Anda di halaman 1dari 29

HUMAN PAPILOMAVIRUS (HPV)

Disusun oleh:

1. Maula Kemal Ahsan


Dosen:
2. Alsa Salsabilla

3. Eka Nur

4. Kristia Desti Adilah


Mahmudah S.Si.M.Biomed
5. Nur Anisa Isti Qomah

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

(AHLI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS)

FAKULTAS KESEHATAN ANALIS KESEHATAN UNIVERSITAS


MH. THAMRIN

JAKARTA

2019

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tinjauan Pustaka
yang berjudul “HPV” tepat pada waktunya. Penulisan tugas ini merupakan
salah satu tugas untuk mempresentasikan materi Hepatitis pada mata
kuliah Virologi. Dalam penyusunan tugas ini,banyak sumber-sumber
materi yang diambil dalam menyusun makalah ini seperti artikel penelitian,
buku panduan pratikum, dan jurnal jurnal hepatitis. Penulis menyadari
bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan
kritik membangun, sangat penulis harapkan demi perbaikan tugas serupa
di waktu berikutnya. Semoga tugas ini juga dapat memberi manfaat bagi
pihak yang berkepentingan.
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7
2.1. Virus HPV...................................................................................................7
2.2. Toksonomi..................................................................................................8
2.3. Epidemiologi HPV......................................................................................8
2.4 Jenis – jenis Virus HPV..............................................................................9
2.5. Siklus Hidup Virus HPV............................................................................11
2.6. Patogenesis.............................................................................................12
2.7. Manifestasi Klinis.....................................................................................16
2.8. UJI LABORATORIUM..............................................................................25
2.9. Pengobatan..............................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
BAB I PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan


manusia karena menjadi faktor dalam menunjang segala aktifitas hidup
seseorang. Tapi terkadang banyak yang mengabaikan kesehatan dan
menganggap remeh akibat dari pola dan gaya hidup yang semaunya dan hal ini
berkaitan dengan kondisi kesehatan dan kemungkinan penyakit yang dapat
dialami.

HPV tidak membahayakan kita yang dapat menyebabkan kanker, namun


keberadaannya sangat meresahkan dan mengganggu kita. Kanker serviks atau
sering dikenal dengan kanker mulut rahim adalah kanker yang terjadi pada servik
uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk
ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama
(vagina). Kanker serviks atau leher rahim merupakan penyebab utama kematian
karena kanker di kalangan perempuan di Indonesia.

Hal ini disebabkan karena mayoritas penderita datang untuk berobat


ketika keadaan kesehatannya telah kritis atau ketika penyakitnya sudah stadium
lanjut. Untuk itu, pemeriksaan kesehatan dengan tes pap smear perlu dilakukan
secara rutin sebagai deteksi dini. Adapun gejala-gajala yang timbul antara lain
hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan drastis, keputihan yang yang
berlebihan serta tidak kunjung sembuh dan berbau sangat busuk, adanya cairan
kekuningan disekitar area genital juga bisa menjadi petunjuk infeksi HPV yang
merupakam virus penyebab utama kanker serviks, rasa nyeri yang berlebihan
dan pendarahan saat bersenggama, perdarahan abnormal dari vagina
( perdarahan di luar siklus menstruasi), haid tidak normal, rasa nyeri yang
berlebihan selama haid, periode menstruasi yang lebih lama dan lebih berat
daripada sebelumnya, nyeri tulang panggul dan tulang belakang, nyeri pada
anggota gerak (kaki), terjadi pembengkakan pada area kaki, pembengkakan
pada betis dan paha, keluarnya feaces menyertai urin melalui vagina, nyeri saat
buang air kecil, Unusual discharge berat atau peningkatan vagina, perdarahan
pada masa pra atau paska menopause, hingga terjadi patah tulang panggul.
Sistem pakar ini dapat mendeteksi user kemungkinan positif terkena
kanker serviks sebelum memeriksakan diri ke laboratotium, dengan syarat
sebagian besar dari gejala-gejala diatas benar-benar pasti dirasakan oleh user
tersebut karena gejala-gejala tersebut merupakan ciri khas dari kanker serviks
terutama adanya cairan kekuningan disekitar area genital yang bisa menjadi
petunjuk infeksi HPV yang merupakam virus penyebab utama kanker serviks,
keputihan yang berbau 3 busuk dan pendarahan yang abnormal, rasa nyeri yang
berlebihan dan pendarahan saat bersenggama dll. Langkah selanjutnya adalah
segera periksakan ke dokter untuk penanganan lebih lanjutnya. Melihat kondisi
tersebut Masyarakat Indonesia sangat membutuhkan informasi yang lebih cepat,
up to date, terperinci dan jelas tentang HPV. Solusi dari permasalahan tersebut
yaitu dengan membangun aplikasi sistem pakar untuk diagnosa infeksi virus HPV
dan cara penanganannya berbasis web sebagai media untuk memberikan
informasi tentang kanker serviks beserta penyebab, dampak dan cara
penanganannya. Dengan adanya sistem pakar berbasis website ini yang
nantinya akan dikelola oleh Yayasan Kanker Indonesia yang bertempat di jalan
Kejaksaan no.43 Bandung diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat umum dalam mewaspadai penyakit ini.

