Anda di halaman 1dari 20

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 3

“PENYAKIT MNULA SEXUAL”

KELOMPOK 3 :

Desy Puspita Sari : 161210002

Muhammad Sega M. : 161210011

Rizma Amalia Putri : 161210013

Siti Aqubah : 161210014

Tommy Winahyu P. : 161210017

Dosen Pengampu :

Yogie Irawan, S.Farm., M.Farm

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BORNEO CENDIKIA MEDIKA PANGKALAN BUN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Alamat : Jl. Sultan Syahrir No. 11 Pangkalan Bun Kab. Kotawaringin Barat
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim..

Pertama-tama kami ucapkan syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala


karena dengan berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Farmakoterapi 3. Laporan resmi ini penulis susun dalam rangka
memenuhi salah satu syarat menyelesaikan mata kuliah Praktikum Farmakoterapi
3. Terselesaikannya laporan resmi ini tidak lepas dari bantuan dari beberapa pihak.
Oleh karena itu, kami menyampaikan terimakasih kepada :

1. Penanggung jawab/ Dosen pengampu praktikum yaitu bapak Yogie Irawan,


S.Farm., M.Farm yang telah membimbing kami dengan baik dalam
melaksanakan praktikum Farmakoterapi 3 ini.
2. Penanggung jawab laboratorium teknologi farmasi yaitu Ibu Isna Yunita,
Amd. Far yang telah membantu mempersiapkan kebutuhan praktikum.
3. Orang tua kami yang mendukung kami dengan doa dan kasih.
4. Teman-teman dedikatif yang selalu membantu dan menginspirasi.

Laporan resmi ini kami buat dengan sebaik-baiknya dan dengan segenap hati agar
laporan ini dapat bermanfaat dan dapat memberi dampak yang positif bagi para
pembaca. Laporan ini tidak jauh dari kekurangan yang ada, oleh sebab itu kritik dan
saran akan sangat membangun penulis dalam menulis laporan yang berikutnya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1


1.2 Tujuan Praktikum............................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 3

2.1 Definisi Alzheimer............................................................. 3

2.1.1 Kategori Alzheimer ................................................ 3

2.2 Epidemiologi Alzheimer .................................................... 4

2.3 Etiologi Alzheimer............................................................. 4

2.4 Patofisiologi Alzheimer ..................................................... 5

2.5 Tanda & Gejala Alzheimer ................................................ 5

2.6 Pemeriksaan Penunjang Alzheimer ................................... 6

2.7 Penatalaksanaan Terapi Gagal Jantung ............................. 6

2.7.1 Terapi Non-Farmakologi ....................................... 6

2.7.2 Terapi Farmakologi ................................................ 7

BAB III PENYELESAIAN KASUS ..................................................... 10

3.1 Kasus II ............................................................................ 10

3.2 Penyelesaian Kasus .......................................................... 11

ii
BAB IV PENUTUP ................................................................................ 17

4.1 Kesimpulan ...................................................................... 17


4.2 Saran ................................................................................ 17
4.3 PIO (Pemberian Informasi Obat ...................................... 18
4.4 Monitoring ....................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 19

