KEPERAWATAN MATERNITAS II
“Trend Dan Isu Keperawatan : Human Papilloma Virus (HPV)”
OLEH:
Muhammad Hasanul Amal 1610913210013
Amalia Rahmawati 1810913120005
Annisa Diva Amalia 1810913220021
Irhamna Putri Nada Ramadhini 1810913320028
Muhammad Khairul Fikri 1810913210020
Tio Yulia margaretha 1810913320012
Puput Arianto Hakim 1810913310029
Yuni Ayu Lestari 1810913720003
Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karenaatas
berkat rahmat dan karunia-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah iniadalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah keperawatan maternitas II.
Dengan membuat tugas ini kami diharapkan untuk mampu memahami
tentang aturan penggunaan media sosial untuk komunikasi. Dalam penyelesaian
makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan dan kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna
penyusunan makalah yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang. Harapan
kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberikan informasi serta
manfaat kepada pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................1
1.3 Manfaat......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Pengertian HPV.........................................................................................3
2.2 Etiologi HPV.............................................................................................4
2.3 Patofisiologi HPV......................................................................................4
2.4 Epidemiologi HPV....................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinik HPV............................................................................6
2.6 Cara Penularan HPV.................................................................................7
2.7 Pemeriksaan Diagnostik HVP...................................................................7
2.8 Penatalaksanaan Keperawatan pada Pasien HPV...................................10
2.9 Pencegahan HPV.....................................................................................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................12
3.1 Kesimpulan..............................................................................................12
3.2 Saran........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Untuk memperluas tingkat pengetahuan yang lebih dalam kepada
mahasiswa PSIK FK ULM mengenai Human Papilloma Virus (HPV).
1
1.3 Manfaat
1. Mengetahui pengertian Human Papilloma Virus (HPV)
2. Mengetahui etiologi Human Papilloma Virus (HPV)
3. Mengetahui patofisiologi Human Papilloma Virus (HPV)
4. Mengetahui epidemiologi Human Papilloma Virus (HPV)
5. Mengetahui manifestasi klinik Human Papilloma Virus (HPV)
6. Mengetahui cara penularan Human Papilloma Virus (HPV)
7. Mengetahui peemeriksaan diagnostic Human Papilloma Virus (HPV)
8. Mengetahui penatalaksanaan keperawatan pada pasien Human Papilloma
Virus (HPV)
9. Mengetahui pencegahan Human Papilloma Virus (HPV)
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
memberikan kontribusi terhadap kematian ibu yang Administration) Amerika
Serikat menyetujui penggunaan cukup besar dibandingkan tuberkulosis, keadaan
vaksin quadrivalent human papilloma virus sebagai alat kematian ibu akibat
persalinan, bahkan AIDS. 1 - untuk menurunkan beban infeksi HPV dan sekuele
yang sebagian besar kasus kanker serviks berjenis diakibatkannya, yaitu lesi-lesi
pra-kanker, kanker serviks, karsinoma sel skuamosa, sedangkan jenis kanker ano-
genital lainnya dan warts. Vaksin inidirekomendasi untuk diberikan pada anak
perempuandengan sejumlah usia 11-12 tahun dan memberikan efek proteksi
terhadapinteraksi ini akan infeksi HPV yang tipe 6, 11, 16 dan 18.
4
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker sehingga
menimbulkan gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang
mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Apabila sel karsinoma
telah mendesak pada jaringan syaraf akan timbul masalah keperawatan nyeri.
Pada stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggu kerja sistem urinaria
menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yang menimbulkan masalah
keperawatan resiko penyebaran infeksi. Keputihan yang berkelebihan dan berbau
busuk biasanya menjadi keluhan juga, karena mengganggu pola seksual pasien
dan dapat diambil masalah keperawatan gangguan pola seksual. Gejala dari
kanker serviks stadium lanjut diantaranya anemia hipovolemik yang
menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga timbul masalah keperawatan
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami beberapa
efek samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan
terjadi diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan
( biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut
menimbulkan masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sedangkan efek dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan kering
sehingga akan timbul masalah keperawatan resiko tinggi kerusakan integritas
kulit. Semua tadi akan berdampak buruk bagi tubuh yang menyebabkan
kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan tubuh berkurang dan resiko injury
pun akan muncul. Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher
rahim ini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya. Kecemasan tersebut bisa
dikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman status
kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu
dihubungkan dengan kematian.
5
jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data 17
rumah sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432
kasus di antara 918 kanker pada perempuan (Imam Rasjidi. 2009).
