Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Tetanus

Disusun oleh Kelompok 7 Arianti Kinanti Deni Hidayatus Moch Aji Dwi W Sefrina Fauziah

STIKES WIJAYA HUSADA BOGOR PROGRAM STUDI S1 Ilmu Keperawatan 2011/2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini .Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah, dan kami menyusun makalah ini bertujuan untuk penambahan wawasan dan sebagai pengetahuan. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Dan juga kepada pembimbing yang telah membantu untuk mengajarkan mata kuliah keperawatan medikal bedah. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca untuk memberikan tambahan pengetahuan, dan wawasan khususnya dalam bidang keperawatan medikal bedah. Apabila ada kesalahan dalam makalah ini kami mohon maaf.

Bogor, November 2011

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung

(opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan. Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit

BAB II PEMBAHASAN

PENGERTIAN TETANUS
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan, Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka. Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan. Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 1015 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah

pertanian. Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat. Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin (racun) kuman Clostridium tetani. Jadi yang berbahaya adalah toksin yang dihasilkan, dan bukan kumannya itu sendiri. Kuman ini hidupnya anaerob: artinya hidup di lingkungan yang miskin oksigen. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan serta di daerah pertanian.

ETIOLOGI
Kuman tetanus yang dikenal sebagai Clostridium Tetani; berbentuk batang yang langsing dengan ukuran panjang 25 um dan lebar 0,30,5 um, termasuk gram positif dan bersifat anaerob. Clostridium Tetani dapat dibedakan dari tipe lain berdasarkan flagella antigen.

Kuman tetanus ini membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan ujung yang butat, khas seperti batang korek api (drum stick) Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik tetapi mati dalam autoclaf bila dipanaskan selama 1520 menit pada suhu 121C. Bila tidak kena cahaya, maka spora dapat hidup di tanah berbulanbulan bahkan sampai tahunan. Juga dapat merupakanflora usus normal dari kuda, sapi, babi,

domba, anjing, kucing, tikus, ayam dan manusia. Spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam anaerob dan kemudian berkembang biak.

Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptik Kuman tetanus tumbuh subur pads suhu 17C dalam media kaldu daging dan media agar darah. Demikian pula dalam media bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat mengfermentasikan glukosa.

Kuman tetanus tidak invasif. tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmis merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik. tetapi stabil dalam bentuk murni dan kering. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejangkejang, Tetanolisin menyebabkan lisis dari selsel darah merah.

Berbagai keadaan yang dapat menyebabkan timbulnya suasana anaerob antara lain: (1) luka dalam, misalnya luka tusuk karena paku, pecahan kaca, pisau dan benda tajam lainnya; (2) luka karena tabrakan, kecelakaan kerja ataupun karena perang; (3) luka-luka ringan seperti luka gores atau gigitan serangga. Masuknya kuman hingga timbul gejala tetanus membutuhkan waktu antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul juga kesukaran membuka mulut. Pasien harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan yang lebih memadai. Penatalaksanaan meliputi perawatan luka serta pemberian anti toksin, anti kejang dan antibiotik. Faktor predisposisi

y y y y y y y y

Umur tua atau anak-anak Luka yang dalam dan kotor Belum terimunisasi Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik OMP, caries gigi Pemotongan tali pusat yang tidak steril. Penjahitan luka robek yang tidak steril.

PATOFISIOLOGI
Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl- ). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

y y

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

TANDA DAN GEJALA


 Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari.  Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak).  Kesukaran membuka mulut (trismus).  Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang.  Saat kejang tonik tampak risus sardonikus. GEJALA KELINIS

Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketgangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding

perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir

Gambaran umum yang khas pada tetanus

y y y y y

Badan kaku dengan epistotonus Tungkai dalam ekstensi Lengan kaku dan tangan mengepal Biasanya keasadaran tetap baik Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :  Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan  Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur

vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu:

Tahap awal

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung. y Tahap kedua Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut. Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka. Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.  Tahap ketiga Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.

Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan.

Secara klinis, tetanus dibedakan atas :  Tetanus lokal Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala ini dapat terjadi selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Bentuk ini dapat berkembang menjadi bentuk umum; kasus fatal kira-kira 1%.  Tetanus umum Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak, trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasmus otot maseter dapat terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan, biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada dalam kesadaran penuh.  Tetanus sefalik Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di kepala, wajah atau otitis media; banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanus tipe ini mempunyai prognosis buruk.

PEMERIKSAAN DIANOSTIK

 Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang  Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L  Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.  Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit  Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

KOMPLIKASI TETANUS

Bronkopneumoni Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola

penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.(Smeltzer ; Suzanne C, 2002 : 572) Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan.

Asfiksia dan sianosis Suatu keadaan dimana sekatan atau halangan pernafasan berlaku hingga

memyebabkan berlakunya kekurangan oksigen pada sel-sel badan.

PENCEGAHAN TETANUS

Pencegahan penyakit tetanus meliputi :  Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan  Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X  Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat  Pemberian anti tetanus serum.

PENATALAKSANAAN MEDIS

A. Umum Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan : 1. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV). 2. Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 36 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam. 3. Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa. 4. Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.

5. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang. 6. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif. 7. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit. 8. Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral 9. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien. 10. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine. 11. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama penyembuhan.