iii
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


WHO memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta penderita baru
PMS (penyakit menular seksual) di negara berkembang seperti di Afrika,
Asia, Asia Tenggara, dan Amerika Latin. Di negara industri prevalensinya
sudah dapat diturunkan, namun di negara berkembang prevalensi gonore
menempati tempat teratas dari semua jenis PMS. Dalam kaitannya dengan
infeksi HIV/AIDS, United States Bureau of Census pada 1995
mengemukakan bahwa di daerah yang tinggi prevalensi PMS-nya, ternyata
tinggi pula prevalensi HIV/AIDS dan banyak ditemukan perilaku seksual
berisiko tinggi. Kelompok seksual berperilaku berisiko tinggi antara lain
commercial sex workers (CSWs). Berdasarkan jenis kelaminnya, CSWs
digolongkan menjadi female commercial sexual workers (FCSWs) ‘wanita
penjaja seks’ (WPS) dan male commercial sexuall workers (MCSWs).
Gonore merupakan penyakit yang mempunyai insiden yang tinggi
di antara penyakit menular seksual lainnya. Pada pengobatannya terjadi pula
perubahan karena sebagian disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang
telah resisten terhadap penisilin dan disebut Penicilinase Producing
Neisseria gonorrhoeae.
Di Indonesia, infeksi gonore menempati urutan yang tertinggi dari semua
jenis PMS. Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta, dan Bandung terhadap
WPS menunjukkan bahwa prevalensi gonore berkisar antara 74%–50%.
Berdasarkan pada hal tersebut, maka penulis membuat makalah ini dalam
rangka menambah pengetahuan dan wawasan terhadap bakteri gram negatif
yang disebut sebagai Neisseria gonorrhoeae.

1.2 Tujuan Penelitian

Mahasiswa mampu mengerjakan dan mengidentidifikasikan tatalaksana terapi


penyakit Menular Seksual.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi penyakit kelamin

Penyakit Kelamin (veneral disease) sudah lama dikenal di Indonesia. Dengan


semakin majunya ilmu pengetahuan istilah tersebut sudah tidak digunakan lagi dan
dirubah menjadi Sexually Transmitted Disease (STD) atau Penyakit Menular
Seksual (PMS). Sejak tahun 1998, istilah STD berubah menjadi Sexually
Transmitted Infection (STI) agar dapat menjangkau penderita asimptomatik (Daili
et al., 2011). Infeksi menular seksual adalah infeksi yang ditularkan dari satu orang
ke orang lainnya melalui hubungan seksual (Gross & Tyring, 2011). Meskipun
demikian tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, tetapi
beberapa ada juga yang ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat,
handuk termometer dan sebagainya. Selain itu penyakit ini juga dapat ditularkan
kepada bayi dalam kandungan (Djuanda, 2011). Remaja dan dewasa muda usia (15-
24 tahun) hanya merupakan 25% dari keseluruhan populasi yang aktif berhubungan
seksual namun mewakili hampir 50% kasus baru IMS. Wanita usia 10 muda paling
beresiko tertular PMS karena para wanita remaja dan dewasa muda lebih mudah
terpengaruh secara tidak proporsional. Mereka lebih sering terlibat dalam perilaku
seksual beresiko, merasa tidak nyaman membicarakan seksual yang aman dengan
pasangan atau meminta pasangan menggunakan kondom serta kurang percaya diri
menolak hubungan seksual yang tidak aman. Selain itu anatomi organ reproduksi
dari kelompok usia ini belum berkembang secara sempurna sehingga rentan
terhadap IMS (Gross & Tyring, 2011; Urada, Malow, Santos, & Morisky, 2012).

2.1.1 Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual

2.1.2.1 Gonorrhea

Gonore mencakup semua penyakit yag disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae


(Daili et al., 2011). Neisseria gonorrhoeae adalah diplokokus gram negatif, obligat patogen
manusia yang biasanya berdiam dalam uretra, serviks, faring atau saluran anus wanita.
Infeksi terutama mengenai epitel kolumner atau transisionel saluran kemih dan kelamin.
Gonore bersama IMS lain memfasilitasi transmisi dari human immunodeficiency virus
(HIV) (Benson, 2008; Gross & Tyring, 2011). Gambaran klinis pada wanita dapat
5

asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah. Pada


umumnya wanita datang berobat kalau sudah ada komplikasi (Daili et al., 2011).

