Anda di halaman 1dari 16

CLOSTRIDIUM TETANI

Dr. Sri Amelia


Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Medan
2005

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya.
Pada paper ini penulis mengambil judul Clostridium tetani, agar kita dapat
lebih mengenal dan mengetahui tentang mikroorganisme penyebab penyakit tetanus
ini. Adapun paper ini merupakan salah satu syarat untuk melengkapi berkas penulis
dalam mendapatkan fungsional sebagai dosen Fakultas Kedokteran USU.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Dr. Sofyan Lubis selaku Ketua Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
USU , atas bimbingannya dalam penulisan paper ini.
Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalam

Penulis
Dr. Sri Amelia

DAFTAR ISI
Pendahuluan

Morfologi.

Fisiologi.

Resistensi

Struktur antigen..

Transmisi....

Toksin

Patogenesis.

Gambaran klinis.

11

Diagnosis...

11

Komplikasi.

12

Pengobatan

12

Prognosis

13

Pengendalian..

13

Daftar pustaka

15

CLOSTRIDIUM TETANI
Sri Amelia
Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU

Pendahuluan
Clostridium tetani termasuk salah satu spesies dari Clostridium yang penting
dalam dunia kedokteran, karena dapat menyebabkan penyakit tetanus (lo ckjaw) pada
manusia. Organisme ini pertama kali ditemukan oleh Kitasato pada tahun 1889.1
Di negara berkembang penyakit tetanus ini jarang terjadi. Biasanya terjadi
pada ibu hamil yang tidak mendapatkan imunisasi, pada saat melahirkan bayinya
akibat kurang sterilnya alat pemotong tali pusat dapat menimbulkan tetanus pada bayi
( tetanus neonatorum). Pada orang dewasa biasanya setelah tejadi trauma atau luka
yang terkontaminasi. Dengan karakteristik spasme dari otot terutama otot rahang
yang biasa disebut trismus atau lockjaw. Walaupun dengan kemajuan pengobatan,
tingkat kematian penyakit ini masih tinggi khususnya pada bayi dan orang tua.1
Bakteri ini banyak tersebar luas di tanah, tinja kuda dan hewan peliharaan
lainnya. Clostridium tetani merupakan kuman berbentuk batang, gram positif,
berspora, dapat bergerak dan hanya tumbuh dalam keadaan anaerob,1,2
Ada 4 spesies dari Clostridium yang penting dalam dunia kedokteran : 2
1. Clostridium tetani , penyebab penyakit tetanus.
2. Clostridium botulinum, penyebab botulisme.
3. Clostridium perfringens, dapat menyebabkan keracunan makanan.

4. Clostridium difficile, menyebabkan colitis pseudomembranosa.

Morfologi
Clostridium tetani berbentuk batang yang panjang dan halus dengan ukuran
panjang berkisar 3-8 m dan lebar 2-5 m. Pada pewarnaan termasuk dalam golongan
bakteri gram positif, tetapi pada biakan yang lama dapat menjadi bakteri gram
negative. Bakteri ini juga dapat bergerak aktif karena memiliki flagella peritrich.1,2
Clostridium tetani mempunyai ciri khas memiliki spora yang lebih besar dari
diameter badan kumannya sehingga kelihatan menggembung. Letak spora biasanya di
terminal dari badan kuman sehingga bakteri ini kelihatan seperti raket tennis
(Gambar 1). Spora ini tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan gram dan terlihat
seperti bagian kosong dari badan kuman. Pada biakan yang lama, sel vegetatif akan
rusak dan melepaskan sporanya menjadi spora yang bebas.

Gambar 1. Clostridium tetani dengan karakteristik seperti raket tennis.3

Fisiologi
Kuman ini hanya dapat tumbuh dalam suasana yang anaerob (obligate
anaerob) dengan temperature pertumbuhan 37C dan pH optimum 7,4. . Hal ini
disebabkan kuman ini tidak mampu menggunakan oksigen sebagai akseptor hydrogen
akhir dan tidak mempunyai sitokrom, serta sitokrom oksidase sehingga tidak dapat
memecah hydrogen proksidase. Karena itu bila terdapat oksigen, H 2O2 cenderung
tertimbun sampai mencapai level toksik. Yang dapat menyebabkan kuman ini akan
mati.1,2,5

Gambar 2. Clostridium tetani dengan endospora di terminal.4

Untuk mendapatkan suasana anaerob dapat dilakukan dengan 2 cara : 2


1. Lempeng agar atau tabung reaksi diletakkan dalam anaerobic jar (bejana
anaerob), dimana udara dibuang dan diganti dengan nitrogen dan CO 2 10%
atau oksigen juga dapat dibuang dengan menggunakan gaspack.