Sistem pakar dalam menghadapi suatu masalah sering ditemukan


jawaban yang tidak memiliki kepastian penuh. Ketidakpastian ini bisa berupa
probabilitas atau kebolehjadian yang tergantung dari hasil suatu kejadian.Hasil
yang tidak pasti disebabkan oleh dua faktor yaitu aturan yang tidak pasti dan
jawaban pengguna yang tidak pasti atas suatu pertanyaan yang diajukan oleh
sistem. Untuk mengatasi solusinya yaitu dengan menerapkan certainty factor
pada sistem pakar yang akan dibangun guna mengetahui seberapa besar
ketepatan diagnosanya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan HPV?
2. Bagaimana klasifikasi taksonomi virus HPV?
3. Apa saja jenis virus HPV?
4. Bagaimana siklus hidup dari virus HPV?
5. Bagaimana patogenesis virus HPV?
6. Bagaimana penularan virus HPV?
7. Bagaimana pemeriksaan laboratorium untuk deteksi virus HPV?
8. Bagaimana pengobatan virus HPV?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang penyakit HPV


2. Untuk mengetahui klasifikasi virus HPV
3. Untuk mengetahui perbedaan dari jenis virus HPV
4. Untuk mengetahui siklus hidup dari virus HPV
5. Untuk mengetahui patogenesis virus HPV
6. Untuk mengetahui cara penularan virus HPV
7. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium dalam deteksi virus
HPV
8. Untuk mengetahui cara pengobatan virus HPV
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Virus HPV


Human papillomavirus (HPV), anggota papillomavirus, adalah virus
DNA beruntai ganda dan menghasilkan efek sitopatik pada epitel. Infeksi
mukosa genital bersifat persisten dan multifokal dan dapat bersifat
subklinis.

Lebih dari 30 hingga 40 jenis HPV biasanya ditularkan melalui


kontak seksual dan menginfeksi daerah anogenital. Beberapa jenis HPV
yang ditularkan secara seksual dapat menyebabkan kutil kelamin. Infeksi
persisten dengan tipe HPV "risiko tinggi" berbeda dari yang menyebabkan
kutil kulit, dapat berkembang menjadi lesi prakanker dan kanker invasif.
Infeksi HPV adalah penyebab hampir semua kasus kanker serviks;
namun, sebagian besar infeksi dengan jenis ini tidak menyebabkan
penyakit.

Semua infeksi HPV melibatkan penularan dari satu orang yang


terinfeksi ke orang lain melalui kontak langsung dengan kulit. Ini dapat
terjadi melalui penularan dari kulit ke kulit melalui epidermis karena kontak
langsung dari virus kutil plantar dengan kulit yang rusak, secara seksual
selama hubungan seksual, atau secara oral selama aktivitas seksual atau
ciuman. Infeksi HPV simptomatik hanya merupakan puncak gunung es .
Pelepasan asimptomatik jauh lebih umum pada wanita dengan HIV / AIDS
dan pencegah asimptomatik memiliki potensi tinggi untuk menyebarkan
virus. Pelepasan HPV / DNA tanpa gejala dari daerah perianal tampaknya
sangat umum, 78,9% pada pasien AIDS dengan stadium penyakit lanjut.
2.2. Toksonomi

Famili : Papovaviridae

Genus : Papovavirus

Spesies : - Polyomavirus (Hewan)

- Papillomavirus (Manusia)

2.3. Epidemiologi HPV


Angka infeksi HPV tinggi dan mengalami peningkatan, lebih dari 40 juta
orang dewasa yang aktif secara seksual di Amerika Serikat mengidap virus ini.
Didapatkan sekitar 500.000 kasus pertahunnya.6 Sekitar 30–60% orang akan
mengalami infeksi HPV di kehidupannya, tetapi prevalensi klinis kurang daripada
1%.5 Prevalensi kutil genital populasi umum sangat terbatas. Lima persen wanita
menikah pada King County, Washington, dilaporkan memiliki riwayat kutil genital.
Infeksi subklinik biasa terjadi. DNA HPV ditemukan pada sekitar 6% pria dan
10% wanita tanpa tanda klinis infeksi. Kebanyakan kasus terdiagnosis pada
dewasa muda usia 16–25 tahun.1 Adanya faktor-faktor seperti kehamilan,
pasangan seksual multipel, infeksi vagina (seperti kandidiasis, trikomoniasis atau
vaginosis bakterial), immunosupresi dan pasien diabetik akan meningkatkan
risiko angka kejadian infeksi.6,7 Tahun 1996, infeksi HPV adalah diagnosis
tersering penyakit menular seksual viral di Inggris.3

Di Amerika Serikat kenaikan sekitar delapan kali insiden kutil genital


pada periode 1950–1954 dan 1975–1978 (dari 13 per 100.000 menjadi 106 per
100.000), selama tahun-tahun ini juga terdapat kenaikan penyakit menular
seksual lainnya di Eropa dan Amerika Utara dan terjadi juga peningkatan
populasi dewasa muda yang aktif secara seksual. Di Kuopio, Finlandia tahun
1985–1986 dengan fokus wanita usia 22 tahun melalui pemeriksaan sitologik
Pap smear didapatkan prevalensi infeksi HPV sekitar 3% dari 1.289 wanita pada
awal penelitian dan insiden 1.069 wanita yang diikuti selama setahun
diperkirakan menjadi 7%.
Penelitian Rochester (1970), Minnesota dilaporkan insiden kutil genital
sekitar 1,06 dari 1.000 populasi. Di Boras, Swedia (1990), insiden kutil genital
diperkirakan 2,4 per 1.000 populasi. Penelitian di Rochester dan Boras, insiden
kutil genital 30% sampai 40% lebih tinggi wanita dibandingkan pria. Walaupun
penelitian ini berbasis populasi, insiden akan diperkirakan lebih rendah, karena
sensitivitas sitologik dan diagnosis klinis kedua infeksi ini, lebih rendah daripada
sensitifitas diagnosis berdasarkan deteksi DNA dari HPV. Disayangkan, populasi
berbasis insiden deteksi DNA HPV tidak pernah dipublikasikan.