2.1.2.2 Infeksi Chlamidia

Chlamydia trachomatis adalah mikroorganisme intraseluler obligat dengan dinding


sel yang menyerupai bakteri gram negatif. Tanda-tanda dan gejala yang terjadi cenderung
terlokalisit di tempat yang terinfeksi misalnya mata atau saluran genital tanpa adanya invasi
ke jaringan dalam (Benson, 2009). Pada wanita gejalanya adalah terdapat duh dari vagina,
disuria, perdarahan postcoital atau intermenstrual, sakit pada abdomen bawah, atau
simptom lain dari uretritis, servisitis, salpingitis, epididymitis atau konjungtivitis
(Handsfield, 2011).

2.1.2.3 Sifilis

Sifilis merupakan penyakit yang disebabkan oleh spirokaeta Treponema pallidum,


merupakan penyakit kronik dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat
menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat
ditularkan kepada bayi di dalam kandungan. Periode inkubasi sifilis biasanya 3 minggu.
Fase sifilis primer ditandai dengan munculnya tukak baik tunggal maupun multipel. Lesi
awal biasanya berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras dan terdapat indurasi.
Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Bagian yang mengelilingi lesi
meninggi dan keras. Infeksi juga dapat terjadi tanpa ditemukannya chancer (ulkus durum)
yang jelas, misalnya kalau infeksi terjadi di rektum atau serviks. Tanpa diberi pengobatan,
lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 4 hingga 6 minggu. Sepertiga dari kasus
yang tidak diobati mengalami stadium generalisata (sekunder). Timbul ruam makulo
papuler bisanya pada telapak tangan dan telapak kaki diikuti dengan limfadenopati. Erupsi
sekunder ini merupakan gejala klasik dari sifilis yang akan menghilang secara spontan
dalam beberapa minggu atau sampai dua belas bulan kemudian. Sifilis sekunder dapat
timbul berupa ruam pada kulit, selaput lendir dan organ tubuh dan dapat disertai demam
dan malaise. Pada kulit kepala dijumpai alopesia yang disebut moth-eaten alopecia yang
dimulai di daerah oksipital. Penularan dapat terjadi jika ada lesi mukokutaneus yang basah
pada penderita sifilis primer dan sekunder. Penderita stadium erupsi sekunder ini, sepertiga
dari mereka yang tidak diobati akan masuk kedalam fase laten. Fase laten merupakan
stadium sifilis tanpa gejala klinis namun dengan pemeriksaan serologis yang reaktif. Akan
tetapi bukan berarti perjalanan penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat terjadi
sifilis stadium lanjut berbentuk gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler
(Daili et al., 2011).
6

2.1.2.4 Kandidiasis

Kandidiasis adalah infeksi yeast yang disebabkan oleh jamur Candida albicans.
Candida albicans merupakan bakteri yang umum terdapat pada vagina. Pertumbuhan yang
berlebihan dapat menimbulkan gejala peradangan, gatal dan perih di daerah kemaluan. Juga
terdapat keluarnya cairan vagina yang menyerupai bubur (James, Berger, & Elston, 2006).
Kandidiasis dapat ditularkan secara seksual seperti bola pingpong antar pasangan seks,
sehingga dua pasangan harus diobati secara simultan. Kandidiasis pada pria biasanya
berupa kemerahan dan iritasi pada glans di bawah preputium pada yang tidak disirkumsisi.
Disertai rasa gatal ringan sampai rasa panas hebat (Daili et al., 2011).

