Pembimbing:
dr. Leny Indriani Lubis, M. Ked (DV), Sp.DV
Disusun Oleh:
Nadya Putri Amany
20360046
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan referat ini dengan judul
“Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan Manifestasi Duh Tubuh”. Penyelesaian referat ini banyak
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu adanya kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terimakasih yang sangat tulus kepada dr. Leny Indriani Lubis, M. Ked (DV), Sp.DV selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan memberi kesempatan
kepada kami untuk menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tidak lepas dari kekurangan karena keterbatasan
waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan dan saran yang
membangun. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat.
ii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. v
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................... 1
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR TABEL
Hal
1.
2.
Tabel 2.1. Manifestasi yang Membedakan untuk Duh Tubuh Vagina.............. 8
iv
DAFTAR GAMBAR
Hal
3.
4.
Gambar 2.1. Neisseria gonorrhoeae................................................................. 9
v
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Provinsi dengan angka kasus tertinggi pada tahun 2015 ialah DKI Jakarta sebesar 4.695
kasus, sedangkan jumlah kasus di Provinsi Kalimantan Barat sebesar 456 kasus. 1
Sebagian besar penduduk di Indonesia, terdapat lebih dari 40 juta penduduk
berusia remaja (15-24 tahun). Hal ini dapat menjadi potensi masalah seperti
penyalahgunaan akses informasi kemudian akan timbul masalah seksual disebabkan oleh
perkembangan seksual primer maupun sekunder dan rasa ingin tahu remaja yang tinggi.
Masalah sesksual dapat terjadi salah satunya disebabkan oleh perilaku seksual pranikah.
Perilaku seksual pranikah dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penularan IMS
termasuk HIV dan AIDS, pernikahan dini, dan aborsi. Perhatian dari berbagai pihak
terutama orang terdekat remaja (seperti 3 teman dan keluarga) sangat diperlukan,
khususnya terkait dengan akses remaja terhadap media informasi, pengetahuan kesehatan
reproduksi dan perilaku seksual pranikah. Kelompok remaja dan dewasa muda (usia 15-24
tahun) merupakan kelompok yang beresiko paling tinggi untuk tertular infeksi menular
seksual. Tiga juta kasus baru tiap tahun terjadi pada remaja. Remaja memiliki presentase
tertinggi pada virus dibandingkan kelompok umur lainnya. Satu dari 20 remaja tertular
infeksi menular seksual setiap tahunnya.3
Infeksi menular seksual tentunya memberikan dampak terhadap kesehatan organ
reproduksi seperti kematian janin dan neonatal pada sifilis yang terjadi saat kehamilan
sehingga dapat menyebabkan 305 ribu kematian janin dan neonatal dan 215 ribu bayi
beresiko lebih tinggi meninggal akibat prematur, berat badan lahir rendah atau penyakit
bawaan. Infertilitas juga menjadi salah satu dampak dari IMS seperti gonore dan klamidia
yang tidak diobati. Risiko terkena HIV karena IMS seperti sifilis dan infeksi Herpes
simplex 2 meningkatkan kemungkinan tertular infeksi HIV tiga kali lipat atau lebih.2
Dalam referat ini akan disajikan beberapa informasi mengenai infeksi menular
seksual dengan manifestasi duh tubuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Penyebab infeksi menular seksual ini sangat beragam dan setiap penyebab tersebut
akan menimbulkan gejala klinis atau penyakit spesifik yang beragam. Patogen penyebab
IMS meliputi beragam mikroorganisme meliputi: bakteri (Neisseria gonorrhoeae,
Chlamydia trachomatis), spirochaeta (Treponema pallidum), jamur (Candida albicans),
virus (Herpes Simplex Virus, Human Papilloma Virus, Human Immunodeficiency Virus),
protozoa (antara lain: Trichomonas vaginalis).6
3
4
b. Cairan tidak normal yaitu cairan dari vagina bisa gatal, kekuningan, kehijauan,
berbau atau berlendir.
c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu IMS pada wanita biasanya tidak
menyebabkan sakit atau burning urination.
d. Tonjolan seperti jengger ayam yang tumbuh disekitar alat kelamin
e. Sakit pada bagian bawah perut yaitu rasa sakit yang hilang muncul dan tidak
berkaitan dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi saluran reproduksi
(infeksi yang telah berpindah kebagian dalam sistemik reproduksi, termasuk tuba
fallopi dan ovarium)
f. Kemerahan yaitu pada sekitar alat kelamin.