2.4 Jenis – jenis Virus HPV

Tidak seperti kelompok virus lain, PV tidak disebutkan oleh


serotipe. Klasifikasi virus ini didasarkan pada spesies asal dan tingkat
hubungan antara genom virus.8 Mereka diklasifikasikan ke dalam jenis
yang berbeda dengan membandingkan urutan nukleotida genom virus
mereka.

HPV dikelompokkan ke dalam genera yang berbeda, yang pada


gilirannya dibagi menjadi spesies yang berbeda yang mengandung satu
atau lebih genotipe. Setiap genotipe dikelompokkan ke dalam subtipe dan
varian tergantung pada kesamaan urutan di wilayah L1. 4. Hingga saat ini,
sekitar 100 jenis HPV telah dikarakterisasi sepenuhnya. 4 Selain semua
HPV ini yang telah diurutkan secara penuh, ada sejumlah besar tipe
tambahan yang urutan genetiknya belum diperoleh melalui metode
konvensional.
Genera HPV yang berbeda memiliki kesamaan kurang dari 60%
dalam urutan nukleotida dari kapsid utama protein L1 ORF. Spesies virus
yang berbeda dalam genus yang sama memiliki kesamaan sekitar 60%
hingga 70%. Ini dianggap sebagai tipe HPV baru ketika genomnya
menunjukkan variasi lebih besar dari 10% pada gen L1, E6 dan E7, dan
bila dibandingkan dengan jenis HPV yang sebelumnya dikenal.
Perbedaan antara 2 dan 10% mewakili subtipe baru dan variasi di bawah
2% adalah varian tipe. 4
HPV dikelompokkan ke dalam genera berikut: Alpha-, Beta-,
Gamma-, Mu- dan Nu-papillomavirus. Genera lain termasuk PV yang
diisolasi pada mamalia dan burung. Pengelompokan filogenetik kadang-
kadang mencerminkan kesamaan biologis dan patologis, tetapi sering ada
perbedaan. Sebagai contoh, berbagai jenis dan spesies dari genus yang
sama dapat menampilkan karakteristik yang sama sekali berbeda dan
masih termasuk dalam genus yang sama.
A. Alpha-papillomavirus (Supergroup A)
HPV dengan tropisme untuk epitel genital adalah bagian dari grup
ini. Namun, beberapa jenis yang termasuk dalam genus ini menyebabkan
kutil yang umum. Genus ini mencakup jenis HPV yang menghadirkan
risiko tinggi untuk kanker serviks seperti HPV 16 dan 18, yang masing-
masing dialokasikan pada spesies 9 dan 7 dari genus ini, serta jenis HPV
risiko rendah seperti HPVs 6 dan 11, keduanya dalam spesies 10. Pada
saat yang sama, genus yang sama ini termasuk tipe HPV non-mukosa,
seperti HPV 7 - yang terkait dengan kutil kulit pada tukang daging dan
penangan daging, unggas dan ikan, HPV yang ditemukan pada spesies 4
(HPVs 2, 27 dan 57) ), dan yang ditemukan pada spesies 2 (HPVs 3 dan
10), yang menyebabkan kutil pada kulit. 4,8,10
B. Beta-papillomavirus (Supergroup B - Subgroup B1)
Mereka dibagi menjadi lima spesies yang berbeda. HPVs 5 dan 8,
yang termasuk dalam spesies 1 dari genus ini, adalah yang paling umum
diidentifikasi pada kulit individu dengan epidermodysplasia verruciformis
(EV). Genus ini juga melibatkan HPV kulit yang terdeteksi pada kulit
populasi secara umum tanpa lesi kulit, menunjukkan keberadaan dan
kejadian infeksi asimtomatik yang tinggi. 4,5,8,10
C. Gamma-papillomavirus (Supergroup B - Subgroup B2)
Ini mencakup lima spesies berbeda dengan tujuh jenis berbeda
yang menyebabkan lesi kulit: HPV 4, 48, 50, 60, 88, 65, dan 95. 4,5,8
D. Mu-papillomavirus (Supergroup E)
Ini termasuk HPVs 1 dan 63. HPV 1 adalah anggota yang paling
banyak dipelajari dari grup ini dan menyebabkan kutil umum dan palmar.
4,5,8
E. Nu-papillomavirus (Supergroup E)
Hanya memiliki satu spesies yaitu HPV 41.

2.5. Siklus Hidup Virus HPV

Siklus hidup HPV terjadi hanya pada keratinosit yang sedang


berdiferensiasi. Pada infeksi yang tidak menyebabkan keganasan (lesi
jinak), DNA virus diatur secara terpisah dengan DNA sel leher rahim
sebagai episome. Pada infeksi yang menyebabkan keganasan, DNA virus
akan berintegrasi dengan genom sel leher rahim yang menyebabkan
terjadinya mutasi.

Integrasi HPV-DNA mengganggu atau menghilangkan bagian E2.


Fungsi E2 adalah sebagai down-regulation transkripsi E6 dan E7.
Gangguan fungsi E2 akan meningkatkan ekspresi E6 dan E7. Kedua
protein tersebut masing-masing mensupresi gen p53 dan gen Rb
(retinoblastoma) yang merupakan gen penghambat perkembangan tumor.
Apabila fungsi gen tersebut terganggu, maka neoplasma akan terbentuk.
Pada lesi jinak, protein E6 tidak mengakibatkan efek pada stabilitas p53
sedangkan E7 mengikat Rb dengan afinitas yang rendah. Selanjutnya
produk protein E5 akan meningkatkan aktivitas mitogen-activated protein
kinase. Hal tersebut menyebabkan peningkatan respon seluler terhadap
faktor pertumbuhan dan diferensiasi.
2.6. Patogenesis

