Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS II
“Trend Dan Isu Keperawatan : Human Papilloma Virus (HPV)”

OLEH:
Muhammad Hasanul Amal 1610913210013
Amalia Rahmawati 1810913120005
Annisa Diva Amalia 1810913220021
Irhamna Putri Nada Ramadhini 1810913320028
Muhammad Khairul Fikri 1810913210020
Tio Yulia margaretha 1810913320012
Puput Arianto Hakim 1810913310029
Yuni Ayu Lestari 1810913720003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karenaatas
berkat rahmat dan karunia-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah iniadalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah keperawatan maternitas II.
Dengan membuat tugas ini kami diharapkan untuk mampu memahami
tentang aturan penggunaan media sosial untuk komunikasi. Dalam penyelesaian
makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan dan kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna
penyusunan makalah yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang. Harapan
kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberikan informasi serta
manfaat kepada pembaca.

Banjarbaru, 10 Februari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................1
1.3 Manfaat......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Pengertian HPV.........................................................................................3
2.2 Etiologi HPV.............................................................................................4
2.3 Patofisiologi HPV......................................................................................4
2.4 Epidemiologi HPV....................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinik HPV............................................................................6
2.6 Cara Penularan HPV.................................................................................7
2.7 Pemeriksaan Diagnostik HVP...................................................................7
2.8 Penatalaksanaan Keperawatan pada Pasien HPV...................................10
2.9 Pencegahan HPV.....................................................................................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................12
3.1 Kesimpulan..............................................................................................12
3.2 Saran........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Human papilloma virus (HPV) adalah virus deoxyribonucleic acid (DNA)
untaian ganda yang menular secara seksual dan menginfeksi permukaan kulit dan
mukosa epitel (Kahn, 2009). Infeksi HPV pada genitalia merupakan infeksi yang
sering terjadi dan bersifat asimtomatik (Rusmil, 2008). Terdapat 100 tipe HPV
yang telah diketahui. Beberapa diantaranya berperan dalam terbentuknya lesi
prakanker, kanker leher rahim, dan kutil kelamin (WHO, 2007).
Depkes RI melaporkan bahwa penderita kanker leher rahim di Indonesia
diperkirakan mencapai 90-100 diantara 100 000 penduduk pertahun (Pradipta &
Sungkar, 2007) dan masih menduduki tingkat pertama dalam urutan keganasan
pada wanita (Suwiyoga, 2007). Sekitar 70% kejadian kanker leher rahim
disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18 (WHO, 2007).
Sekitar 90%-100% kejadian kutil kelamin disebabkan oleh HPV tipe 6
dan 11. Walaupun penyakit kutil kelamin tidak selalu menyebabkan kematian,
penyakit ini dapat menyebabkan morbiditas yang bermakna dan membutuhkan
biaya perawatan kesehatan yang besar (WHO, 2007).
Data yang didapatkan dari YKI cabang Kalimantan Selatan di Banjarmasin
tahun 2008 yang melakukan pap smear sebanyak 167 orang, ditemukan kanker
servik 13 orang, sedangkan tahun 2009 sebanyak 365 orang melakukan
pemeriksaan pap smear dan 596 orang melakukan IVA , serta 10 orang atau
sekitar 1 % menderita kanker servik stadium lanjut, dari beberapa orang yang
melakukan pemeriksaan tersebut didapatkan 40% mendapatkan hasil positif
diduga mengalami kelainan pada serviknya yang mengarah pada kanker serviks.

1.2 Tujuan
Untuk memperluas tingkat pengetahuan yang lebih dalam kepada
mahasiswa PSIK FK ULM mengenai Human Papilloma Virus (HPV).