2. Laki – laki
a. Luka dengan atau tanpa rasa sakit di sekitar alat kelamin, anus , mulut atau
bagian tubuh yang lain, tonjolan kecil – kecil , diikuti luka yang sangat sakit di
sekitar alat kelamin.
b. Cairan tidak normal yaitu cairan bening atau bewarna berasal dari pembukaan
kepala penis atau anus.
c. Sakit pada saat buang air kecil yaitu rasa terbakar atau rasa sakit selama atau
setelah urination.
d. Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di kantong zakar.
Dalam Infeksi menular seksual (IMS) yang dimaksud dengan perilaku resiko
tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai resiko besar terserang
penyakit tersebut. Yang tergolong kelompok resiko tinggi adalah :8
1. Usia
a. . 20 – 34 tahun pada laki – laki
b. 16 – 24 tahun pada wanita
c. 20 – 24 tahun pada pria dan wanita
2. Pelancong
3. PSK ( Pekerja Seks Komersial )
4. Pecandu narkotik
5. Homo seksual
5
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis dari IMS berdasarkan dari anamnesis, manifestasi klinis dan
pemeriksaan laboratorium IMS. Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan informasi
penting terutama pada waktu menanyakan riwayat seksual. Hal yang sangat penting dijaga
adalah kerahasiaan terhadap hasil anamnesis pasien. Riwayat seksual yaitu kontak seksual
baik di dalam maupun di luar pernikahan, berganti-ganti pasangan, kontak seksual dengan
pasangan setelah mengalami gejala penyakit, frekuensi dan jenis kontak seksual, cara
melakukan kontak seksual, dan apakah pasangan juga mengalami keluhan atau gejala yang
sama. Keluhan lain yang mungkin berkaitan dengan komplikasi IMS, misalnya erupsi
kulit, nyeri sendi dan pada wanita tentang nyeri perut bawah, gangguan haid dan
kehamilan.9
Manifestasi klinis dari IMS sangat beragam antara lain ulkus genitalia, uretritis,
servisitis, duh tubuh, kutil genitalia dan sebagainya. Penyakit IMS dengan karakteristik
ulkus genitalia adalah chancroid, herpes simpleks genital, granuloma inguinal,
limfogranuloma venerum dan sifilis. Penyakit IMS dengan karakteristik uretritis dan
servisitis adalah infeksi klamidia, gonore dan infeksi non-gonokokal. Penyakit IMS
dengan karakteristik duh tubuh vagina adalah bakterial vaginosis, trikomoniasis dan
kandidiasis vulvovaginalis.5
2.2 Leukorea
2.2.1 Definisi
Leukorea (flour albus, white discharge, duh tubuh vagina, keputihan) adalah nama
suatu gejala yang diberikan pada cairan yang keluar dari alat genital yang tidak berupa
darah. Ditandai dengan keluarnya keluarnya sekret yang mengotori celana, terjadinya
perubahan bau, warna, dan atau jumlah yang tidak normal dari sekret tersebut. Gejala pada
umumnya berupa gatal, edema genital, disuria, nyeri abdomen bagian bawah, atau nyeri
pinggang.11
2.2.2 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian di RSU. Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2000-2001
didapatkan mikroorganisme penyebab flour albus terbanyak disebabkan oleh Candida
albicans sebesar 26,3% kemudian diikuti Gardnerella vaginalis 21,0%. RSU. Dr. Pringadi
Medan diperoleh 46,0% C. albicans, 24,0% oleh Trichomonas vaginalis, 7,0% disebabkan
campuran C. albicans dan T. vaginalis, dan 2,0% oleh campuran T. vaginalis dan vaginosis
bakterialis pada tahun 1996-1997. 12
Di RSU. Dr. Kariadi Semarang pernah dilakukan penelitian secara prospektif
eksploratif pada 92 penderita dengan flour albus, 14 penderita (15,21%) mengalami
infeksi, penyebab terbanyak karena N. gonorrhoeae (87,51%) dan G. vaginalis (71,53%),
serta C. albicans (37,18%) pada tahun 1994-1995. Kemudian dilakukan lagi penelitian di
RSU. Dr. Kariadi Semarang (1 Januari 1998 - 31 Desember 2002) didapatkan etiologi
flour albus patologis terbanyak disebabkan oleh C. albicans (31,6%).13
2.2.3 Jenis14
1. Flour albous fisiologi
a. Bayi baru lahir sampai kira-kira berumur 10 hari, disebakan pengaruh esterogen
dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
b. Waktu di sekitar menarche, timbul karena pengaruh esterogen. Flour albus ini
akan hilang sendiri, akan tetapi dapat meresahkan orang tua pasien.
c. Wanita dewasa jika dirangsang sebelum atau saat koitus, karena pengeluaran
transudasi dari dinding vagina.
d. Waktu sekitar ovulasi, karena sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi
lebih encer.