Virus Papilloma hanya dapat bertambah banyak pada epitel


skuamosa bertingkat, tidak dapat tumbuh pada kultur sel biasa. Serangan
terjadi pada peralihan epitel kolumnar kanal servikal dengan epitel
skuamosa bertingkat serviks bagian luar. Kutil jinak adalah tumor self-
limiting yang akan mengalami regresi setelah beberapa lama.
Keistimewaan kutil kulit jinak adalah hiperkeratosis (proliferasi yang masif
dari lapisan kera-tin dermis). Awal formasi kutil mungkin, trauma epitel dan
masuknya virus ke dalam satu atau beberapa sel dari lapisan germinal
basal. Secara karakteristik, infeksi HPV epitel mempunyai lapisan
hyperplastic prickle cell (acanthosis) dengan stratum korneum yang terdiri
dari satu atau dua lapisan sel parakeratotik. Papila dermal memanjang
dan terdapat batasan tajam dengan dermis. Infeksi virus menstimulasi
perkem-bangan sel, menghasilkan ketebalan irregular lapisan sel dan
lapisan granular yang terdiri dari sel dengan HPV intranuklear. Sel ini,
yang disebut dengan koilocytes, merupakan sel skuamosa matur, yang
menunjukkan perubahan kromatin nuklear dan halos vakuolar perinuklear
dan menonjol pada hapusan Papanicolaou (Pap smears) dari sel servikal
yang ter-kelupas dari wanita dengan infeksi HPV servikal. Ada-nya
koilocytes ini merupakan marker histologik dari virus.Terkenanya HPV
pada dewasa biasanya terjadi melalui kontak kulit ke kulit (umumnya
kontak seksual dengan pasangan yang memiliki infeksi klinis atau
subklinis), dengan inkubasi 3 minggu sampai 8 bulan, rata-rata sekitar 3
bulan.

Kutil menyebar secara difus ke seluruh daerah vulva. Pertumbuhan


veruka akan menimbulkan bentuk lain atau gabungan, membentuk
perkembangan cauliflower besar, yang mempengaruhi kulit, dibanding
labia mayora, pe-rineum dan daerah perianal. Perkembangan akan terlihat
pada wanita usia reproduksi, sebagian besar penularan secara
seksual.Infeksi seringkali asimptomatik dan menjadi karier beberapa
tahun, mungkin seumur hidup. Pada penelitian, kutil genital timbul hampir
dua pertiga kontak pasien yang memiliki kutil genital kasat mata, dalam
tiga bulan sejak dimulainya hubungan seksual.Virus dapat meng-infeksi
kulit vulva, perineum, dinding vagina, serviks dan rektum, sedangkan
kontak orogenital dapat me-nyebabkan kutil di mulut atau bibir. Kutil
sering multipel, secara perlahan membesar ukurannya, dapat menyebar
secara langsung ke kulit perianal tanpa terjadinya hubungan anal sex.11
Integrasi sekuens HPV ke dalam genom seluler seringkali menyertai
progresivitas keganasan. Peran HPV sebagai penye-bab kanker
anogenital, diketahui berdasarkan hasil banyak penelitian molekuler dan
epidemiologi. Meski-pun karsinoma serviks, penis, vagina, vulva, dan
anus secara morfologi sama dan diakibatkan oleh transmisi seksual, tetapi
insiden kanker serviks 5–50 kali lebih tinggi daripada kanker skuamosa
traktus genitalis lainnya, kecuali kanker anus pada pria homoseksual.
Lebih sering terjadinya kanker serviks dan kanker anus pria homoseksual
daripada kanker traktus lain, karena HPV belum diketahui secara jelas.
Kedua tipe kanker ini meningkat pada daerah epitel metaplastik yang
umumnya terjadi karena infeksi HPV.

Metapla-sia merupakan proses berubahnya epitel kolumnar yang


menghasilkan mukus pada porsio ektoserviks saat lahir, diganti epitel
skuamosa. Permukaan endoserviks dan ektoserviks mengalami
perubahan secara dramatik berupa metaplasia skuamosa selama
perjalanan hidup wanita, yang kemungkinan akibat pengaruh fisik,
hormonal atau berbagai penyebab infeksi seperti HPV. Perubahan terjadi
pada batas epitel skuamosa dan epitel kolumnar (squamousco-lumnar
junction) yang menyusut cepat ke dalam kanalis endoserviks, daerah ini
dinamakan daerah transformasi (transformation zone), yang di dalam
epitel metaplasia ini, sebagian besar patologi serviks seperti awal kanker,
dapat terjadi. Konsep lesi pre kan-ker pertama kali didapatkan, sebagai
sel epitel nor-mal yang berdekatan dengan karsinoma skuamosa invasif,
diganti dengan lapisan sel tebal, yang secara morfologis identik sel tumor
invasif, daerah ini dinamakan Carcinoma in situ (CIS). Bentuk lain lesi
serviks tidak begitu jelas perbedaan morfologinya dengan CIS, yaitu
displasia, dinamakan Cervical intraepithelial neoplasia (CIN), keadaan ini
sebagai perubahan morfologi paling awal yang berhubungan dengan
karsinoma serviks. Yang tergolong lesi epi-thelial serviks non invasif
adalah displasia ringan, sedang dan berat atau CIS. E6 dan E7 adalah
dua gen viral yang selalu berada dan diekspresikan pada tumor, kedua
onkoprotein ini dari tipe risiko tinggi, bukan tipe risiko rendah, yang cukup
digunakan untuk kultur.

Penelitian menunjukkan, E6 dan E7 dapat mandiri memperpanjang


jangka waktu hidup sel pada kultur dan juga melibatkan perubahan
selular. HPV sel epitel, secara umum tidak tumorigenik tetapi jangka waktu
lama kultur, dapat spontan menum-buhkan derivat tumorigenik atau dapat
terinduksi pengobatan karsinogen. Onkoprotein E6, E7 pada HPV risiko
tinggi memberikan beberapa fungsi kritis perkembangan neoplasia.

