada regio korona dari glans penis.10

8
3. Kondiloma lata pada sifilis stadium II
Kondiloma lata merupakan salah satu manifestasi dari lesi sifilis stadium II.
Effloresensi berupa plakat yang erosif dan basah, dan pada pemeriksaan mikroskopis
dapat ditemukan banyak Spirochaeta pallidum.

Gambar 2.4. Kondiloma lata di regio perianal pada pria homoseksual.


4. Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma sel skuamosa merupakan tumor ganas kulit yang berasal dari sel keratinosit
yang memiliki kemampuan metastasis dan berkembang dari ulkus atau radang kronik
atau lesi prekanker. Karsinoma sel skuamosa yang ditemukan pada regio genitalia dapat
menyerupai kondiloma akuminata. Umumnya, vegetasi berbentuk kembang kol,
cenderung mudah berdarah, dan umumnya berbau khas.

Gambar 2.5. Karsinoma sel skuamosa di kulit

2.9 Tatalaksana
Secara umum, tujuan dari tatalaksana kondiloma akuminata ialah menghilangkan lesi
dan mengatasi gejala. Tatalaksana kondiloma akuminata sangat tergantung dari keluhan pasien,
derajat ketidaknyamanan pasien oleh karena lesi, status imunologis pasien, dan keinginan
pasien terhadap pilihan terapi. Selain itu, pilihan terapi juga harus mempertimbangkan keadaan

9
lesi, jumlah lesi, ukuran dan bentuk lesi, serta lokasi dari lesi. Pasien juga sebaiknya diberikan
konseling mengenai kemungkinan dari rekurensi lesi saat menjalankan terapi. Pilihan terapi
dibagi menjadi kemoterapi, bedah listrik (elektrokauterisasi), bedah beku (cryotherapy), bedah
skalpel, laser karbondioksida, terapi interferon, dan imunoterapi.

2.9.1. Kemoterapi
Pemberian tinktura podofilin 25% dapat dilakukan pada lesi dengan permukaan yang
verukosa.1 Podofilin merupakan obat antimikotik yang dapat memicu nekrosis dari lesi
kondiloma akuminata.8 Pemberian tinktura podofilin harus diaplikasikan oleh dokter, dan
kepustakaan menyebutkan bahwa efikasi berkisar dari 19-79%, dengan tingkat rekurensi yang
berkisar dari 11.15-74%.1,11,12 Kontraindikasi pemberian tinktura podofilin 25% ialah ibu yang
mengalami kehamilan dan menyusui oleh karena risiko terjadinya kematian fetus, serta jika
lesi menyeluruh dan luas. Respon dari lesi terhadap terapi dikatakan relatif baik pada lesi yang
baru, namun kurang memuaskan pada lesi yang lama atau yang berbentuk relatif lebih pipih.
Cara pemberian tinktura podofilin adalah sebagai berikut: setelah kulit sekitar lesi dilindungi
dengan vaselin agar tidak terjadi iritasi, berikan podofilin pada lesi, jangan melebihi 0.3 cc
dalam satu waktu pemberian untuk menghindari risiko toksisitas, kemudian cuci setelah 4-6
jam. Pasien juga harus diberikan edukasi mengenai gejala-gejala toksisitas seperti mual,
muntah, nyeri abdomen, gangguan alat napas, dan keringat disertai kulit dingin.1,9,11
Asam triklorasetat (trichloroacetic acid/TCA) juga merupakan salah satu pilihan terapi
yang dapat diberikan pada pasien dengan kondiloma akuminata, yang umumnya diberikan
dengan konsentrasi 80-90%. Obat ini juga harus diberikan oleh dokter dan pemberiannya harus
berhati-hati, karena risiko iritasi yang dapat berkembang menjadi ulkus. TCA aman diberikan
pada ibu hamil. Kepustakaan menyebutkan bahwa effikasi terapi dengan TCA berkisar dari 26-
81%, dengan jumlah rekurensi 36%. Pengobatan dapat diulang seminggu sekali sampai lesi
hilang.1,7,13
Pilihan kemoterapi yang dapat diberikan oleh pasien adalah imiquimod dan
podofilinotoksin. Imiquimod adalah agen immunomodulator imunitas seluler yang dapat
meninduksi produksi interferon dan sitokin lainnya, dan umumnya diberikan dalam sediaan
krim 5% yang diaplikasikan sebelum tidur, 3 kali seminggu sampai 4 minggu pada lesi. Setelah
pemberian krim pada lesi, harus dibersihkan 6-10 jam setelah pemberian krim.9 Pemberian
podofilotoksin 0.5% kepada lesi juga merupakan salah satu opsi terapi yang dapat dilakukan
oleh pasien. Terapi umumnya diberikan dua kali sehari selama tiga hari, kemudian diistirhatkan