1
1.3 Manfaat
1. Mengetahui pengertian Human Papilloma Virus (HPV)
2. Mengetahui etiologi Human Papilloma Virus (HPV)
3. Mengetahui patofisiologi Human Papilloma Virus (HPV)
4. Mengetahui epidemiologi Human Papilloma Virus (HPV)
5. Mengetahui manifestasi klinik Human Papilloma Virus (HPV)
6. Mengetahui cara penularan Human Papilloma Virus (HPV)
7. Mengetahui peemeriksaan diagnostic Human Papilloma Virus (HPV)
8. Mengetahui penatalaksanaan keperawatan pada pasien Human Papilloma
Virus (HPV)
9. Mengetahui pencegahan Human Papilloma Virus (HPV)

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian HPV


Human papilloma virus (HPV) adalah penyebab dari kanker serviks baik
secara biologik maupun epidemiologik. Human papilloma virus tipe 16 dan 18
bertanggung jawab untuk sekitar 70% kanker pada seviks, vagina dan anus.
Meskipun demikian, HPV tidak cukup untuk menimbulkan kanker karena dikenal
faktor lain yang disebut kofaktor yang juga berperan untuk terjadinya kanker.
Partikel HPV dapat dibuat dengan menggunakan kapsid L1 untuk kemudian
dieksploitasi menjadi vaksin. Vaksin ini dapat menimbulkan titer antibodi yang
tinggi terhadap infeksi sehingga vaksinasi HPV diharapkan dapat berperan atau
memberikan manfaat yang baik untuk program pencegahan kanker serviks.
Infeksi HPV disebut sebagai penyebab kanker serviks. Infeksi virus tersebut dapat
terjadi pada mukosa serviks, vagina, vulva, dan anus. Kanker serviks adalah
tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau serviks yang terdapat pada
bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.( Diananda,Rama,
2009 ) Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan
kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol
proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker serviks biasanya
menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal dari sel
kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju kedalam rahim
(Sarjadi, 2001).
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli penulis dapat
menyimpulkan bahwa kanker serviks adalah pertumbuhan sel yang abnormal
yang terdapat pada organ reproduksi wanita yaitu serviks atau bagian terendah
dari rahim yang menempel pada puncak vagina .Di antara populasi perempuan
yang asimtomatik, pravalensi infeksi HPV berkisar antara 2-44%,sedangkan
pravalensi secara global adalah 10,41%. Khusus di Asia, akan terjadi penurunan
prevalensi khusus untuk negara-negara di Afrika, Melanesia, infeksi HPV sesuai
dengan pertambahan usia.Tanggal 8 Juni 2006, FDA (Food and Drugs

3
memberikan kontribusi terhadap kematian ibu yang Administration) Amerika
Serikat menyetujui penggunaan cukup besar dibandingkan tuberkulosis, keadaan
vaksin quadrivalent human papilloma virus sebagai alat kematian ibu akibat
persalinan, bahkan AIDS. 1 - untuk menurunkan beban infeksi HPV dan sekuele
yang sebagian besar kasus kanker serviks berjenis diakibatkannya, yaitu lesi-lesi
pra-kanker, kanker serviks, karsinoma sel skuamosa, sedangkan jenis kanker ano-
genital lainnya dan warts. Vaksin inidirekomendasi untuk diberikan pada anak
perempuandengan sejumlah usia 11-12 tahun dan memberikan efek proteksi
terhadapinteraksi ini akan infeksi HPV yang tipe 6, 11, 16 dan 18.

2.2 Etiologi HPV


Human Papilloma Virus (HPV) tergolong family Papovaviridae. Penyebab
infeksi tersering adalah HPV serotipe 6 dan 11. HPV adalah virus DNA
epiteliotropik (menginfeksi epitel, menginduksi proliferasi sel epitel atau
papilloma), juga menyebabkan lesi mukokutaneus genital pria maupun wanita.
Infeksi terjadi spesifik genus atau spesies dan partikel virus nonenveloped,
mempunyai simetri icosahedral encapsidate dengan genom untai ganda sirkular
yang berhubungan dengan histon seluler. Berbeda dengan kelompok virus
lainnya, tipe tidak berdasarkan perbedaan antigen tetapi lebih ke homologi DNA.
Berdasarkan kriteria Papillomavirus Nomenclature Committee dinyatakan bahwa
penetapan tipe, paling sedikit memiliki 90% homologi kumpulan E6, E7 dan L1
ORF (Open Reading Frame) DNA sekuens. Sekitar ratusan HPV dideteksi
dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan sekitar 75 tipe genom secara
molekuler diklon dan disekuens secara lengkap. Lebih 30 tipe HPV menginfeksi
traktus genital. HPV yang mempunyai risiko keganasan, terbagi menjadi risiko
rendah onkovirus yaitu HPV tipe 6, 11, 42, 43, dan 44; risiko intermediate
onkovirus, yaitu HPV tipe 31, 33, 35, 51, 52 dan 58, sedangkan risiko tinggi
onkovirus adalah HPV tipe 16, 18, 45, dan 56.