7
e. Wanita dengan penyakit kronik, neurosis, dan penderita ektropion porsionis uteri,
pengeluaran sekret kelenjar serviks uteri juga bertambah
2.2.4 Etiologi15
Leukorea paling sering diakibatkan oleh salah satu atau lebih dari tiga infeksi
umum berikut:
1. Vaginosis bacterial (penyebab tersering duh tubuh vagina pada wanita usia subur).
Vaginosis ini disebabkan oleh deplesi laktobaksilus pada vagina yang menyebabkan
penigkatan pH vagina dan pertumbuhan berlebih bakteri anaerob dan bakteri lainnya.
2. C. albicans paling sering menyebabkan kandidiasis, namun dapat juga disebabkan
oleh spesies lain. Spesies lain tersebut adalah C. glabrata dan C. tropicalis.
Kandidiasis menyerang 75% wanita pada waktu tertentu dalam hidupnya dan 10-20%
wanita merupakan karier asimtomatik untuk Candida.
3. Trichomonas vaginalis. Spesies ini adalah protozoa berflagelata.
2.3.1.2 Etiologi
Neisseria gonorrhoeae (N.gonorrhoeae) adalah bakteri gram negatif, tidak
bergerak, tidak membentuk spora, yang tumbuh tunggal dan berpasangan baik sebagai
monokokus dan diplokokus. Gonokokus, seperti semua spesies Neisseria lainnya,
merupakan oksidase positif. Untuk membedakan gonokokus dengan spesies lain dari
Neisseria adalah dengankemampuan mereka untuk tumbuh pada media selektif dan untuk
memanfaatkan glukosa tetapi tidak untuk maltosa, sukrosa, atau laktosa.
N.gonorrhoeae merupakan organisme fastidious (membutuhkan nutrisi dan
lingkungan yang khusus), yang tumbuh optimal pada pH 7,4, temperatur 35,5 oC, dan 2%
sampai dengan 10% CO2 atmosfer. Bakteri ini biasa menyerang epitel kuboid atau
kolumnar pada permukaan membran mukosa seperti yang terdapat pada uretra, vagina,
rektum, dan faring. Manusia merupakan satu-satunya host bagi organisme ini.
2.3.1.3 Patogenesis
Terdapat beberapa faktor virulensi dari N. gonorrhoeae yang dapat meningkatkan
patogenitas kuman ini, salah satunya adalah pili. Pili disini berperan untuk memediasi
penempelan dan menghambat pengambilan serta penghancuran oleh fagosit. Strain dengan
pili lebih banyak akan menempel pada permukaan sel mukosa manusia, dan lebih virulen
dibandingkan dengan strain yang tidak berpili. Penempelan ini mengawali terjadinya
endositosis dan transport melewati sel mukosa kedalam ruang interselular dekat membran
basal atau langsung ke jaringan subepitelial.
discharge mukoid. Beberapa hari kemudian discharge bertambah banyak, purulen dan
kadang bersama sedikit darah segar.
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan uretritis akut akan ditemui adanya discharge
purulen atau mukopurulen pada uretra yang dapat dilakukan dengan teknik milking. Selain
itu untuk memeriksa manifestasi lain yang dapat terjadi bisa dengan melakukan
pemeriksaan pada epididimis, dimana bila terjadi epididimitis maka akan menunjukkan
adanya rasa nyeri dan edema pada epididimis unilateral, dengan atau tanpa discharge, serta
disuria.
Infeksi yang terjadi pada wanita sering bersifat asimtomatis dengan gejala mayor
berupa discharge vagina yang didapatkan dari endoserviks (cair, purulen, bau tak sedap),
disuria, perdarahan intermestrual, dispareuni (nyeri saat berhubungan seksual), dan nyeri
abdomen bawah ringan.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan akan menunjukan tanda-tanda seperti discharge
purulen atau mukopurulen pada vagina atau pada servikal, perdarahan vagina, nyeri
gerakan sekviks saat pemeriksaan palpasi bimanual, rasa penuh pada adneksa bisa
unilateral maupun bilateral, nyeri pada abdominal bawah baik dengan maupun tanpa
rebound tenderness.
Infeksi pada neonatal dapat menyebabkan ophtalmia neonatorum yang merupakan
infeksi pada okuler. Infeksi pada okuler ini biasanya didapatkan pembengkakan yang jelas
dari kelopak mata, hiperemia hebat dan kemosis, serta discharge yang banyak dan purulen.
Bila konjungtiva ikut terinflamasi dapat menyebabkan ulserasi pada kornea dan
menimbulkan perforasi.