2. Kultur cair diletakkan dalam tabung panjang yang mengandung jaringan


hewan segar (misalnya cincangan daging rebus) atau agar-agar 0,1% dari
Tioglikolat. Dan ditambahkan paraffin diatasnya untuk menciptakan suasana
anaerob.
Bakteri anaerob hanya dapat melangsungkan metabolismenya pada potensial reduksi
oksidasi negative (E1) yaitu dalam lingkungan yang sangat kuat mereduksi.1,2
Bentuk koloni pada Clostridium tetani, akan kita temukan

koloni yang

tumbuh tipis yang meluas dalam jalinan filament yang halus pada agar darah. Pada
agar darah juga akan membentuk daerah hemolisis. Pada media cooked meat broth
dijumpai pertumbuhan kuman dalam jumlah kecil setelah 48 jam.1,6

Resistensi
Spora dari Clostridium tetani resisten / tahan terhadap berbagai macam
desinfectan dan pemanasan. Spora ini tidak akan mati pada perebusan selama 20
menit. Saat ini cara terbaik untuk membunuh spora ini dengan autoclave pada suhu
120C selama 15 menit. 1

Struktur antigen
Antigen flagella (H), somatic (O) dan antigen spora dapat dijumpai pada
Clostridium tetani. Antigen spora berbeda dari antigen H dan antigen O pada sel
somatic. Organisme ini dapat dibagi menjadi 10 tipe berdasarkan antigen flagellarnya.
Clostridium tetani mempunyai kelompok agglutinasi somatic tunggal untuk semua
strain yaitu dengan menggunakan fluorescein-labeled antisera. Dan menghasilkan
7

neurotoksin dari tipe antigenic yang sama, yaitu tetanospasmin serta dinetralisasi
dengan antitoxin tunggal.1,2

Transmisi
Spora dari Clostridium tetani ini banyak tersebar luas di tanah dan dijumpai
pula pada tinja manusia dan hewan. Jalan masuk spora ke tubuh biasanya melalui
luka misalnya luka akibat tertusuk jarum pada kaki, penggunaan jarum suntik yang
tidak steril pada penderita ketergantungan obat, perawatan luka yang kurang baik.
Tapi spora yang masuk tidak bersifat invasive dia hanya yang terlokalisir di daerah
luka saja.. Jaringan yang rusak dan gangguan aliran darah pada luka serta lingkungan
yang anaerob merupakan tempat yang disukai oleh spora Cl. tetani ini
untukmembentuk kolonisasi.2,7
Tetanus bisa menyerang semua golongan umur. Di negara berkembang,
tetanus pada anak masih menjadi masalah besar. Biasanya disebabkan ketidaksterilan
alat pada pemotongan umbilicus bayi pada saat lahir atau sirkumsisi yang tidak steril.
Tercatat kematian neonatus akibat tetanus di Bangladesh berkisar antara 112 330
kasus.9 Dari Program nasional surveillance Tetanus di Amerika Serikat, diketahui ratarata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50 57 tahun. 7

Toksin
Sel vegetatif

dari Cl. tetani menghasilkan toksin tetanospasmin

(BM

150.000) yang tersusun oleh protease bacterial dalam dua peptide (BM 50.000 dan
100.000) dihubungkan oleh ikatan disulfida. Mulanya toksin berikatan dengan
8

reseptor prasinaps pada motor neuron. Kemudian bergerak ke hulu melalui sistem
transport aksonal retrograd menuju cell bodies neuron-neuron tesebut hingga medulla
spinalis dan batang otak. Toksin berdifusi ke terminal dari sel inhibitor, termasuk
interneuron glisinergik dan neuron yang mensekresi asam aminobutirat dari batang
otak. Toksin menurunkan sinaptobrevin, yaitu suatu protein yang berperan dalam
mengikat vesikel neurotransmitter pada membrane prasinaps. Pengeluaran glisin
inhibitor dan asam aminobutirat gama diblok dan motor neuron tidak dihambat.
hiperrefleksia , spasme otot dan paralysis spastic terjadi. Toksin dalam jumlah yang
sangat kecil bisa mematikan manusia.2