2.3 Patofisiologi HPV

4
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker sehingga
menimbulkan gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang
mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Apabila sel karsinoma
telah mendesak pada jaringan syaraf akan timbul masalah keperawatan nyeri.
Pada stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggu kerja sistem urinaria
menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yang menimbulkan masalah
keperawatan resiko penyebaran infeksi. Keputihan yang berkelebihan dan berbau
busuk biasanya menjadi keluhan juga, karena mengganggu pola seksual pasien
dan dapat diambil masalah keperawatan gangguan pola seksual. Gejala dari
kanker serviks stadium lanjut diantaranya anemia hipovolemik yang
menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga timbul masalah keperawatan
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami beberapa
efek samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan
terjadi diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan
( biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut
menimbulkan masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sedangkan efek dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan kering
sehingga akan timbul masalah keperawatan resiko tinggi kerusakan integritas
kulit. Semua tadi akan berdampak buruk bagi tubuh yang menyebabkan
kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan tubuh berkurang dan resiko injury
pun akan muncul. Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher
rahim ini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya. Kecemasan tersebut bisa
dikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman status
kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu
dihubungkan dengan kematian.

2.4 Epidemiologi HPV


Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut
rahim setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat
laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki

5
jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data 17
rumah sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432
kasus di antara 918 kanker pada perempuan (Imam Rasjidi. 2009).
Salah satu penyebab kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma Virus
(HPV). HPV ditularkan melalui aktivitas seksual terutama pada usia yang dini,
dengan banyak pasangan seksual, dan juga melalui sentuhan kulit di wilayah
genital (skin to skin contact) (Bobak et al., 1993).
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks
sebesar 76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium
lanjut, yaitu stadium II B-IV B, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium III B,
yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3%. Data yang
didapatkan dari YKI cabang Kalimantan Selatan di Banjarmasin tahun 2008 yang
melakukan pap smear sebanyak 167 orang, ditemukan kanker servik 13 orang,
sedangkan tahun 2009 sebanyak 365 orang melakukan pemeriksaan pap smear
dan 596 orang melakukan IVA , serta 10 orang atau sekitar 1 % menderita kanker
servik stadium lanjut, dari beberapa orang yang melakukan pemeriksaan tersebut
didapatkan 40% mendapatkan hasil positif diduga mengalami kelainan pada
serviknya yang mengarah pada kanker serviks. Apabila dideteksi pada stadium
awal, kanker serviks invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi,
sebesar 92% untuk kanker lokal. Kebanyakan para penderita kanker serviks yang
meninggal diakibatkan keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan
umum yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, serta keterbatasan sumber
daya dan keterbatasan sarana (Imam Rasjidi. 2009).

2.5 Manifestasi Klinik HPV


Infeksi virus HPV sering kali tidak menimbulkan gejala. Namun pada
beberapa kasus, virus ini dapat bertahan hingga menimbulkan gejala berupa:
1. Kutil yang tumbuh di bahu, lengan, dan jari tangan yang terasa kasar. Kutil
ini dapat terasa sakit dan rentan mengalami perdarahan.
2. Kutil yang tumbuh pada telapak kaki (plantar warts)

6
3. Kutil di daerah wajah. Biasanya memiliki permukaan yang datar (flat
warts). Pada anak-anak, lebih sering muncul di daerah rahang bawah.
4. Kutil di kelamin, berbentuk seperti kembang kol dan bisa tumbuh pada
kelamin wanita maupun laki-laki. Selain di kelamin, kutil juga bisa
tumbuh di dubur dan menimbulkan rasa gatal.
5. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
6. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama (75% - 80% ).
7. Perdarahan yang terjadi diluar senggama.
8. Perdarahan spontan saat defekasi.
9. Perdarahan diantara haid.
10. Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.
11. Anemia akibat pendarahan berulang.
12. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf.