2.1.2.5 Ulkus Mole

Ulkus Mole atau yang sering disebut chancroid (chancre lunak) ,disebabkan oleh
kuman batang gram negatif Haemophilus ducreyi, dengan gejala klinis berupa ulkus pada
tempat masuk dan seringkali disertai supurasi kelenjar getah bening regional. Infeksi pada
wanita dimulai dengan lesi papula atau vesikopustuler pada perineum, serviks atau vagina
3-5 hari setelah terpapar. Lesi berkembang selama 48- 72 jam menjadi ulkus dengan tepi
tidak rata berbentuk piring cawan yang sangat lunak. Beberapa ulkus dapat berkembang
menjadi satu kelompok. Discharge kental yang dihasilkan ulkus berbau busuk atau
infeksius (Benson, 2008; Djuanda, 2011). 2.1.2.6 Kondiloma Akuminata Kondiloma
akuminata (KA) atau disebut juga venerel warts atau Genital Warts disebabkan oleh Human
Papiloma Virus (HPV). Virus masuk melalui mikrolesi pada kulit sehingga KA sering
timbul pada daerah yang mudah mengalami trauma pada saat hubungan seksual. KA dapat
berbentuk berjonjot-jontot seperti jari, lebih besar seperti kembang kol, lebih kecil
berbentuk papul dengan permukaan yang halus dan licin, multipel tersebar secara diskret
atau lesi terlihat sebagai makula atau tidak terlihat dengan mata telanjang. Infeksi HPV
juga dihubungkan dengan terjadinya karsinoma serviks (Daili et al., 2011). 2.1.2.7 Herpes
Genitalis Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh herpes simplex
virus atau herpes virus hominis. Keluhan biasanya didahului rasa terbakar dan gatal
didaerah lesi beberapa jam sebelum timbulnya lesi setelah lesi muncul dapat disertai gejala
seperti malaise, demam dan nyeri otot. Lesi yang timbul berbentuk vesikel yang
berkelompok dengan dasar eritem. Vesikel mudah pecah dan menimbulkan erosi multipel.
Bila ada infeksi sekunder akan terjadi penyembuhan yang lebih lama dan menimbulkan
infeksi parut (Daili et al., 2011). 2.1.2.8 Infeksi HIV & AIDS Acquired Immunodeficiency
7

Syndrome (AIDS) adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportuninistik atau
kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi Human
Immunodefiency Virus (HIV) baik tipe 1 ataupun tipe 2. Human Immunodefiency Virus
ditularkan melalui perantara darah, semen dan sekret vagina baik melalui hubungan seksual
atau cara transmisi yang lainnya. Penyakit IMS lainnya dapat meningkatkan risiko
transmisi HIV pada seseorang. Human Immunodefiency Virus menyerang sel yang
memiliki antigen permukaan CD4, terutama linfosit T4 yang memegang peranan penting
dalam mengatur dan mempertahankan sistemn kekebalan tubuh. Virus juga dapat
menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler pada
kelnjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia
otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga
menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Gen tat yang terdapat
dalam HIV dapat menyebabkan penghancuran limfosit T4 secara besar-besaran yang
menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lumpuh. Kelumpuhan sistem kekebalan
tubuh ini mengakibatkan timbulnya oportunistik dan keganasan yang merupakan gejala-
gejala klinis AIDS (Handsfield, 2011; Daili et al., 2011).

2.1.2.9 Trichomoniasis

Trichomoniasis atau trich adalah suatu infeksi vagina yang disebabkan oleh suatu
protozoa yang disebut Trichomonas vaginalis. Trichomoniasis hampir semuanya ditularkan
secara seksual. Penyakit ini sering menyerang pada traktur urogenitalis bagian bawah pada
wanita maupun pria. Pada wanita sering asimptomatik, bila ada keluhan berupa duh tubuh
vagina yang banyak, berbau, bisa berwarna kuning, hijau dan berbusa. Terdapat perasaan
gatal dan terbakar di daerah kemaluan, disertai dengan perasaan tidak enak di perut bawah.
Sewaktu bersetubuh atau kencing sering terasa agak nyeri di vagina

2.2 Epidemiologi Infeksi Menular Seksual

Gonore terdapat dimana-mana di seluruh dunia dan merupakan penyakit


kelamin yang terbanyak dewasa ini. Tidak ada imunitas bawaan maupun
setelah menderita penyakit. Juga tidak ada perbedaan mengenai kekebalan
antara berbagai suku bangsa atau jenis kelamin atau umur. Diperkirakan
setiap tahun tidak kurang dari 25 juta kasus baru ditemukan di dunia.
Beberapa strain kuman gonokok yang resisten terhadap penisilin, quinolone
8

dan antibiotik lainnya telah ditemukan beberapa tahun yang lalu dan
membawa persoalan dalam pengobatan, telah tersebar di beberapa negara.