12
2.3.1.5 Diagnosis
Infeksi gonokokal dapat dikenali melalui tanda dan gejala khas. Namun pada saat
penyakit diseminata (sistemik) atau traktus reproduksi atas terjadi, mukosa tempat infeksi
primer dapat tampak normal dan pasien tidak mengalami tanda dan gejala lokal. Oleh
karena itu, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan untuk menunjang diagnosis gonore.
1. Spesimen
Pus dan sekret diambil dari uretra, serviks, rektum, konjungtiva, faring, atau cairan
sinovial untuk kultur dan apusan. Kultur darah penting pada penyakit sistemik, tetapi
sistem kultur khusus dapat membantu, karena gonokok dapat peka terhadap
polyanethol sulfonate yang terdapat pada media kultur darah standar.
2. Pengecatan Gram
Diagnosis cepat infeksi gonokokal melalui pengecatan Gram dari eksudat uretra
telah diterima secara luas. Hasil positif jika ditemukan adanya leukosit PMN dengan
diplokokus Gram negatif intraseluler. Pada pria dengan gejala uretritis, tes ini
disebutkan sangat spesifik (>99%) dan sensitif (>95%), sehingga hasil positif dapat
dianggap diagnostik. Namun, hasil negatif pada pengecatan Gram tidak dianjurkan
untuk menyingkirkan diagnosis pada pria yang asimptomatis.
Pada wanita, pewarnaan Gram dari apusan endoserviks tidak sensitif (30-60%),
namun mendukung diagnosis cepat bila ditemukan dengan gejala klinis Pelvic
13
Inflammatory Disease (PID), endoservisitis dengan duh tubuh purulen, atau riwayat
pajanan infeksi gonokokal. Sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis.
3. Kultur
Spesimen kultur diambil dari swab endoserviks (wanita) dan uretra (pria), namun
dapat juga diambil dari rektum dan faring. Sampel diinokulasi ke plate modifikasi
Thayer-Martin (yang diperkaya) atau media selektif gonokokal lainnya. Inkubasi
dilakukan dalam atmosfer yang mengandung CO2 5% (stoples berisi lilin kemudian
ditutup hingga padam) pada suhu ruang 37°C. Apabila tidak dapat dilakukan inkubasi
segera, spesimen dapat ditempatkan di media transport yang mengandung CO2.
Pemeriksaan dengan media kultur selektif Thayer-Martin pada biakan bakteri
Neisseria gonorrhoeae memberikan hasil biakan koloni bakteri yang translusen dan
tidak berpigmen berukuran 0,5-1,0 mm. 48 jam setelah kultur, organisme dapat
diidentifikasi berdasarkan bentuknya pada pengecatan gram, oksidase positif,
koagulasi, pewarnaan imunofluoresen, dan uji laboratorium lainnya.
14
2.3.1.6 Komplikasi
1. Pelvic Inflammatory Diesease (PID), 10-20% infeksi gonore akut. Dalam jangka lama
atau kronik, dapat mengakibatkan infertilitas, KET, dan nyeri panggul yang kronik.
2. Bartholinitis (pembentukan abses).
3. Konjungtivitis neonatal pada janinnya.
4. Disseminated Gonococcal Infection (DGI).
2.3.1.7 Penatalaksanaan
Manajemen terhadap infeksi gonokokal telah banyak berubah pada dekade
terakhir. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor seperti resistensi terhadap antibiotik, ko-
infeksi dengan Chlamydia, serta lokasi anatomis dari infeksi.
2.3.2.2 Etiologi
Penyebabnya paling sering adalah Chlamydia trachomatis (30-50%). Kemudian
disusul oleh Ureaplasma urealyticum (10-40%). Trichomonas vaginalis, yeast, Virus
herpes simplex, Adenovirus, dan Haemophilus sp. Sekitar (20-30%). Selain itu ada
beberapa yang lainnya, tetapi sangat jarang, antara lain; Mycoplasma genitalium,
Mycoplasma hominis, Bacteroides ureolyticus, Gardnerella vaginalis.
2.3.2.3 Patogenesis
Patogenesis yang dibahas hanya mengenai Chlamydia trachomatis karena
mikroorganisme ini yang paling sering menyebabkan IGNS. Chlamydia trachomatis
merupakan bakteri obligat intraselular. Menyerupai bakteri gram (-), mempunyai dua fase
perkembangan, yaitu:
1. Fase non infeksiosa: Intraselular, di dalam vakuol, melekat pada inti sel hospes,
disebut badan inklusi.