Pertama, E7 mengacaukan sinyal secara normal mencegah masuknya


sel ke dalam fase sintesis (S), saat sel meninggalkan la-pisan basal.
Meningkatnya jumlah sel yang berproli-ferasi, meningkatkan juga jumlah
sel yang menjadi target perubahan genetika, yang selanjutnya menjadi
neoplasia.

Kedua, E6, E7 menyebabkan kerusakan DNA dan mengganggu sinyal


pertumbuhan lainnya. Inaktifasi siklus sel menyebabkan instabilitas
genetika dan kegagalan untuk mengeliminasi sel yang berpotensi
perubahan merusak, yang berperanan dalam perkembangan neoplasia.

Ketiga, E6 mengaktifkan ekspresi telomerase, sehingga proliferasi sel


terus berlanjut. Perkembangan kanker invasif memerlukan aktivasi gen
yang menyebabkan penetrasi pada membran basalis, merubah interaksi
dengan matriks sehingga terjadi pertumbuhan stroma dan jaringan lain,
serta keperlu-an faktor pertumbuhan baru. Perubahan sitogenetika
menyertai tumorigenisitas. Inaktivasi menyebabkan instabilitas genetika
yang berlanjut menimbulkan perubahan genetika baru yang diperlukan
untuk tumorigenisitas. Walaupun demikian, tidaklah jelas apakah onkogen
virus mendorong ekspresi gen se-cara langsung pada proses invasif dan
metastase.

Data epidemiologi menunjukkan bahwa pada beberapa infeksi HPV,


terjadi regresi spontan, perkembangan menjadi lesi intraepitelial
berhubungan dengan persistensi virus. Gen HPV mampu menetap pada
sel normal dan tidak mengadakan transformasi. Hal ini menunjukkan
perubahan sekunder berperan penting pada karsinogenesis serviks
berkaitan HPV, yang dapat terjadi sebagai konsekuensi langsung infeksi
HPV atau tidak langsung melalui peranan kofaktor alami (innate) atau
yang didapat (acquired). Penelitian epide-miologi saat ini difokuskan pada
kofaktor yang dapat menerangkan perjalanan alami infeksi HPV dan hu-
bungan terbentuknya lesi dan kanker serviks. Faktor-faktor tersebut:
merokok, penggunaan kontrasepsi hormonal, koinfeksi penyakit menular
seksual lainnya (HIV, Chlamydia), faktor pertumbuhan, imunitas hos-pes.
Faktor lain yang berperan pada kanker serviks meliputi smegma, infeksi
berulang, kontak seksual pertama pada usia lebih muda, dan pasangan
seksual yang banyak.
2.7. Manifestasi Klinis

HPV adalah virus dengan distribusi di seluruh dunia. Kutil virus

adalah infeksi virus yang sangat umum, dengan perkiraan insiden 7 hingga

10% pada populasi Eropa dan 1% pada populasi A.S.14 Angka-angka ini

meningkat 50 hingga 100 kali pada individu yang mengalami gangguan

kekebalan; misalnya, pada penerima transplantasi ginjal, mencapai lebih dari

90% 15 tahun setelah transplantasi. Kutil terjadi pada segala usia dan insiden

meningkat selama usia sekolah, dengan puncak pada masa remaja dan awal

masa dewasa.
Kutil adalah manifestasi klinis yang paling umum dan khas dari infeksi
HPV. Mereka adalah tumor pleomorfik yang diinduksi oleh virus yang
mempengaruhi berbagai lokasi, terutama kulit ekstremitas, mukosa, kulit
genital, dan mukosa laring dan oral.

Karakteristik histopatologis virus kutil adalah papillomatosis,


hiperkeratosis dengan parakeratosis yang menonjol, hipergranulosis, dan
acanthosis. Rete ridge dari kutil biasa memanjang dan pada titik batas radial
menuju pusat lesi (arborisasi). Karakteristik yang paling penting dalam kutil
umum dari papilloma lainnya adalah: a) koilosit (sel kecil yang dikosongkan
dengan nukleus basofilik bulat kecil yang didukung oleh halo dan sitoplasma
pucat, yang terletak di stratum spinosum dan stratum granulosum); mereka
mewakili efek sitopatik virus, b) baris vertikal parakeratosis, dan c) fokus
butiran keratohyalin. Perubahan ketiga ini terbukti pada kutil muda yang aktif
atau muda.

Beberapa penulis menghargai fitur histologis khusus untuk setiap jenis


HPV. Dengan demikian, pemeriksaan histopatologis akan membantu dalam
menyelesaikan berbagai jenis virus. Peneliti lain tidak setuju bahwa HPV
yang berbeda menentukan pola histologis yang berbeda yang mewakili
karakteristik dari setiap jenis virus; oleh karena itu, tidak akan ada perbedaan
antara histologi dan tipe HPV.

Kutil datar menunjukkan hiperkeratosis dan acanthosis. Papillomatosis


dan area parakeratosis tidak kalah, dengan hanya sedikit memperpanjang
rete ridges yang ditangkap. Ada vakuolisasi difus dan memperbesar ukuran
sel dengan sentralisasi nukleus yang menjadi sangat basofilik dan pyknotic
pada lapisan spinosus dan granular. Kutil palmoplantar superfisial (grafis)
menghadirkan aspek histopatologis yang mirip dengan kutil biasa.
Sedangkan kutil palmoplantar dalam (myrmecia), mereka ditandai dengan
menghadirkan, di lapisan granular dan spinosus, granula keratohyalin
bertambah dan eosinofil yang membentuk badan inklusi tidak tersedia di
sitoplasma keratinosit.