10
selama 4 hari, dan diulang selama 4-5 siklus. Sama seperti podofilin, podofilotoksin
dikontraindikasikan pada ibu hamil oleh karena efek teratogenitas, dan luas permukaan kulit
yang terpapar podofilotoksin tidak boleh melebihi 10cm2.7,14

2.9.2. Krioterapi
Krioterapi/bedah beku dengan nitrogen cair merupakan salah satu pilihan terapi standar
dan efektif untuk pasien kondiloma akuminata. Prinsip krioterapi ialah penghancuran lesi
dengan sitolisis oleh karena suhu dingin. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa
dapat terjadi nyeri ringan pasca pemberian nitrogen cair, dan kadang bisa mengalami nekrosis
dan terjadi lepuhan. Kepustakaan menyebutkan bahwa effikasi dari krioterapi cukup efektif
dengan kisaran 79-88%, dengan rekurensi 24-40%.11,13

2.9.3. Bedah Elektrokauterisasi, Bedah CO2, Bedah Eksisi


Tatalaksana dengan pembedahan juga merupakan opsi yang efektif untuk tatalaksana
kondiloma akuminata. Adapun opsi pembedahan berkisar dari bedah kauterisasi, bedah laser
CO2, dan bedah eksisi. Bedah kauterisasi direkomendasikan untuk lesi anogenital, terutama lesi
yang berukuran relatif besar, dan memiliki effikasi 94% dan rekurensi terjadi pada 23% kasus.
Laser CO2 direkomendasikan untuk lesi-lesi anogenital, vagina, serviks, dan lesi-lesi yang
berukuran besar, dan memiliki efikasi 67-100%, dengan rekurensi terjadi pada 7-25% kasus.
Bedah eksisi diindikasikan untuk lesi yang sangat besar sehingga menimbulkan obstruksi atau
jika pilihan terapi yang lainnya tidak memungkinkan untuk dilakukan, dan memiliki efikasi
89-93% dengan rekurensi terjadi pada 18-19% kasus.7,8

2.9.4. Edukasi
Setelah mendapatkan terapi, pasien harus diedukasi mengenai kemungkinan risiko dari
pilihan terapinya, dan konseling mengenai risiko tertular HIV dan infeksi menular seksual
lainnya, dan mungkin perlu dilakukan skrining HIV dan sifilis. Pada pasien wanita dengan usia
diatas 21 tahun, pemeriksaan Pap smear sangat dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan
malignansi serviks, oleh karena salah virus HPV seringkali dikaitkan dengan kanker serviks.
Pasangan seksual pasien juga sebaiknya diberikan edukasi bahwa pasangan seksual tersebut
juga memiliki kemungkinan tertular penyakit walaupun asimptomatik/tidak tampak lesi, serta
direkomendasikan unutk melakukan skrining infeksi menular seksual juga. Selain itu, pasien
juga sebaiknya diedukasi mengenai perubahan perilaku untuk mengurangi risiko terkena

11
infeksi menular seksual lainnya sesuai kaidah ABC (abstinence, be faithful, condoms). Vaksin
dapat dipertimbangkan untuk mencegah rekurensi kondiloma akuminata.