2. Fase penularan: Vakuola pecah keluar dalam bentuk badan elementer menginfeksi sel
hospes yang baru
16
2.3.2.5 Diagnosis
1. Pemeriksaan mikroskopis
a. Pewarnaan gram : tidak dijumpai etiologi spesifik, PMN >5 (pada laki-laki) dan
>30 (pada perempuan)
b. Sediaan basah : tidak ditemukan Trichomonas vaginalis
2. Untuk menentukann infeksi C. trachomatis : Nucleic Acid Amplification Test
(NAAT)
2.3.2.6 Komplikasi
1. Bartholinitis.
2. Proktitis.
3. Salpingitis, menyebabkan Kehamilan Ektopik (KE), infertilitas.
4. Sistitis.
2.3.2.7 Penatalaksanaan
Obat yang paling efektif adalah golongan macrolide
Pilihan utama
1. Doksisiklin 2 x 100 mg sehari selama 7 hari
2. Aziromisin 1 gram dosis tunggal, atau
3. Eritromisin untuk penderita yang tidak tahan tetrasiklin, ibu hamil, atau berusia
kurang dari 12 tahun, 4 x 500 mg sehari selama 1 minggu atau 4 x 250 mg selama 2
minggu.
17
2.3.3.2 Etiologi
Klasifikasi berdasar etiologi, secara umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kandidiasis primer.
2. Kandidiasis yang diinduksi oleh antibiotik.
3. Kandidiasis yang diinduksi oleh keadaan sistemik tubuh.
Penyebab terbanyak KVV adalah spesies Candida Albicans (80-90%). Sedangkan
urutan kedua adalah T. glabrata (10%), (3%) lainnya oleh spesies C. tropicalis, C.
pseudotropicalis, C. krusei, dan C. Stellatoidea.
2.3.3.3 Patogenesis
Epitel cornifies pada vagina yang normal, berkembang menjadi lapisan sel epitel
yang tebal. Untuk melindungi vagina dari infeksi, di bawah pengaruh hormone esterogen.
Cairan vagina normal terdiri dari 1-4 mL cairan yang berwarna putih atau transparan,
tebal, dan tidak berbau. Cairan fisiologis yang dibentuk oleh pengelupasan sel epitel,
bakteri normal, dan transudat vagina. Jumlahnya dapat bertambah selama kehamilan,
penggunaan pil kontrasepsi oral, atau pada pertengahan siklus haid, dan pada saat dekat
dengan waktu ovulasi.
PH normal sekret vagina adalah 4,0-4,5, pH ini dipertahankan oleh lactobacillus
yang menghasilkan hidrogen peroksida dan asam laktat. Diphtheroid dan Staphylococcus
epidermidis, Lactobacillus ditemukan pada (62-88%) wanita. PH vagina dapat meningkat
dengan umur, fase siklus menstruasi, aktivitas seksual, pilihan kontrasepsi, kehamilan,
adanya jaringan nekrotik atau benda asing, dan penggunaan produk higienis atau
antibiotik.
Vaginosis bakteri sekunder disebabkan karena pertumbuhan bakteri yang
berlebihan, bukan karena peradangan jaringan. Organisme yang berhubungan dengan
18
2.3.3.4 Klasifikasi
a. Tanpa komplikasi
1. Episode sporadis atau jarang (infrequent)
2. Gejala ringan sampai sedang
3. Infeksi karena C. Albicans
4. Normal pada wanita hamil
b. Dengan komplikasi
1. KVV berulang
2. KVV berat
3. Non albicans candidiasis
4. Pada perempuan yang tidak normal (misalnya, diabetes yang tidak terkendali,
kekurangan tenaga, atau imunosupresi)
2.3.3.6 Dignosis
Pada pemeriksaan mikroskopis (preparate KOH 10 – 20 %) menyebabkan lisis
erirosit dan leukosit sehingga mempermudah identifikasi jamur) ditemukan blastospora
(bentuk lonjong) dan pseudohifa seperti sosis panjang bersambung.
19
2.3.3.7 Komplikasi
Jarang menimbulkan komplikasi, karena yang diserang oleh Candida adalah
daerah mukokutaneus, sifatnya ringan. Hal yang paling sering mengganggu penderita
adalah terjadinya infeksi rekuren (KVVR) terutama pada pasien yang mempunyai faktor
predisposisi tejadinya infeksi.
2.3.3.8 Penatalaksanaan
1. Kotrimazol intravaginal 200 mg per hari selama 3 hari atau
2. Kotrimazol intravaginal 500 mg dosis tunggal atau
3. Flukonazol per oral 150 mg dosis tunggal atau
4. Itraconazole per oral 200 mg dosis tunggal
2.3.4.2 Etiologi
T. vaginalis merupakan protozoa flagellata, jumlah flagelnya ada 4, tiga di depan
dan satu axostyle menonjol pada ujung badan. Bentuknya ovoid (menyerupai oval) atau
firiformis berukuran 15-18 mikron (kurang lebih sebesar leukosit), ukuran bervariasi
tergantung dari lingkungan vagina ataupun kultur. Inti mengandung 5 kromosom.