2.3 Etiologi Alzheimer


1) Morfologi
Neiserria gonorrhoeae merupakan kuman kokus gram negatif,
berukuran 0,6 sampai 1,5 μm, berbentuk diplokokus seperti biji kopi dengan
sisi yang datar berhadap-hadapan. Kuman ini tidak motil dan tidak
membentuk spora. Neisseria gonorrheae dapat dibiakkan dalam media
Thayer Martin dengan suhu optimal 35-37ºC, pH 6,5-7,5, dengan kadar C02
5%. Gonococci hanya memfermentasi glukosa dan berbeda secara antigen
dari Neisseriae lain. Gonococci biasanya menghasilkan koloni yang lebih
kecil dibandingkan Neisseriae lainnya. Gonococci yang membutuhkan
arginin, hipoxantin dan urasil ( auksotipe Arg¯, Hyx+, Ura+ ) cenderung
tumbuh dengan sangat lambat pada kultur primernya. Gonococci diisolasi
dari specimen klinis atau dipertahankan oleh subkultur nonselektif yang
memiliki ciri koloni kecil yang mengandung bakteri yang berpili. Pada
subkultur nonselektif, koloni yang lebih besar yang mengandung gonococci
nonpili juga terbentuk Varian yang pekat dan transparan pada kedua bentuk
koloni ( besar dan kecil ) juga terbentuk, koloni yang pekat berhubungan
dengan keberadaan protein yang berada di permukaan, yang disebut Opa.
Kellog membedakan Neisseria gonorrhoea berdasarkan pertumbuhan
koloninya pada media agar, yaitu
a) T1 bentuk koloninya kecil, cembung dan lebih terang
b) T2 bentuk koloninya kecil, lebih gelap, tapi lebih terang
c) T3 bentuk koloninya besar, datar dan lebih gelap
d) T4 sama dengan T3 tetapi lebih terang
Koloni yang kecil karena mempunyai pili diberi tanda p+, sedangkan
koloni besar diberi tanda p¯. Makin kecil N.gonorrheae makin tinggi
virulensinya, karena sel bakteri ini memiliki pili yang memudahkan
perlekatannya dengan dinding sel selaput lendir.
9

2) Mikrobiologi
Dengan mikroskop elektron, dinding N. gonorrheae terlihat
mempunyai komponen-komponen permukaan yang diduga berperan pada
patogenesis virulensinya. Komponen permukaan tersebut mulai dari lapisan
dalam ke luar dengan susunan sebagai berikut :
1. Membran sitoplasma
Membran ini menghasilkan beberapa enzim seperti suksinat dehidrogenase,
laktat dehidrogenase, NADH dehidrogenase dan ATP ase.
2. Lapisan peptidoglikan
Lapisan ini mengandung beberapa jenis asam amino seperti pada
kuman gram negatif lainnya. Lapisan ini mengandung “penicilline binding
component” yang merupakan sasaran antibiotik penisilin dalam proses
kematian kuman. Terjadi hambatan sintesis dinding sel, sehingga kuman
akan mati.
3. Membran luar ( dinding sel )
Membran ini terdiri atas beberapa komponen, yang terpenting adalah:
a. Lapisan polosakarida
Lapisan ini memegang peranan dalam virulensi dan patogenesis kuman N.
Gonorrhea
b. Pili
Pili merupakan bagian dinding sel gonokokus yang menyerupai rambut,
berbentuk batang dan terdiri dari subunit protein sekitar 1.800 dalton. Pili
ini dihubungkan dengan patogenisitas kuman yang sangat berperan dalam
perlekatan ( adhesi ) pada sel mukosa dan penyebaran kuman dalam inang

c. Protein
1. Porin protein ( por )
Dengan teknik elektroforesis dapat ditemukan protein pada lapisan
dinding sel gonokokus dengan berat sekitar 34-36 kilo Dalton yang
dikenal dengan porin protein ( Por ). Fungsi dari Por ini adalah
sebagai penghubung anion spesifik ke dalam lapisan yang banyak
mengandung lemak pada membran luar.
10