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi oleh karena kondiloma akuminata sendiri sangat jarang terjadi, dan
umumnya komplikasi diakibatkan oleh karena aplikasi terapi yang tidak sesuai kaidah.
Hipopigmentasi atau hiperpigmentasi persisten pasca pemberian krioterapi, bedah
elektrokauterisasi, dan terapi imunitas seperti krim imiquimod kadang dapat terjadi. Bekas luka
yang hipertrofi juga dapat terjadi, namun umumnya hanya akan menimbulkan kelainan secara
kosmetik. Pada beberapa kasus, terapi pembedahan dapat mengakibatkan sindroma nyeri
kronis seperti hiperestesia pada letak nyeri. 7,8

2.11 Prognosis
Kondiloma akuminata merupakan penyakit yang sering rekuren, namun secara umum
prognosis baik. Lesi umumnya bersifat asimptomatik dan jarang terjadi obstruksi oleh karena
lesi yang signifikan untuk menyebabkan gangguan fisiologis.

12
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : FAD
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 30 tahun
Alamat : Jalan Terompet Gang Wangi No.2 Denpasar
Pekerjaan : SPG
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Agama : Hindu
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 30 Juni 2020

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Tumbuh benjolan yang teraba kasar di kelamin

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Kulit RSUP Sanglah pada tanggal 30 Juni 2020 mengeluh tumbuh
benjolan yang teraba kasar di kelamin sejak 1 bulan yang lalu. Benjolan awalnya dikatakan
kecil dan hanya muncul pada bibir kemaluan bagian luar, dan lama-lama dikatakan membesar
dan bertambah banyak hingga ke bibir kemaluan bagian dalam dan perineum. Benjolan
dikatakan teraba kasar. Pasien tidak mengeluhkan nyeri, gatal, ataupun keluar darah.

Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan belum sempat mengobati keluhan munculnya kutil di sekitar kelamin
sebelumnya karena dikatakan tidak ada keluhan seperti nyeri atau gatal. Riwayat pengobatan
steroid untuk jangka panjang juga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat penyakit sistemik pada pasien seperti terdapat kelainan tekanan darah tinggi,
diabetes, asma, penyakit jantung, dan lain-lain. Pasien belum pernah memiliki riwayat penyakit

13
di alat kelamin dengan gejala seperti kutil, lecet, atau keputihan sebelumnya. Riwayat alergi
obat atau makanan dan asma disangkal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Tidak ada riwayat anggota keluarga pasien yang mengalami gejala serupa. Riwayat penyakit
sistemik disangkal pada keluarga.

Riwayat Sosial
Pasien saat ini berstatus sebagai pegawai salon, baru menikah selama 6 bulan, dan belum
memiliki anak. Riwayat kontak seksual dengan pria lain kecuali suami disangkal. Ini
merupakan pernikahan pertama bagi pasien dan suaminya. Setiap melakukan hubungan
seksual, suami pasien tidak menggunakan kondom. Suami pasien juga mengeluhkan adanya
kutil pada penis sejak empat bulan yang lalu dan mengaku melakukan hubungan seksual
dengan wanita lain. Keluhan kutil kelamin ini merupakan pertama kalinya dialami oleh suami
pasien dan tidak ada riwayat pengobatan kutil sebelumnya. Kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol disangkal. Riwayat penggunaan narkoba dengan jarum suntik yang dipakai secara
bergantian disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Temperatur Aksila : 36,5 oC
Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, refleks pupil +/+, isokor
THT : Tonsil T1/T1, faring hiperemi (-)
Thorak : Cor: S1S2 normal, regular, murmur (-)

14
| | |
Pul : vesikuler , rhonki , wheezing
| | |
| | |
Abdomen : Distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas : Edema (-/-), hangat (+/+)

Status Dermatologis
Lokasi : Perineum
Efloresensi: Pada vulva vagina terdapat papul multipel berwarna pink dan keabuan dengan
bentuk seperti jengger ayam. Batas lesi tegas, ukuran berdiameter 0.2 cm hingga 0.3 cm,
permukaan tampak kasar, konfigurasi berkelompok dengan distribusi terlokalisasi.

Mukosa : Hiperemis (-)


Rambut : Rambut rontok (-), warna hitam

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang bisa diusulkan untuk pasien ini antara lain:
1. Tes acetowhite dengan asam asetat 5%
a. Lesi dibubuhi asam asetat dan ditunggu selama 5 menit. Tes acetowhite positif
jika lesi berubah warna menjadi putih (menandakan infeksi HPV).
2. Pemeriksaan histopatologi

15
a. Pada kondiloma akuminata akan tampak hiperplasia sel epitel skuamosa dengan
parakeratosis, serta koilositotik atipikal (nukleus tampak berkerut dan clearing
perinuklear).
3. Polymerase Chain Reaction (PCR)
a. PCR untuk mengetahui tipe HPV, tidak untuk penegakan diagnosis.