Bergerak seperti gelombang, dan tumbuh serta bermultiplikasa secara optimal pada
lingkungan lembab dengan temperature 35-37ºC dan pH 4,9-7,5. Reproduksi secara
mitosis dengan pembelahan longitudinal, terjadi setiap 8-12 di bawah kondisi optimal.
Membentuk koloni trofozoid pada permukaan sel epitel vagina dan uretra pada wanita.
T. vaginalis mudah mati bila mengering, terkena sinar matahari dan terpapar air
selama 35-40 menit, terkena suhu 50ºC mati dalam beberapa menit. Sedangkan pada suhu
0ºC dapat hidup dalam 5 hari.17
2.3.4.3 Patogenesis
T. vaginalis mempunyai flagel yang memungkinkan untuk bergerak di sekitar
jaringan vagina dan uretra. T vaginalis merusak epitel secara langsung, menyebabkan
microulcerations jaringan yang dirusak, dapat meningkatkan risiko penularan HIV.
Gejala trikomoniasis biasanya terjadi setelah masa inkubasi 4-28 hari. Pada
wanita, T. vaginalis terisolasi dalam vagina, leher rahim, uretra, kandung kemih, dan
kelenjar Bartholini dan Skene. Penularannya terutama melalui hubungan seksual. Invasi
pada jaringan epitel dan subepitel. Dalam vagina dan uretra parasit hidup dari sisa-sisa sel,
kuman-kuman, dan benda lain dalam duh tubuh.
eritema, dan abses kecil, hal ini memberikan gambaran yang disebut strawberry cervix
terluhat melalui pemeriksaan dengan menggunakan spekulum. Duh tubuh vagina
seropurulen, kekuningan, kuning-kehijauan, bau tidak enak (malodorous), berbusa. Duh
banyak, iritasi lipat paha atau sekitar genitalia. Keluhan penyerta, disuria, dispareuni,
perdarahan setelah koitus atau antar masa haid. Pada kasus kronik, gejala ringan, duh
tubuh tidak berbusa. Dapat mengenai duktus Skene dan uretra. Pada (50%) wanita yang
terinfeksi tetap asimtomatik , (30%) diantaranya akan menjadi simtomatik dalam waktu 6
bulan.
2.3.4.5 Komplikasi
Pada wanita, komplikasi yang mungkin terjadi adalah, sistisis, skenitis dan abses
bartholini, dapat menyebabkan kelahiran prematur, dan bayinya lahir dengan berat badan
kurang serta dapat terjadi limfadenopati, endometritis, dan salpingitis sehingga
menyebabkan infertilitas.
Infertilitas biasaya didahului dengan PID, bila T.vaginalis ditularkan melalui
koitus pada vagina atau serviks dan terjadi infeksi secara asenden endometrium, tuba
falopii dan struktur yang berdekatan dan menimbulkan PID. Setelah itu meninggalkan
bekas berupa skar atau perlekatan dan infertilitas sebagai akibatnya.
22
2.3.4.6 Diagnosis
Diagnosis laboratorium dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan pada
sample sekret vagina (fluor albus) pada wanita dan sekret uretra pada pria, secara
mikroskopis apabila ditemukan parasit Trichomonas vaginalis maka diagnosa
laboratorium dapat ditegakkan Secara klinis diagnosis Trichomoniasis ditegakkan
berdasarkan adanya keluhan keputihan atau flour albus dan rasa panas serta gatal pada
vulva atau vagina dan adanya sekret encer, berbusa, bau tidak sedap dan berwarna
kekuningan serta adanya lesi bakas garukan karena gatal dan hiperemia pada vagina.
Untuk menentukan diagnosis perlu dilakukan diagnosa laboratorium dengan
menemukan parasit Trichomonas vaginalis dibahan sekret vagina, sekret uretra, sekret
prostat dan sedimentasi urine dengan melihat adanya gerakkan aktif dari temuan tropozoit
Trichomonas vaginalis didalam pemeriksaan mikroskopis, jika pergerakkan dari tropozoit
berkurang mungkin dapat dilihat pergerakkan membran bergelombang pada perbesaran
tinggi. Tes diagnostik selain dengan sediaan basah dapat juga digunakan pulasan
permanen,organisme sulit dikenal pada pulasan permanen, apabila sediaan hapus kering
dikirim ke laboratorium dapat digunakan dengan pulasan atau pengecatan giemsa atau
papanicelau pada pulasan gram biasanya organisme tidak ditemukan.