2. Opacity protein ( Opa )


Protein ini banyak ditemukan pada daerah perlekatan sel yang
mempunyai kemampuan menyesuaikan perubahan panas sel,
membantu perlekatan antar sel dalam koloni atau dengan sel epitel.
Protein ini berukuran antara 24-28 K Dalton
3. Reduction Modifiable Protein ( RMP )
Semua neisseria patogen mempunyai protein RMP dengan berat
molekul 30-31 K Dalton. Protein ini memegang peran penting
karena dapat memblokade antibodi yang ada dalam serum
4. H.8 protein
Peranan protein ini sampai sekarang belum diketahui dengan pasti

d. Lipo Oligosakarida (LOS)


Semua glukosa mengekspresikan LOS pada permukaan selnya.
Komponen ini berperan dalam menginvasi sel epitel, dengan cara
memproduksi endotoksin yang menyebabkan kematian sel mukosa.
e. Ig A1 protease
Komponen ini berperan dalam inaktifasi pertahanan imun mukosa.
Hilangnya Ig A1 protease akan menyebabkan hilangnya kemampuan
gonokokus untuk tumbuh dalam sel epitel.
3) Genetik dan Heterogenitas Antigen
Gonococci telah mengembangkan mekanisme perpindahan yang
dimulai dari satu bentuk antigen ( pilin, Opa atau lipopolisakarida )
ke bentuk antigen yang lain dari molekul yang sama. Perpindahan
tersebut membutuhkan satu tempat untuk setiap 10²- 10³ gonococci,
sebuah perubahan yang sangat cepat bagi bakteri. Karena pilin, Opa
dan lipopolisakarida adalah antigen yang terdapat pada permukaan
gonococci, mereka berperan penting dalam respon kekebalan
terhadap infeksi. Molekulmolekul yang cepat berpindah dari satu
bentuk antigen ke bentuk yang lain membantu gonococci untuk
mampu menghindar dari sistem kekebalan inang.
11

2.4 Patofisiologi Gonore

Gonococci menyerang membran selaput lendir dari saluran


genitourinaria, mata, rektum dan tenggorokan, menghasilkan nanah akut yang
mengarah ke invasi jaringan; hal yang diikuti dengan inflamasi kronis dan
fibrosis. Pada pria, biasanya terjadi peradangan uretra, nanah berwarna
kuning dan kental, disertai rasa sakit ketika kencing. Infeksi urethral pada pria
dapat menjadi penyakit tanpa gejala. Pada wanita, infeksi primer terjadi di
endoserviks dan menyebar ke urethra dan vagina, meningkatkan sekresi
cairan mukopurulen. Ini dapat berkembang ke tuba uterina, menyebabkan
salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba.
Bakterimia yang disebabkan oleh gonococci mengarah pada lesi kulit
(terutama Papula dan Pustula yang hemoragis) yang terdapat pada tangan,
lengan, kaki dan tenosynovitis dan arthritis bernanah yang biasanya terjadi
pada lutut, pergelangan kaki dan tangan. Endocarditis yang disebabkan oleh
gonococci kurang dikenal namun merupakan infeksi yang cukup parah.
Gonococci kadang dapat menyebabkan meningitis dan infeksi pada mata
orang dewasa; penyakit tersebut memiliki manisfestasi yang sama dengan
yang disebabkan oleh meningococci.
Gonococci yang menyebabkan infeksi lokal sering peka
terhadap serum tetapi relatif resisten terhadap obat antimikroba. Sebaliknya,
gonococci yang masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan infeksi yang
menyebar biasanya resisten terhadap serum tetapi peka terhadap penisilin dan
obat antimikroba lainnya serta berasal dari auksotipe yang memerlukan
arginin, hipoxantin, dan urasil untuk pertumbuhannya.