A. Lesi Kulit Jinak


1. Kutil Umun
adalah papula atau nodul individual dengan permukaan kasar. Lesi
dapat tunggal atau multipel, dengan ukuran bervariasi dan biasanya
tanpa gejala. Pertemuan lesi dapat membentuk massa yang besar.
Mereka terjadi di bagian manapun dari integumen, tetapi lebih sering
terjadi pada punggung tangan dan jari. Lokasi yang sering terjadi pada
anak-anak adalah lutut.

18
Kutil yang terisolasi mungkin tetap tidak berubah selama berbulan-

bulan atau bertahun-tahun, atau sejumlah besar lesi baru dapat berkembang

dengan cepat dalam waktu singkat. Perkembangan kutil tidak dapat

diprediksi. Sekitar 65% kutil menghilang secara spontan dalam dua tahun.

Usia dan jumlah lesi pasien tampaknya tidak mempengaruhi prognosis.

Jenis HPV yang paling terlibat dalam lesi kutil umum atau verruca

vulgaris (VV) adalah: HPV 25.21, HPV 27, HPV 57 21.22 (jenis HPV yang

terkait erat dengan HPV 2), HPV 4 5.23 dan HPV 1. 24.25 HPV 7 adalah

jenis kutil yang paling sering ditemukan pada tukang daging dan juga

dijelaskan pada penangan ikan dan unggas.

2. Kutil Platar
Kutil yang terjadi pada daerah plantar. Mereka mungkin berada
dalam, dan bentuk presentasi ini dikenal sebagai myrmecia. Mereka
umumnya menyakitkan dan disebabkan oleh HPV 1. Ketika dikembangkan
lebih dangkal, membentuk plak hiperkeratotik, mereka disebut kutil mosaik,
yang kurang menyakitkan dan biasanya disebabkan oleh HPV 2. HPV 4 juga
terdeteksi dalam lesi kutil plantar.
3. Kutil Datar
Kutil datar sedikit terangkat, berwarna kulit atau berpigmen
(kecoklatan, sedikit kekuningan), dengan permukaan rata, halus atau agak
kasar. Mereka bulat atau poligonal dan ukurannya berkisar dari 1 hingga 5
mm atau lebih. Wajah dan punggung tangan adalah lokasi yang paling
umum. Kutil mungkin banyak dan seringkali terdapat distribusi lesi linear yang
berhubungan dengan lesi yang diekskoriasi atau trauma lainnya (fenomena
Koebner). Regresi spontan sering terjadi, biasanya didahului oleh
peradangan lesi. Jenis HPV yang paling sering terdeteksi dalam lesi kutil
datar adalah HPV 3 dan HPV 10.

19
4. Kutil Filiform
Adalah lesi bertangkai, bersikulasi yang tumbuh secara tegak lurus
atau miring dalam kaitannya dengan permukaan kulit. Mereka muncul
sebagai lesi terisolasi atau multipel yang mempengaruhi terutama
wajah dan leher. Ini adalah variasi morfologis dari kutil yang umum dan
tipe HPV yang ditemukan tampaknya sama dengan yang ditemukan
pada lesi kutil yang umum, terutama HPV 2.

5. Kutil Berpigmen
Secara klinis, kutil berpigmen menghadirkan warna yang bervariasi
dari abu-abu hingga coklat kehitaman, dan secara histopatologis, kutil

20
tersebut menyajikan badan inklusi sitoplasma homogen spesifik. Jenis HPV
yang terdeteksi dalam lesi ini adalah HPV 4, 60 dan 65.

B. Lesi Kulit Wajah

1. Penyakit bowen
Penyakit Bowen (BD) adalah karsinoma sel skuamosa in situ
yang kadang berkembang menjadi karsinoma invasif. Menurut
literatur, HPV, khususnya jenis mukosa berisiko tinggi, sering
ditemukan pada lesi penyakit Bowen ekstra genital (EGBD),
terutama di daerah periungual, di tangan dan lebih jarang di kaki.
Deteksi virus di lokasi ini menunjukkan autoinokulasi dari lesi
genital. 34 Peran HPV sudah mapan dalam BD genital, tetapi tidak
sepenuhnya diklarifikasi dalam bentuk ekstra genitalnya. 35 Dalam
EGBD, deteksi HPV tidak terbatas pada ekstremitas (kaki, tangan,
daerah periungual). HPV risiko tinggi juga ditemukan pada lesi
EGBD tanpa adanya lesi genital. 35 Jenis HPV lain telah terdeteksi
pada EGBD, seperti HPV 2, HPV mukosa 6 dan 11 risiko rendah,
HPV 54, 58, 61, 62, 73, HPV 58 terdeteksi dalam EGBD yang
terletak pada siku, jari tangan dan kaki yang berhubungan dengan
serviks. dan karsinoma vulva, HPV kulit seperti HPV 27, HPV 76
dan HPV-EV 20 dan HP-EV 23. Pada 2005, Zheng et al. 35
mengevaluasi sampel dari 41 pasien dengan EGBD dan
mendeteksi HPV mukosa berisiko tinggi di 7% dari lesi (HPV 16
dan 33) dan HPV kulit (HPV 27 dan 76) di 5% dari mereka. Pada
lesi dengan HPV risiko tinggi, viral load tinggi dan demonstrasi DNA
virus dalam nukleus sel-sel dari lapisan spinosus dan bagian dari
lapisan basal dalam jaringan yang terkena EGBD mudah terdeteksi
oleh in situ.
2. BASAL AND SQUAMOUS CELL CARCINOMAS
Peran pasti HPV dalam pengembangan kanker kulit
nonmelanoma (NMSC) - karsinoma sel skuamosa (SCC) dan