2.6 Cara Penularan HPV


Berbeda dengan penyakit menular seks pada umumnya, HPV memiliki
cara sendiri untuk menular dan cukup susah untuk diprediksi.
1. Penularan melalui sentuhan langsung pada area yang terinfeksi. HPV tidak
hanya ada pada area kemaluan saja. HPV juga bisa ada di sekitar mulut
dan leher. Menyentuh area itu bisa menularkan virus dengan instan.
2. Virus HPV tahan dengan kondisi sekitar, bahkan bisa menempel di rambut
kemaluan. Kalau Anda menggunakan handuk bergantian, kemungkinan
penularan HPV masih ada.
3. Kontak fisik yang intim seperti bercinta apa pun jenisnya.
4. Menggunakan kondom tidak akan mencegah penularan HPV meski bisa
mengurangi paparan area yang terdampak

2.7 Pemeriksaan Diagnostik HVP


1. Sitologi

7
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous ( tes PAP )
sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya
melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitologi adalah cara Skrining
sel - sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian
diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.
2. Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkopi,
suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga
rendah dengan sumber cahaya didalamnya (pembesaran 6 - 40 kali). Kalau
pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel - sel yang
mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan
vascular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan
metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat )
terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSP tidak terlihat seluruhnya
atau hanya terlihat sebagian kelainan didalam kanalis serviskalis tidak
dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara konisasi.Biopsi harus
dilakukan dengan tepat dan alat biopsy harus tajam sehingga harus
diawetkan dalam larutan formalin 10%.
4. Konisasi
Konosasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut ( konus ),
dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik,
tindakan konisasi selalu dilanjutkan dengan kuretase.Batas jaringan yang
dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi.Jika karena suatu
hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes
Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan lugol ( yodium
5g, kalium yodida 10g, air 100ml ) dan eksisi dilakukan diluar daerah
dengan tes positif ( daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol ).
Konikasi diagnostik dilakukan pada keadaan - keadaan sebagai berikut : 1.

8
Proses dicurigai berada di endoserviks. 2. Lesi tidak tampak seluruhnya
dengan pemeriksaan kolposkopi. 3. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan
atas dasar specimen biopsy. 4. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan
histopatologik.
5. Test Iva
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara
sederhana untuk mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca
E. Bertiani, 2009) IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks)
dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah
memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5% (Wijaya Delia,
2010). Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat
mendeteksi lesi tingkat pra kanker (high-Grade Precanceraus Lesions)
dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai
prediksi positif (positive predective value) dan nilai prediksi negatif
(negative predective value) masing-masing antara 10-20% dan 92-97%
(Wijaya Delia, 2010).
Serviks yang diberi larutan asam asetat 5% akan merespon lebih
cepat daripada larutan 3%. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik
sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapat hasil gambaran
serviks yang normal (merah homogen) dan bercak putih (displasia) (Novel
S Sinta,dkk,2010).
Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung
leher rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada
perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan
dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi
merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan
pra kanker. Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa
langsung diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang
menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari
90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan metode diagnosis yang hanya
membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker bisa

9
dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak
berkembang menjadi kanker stadium lanjut. Metode krioterapi adalah
membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada suhu yang amat
dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area tersebut mati dan
luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat (Samadi
Priyanto. H, 2010).