3.5 Resume
Pasien wanita berusia 30 tahun yang bekerja sebagai SPG datang ke Poliklinik Kulit
RSUP Sanglah pada tanggal 30 Juni 2020 dengan keluhan utama tumbuh benjolan yang teraba
kasar di kelamin sejak 1 bulan yang lalu. Benjolan awalnya dikatakan kecil dan hanya muncul
pada bibir kemaluan bagian luar, dan lama-lama dikatakan membesar dan bertambah banyak
hingga ke bibir kemaluan bagian dalam dan perineum. Benjolan dikatakan teraba kasar. Pasien
tidak mengeluhkan nyeri, gatal, ataupun keluar darah.
Pasien kini berstatus sebagai pegawai salon, baru menikah selama 6 bulan, belum
memiliki anak. Riwayat kontak seksual dengan pria lain kecuali suami disangkal. Ini
merupakan pernikahan pertama bagi pasien dan suaminya. Setiap melakukan hubungan
seksual, suami pasien tidak menggunakan kondom. Suami pasien juga mengeluhkan adanya
kutil pada penis sejak empat bulan yang lalu dan mengaku melakukan hubungan seksual
dengan wanita lain. Keluhan kutil kelamin ini merupakan pertama kalinya dialami oleh suami
pasien dan tidak ada riwayat pengobatan kutil sebelumnya. Kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol disangkal. Riwayat penggunaan narkoba dengan jarum suntik yang dipakai secara
bergantian disangkal. Riwayat kontak seksual dengan pria lain kecuali suami disangkal.
Riwayat pengobatan kutil dan pemakaian steroid tidak ada. Riwayat penyakit
sistemik, alergi, infeksi menular seksual sebelumnya disangkal. Riwayat anggota keluarga
pasien yang mengalami gejala serupa disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita dengan kesadaran kompos mentis dan
keadaan umum baik. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 87x/menit, frekuensi napas 18x/
menit, suhu aksilla 36,5 oC, status gizi cukup. Pemeriksaan status generalis berada dalam batas
normal. Pemeriksaan status dermatologis didapatkan pada vulva vagina terdapat papul multipel
berwarna pink dan keabuan dengan bentuk seperti jengger ayam. Batas lesi tegas, ukuran
berdiameter 0.2 cm hingga 0.3 cm, permukaan tampak kasar, konfigurasi berkelompok dengan
distribusi terlokalisasi, mukosa sekitar tidak tampak hiperemis dan tidak ada rambut rontok.

16
3.6 Diagnosis Banding
a. Kondiloma akuminata
b. Veruka vulgaris
c. Karsinoma verukosa

3.7 Diagnosis Kerja


Kondiloma akuminata (ICD-10 A63.0 Anogenital (venereal) warts) Commented [MS1]: Izin bertanya dokter, untuk penulisan
diagnosis kerja, apakah perlu sampai ke kode billable ICD-10
nya dokter? Terima kasih.
3.8 Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Asam triklorasetat 80%, diaplikasikan pada lesi sampai berwarna putih, didiamkan sampai
kering. Dilakukan setiap minggu sampai lesi hilang.
2. Pembedahan
Krioterapi dengan N2O cair
3. KIE
-Kunjungan ulang sebaiknya dilakukan tiap minggu sejak terapi asam triklorasetat 80%
dilakukan.
-Edukasi pasien mengenai kemungkinan lesi yang bisa rekuren setelah hilang oleh karena
terapi bertujuan untuk menghilangkan lesi namun tidak bisa membunuh virus.
-Sarankan pasien dan suami pasien untuk menempuh skrining HIV dan sifilis.
-Edukasi pasien mengenai pemeriksaan Pap smear rutin.
-Suami pasien sebaiknya disarankan untuk dilakukan pemeriksaan fisik untuk mencari lesi
serupa atau infeksi menular seksual lainnya.