21
karsinoma sel basal (BCC) - belum sepenuhnya ditentukan.36
Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa HPV memiliki potensi
penting dalam proses kulit karsinogenesis
Hubungan antara HPV dan NMSC diamati pada pasien dengan
imunokompeten dan individu yang mengalami gangguan
kekebalan. Pada yang terakhir, deteksi positif DNA virus dalam lesi
lebih tinggi dan keberadaan berbagai jenis HPV dalam lesi yang
sama lebih sering terjadi. 13,37,39 Lebih dari 90% penerima
transplantasi ginjal yang melakukan transplantasi lebih dari 15
tahun yang lalu akan mengembangkan kutil virus; dan 40% akan
mengembangkan NMSC, yaitu risiko 50 hingga 100 kali lebih tinggi
daripada populasi umum. Pada kelompok pasien ini, tidak seperti
apa yang diamati pada populasi umum, tipe NMSC yang paling
umum adalah SCC, dalam perkiraan rasio 3: 1, dan lesi cenderung
multipel dan lebih agresif. 15 Dalam lesi SCC dari penerima
transplantasi ginjal, HPV-EV adalah yang paling umum ditemukan.
Deteksi HPV pada lesi ini tinggi, mencapai hingga 80-88%. 32,37
Deteksi jenis baru HPV-EV adalah umum, serta koinfeksi dari lesi
yang sama dengan lebih dari satu jenis HPV. Pada lesi BCC,
deteksi HPV lebih rendah.

C. Lesi mucosal jinak

1. Hyperplasia Epithelial Fokal


Hiperplasia epitel fokal (FEH) atau penyakit Heck adalah
penyakit yang jarang terjadi pada mukosa mulut. Ini memiliki jalur
yang jinak dan dikaitkan dengan HPV 13 dan 32. 41 Ini lebih umum
pada anak-anak dan wanita dan menyajikan dominasi ras yang
jelas, lebih umum di antara orang Indian Amerika, Eskimo, dan
beberapa komunitas Afrika. Secara klinis ditandai oleh beberapa

22
papula kecil, berwarna merah muda, individu atau plak pembentuk
(Gambar 6). Lesi tidak menunjukkan gejala dan cenderung
mengalami regresi spontan. Lokasi yang paling umum adalah bibir
bawah. Lebih jarang, FEH mempengaruhi bibir atas, lidah, mukosa
mulut, orofaring, langit-langit mulut dan dasar mulut.

D. Lesi Mucosal Malignan

1. PENYAKIT BOWEN DARI GENITALIA


Karsinoma in situ atau BD genitalia dikaitkan dengan HPV risiko
tinggi, terutama HPV 16.45. Secara klinis, ini muncul sebagai plak,
biasanya tunggal, tanpa kecenderungan regresi spontan dan
berpotensi berkembang menjadi SCC. Beberapa penulis
menganggap bahwa BD mukosa berhubungan dengan eritroplasia
dari Queyrat (EQ). Namun, peneliti lain percaya bahwa mereka
adalah entitas dengan pola histologis yang berbeda. Lesi khas EQ
adalah eritematosa, beludru, plak terang dengan atau tanpa
infiltrasi, yang dapat memengaruhi kelenjar, preputium, uretra,
vulva, mukosa mulut, lidah, dan konjungtiva. Perkembangan EQ

23
menjadi SCC terjadi pada lebih dari 30% kasus dan lebih tinggi dari
yang diamati dalam kaitannya dengan BD. Studi tentang deteksi
tipe HPV pada lesi EQ jarang terjadi. HPV 16 adalah yang paling
umum ditemukan dan HPV-EV 8 juga telah terdeteksi.

2. Kanker Vulvar
Kanker vulva invasif biasanya didahului oleh vulvar
intraepithelial neoplasia (VIN) atau karsinoma serviks dan
seringkali berkembang dari kutil kelamin yang sudah lama terjadi.
Deteksi HPV pada lesi SCC vulva berkisar antara 30% hingga 70%
.47 Deteksi HPV pada kanker vulva jauh lebih rendah daripada
karsinoma serviks. Ini mungkin karena sensitivitas metode deteksi
yang digunakan atau adanya tipe HPV baru yang belum
teridentifikasi yang mungkin ada pada lesi. HPV 16 adalah jenis
yang paling banyak diamati pada karsinoma vulva. HPV 18, 21, 31,
33 dan 34 juga telah terdeteksi pada lesi ini.

3. Kanker penis
Secara klinis, lesi mengeras, nodular, ulserasi atau erosif dan
dapat timbul permukaan verukosa. Deteksi HPV pada lesi kanker
penis mencapai kepositifan 40-70% dan tipe yang paling sering
adalah HPV.
4. Kanker servix
Sejumlah besar lesi pada daerah serviks berhubungan dengan
HPV, dari kelainan sitologi yang baru jadi dan displasia dengan
derajat yang bervariasi hingga kanker serviks. Hubungan sebab
akibat antara HPV dan kanker serviks diamati pada sekitar 90%
hingga 100% kasus. 49 Infeksi serviks oleh beberapa jenis HPV
adalah prekursor dalam genesis neoplasia serviks, meskipun
faktor-faktor lain berkontribusi pada pengembangan neoplasia.

HPV 16 dan 18 adalah dua jenis karsinogenik yang paling penting


dan mencakup sekitar 70% karsinoma serviks dan 50% kadar

24
neoplasia intraepitel 3. HPV 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52 dan 58 juga
telah terdeteksi di lesi kanker serviks

25
2.8. UJI LABORATORIUM
HPV tidak tumbuh pada media kultur konvensional dan metode
diagnostik serologis memiliki akurasi terbatas. Diagnosis infeksi
HPV dibuat oleh histopatologi lesi11 atau deteksi DNA virus dalam
sel yang terinfeksi

Teknik hibridisasi dan reaksi rantai polimerase (PCR) adalah


metode yang digunakan untuk deteksi HPV.