2.8 Penatalaksanaan Keperawatan pada Pasien HPV


Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi radiasi
eksternal anatara lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang digunakan untuk
prosedur. Selama terapi yaitu memilih kulit yang baik dengan menganjurkan
menghindari sabun, kosmetik, dan deodorant. Pertahankan kedekuatan kulit dalam
perawatan post [pengobatan antara lain hindari infeksi, laporkan tanda - tanda
infeksi, monitor intake cairan, beri tahu efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah
pengobatan, dan melakukan perawatan kulit dan mulut. Dalam terapi radiasi
internal yang perlu dipertimbangkan dalam perawatan umum adalah teknik isolasi
dan membatasi aktivitas, sedangkan dalam perawatan pre insersi antara lain
menurunkan kebutuhan untuk enema atau buang air besar selama beberapa hari,
memasang kateter sesuai indikasi, latihan nafas panjang dan latihan rom dan
jelaskan pada keluarga tentang pembatasan pengunjung. Selama terapi radiasi
perawatannya yaitu monior tanda - tanda vital tiap 4 jam. Memberikan posisi semi
fowler, berikan makanan berserat dan cairan parenteral sampai 300ml dan
memberikan support mental. Perawatan post pengobatan antara lain menghindari
komplikasi post pengobatan ( tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia ),
monitor intake dan output cairan. (Bambang sarwiji, 2011)

2.9 Pencegahan HPV


Risiko tinggi pada perempuan mulai pada umur 20 tahun dimana
menandakan bahwa perempuan usia remaja dan telah mengalami menstruasi harus
mulai memperhatikan kesehatan reproduksinya. Salah satu program pencegahan
kanker serviks yaitu menggunakan vaksinasi HPV (human papilloma virus)

10
seharusnya sudah diperoleh dan diketahui remaja perempuan dalam proses
pendidikan baik dilingkungan sekolah maupun kampus serta melalui media cetak
maupun elektronik (Berlian Rachmani, 2012).
Infeksi HPV berisiko tinggi merupakan penyebab terjadinya kanker
serviks, sehingga tindakan skrining mengalami pergeseran yang semula ditujukan
untuk pencegahan sekunder bergeser menjadi tujuan pencegahan primer.
Mencegah terjadinya infeksi HPV berisiko tinggi merupakan pencegahan primer
dan dianggap lebih penting.
Pencegahan primer hanya mungkin dilakukan dengan deteksi terjadinya
infeksi HPV risiko tinggi terlebih dahulu Identifikasi terjadinya infeksi HPV
risiko tinggi dapat dilakukan dengan Hybrid Capture (HC) atau dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR). Selain itu, berbagai macam cara mendeteksi
HPV, antara lain dengan Vira Pap, Vira Type, dan HPV Profile. Dengan metode-
metode tersebut dapat diidentifikasi kelompok HPV risiko rendah (HPV tipe 6, 11,
42, 43 dan 44), dan risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, 31, 33 , 35, 39, 45, 51, 52, 56
dan 58).
Pemeriksaan HC dinilai lebih mudah dilakukan dalam program skrining
karena mampu mendeteksi LSIL, ASCUS dan HSIL secara lebih sensitif
dibandingkan dengan peme- riksaan pap smear, walaupun dengan spesifisitas
yang lebih rendah. Pemeriksaan HC saja hanya mampu mendeteksi infeksi HPV
risiko tinggi tetapi tidak mampu mendeteksi kelainan sel prakanker sehingga
spesifisitas HC lebih rendah jika dibandingkan dengan pap smear.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Human papilloma virus (HPV) adalah virus deoxyribonucleic acid (DNA)
untaian ganda yang menular secara seksual dan menginfeksi permukaan kulit dan
mukosa epitel (Kahn, 2009). Infeksi HPV pada genitalia merupakan infeksi yang
sering terjadi dan bersifat asimtomatik (Rusmil, 2008). Terdapat 100 tipe HPV
yang telah diketahui. Beberapa diantaranya berperan dalam terbentuknya lesi
prakanker, kanker leher rahim, dan kutil kelamin (WHO, 2007).
Human Papilloma Virus (HPV) tergolong family Papovaviridae.
Penyebab infeksi tersering adalah HPV serotipe 6 dan 11. HPV adalah virus DNA
epiteliotropik (menginfeksi epitel, menginduksi proliferasi sel epitel atau
papilloma), juga menyebabkan lesi mukokutaneus genital pria maupun wanita.
HPV ditularkan melalui aktivitas seksual terutama pada usia yang dini, dengan
banyak pasangan seksual, dan juga melalui sentuhan kulit di wilayah genital (skin
to skin contact) (Bobak et al., 1993).
Cara penularan HPV diantaranya melalui sentuhan langsung pada area
yang terinfeksi, kontak fisik yang intim seperti bercinta apa pun jenisnya, dan saat
menggunakan kondom saat berhubungan seksual namun tidak akan mencegah
penularan HPV tapi dapat mengurangi paparan area yang terdampak. Pemeriksaan
diagnostik HVP dengan cara sitologi, kolposkopi, biopsi, konisasi, dan test iva.
Pencegahan primer hanya mungkin dilakukan dengan deteksi terjadinya
infeksi HPV risiko tinggi terlebih dahulu Identifikasi terjadinya infeksi HPV
risiko tinggi dapat dilakukan dengan Hybrid Capture (HC) atau dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR). Selain itu, berbagai macam cara mendeteksi
HPV, antara lain dengan Vira Pap, Vira Type, dan HPV Profile. Dengan metode-
metode tersebut dapat diidentifikasi kelompok HPV risiko rendah (HPV tipe 6,
11, 42, 43 dan 44), dan risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, 31, 33 , 35, 39, 45, 51, 52,
56 dan 58).