B. Pembedahan 1. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas. 2. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS

PENGKAJIAN

1. Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi. 2. Identitas orang tua  Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat.  Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat 3. Identitas sudara kandung. 4. Keluhan utama/alasan masuk RS. 5. Riwayat Kesehatan 6. Riwayat kesehatan sekarang. 7. Riwayat kesehatan masa lalu.  Ante natal care  Natal  Post natal care 8. Riwayat kesehatan keluarga. 9. Riwayat imunisasi 10. Riwayat tumbuh kembang  Pertumbuhan fisik  Perkembangan tiap tahap

11. Riwayat Nutrisi  Pemberian asi  Susu Formula  Pemberian makanan tambahan  Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini  Riwayat Psikososial  Riwayat Spiritual 12. Reaksi Hospitalisasi Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap. 13. Aktifitas sehari-hari  Nutrisi  Cairan  Eliminasi BAB/BAK  Istirahat tidur  Olahraga  Personal Hygiene  Aktifitas/mobilitas fisik  Rekreasi 14. Pemeriksaan Fisik  keadaan umum klien  Tanda-tanda vital  Antropometri  Sistem pernafasan  Sistem Cardio Vaskuler  Sistem Pencernaan

 Sistem Indra  Sistem muskulo skeletal  Sistem integument  Sistem Endokrin  istem perkemihan  Sistem reproduksi  Sistem imun  Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen 15. Pemeriksaan tingkat perkembangan  0 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial).  6 tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial).  Tes Diagnostik  Terapi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spasme otot pernafasan. 2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan 3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin ( bakterimia )

4. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah 5. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara 6. Gangguan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang 7. Resiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria 8. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang 9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya berhubungan dengan kurangnya informasi 10. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan sering kejang

INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spasme otot pernafasan Ditandai dengan : Ronchi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif disertai dengan sputum atau lender, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan : AGD abnormal (asidosis respiratotik) Tujuan: Jalan nafas efektif Kriteria: y y Klien tidak sesak, lender atau sleam tidak ada Pernafasan 16 18 kali/menit

y y y

Tidak ada pernafasan cuping hidunG Tidak ada tambahan otot pernafasan Hasil pemeriksaan laboratorium darah AGD dalam batas normal ( pH=7,35 7,45 ; PCO2= 35 45 mmHg, PO2 = 80 100 mmHg )

Intervensi dan rasional y Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi. Rasional : secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respirasi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas. y Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengar suara nafas (adakah ronchi) tiap 2 4 jam sekali. Rasional : ronchi menunjukan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau secret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas. y Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan lendir dengan melakukan section. Rasional : section merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan secret, sehingga mempermudah proses respirasi. y Oksigenisasi sesuai intruksi dokter. Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadi hipoksia y Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam. Rasional : dyspnea, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama. y Observasi timbulnay gagal nafas/apnea. Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilation)

Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret (mukolotik). Rasional : obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental sehingga mudah mengeluarkan dan mencegah kekentalan.

2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otototot pernafasan Ditandai dengan : Kejang rangsangan, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lender dan secret yang menumpuk. Tujuan : Pola nafas teratur dan normal Kriteria : y y y Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen Tidak sesak, pernafasan normal 16 18 kali/menit Tidak sianosis

Intervensi dan rasional : y Monitor irama pernafasan dan respirasi rate. Rasional : indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan, kemampuan dan irama nafas. y Atur posisi luruskan jalan nafas. Rasional : jalan nafas yang longgar tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar. y Observasi tanda dan gejala sianosis. Rasional : sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi klinik ketidakadekuatan suplai O2 pada jaringan tubuh perifer.

Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter. Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mncegah terjadinya hipoksia.

Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam. Rasional : dyspnea, sianosis merupan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang memanjang/lama.

Observasi timbulnya gagal nafas. Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilato)

Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah. Rasional : kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat mengakibatkan terjadinya asidosis respiratory.

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin (bakterimia) Ditandai dengan : Suhu tubuh meningkat menjadi 38 40 C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000/mm3 Tujuan : Suhu tubuh normal kriteria : y y Suhu kembali normal 36 37 C Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 10.000/mm3

Intervensi dan rasional :

Atur suhu lingkungan yang nyaman. Rasional : iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi

Pantau suhu tubuh tiap 2 jam. Rasional : identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah syok exhaustion

Berikan hidrasi atau minum yang adekuat. Rasional : cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari demam.

Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka. Rasional: perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.

Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang. Rasional : kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.

Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik. Rasional : obat-obatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati bakteri gram positif, atau bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.

Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit. pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih

Rasional : hasil 100.000/mm3

dari

mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.

4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah Ditandai dengan :

Intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg% Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria : y y y Berat badan optimal Intake adekuat Hasil pemeriksaan albumin 3,5 5 mg%

Intervensi dan rasional : y Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan dalam makan dan pentingnya makanan bagi tubuh. Rasional : dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesuliatan menelan dan kadang timbul reflex balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adekuat diharapkan klien dapat berpartisipasi dan kooperatif dalam program diet. y Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet TKTP cair, lunak, dan bubur kasar. Rasional : diet yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah y Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line. Rasioanal : pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyah atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi. y Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu. Rasional : NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat

BAB IV PENUTUP

KESIMPULAN

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani. Etiologi tetanus disebabkan oleh bakteri clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Tanda dan gejala tetanus antara lain : a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari, ketegangan otot rahang dan leher (mendadak), kesukaran membuka mulut (trismus), kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang, dan saat kejang tonik tampak risus sardonikus. Gambaran umum yang khas pada tetanus antara lain : Badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal, dan biasanya keasadaran tetap baik. Pemeriksaan diagnostic pada tetanus antara lain : Pemeriksaan fisik yaitu adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang, Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit, dan Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler. Pencegahan agar tidak terkena tetanus antara lain : Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan, Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X, Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat, dan Pemberian anti tetanus serum.

DAFTAR PUSTAKA

Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC

http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/2010/04/asuhan-keperawatan-pasiendengan_9221.html http://id.wikipedia.org/wiki/Tetanus

Anda mungkin juga menyukai