Salah satu penyebab kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma Virus
(HPV). HPV ditularkan melalui aktivitas seksual terutama pada usia yang dini,
dengan banyak pasangan seksual, dan juga melalui sentuhan kulit di wilayah
genital (skin to skin contact) (Bobak et al., 1993).
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks
sebesar 76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium
lanjut, yaitu stadium II B-IV B, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium III B,
yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3%. Data yang
didapatkan dari YKI cabang Kalimantan Selatan di Banjarmasin tahun 2008 yang
melakukan pap smear sebanyak 167 orang, ditemukan kanker servik 13 orang,
sedangkan tahun 2009 sebanyak 365 orang melakukan pemeriksaan pap smear
dan 596 orang melakukan IVA , serta 10 orang atau sekitar 1 % menderita kanker
servik stadium lanjut, dari beberapa orang yang melakukan pemeriksaan tersebut
didapatkan 40% mendapatkan hasil positif diduga mengalami kelainan pada
serviknya yang mengarah pada kanker serviks. Apabila dideteksi pada stadium
awal, kanker serviks invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi,
sebesar 92% untuk kanker lokal. Kebanyakan para penderita kanker serviks yang
meninggal diakibatkan keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan
umum yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, serta keterbatasan sumber
daya dan keterbatasan sarana (Imam Rasjidi. 2009).
6
3. Kutil di daerah wajah. Biasanya memiliki permukaan yang datar (flat
warts). Pada anak-anak, lebih sering muncul di daerah rahang bawah.
4. Kutil di kelamin, berbentuk seperti kembang kol dan bisa tumbuh pada
kelamin wanita maupun laki-laki. Selain di kelamin, kutil juga bisa
tumbuh di dubur dan menimbulkan rasa gatal.
5. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
6. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama (75% - 80% ).
7. Perdarahan yang terjadi diluar senggama.
8. Perdarahan spontan saat defekasi.
9. Perdarahan diantara haid.
10. Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.
11. Anemia akibat pendarahan berulang.
12. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf.
7
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous ( tes PAP )
sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya
melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitologi adalah cara Skrining
sel - sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian
diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.
2. Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkopi,
suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga
rendah dengan sumber cahaya didalamnya (pembesaran 6 - 40 kali). Kalau
pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel - sel yang
mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan
vascular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan
metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat )
terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSP tidak terlihat seluruhnya
atau hanya terlihat sebagian kelainan didalam kanalis serviskalis tidak
dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara konisasi.Biopsi harus
dilakukan dengan tepat dan alat biopsy harus tajam sehingga harus
diawetkan dalam larutan formalin 10%.
4. Konisasi
Konosasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut ( konus ),
dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik,
tindakan konisasi selalu dilanjutkan dengan kuretase.Batas jaringan yang
dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi.Jika karena suatu
hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes
Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan lugol ( yodium
5g, kalium yodida 10g, air 100ml ) dan eksisi dilakukan diluar daerah
dengan tes positif ( daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol ).
Konikasi diagnostik dilakukan pada keadaan - keadaan sebagai berikut : 1.
8
Proses dicurigai berada di endoserviks. 2. Lesi tidak tampak seluruhnya
dengan pemeriksaan kolposkopi. 3. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan
atas dasar specimen biopsy. 4. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan
histopatologik.
5. Test Iva
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara
sederhana untuk mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca
E. Bertiani, 2009) IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks)
dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah
memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5% (Wijaya Delia,
2010). Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat
mendeteksi lesi tingkat pra kanker (high-Grade Precanceraus Lesions)
dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai
prediksi positif (positive predective value) dan nilai prediksi negatif
(negative predective value) masing-masing antara 10-20% dan 92-97%
(Wijaya Delia, 2010).
Serviks yang diberi larutan asam asetat 5% akan merespon lebih
cepat daripada larutan 3%. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik
sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapat hasil gambaran
serviks yang normal (merah homogen) dan bercak putih (displasia) (Novel
S Sinta,dkk,2010).
Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung
leher rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada
perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan
dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi
merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan
pra kanker. Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa
langsung diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang
menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari
90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan metode diagnosis yang hanya
membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker bisa
9
dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak
berkembang menjadi kanker stadium lanjut. Metode krioterapi adalah
membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada suhu yang amat
dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area tersebut mati dan
luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat (Samadi
Priyanto. H, 2010).