2.3.4.7 Penatalaksanaan
Dasar pengobatan yaitu memperbaiki keadaan vagina dengan membersihkan
mukosa vagina dan memakai obat kimia peros dan lokal, pada saat ini metronidazol
(merupakan obat yang efektif untuk pengobatan baik untuk wanita ataupun pria).
Berbagai obat baru juga telah banyak dan sangat efektif dalam mengobati
Trichomoniasis yaitu Tinidazol, Seknidazol, Nimorazol dan Ornidazol.
Cara pemberian takaran obat-obat tersebut adalah:
1. Metronidazol
a. Wanita : diberikan 3 kali 250 mg selama 10 hari atau 2 gr dosis tunggal tanpa
Diberikan malam hari peroral, untuk pengobatan lokal diberikan tablet Vagina
sebanyak 500 mg sehari selama 10 hari.
b. Pria : pemberian peroral 2 kali 250 mg sehari selama 10 hari atau 2 gr dosis
Tunggal diberikan malam hari.
23
2. Tinidazol
Baik pada wanita maupun pria diberikan dengan takaran 2 gr dosis tunggal peroral.
3. Seknidazol
Diberikan untuk Trichomoniasis pada wanita maupun pria dengan takaran 2 gr dosis
tunggal peroral.
4. Nimorazol
Diberikan pada wanita maupun pria dengan takaran 2 kali 250 mg selama 6 hari atau
diberikan 2 gr dosis tunggal.
5. Ornidazol
Diberikan dalam dosis tunggal 1500 mg atau 2 kali lipat 750 mg pengobatan lokal
dengan tablet vagina persarin ataupun krim vagina yang digunakan pada waktu
malam hari.
24
2.3.5.2 Etiologi
Pada dasarya penyebab VB sangat banyak, tetapi yang paling sering ada 4 jenis
bakteri, yaitu:
1. G. vaginalis.
2. Bakteri anaerob (Baceroides sp., Peptostreptococcus,., dll ).
3. Mobiluncus sp.
4. Mycoplasma hominis.
2.3.5.3 Patogenesis
VB adalah hasil dari penggantian flora normal vagina (Lactobacillus) dengan flora
campuran yang terdiri dari G. vaginalis, bakteri anaerob, dan M. hominis. Dengan
demikian, kebanyakan studi tentang patogenesis VB berfokus pada bagaimana ekosistem
mikroba vagina menjadi berubah. Data epidemiologi menjelaskan bahwa penularan
organisme tertentu melalui hubungan seksual dapat memulai perubahan flora vagina pada
karakteristik VB.
Lactobacillus sp. dapat membantu wanita normal untuk melawan infeksi di vagina
dan serviks. Laktobasilus vagina menghambat G. vaginalis, Mobiluncus, dan bakteri
anaerob gram negatif batang in vitro.
Beberapa strain Lactobacillus menghasilkan H2O2, dari studi telah menunjukkan
bahwa strain yang memproduksi H2O2. Laktobasilus lebih sering dominan pada vagina
wanita normal, dibandingkan dengan wanita dengan VB.
Wanita dengan H2O2-laktobasilus positif jarang ditemukan pada VB, daripada
wanita dengan H2O2-negatif laktobasilus. H2O2 yang dihasilkan oleh laktobasilus vagina
dapat menghambat pertumbuhan bakteri anaerob bentuk batang, Gardnerella, Mobiluncus,
dan Mycoplasma pada vagina, baik secara langsung melalui aktivitas toksik H 2O2 atau
25
bereaksi dengan ion halida peroksidase di serviks sebagai bagian dari H 2O2 -halida-
peroksidase antibakteri sistem.
Sejauh ini, tidak ada faktor endogen yang telah diidentifikasi dapat meningkatkan
kerentanan terhadap VB. Mungkin kerentanan terhadap VB disebabakan karena pemakain
IUD, tetapi mekanisme tentang AKDR yang dapat meningkatkan risiko VB belum dapat
diketahui, pada jenis AKDR yang lebih baru dengan mekanisme pelepasan progestin dan
Cu belum dievaluasi tentang hubungannya dengan kerentanan terhadap VB. Potensial
redoks (Eh) pada permukaan epitel vagina lebih rendah pada wanita dengan VB
dibandingkan pada wanita normal.
Setelah wanita dengan VB diobati dengan metronidazol, potensial redoks dari
epitel vagina kembali ke kisaran normal, hasil menunjukkan bahwa vagina yang rendah Eh
bukan faktor endogen yang selalu mendasari terjadinya VB.