Di antara teknik hibridisasi yang digunakan adalah sebagai berikut:


1. Southern blot memiliki spesifisitas dan sensitivitas tinggi. Ini
memungkinkan perkiraan jumlah DNA dalam lesi. Ini memiliki
keterbatasan karena keragaman jenis HPV yang tinggi, karena
tidak mendeteksi DNA dari urutan virus yang tidak diketahui.
2. Dot blot dan reverse blot adalah teknik yang melelahkan yang
menghadirkan sensitivitas dan akurasi yang baik.
3. Hibridisasi in situ menggunakan probe radiolabeled dan
memungkinkan lokalisasi topografi DNA virus dalam sel dan
jaringan. Meskipun sensitivitas teknik ini terbatas, itu adalah
metode terbaik untuk menilai distribusi HPV dalam lesi dan
memungkinkan untuk pelokalan virus dengan menggunakan
penanda lain.
4. Pengambilan hybrid non-radioaktif: teknik ini aman, mudah
dilakukan dan diperbanyak. Ini menyajikan akurasi yang baik untuk
lesi mukosa
5. Polymerase chain reaction (PCR) adalah metode yang paling
sensitif. Ini juga merupakan yang paling banyak digunakan untuk
deteksi virus dan aplikasi utamanya terkait dengan situasi di mana
jumlah DNA yang tersedia terbatas. Pertama, perlu mengekstraksi
bahan genetik yang akan digunakan. Setelah mengekstraksi DNA,
campuran (premiks) yang mengandung deoksiribonukleotida

26
trifosfat (dATP, dCPT, dGTP, dTTP), primer (oligonukleotida), enzim
DNA polimerase, dan larutan buffer ditambahkan. Seluruh
campuran ini dikirim ke pengendara sepeda termal, yang berjalan
dalam siklus suhu yang telah ditentukan sebelumnya, dengan
periode waktu tertentu untuk setiap langkah reaksi (denaturasi,
anil, perpanjangan). Hasil PCR divisualisasikan sebagai pita berat
molekul spesifik untuk fragmen DNA yang diperkuat oleh
elektroforesis pada poliakrilamida atau gel agarosa, menggunakan
pewarnaan dengan etidium bromida.

2.9. Pengobatan
Sebagian besar kasus HPV dapat hilang dengan sendirinya tanpa
diobati. Namun bagi yang telah terdiagnosis mengalami infeksi HPV,
terutama wanita yang mengalami kutil kelamin, dokter kandungan akan
menganjurkan penderita untuk melakukan tes kembali dalam waktu 1 tahun.

Kunjungan ulang ke dokter ini bertujuan untuk mengetahui apakah


penderita masih terinfeksi HPV dan adakah perubahan sel pada serviks
(leher rahim), yang berisiko menimbulkan kanker serviks.

Sedangkan untuk mengobati kutil yang muncul akibat infeksi HPV,


tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter adalah:

Pemberian obat oles :

Untuk kutil di kulit, dokter dapat memberikan obat oles yang berisi asam
salisilat. Asam salisilat berfungsi mengikis lapisan kutil secara bertahap.

Pemberian Vaksin :

27
Berdasarkan analisis terhadap beberapa penelitian, vaksin HPV
idealnya diberikan kepada anak perempuan dan laki-laki pada usia 9-12
tahun. Tujuannya adalah untuk memberikan kekebalan terhadap infeksi HPV
sebelum penerima vaksin aktif melakukan hubungan seksual. Vaksin HPV
akan bekerja lebih baik jika diberikan pada saat masih remaja, dibanding
ketika diberikan sesudah dewasa.

Namun, bila belum menerima atau belum lengkap menerima vaksin


HPV saat usia 9-12 tahun, vaksin HPV dapat diberikan kepada perempuan
berusia 13-26 tahun. Vaksin HPV juga dapat diberikan kepada perempuan
yang sudah aktif melakukan hubungan seksual. Namun, perlu diingat bahwa
vaksin ini tidak dapat mengobati infeksi HPV yang sedang terjadi.

Peringatan Vaksin HPV

Vaksin HPV tidak direkomendasikan untuk diberikan kepada


perempuan yang sedang hamil atau kepada orang yang sedang sakit berat.
Selain itu, vaksin HPV sebaiknya tidak diberikan kepada orang yang memiliki
alergi terhadap komponen vaksin atau pernah mengalami alergi setelah
diberikan vaksin HPV sebelumnya. Bagi Anda yang memiliki alergi terhadap
lateks atau ragi, beri tahu dokter sebelum menerima vaksin HPV.

Meskipun vaksin HPV tidak disarankan untuk diberikan kepada ibu


hamil, sejauh ini vaksin HPV tidak menimbulkan efek samping kepada janin.
Namun, jika ibu hamil ingin mendapatkan vaksin ini, dia harus menunggu
hingga persalinannya selesai.

28
DAFTAR PUSTAKA

scielo.br/scielo.php?pid=S036505962011000200014&script=sci_arttext&tlng=en

Crawford LV, Crawford EM. A comparative study of polyoma viruses.


Virology. 1963;21:258-63

Tyring SK. Human papillomavirus infections: epidemiology, pathogenesis,


and host immune response. J Am Acad Dermatol. 2000;43:S18-26

Bernard HU. The clinical importance of the nomenclature, evolution and


taxonomy of human papillomaviruses. J Clin Virol. 2005;32S:S1-S6

rth G. Human Papillomaviruses Associated with Epidermodisplasia


Verruciformis in Non-Melanoma Skin Cancers: Guilty or Innocent? J Invest
Dermatol. 2005;125: XII-XIII.

Fransisca Tjhay. Risiko Infeksi Human Papilloma Virus (Hpv) Pada Penyakit
Menular Seksual. 2011, 24-30

29

Anda mungkin juga menyukai