Patogenesis
Clostridium tetani bukanlah kuman yang bersifat invasive, dia tetap berada
pada daerah luka / jaringan yang rusak, tempat dimana spora masuk. Bila keadaan
memungkinkan yaitu dalam keadaan anaerob maka kuman ini berkembang dengan
cepat dan dapat menimbulkan toksemia. Keadaan anaerob ini biasanya terjadi karena
adanya :
a. Jaringan nekrotik.
b. Adanya garam kalsium.
c. Adanya kuman piogenik lainnya, maka spora akan menjadi bentuk
vegetatif dan eksotoksin yang dibentuk akan menjalar menuju Susunan
Saraf Pusat, melalui jaringan perineural, pembuluh darah atau pembuluh
limfe.

Pada Susunan Saraf Pusat toksin ini mengikat diri pada ganglion di batang otak dan
sumsum tulang belakang. Toksin bekerja secara blockade, dengan dikeluarkannya
mediator penghambat sinapsis neuron motorik. Hasilnya hiperrefleksia dan spasme
otot tubuh terhadap rangsangan apa saja. 2,5,8
Satu tetanospasmin yang sudah terikat dengan jaringan saraf tidak dapat lagi
dinetralisasi

dengan antitoxin. Tetanospasmin juga mengganggu system saraf

otonomik, Dengan manifestasi klinis seperti keringat yang berlebihan, turun naiknya
tekanan darah, takikardi dan arritmia cordis serta meningkatnya pelepasan
katekolamin. 9

Gambar 3. Gambaran skematis perjalanan Cl. tetani di dalam tubuh manusia. 4

10

Gambaran Klinis
Masa inkubasi penyakit tetanus ini berkisar antara 5 hari 15 minggu, ratarata 8-12 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului oleh ketegangan
otot terutama otot rahang (lock jaw) dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka
mulut (trismus) karena spasme dari otot maseter. Diikuti dengan kejang pada kuduk,
dinding perut dan sepanjang tulang belakang (opistotonus). Bila serangan kejang
tonik sedang berlangsung, tampak risus sardonicus, akibat spasme otot muka.
Serangan dapat dicetuskan oleh rangsang suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi
dapat juga timbul spontan. Karena kontraksi sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan
sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur columna vertebralis (pada anak).1,10
Ciri khas dari penderita tetanus ini, walau telah terjadi kejang tonik diseluruh
otot-otot bergaris, pasien masih dalam kesadaran penuh dan merasa sangat nyeri.
Kematian biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pernafasan. Angka kematian
tetanus secara umum masih sangat tinggi. 1,2

Diagnosis
Diagnosis biasanya berdasarkan gejala klinis dan anamnesis adanya luka,
misal : riwayat luka, berapa lama lukanya, keadaan luka, meskipun hanya 50 % pasien
tetanus menderita luka yang menyebabkannya meminta pertolongan medis. Diagnosa
banding utama adalah keracunan sriknin. Biakan anaerob dari jaringan luka yang
terkontaminasi dapat menunjukkan adanya C. tetani, tetapi biasanya pemberian

11

antitoksin tidak perlu menunggu hasil biakan ini. Jadi pada setiap kasus kecelakaan
tanpa gejala klinis sudah langsung diberikan pencegahan dengan suntikan ATS. 2,9
Bukti isolasi Cl.tetani harus didasarkan pada pembentukan toksin dan uji
netralisasi toksin dengan antitoksin yang spesifik.2

Komplikasi
Penyumbatan jalan nafas merupakan komplikasi utama pada penyakit tetanus
ini. Retensi urun dan konstipasi juga dapat terjadi akibat spasme otot sphincter. Pada
kasus berat terjadi gagal nafas dan payah jantung yang mengancam kelangsungan
hidup. 11