Diperkirakan bahwa flora mikroba mungkin menghasilkan decarboxylases
mikroba, sebagai penybab bau amis duh tubuh vagina, ketika cairan vagina dicampur
dengan KOH 10%. Ini disebut "test bau", diperkirakan karena volatilisasi rantai amin
aromatik termasuk putresin, cadaverine, dan trimetilamin pada pH basa. Mobiluncus
menghasilkan trimetilamina, tapi mikroba lain yang menghasilkan amin masih belum
diketahui.
Trimetilamina dapat dideteksi pada konsentrasi yang relatif tinggi dalam cairan
vagina dari VB, dengan konsentrasi rata-rata 5 mM. Kehadiran trimetilamina dalam cairan
vagina dianggap sebagian faktor utama penyebab gejala malodor yang dialami oleh wanita
dengan VB.
Cairan vagina pada perempuan dengan VB akan meningkatkan kadar endotoksin,
sialidase, dan glikosidase, yang menurunkan musin dan menurunkan viskositasnya.
Pada perempuan dengan VB terjadi peningkatan kadar sitokin dan kemokin dalam
lendir serviks pada wanita hamil maupun yang tidak hamil dengan VB. Selain itu, terjadi
pula penurunan sekret leukosit dalam cairan vagina pada perempuan dengan VB.
Efek dari VB pada epitel vagina dan pada pergantian sel epitel masih belum
diketahui. Meskipun demikian, konsentrasi cairan vagina yang meningkat pada VB dapat
meningkatkan risiko infeksi asenden pada alat kelamin, termasuk servisitis dan
endometritis.
26
2.3.5.5 Diagnosis
Terdapat berbagai kriteria dalam menegakkan diagnosis vaginosis bacterial.
Umumna digunakan kriteria Amsel, berdasarkan 3 dari 4 temuan berikut :
1. Duh tubuh vaguna berwarna putih keabu-abuan, homogen, melekat di vulva dan
vagina.
2. Terdapat clue-cell pada duh vagina (>20% total epitel vagina yang tampak pada
pemeriksaan sediaan basah dengan NaCl fisiologis dan pembesaran 100 kali)
3. Timbuh bau amis pada duh vagina yang ditetesi dengan laruran KOH 10% (tes amin
positif)
4. pH duh vagina lebih dari 4,5
2.3.5.6 Komplikasi
Dengan meningkatnya konsentrasi bakteri intravaginal dan flora virulen,
merupakan predisposisi komplikasi obstetrik dan ginekologi tertentu seperti
korioaminionitis, infeksi cairan amnion, infeksi pada masa nifas, PID, kelahiran prematur,
dan his prematur. Dapat juga terjadi endometritis dan PID post partum.
2.3.5.7 Penatalaksanaan
Antimikroba berspektrum luas terhadap sebagain besar bakteri anaerob, biasanya
efektif untuk mengatasi vaginosis bakterial. Metronidazole dan klindamisin merupakan
obat utama, serta aman diberikan kepada perempuan hamil. Tinidazole, merupakan
28
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual yang mencakup infeksi yang disertai gejala-gejala klinis maupun
asimptomatis. Infeksi menular seksual ini meliputi penyakit-penyakit menular yang di
transmisikan dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual.
Cara penularan IMS adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak dengan
eksudat infeksius dari lesi kulit atau selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual
dengan pasangan yang telah tertular. Semua teknik hubungan seksual baik lewat vagina,
dubur, atau mulut baik berlawanan jenis kelamin maupun dengan sesama jenis kelamin
bisa menjadi sarana penularan penyakit kelamin. Sehingga kelainan ditimbulkan tidak
hanya terbatas pada daerah genital saja, tetapi dapat juga di daerah ekstra genital. Lesi bisa
terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Pemajanan hampir seluruhnya terjadi
karena hubungan seksual (vaginal, oral, anal).
Penularan IMS juga dapat terjadi dengan media lain seperti darah transmisi
vertikal dari ibu ke janin juga memungkinkan.
Adapun infeksi menular seksual dengan manifestasi duh tubuh diantaranya :
gonore, infeksi genital non spesifik, trichomoniasis vaginalis, vaginosis bakterial, bakterial
vulvovaginosis.
29
DAFTAR PUSTAKA
19. Willcox RR, Willcox JR. Venerology. 1sted Singapore; Maruzen, Asian Edition.
20. Hiller SL, Marrazo JM, Holmes KK, Bacterial Vaginosis, Dalam : Holmes KK, Sparling PF
Stamm WE, Piot P, Wasserheit Jw, Corey L, dkk, Editor: Sexually Transmitted Diseases.
Edisi ke-4. New York: Mc Graw-Hill; 2008.p.737-68