3.9 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
Ad Kosmetikam : Dubia ad bonam

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pasien wanita berinisial FAD, usia 30 tahun, sudah menikah, bekerja sebagai
SPG datang ke Poliklinik Kulit RSUP Sanglah pada tanggal 30 Juni 2020 dengan keluhan
utama tumbuh benjolan yang teraba kasar di kelamin sejak 1 bulan yang lalu..
Hasil anamnesis pada pasien ini menunjukkan bahwa pasien mengeluh mengenai
benjolan pada kelamin, yang dimana benjolan awalnya dikatakan kecil dan hanya muncul pada
bibir kemaluan bagian luar, dan lama-lama dikatakan membesar dan bertambah banyak hingga
ke bibir kemaluan bagian dalam dan perineum. Benjolan tersebut dikatakan teraba kasar. Selain
itu, pasien tidak mengeluhkan nyeri, gatal, ataupun keluar darah. Selain itu, pasien sudah
memiliki riwayat kontak seksual dengan suami, namun menyangkal riwayat kontak seksual
dengan pria lain selain suaminya, dan mengakui riwayat kontak seksual tanpa kondom. Suami
pasien mengeluhkan adannya kutil pada penis sejak empat bulan yang lalu dan mengaku pernah
melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya. Berdasarkan anamnesis ini, umumnya
dapat dicurigai bahwa pasien menderita kondiloma akuminatum atau kutil kelamin. Onset dari
gejala yang muncul pasca kontak seksual, disertai dengan riwayat berhubungan seksual tanpa
kondom dengan suami pasien yang sudah memiliki gejala serupa mendukung kecurigaan
diagnosis ini. Selain itu, riwayat keluarga pasien yang tidak pernah menderita gejala serupa,
dengan pasien menurunkan kemungkinan bahwa lesi ini merupakan lesi prekanker oleh karena
faktor risiko herediter dan menurunkan kemungkinan bahwa kelainan ini berhubungan dengan
penyakit infeksi menular lainnya. Hal ini mendukung kemungkinan bahwa pasien
mendapatkan penyakit kondiloma akuminata ini dari kontak seksual dengan suaminya yang
berdasarkan tinjauan pustaka merupakan penyebab pada 98% kasus kondiloma akuminata., dan
mengurangi kemungkinan bahwa infeksi ini ditularkan oleh karena barang yang tercemar
partikel virus HPV (fomites). Kemungkinan adannya infeksi menular seksual aktif lainnya
seperti sifilis relatif minim, berhubung status generalis pasien yang berada pada batas normal
serta tidak ditemukan adannya perbesaran kelenjar getah bening di sekitar regio perineum
pasien, namun penapisan infeksi menular seksual tetap sebaiknya dilakukan kepada pasien dan
suami pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan status generalis berada dalam batas
normal. Adapun hasil pemeriksaan status dermatologis menunjukkan bahwa pada vulva vagina
terdapat papul multipel berwarna pink dan keabuan dengan bentuk seperti jengger ayam. Batas