Pengobatan
Hasil pengobatan tetanus tidak memuaskan. Karena itu pencegahan sangat
penting. Pencegahan tetanus tergantung pada : 8
1. Imunisasi aktif dengan toksoid.
2. Perawatan yang baik pada luka yang terkontaminasi dengan tanah.
3. Pemakaian antitoksin sebagai pencegahan.
4. Pemberian penicillin.
Jadi bila dijumpai penderita yang menunjukkan gejala klinis tetanus yang harus
dilakukan adalah : 10
a. Memberikan bantuan ventilasi dengan pemberian oksigen.
b. Memberikan obat pelemas otot atau sedative, missal pemberian diazepam 0,5
1,0 mg / kgbb/ 4 jam, secara intavena.
12

c. Memberikan antitoksin dosis tinggi ( 3.000- 10.000 unit immunoglobulin


tetanus) secara intravena untuk menetralkan toksin yang belum terikat dengan
jaringan saraf. Namun kemanjuran antitoksin ini untuk pengobatan masih
diragukan, kecuali pada tetanus neonatorum, dimana pengobatan ini dapat
menyelamatkan nyawanya.
d. Pemberian Prokain Penicillin 1, 2 juta unit perhari dapat menghambat
pertumbuhan Clostridium tetani dan menghentikan toksin lebih lanjut.
Antibiotik ini juga dapat mengendalikan infeksi piogenik yang menyertainya.
e. Perawatan luka yang baik untuk menghilangkan jaringan nekrotik.
f. Isolasi untuk menghindari dari rangsang luar.
Bila individu yang sebelumnya telah diimunisasi lalu menderita luka yang
membahayakan, suatu dosis toksoid tambahan sebaiknya disuntikkan untuk
merangsang pembentukan antitoksin. 2

Prognosis
Prognosa jelek bila masa inkubasinya semakin pendek, cepat timbul kejang
dan pengobatan yang terlambat Tingkat kematian mencapai 40%, tapi dapat
diturunkan dengan adanya alat bantu pernafasan.11

Pengendalian
Imunisasi aktif secara massal dengan toksoid tetanus harus diwajibkan. Tiga
suntikan merupakan imunisasi dasar, diikuti degan dosis ulangan kira-kira satu tahun
kemudian. Suntikan booster toksoid diberikan waktu masuk sekolah. Setelah itu
13

diberikan booster dengan jarak 10 tahun untuk mempertahankan kadar serum


antitoksin lebih dari 0,01 unit per milliliter. Pada anak kecil. Toksoid tetanus sering
digabung dengan toksoid difteri dan pertusis. 1,3

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Joklik, Willet, Amos ; Zinsser Microbiology, Seventeenth Edition, AppletonCentury-Crofts, 1980, pp.847-851.
2. Jawetz, Melnick & Adelbergs, Medical Microbiology, McGraw-Hill
Companies Inc, Twenty Second Edition, 2001, pp.
3. Kenneth

Todar;

Bacteriology,

University
2005,

of

Winconsin-Madison

Available

from

Departement

URL

of
http:

//gsbs.utmb.edu/microbook/cho18.htm.
4. Kenneth

Todar;

Bacteriology,

University

2005,

of

Available

Winconsin-Madison
from

URL

http:

Departement

of

//textbook

of

bacteriology.net/clostridia.html.
5. Levinson & Jawetz, Medical Microbiology & Immunology, McGraw-Hill
Companies, Seventh Edition, pp. 109 110.
6. Tony Hart, Paul Shears; Atlas Berwarna Mikrobiologi Kedokteran, Copyright
Times-Mirros International Publishers Limitted, 1996, hal. 170 174.
7. Eugene W.Nester, Denise G. Anderson, C. Evans Roberts,Jr, Nancy N.
Pearsall, Martha T. Nester, Microbiology a Human Perspective, Fourth
Edition, Mc Graw Hill, 2004, pp. 698-701.
8. Staf pengajar FK UI, Mikrobiologi Kedokteran, Binarupa Aksara, 1993, hal.
126 127.

15

9. Lawrence M.Terney,Jr.MD, Stephen J.McPhee,MD, Maxine A.Papadakis,MD;


Current Medical Diagnosis & Treatment 2001, 40th edition, McGraw-Hill
Companies, 2001, pp.1357-1358.
10. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid 1, Edisi ketiga, Balai Penerbit FK UI, 1996, hal. 474 476.
11. Bongard, Sue, Current Critical Care Diagnosis & Treatment, Second Edition,
McGraw-Hill Companies, 2002, pp. 432 434.

16

Anda mungkin juga menyukai