12
3.2 Saran
Untuk mahasiswa agar mengetahui bahwa penyakit kankan ker serviks
yang disebabkan oleh HPV sangat berbahaya, sehingga kami menyarankan agar
berhati-hati dengan pergaulan bebas yang berkelanjutan dengan seks bebas.
Pencegahan penyakit yang disebabkan oleh HPV ialah melalui pengendalian yang
meliputi pemeriksaan serologis dan pengobatan penderita

13
DAFTAR PUSTAKA

Andrijono. 2007. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks.


Jakarta: Dapertemen Obstetri dan Ginekologi FK UI. Vol. 58 No. 5.
Anita Herawati., dkk. Hubungan Pengetahuan Dan Motivasi Karyawan Rumah Sakit
Sari Mulia Untuk Melakukan Vaksinasi HPV. Dinamika Kesehatan. 2018:
Vol.9, No.1.
Delia, Wijaya. 2010. Pembunuh Ganas Itu Bernama Kanker Serviks. Yogyakarta :
Sinar Kejora.
Bambang Dwipoyomo. 2007. Kanker Serviks dan Vaksin HPV, Staf Medik
Fungsional Ginekologi Onkologi RS. Kanker “Dharmais”
Berlian Rachmani, Zahroh Shaluhiyah. 2012. Sikap Remaja Perempuan Terhadap
Pencegahan Kanker Serviks Melalui Vaksinasi HPV di kota Semarang.
Semarang : Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. Vol. 11 (34-41).
Imam Rasjidi. 2009. Epidemiologi Kanker Serviks. Tangerang : Indonesian
Journal of Cancer Vol. III, No. 3 (103-108)
Jawetz, Melnick. 2000. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, Ed. 16. Jakarta:
EGC.
Novel S.Sinta dkk. 2010. Kanker Serviks dan Infeksi Human Pappilomavirus
(HPV). Jakarta : Javamedia Network.
Sukaca, Bertiani E. (2009). Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks.
Yogyakarta: Penerbit Genius.
Samadi Priyanto. H. 2010. Yes, I Know Everything Abaut Kanker Servik.
Yogyakarta : Tiga Kelana.
Tjhay, Fransisca. Risiko Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) Pada Penyakit
Menular Seksual. Damianus Journal Of Medicine. 2011: Vol,10, No.1.

14

Anda mungkin juga menyukai