18
lesi tegas, ukuran berdiameter 0.2 cm hingga 0.3 cm, permukaan tampak kasar, konfigurasi
berkelompok dengan distribusi terlokalisasi, serta mukosa sekitar tidak tampak hiperemis dan
tidak ada rambut rontok. Status dermatologis pada pasien ini mendukung pula diagnosis
kondiloma akuminatum yang berdasarkan kajian pustaka, umumnya memiliki manifestasi
klinis yang berupa lesi seperti kembang tol atau jengger ayam, dengan warna yang serupa
dengan daging atau berwarna merah sampai merah-kecoklatan. Lesi dapat berupa lesi keratotik
dengan permukaan kasar dan tebal. Pemeriksaan penunjang seperti tes asam asetat umumnya
tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis, namun dapat dilakukan pada kasus lain yang
meragukan. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan diagnosis
kerja kondiloma akuminata (ICD-10 A63.0 anogenital (venereal) warts). Commented [MS2]: Izin bertanya dokter, apakah pada
pasien ini diagnosis banding verruka vulgaris perlu
Penatalaksanaan pada pasien dengan kondiloma akuminata pada pasien ini dapat dicantumkan kalimat “untuk menyingkirkan diagnosis
banding veruka vulgaris perlu dilakukan pemeriksaan PCR
dilakukan dengan pemberian asam triklorasetat dengan konsentrai 80-90% oleh dokter. untuk memastikan strain HPV dan menkonfirmasi strain
virus?”
Pemberian asam triklorasetat dapat diberikan langsung kepada lesi oleh dokter dan dilakukan
Lalu untuk menyingkirkan diagnosis banding malignansi
tiap minggu. Pemilihan asam triklorasetat lebih dianjurkan dibandingkan dengan obat tinktura
perlukah dilakukan pemeriksaan histopatologis pada pasien
podofilin 25% oleh karena pasien adalah wanita pada usia reproduksi yang baru menikah dan ini? Atau apakah secara manifestasi klinis saja sudah cukup?
Terima kasih dokter.
berhubungan seksual tanpa kondom, sedangkan status kehamilan belum dievaluasi, sehingga
pada pasien ini belum bisa dipastikan status kehamilan pasien. Oleh karena risiko teratogenitas
tinktura podofilin 25%, maka pada pasien ini lebih baik diberikan asam triklorasetat
dibandingkan tinktura podofilin. Selain itu, krioterapi dengan larutan N2O dapat
dipertimbangkan pada pasien ini. Commented [MS3]: Izin bertanya dokter, untuk
penatalaksanaan pada pasien usia aktif reproduksi ini yang
Edukasi yang perlu diberikan pada pasien adalah kunjungan ulang sebaiknya dilakukan baru menikah dan aktif secara seksual, apakah merupakan
kontraindikasi pemberian tinktura podofilin oleh karena
tiap minggu sejak terapi asam triklorasetat 80% dilakukan. Selain itu, pasien juga sebaiknya risiko efek teratogenik?
Terima kasih dokter.
diberikan edukasi mengenai kemungkinan lesi yang bisa rekuren setelah hilang oleh karena
terapi bertujuan untuk menghilangkan lesi namun tidak bisa membunuh virus. Kemudian,
pasien bisa disarankan pasien dan suami pasien untuk menempuh skrining HIV dan sifilis.
Pasien juga dapat diedukasi mengenai pemeriksaan Pap smear rutin, berhubung pasien
merupakan wanita yang berusia 30 tahun, sehingga diindikasikan untuk dilakukan Pap smear
rutin.Suami pasien juga sebaiknya disarankan untuk dilakukan pemeriksaan fisik untuk
mencari lesi serupa atau infeksi menular seksual lainnya.
Prognosis pada pasien ini baik, hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan
bahwa umumnya prognosis kondiloma akuminata baik. Umumnya, jarang sekali terjadi
komplikasi akibat kondiloma akuminata sendiri, namun komplikasi umumnya diakibatkan oleh
pemakaian terapi yang kurang baik, seperti hiperpigmentasi atau hipopigmentasi pada bekas
pengobatan.
19
BAB V
KESIMPULAN