10
seharusnya sudah diperoleh dan diketahui remaja perempuan dalam proses
pendidikan baik dilingkungan sekolah maupun kampus serta melalui media cetak
maupun elektronik (Berlian Rachmani, 2012).
Infeksi HPV berisiko tinggi merupakan penyebab terjadinya kanker
serviks, sehingga tindakan skrining mengalami pergeseran yang semula ditujukan
untuk pencegahan sekunder bergeser menjadi tujuan pencegahan primer.
Mencegah terjadinya infeksi HPV berisiko tinggi merupakan pencegahan primer
dan dianggap lebih penting.
Pencegahan primer hanya mungkin dilakukan dengan deteksi terjadinya
infeksi HPV risiko tinggi terlebih dahulu Identifikasi terjadinya infeksi HPV
risiko tinggi dapat dilakukan dengan Hybrid Capture (HC) atau dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR). Selain itu, berbagai macam cara mendeteksi
HPV, antara lain dengan Vira Pap, Vira Type, dan HPV Profile. Dengan metode-
metode tersebut dapat diidentifikasi kelompok HPV risiko rendah (HPV tipe 6, 11,
42, 43 dan 44), dan risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, 31, 33 , 35, 39, 45, 51, 52, 56
dan 58).
Pemeriksaan HC dinilai lebih mudah dilakukan dalam program skrining
karena mampu mendeteksi LSIL, ASCUS dan HSIL secara lebih sensitif
dibandingkan dengan peme- riksaan pap smear, walaupun dengan spesifisitas
yang lebih rendah. Pemeriksaan HC saja hanya mampu mendeteksi infeksi HPV
risiko tinggi tetapi tidak mampu mendeteksi kelainan sel prakanker sehingga
spesifisitas HC lebih rendah jika dibandingkan dengan pap smear.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Human papilloma virus (HPV) adalah virus deoxyribonucleic acid (DNA)
untaian ganda yang menular secara seksual dan menginfeksi permukaan kulit dan
mukosa epitel (Kahn, 2009). Infeksi HPV pada genitalia merupakan infeksi yang
sering terjadi dan bersifat asimtomatik (Rusmil, 2008). Terdapat 100 tipe HPV
yang telah diketahui. Beberapa diantaranya berperan dalam terbentuknya lesi
prakanker, kanker leher rahim, dan kutil kelamin (WHO, 2007).
Human Papilloma Virus (HPV) tergolong family Papovaviridae.
Penyebab infeksi tersering adalah HPV serotipe 6 dan 11. HPV adalah virus DNA
epiteliotropik (menginfeksi epitel, menginduksi proliferasi sel epitel atau
papilloma), juga menyebabkan lesi mukokutaneus genital pria maupun wanita.
HPV ditularkan melalui aktivitas seksual terutama pada usia yang dini, dengan
banyak pasangan seksual, dan juga melalui sentuhan kulit di wilayah genital (skin
to skin contact) (Bobak et al., 1993).
Cara penularan HPV diantaranya melalui sentuhan langsung pada area
yang terinfeksi, kontak fisik yang intim seperti bercinta apa pun jenisnya, dan saat
menggunakan kondom saat berhubungan seksual namun tidak akan mencegah
penularan HPV tapi dapat mengurangi paparan area yang terdampak. Pemeriksaan
diagnostik HVP dengan cara sitologi, kolposkopi, biopsi, konisasi, dan test iva.
Pencegahan primer hanya mungkin dilakukan dengan deteksi terjadinya
infeksi HPV risiko tinggi terlebih dahulu Identifikasi terjadinya infeksi HPV
risiko tinggi dapat dilakukan dengan Hybrid Capture (HC) atau dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR). Selain itu, berbagai macam cara mendeteksi
HPV, antara lain dengan Vira Pap, Vira Type, dan HPV Profile. Dengan metode-
metode tersebut dapat diidentifikasi kelompok HPV risiko rendah (HPV tipe 6,
11, 42, 43 dan 44), dan risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, 31, 33 , 35, 39, 45, 51, 52,
56 dan 58).
12
3.2 Saran
Untuk mahasiswa agar mengetahui bahwa penyakit kankan ker serviks
yang disebabkan oleh HPV sangat berbahaya, sehingga kami menyarankan agar
berhati-hati dengan pergaulan bebas yang berkelanjutan dengan seks bebas.
Pencegahan penyakit yang disebabkan oleh HPV ialah melalui pengendalian yang
meliputi pemeriksaan serologis dan pengobatan penderita
13
DAFTAR PUSTAKA
14