Kondiloma akuminata atau disebut juga dengan genital warts dan lebih dikenal
dengan istilah penyakit kutil kelamin oleh masyarakat awam pada daerah anogenital.
Kondiloma akuminata merupakan kutil anogenital yang disebabkan oleh Human
Papillomavirus (HPV). HPV merupakan papovirus DNA yang bermultiplikasi di nukleus sel
epitel terinfeksi. Manifestasi klinis penyakit ini berupa papul (dapat soliter/multipel) dengan
permukaan verukosa atau seperti kol atau jengger ayam. Predileksi terutama di daerah
anogenital yang tidak nyeri dan teraba lunak. Diagnosis dari kondiloma akuminata umumnya
dapat ditegakkan secara klinis oleh karena bentuknya yang khas, namun pada lesi yang
meragukan dapat dilakukan tes asam asetat atau pemeriksaan histopatologis. Tatalaksana
kondiloma akuminata dapat dilakukan dengan pemberian kemoterapi dengan tinktura podofilin
25%, asam triklorasetat 80-90%, atau podofilotoksin langsung kepada lesi. Selain itu,
krioterapi, elektrokauterisasi dapat dipertimbangkan juga pada pasien dengan kondiloma
akuminata. Kondiloma akuminata kadang rekuren setelah pengobatan dilakukan, oleh karena
tatalaksana kondiloma akuminata hanya bertujuan untuk menghilangkan lesi, namun tidak
bertujuan untuk menghilangkan lesi. Prognosis dari kondilom akuminata umumnya baik,
walaupun sering mengalami residif.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SL, Brahmono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7 ed. Jakarta;
2015.
2. Patel H, Wagner M, Singhal P, Kothari S. Systematic review of the incidence and
prevalence of genital warts. BMC Infect Dis [Internet]. 25 Januari 2013 [dikutip 23
September 2020];13(1):39. Tersedia pada: /pmc/articles/PMC3618302/?report=abstract
3. Eassa BI, Abou-Bakr AA, El-Khalawany MA. Intradermal injection of PPD as a novel
approach of immunotherapy in anogenital warts in pregnant women. Dermatol Ther
[Internet]. Januari 2011 [dikutip 23 September 2020];24(1):137–43. Tersedia pada:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21276168/
4. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 8th Edition. McGraw-Hill. 2012.
5. Yenny SW, Hidayah R. Kondiloma Akuminata Pada Wanita Hamil: Salah Satu
Modalitas Terapi. J Kesehat Andalas [Internet]. 1 Januari 2013 [dikutip 23 September
2020];2(1):47. Tersedia pada: http://jurnal.fk.unand.ac.id
6. Patel R V., Yanofsky VR, Goldenberg G. Genital warts: A comprehensive review
[Internet]. Vol. 5, Journal of Clinical and Aesthetic Dermatology. Matrix Medical
Communications; 2012 [dikutip 23 September 2020]. hal. 25–36. Tersedia pada:
/pmc/articles/PMC3390234/?report=abstract
7. Soebono H, Nilasari H, Listiawan MY, Siswati AS, Triwahyudi D, Rosita C, et al.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER SPESIALIS KULIT DAN
KELAMIN DI INDONESIA [Internet]. Jakarta; 2017 [dikutip 22 September 2020].
Tersedia pada:
https://www.perdoski.id/uploads/original/2017/10/PPKPERDOSKI2017.pdf
8. Centers for Disease Control and Preventrion. Anogenital Warts - 2015 STD Treatment
Guidelines [Internet]. 2015 [dikutip 23 September 2020]. Tersedia pada:
https://www.cdc.gov/std/tg2015/warts.htm
9. HHS, CDC, Oid, NCHHSTP, DSTDP. Sexually Transmitted Disease Surveillance 2017.
2017.
10. Qureshi AP, Stachler MD, Haque O, Odze RD. Biomarkers for Barrett’s esophagus – a
contemporary review. Expert Rev Mol Diagn [Internet]. 2 November 2018 [dikutip 7

21
November 2018];18(11):939–46. Tersedia pada:
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/14737159.2018.1538793
11. Leung AKC, Barankin B, Leong KF, Hon KL. Penile warts: An update on their
evaluation and management [Internet]. Vol. 7, Drugs in Context. Bioexcel Publishing
LTD; 2018 [dikutip 23 September 2020]. hal. 212563. Tersedia pada:
/pmc/articles/PMC6302884/?report=abstract
12. Reddy GS, Lal BM, Prasad J, Krishna AV, Rani KR, Gayatri N. Comparative Study of
Efficacy of Podophyllin Vs 5% Imiquimod in the Treatment of Genital Warts. Int J
Contemp Med Res [IJCMR] [Internet]. 2018 [dikutip 23 September 2020];5(10).
Tersedia pada: www.ijcmr.com
13. Abdel Meguid AM, Abdel Motaleb AA, Abdel Sadek AMI. Cryotherapy vs
trichloroacetic acid 90% in treatment of common warts. J Cosmet Dermatol [Internet].
1 April 2019 [dikutip 23 September 2020];18(2):608–13. Tersedia pada:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30358072/
14. Andersson NW, Andersen JT. Association between Fetal Safety Outcomes and
Exposure to Local Podophyllotoxin during Pregnancy. JAMA Dermatology [Internet].
1 Maret 2020 [dikutip 23 September 2020];156(3):303–11. Tersedia pada:
https://jamanetwork.com/journals/jamadermatology/fullarticle/2758416

22

Anda mungkin juga menyukai