2.5 Tanda & Gejala Gonore

Gejala dan tanda pada pasien laki-laki dapat muncul 2 hari setelah
pajanan dan mulai dengan uretritis, diikuti oleh secret purulen, disuria dan
sering berkemih serta malese. Sebagian besar laki-laki akan
memperlihatkan gejala dalam 2 minggu setelah inokulasi oleh organisme
ini. Pada beberapa kasus laki-laki akan segera berobat karena gejala yang
mengganggu.
12

Pada perempuan, gejala dan tanda timbul dalam 7-21 hari, dimulai
dengan sekret vagina. Pada pemeriksaan, serviks yang terinfeksi tampak
edematosa dan rapuh dengan drainase mukopurulen dari ostium. Perempuan
yang sedikit atau tidak memperlihatkan gejala menjadi sumber utama
penyebaran infeksi dan beresiko mengalami penyulit. Apabila tidak diobati
maka tanda-tanda infeksi meluas biasanya mulai timbul dalam 10-14 hari.
Tempat penyebaran tersering pada perempuan adalah pada uretra dengan
gejala uretritis, disuria, dan sering berkemih. Pada kelenjar bartholin dan
skene menyebabkan pembengkakan dan nyeri. Infeksi yang menyebar ke
daerah endometrium dan tuba falopii menyebabkan perdarahan abnormal
vagina, nyeri panggul dan abdomen dan gejala-gejala PID progresif apabila
tidak diobati.
Infeksi ekstragenital yang bersifat primer atau sekunder lebih sering
ditemukan karena perubahan perilaku seks. Infeksi gonore di faring sering
asimtomatik tetapi dapat juga menyebabkan faringitis dengan eksudat
mukopurulen, demam, dan limfadenopati leher. Infeksi gonore pada
perianus biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman dan gatal ringan atau
menimbulkan ekskoriasi dan nyeri perianus serta sekret mukopurulen yang
melapisi tinja dan dinding rektum.
Secara umum gejala yang biasanya timbul adalah sebagai berikut:
a. Keluarnya cairan hijau kekuningan dari vagina
b. Demam
c. Muntah-muntah
d. Rasa gatal dan sakit pada anus serta sakit ketika buang air besar,
umumnya terjadi pada wanita dan homoseksual yang melakukan anal seks
dengan pasangan yang terinfeksi
e. Rasa sakit pada sendi
f. Munculnya ruam pada telapak tangan
g. Sakit pada tenggorokan (pada orang yang melakukan oral seks
dengan pasangan yang terinfeksi)
13

2.6 Diagnosa Gonorrhea


Bila fasilitas pengobatan, tenaga medis dan laboratorium
tersedia, maka untuk diagnosa uretritis tidak cukup hanya dengan
pemeriksaan klinis, tetapi harus diikuti pemeriksaan bakteriologis. Di sini
pemeriksaan bakteriologis meliputi pemeriksaan dengan hapusan dan
biakan untuk identifikasi dan tes kepekaan antibiotik. Dengan cara
pengecatan gram dari hapusan ini nilainya cukup tinggi karena
kemungkinan kuman gonokok ditemukan cukup tinggi. Pada wanita selain
pemeriksaan dengan gram, harus diikuti dengan biakan oleh karena
dengan hanya kemungkinan ditemukan kuman gonokok lebih kecil di
samping kemungkinan keliru dengan flora lain dari vagina. Beberapa
macam pemeriksaan laboratorium untuk deteksi Neisseria gonorrheae ;
a. Pemeriksaan langsung dengan pewarnaan gram Tampak kuman kokus
berpasangpasangan terletak di dalam dan di luar sel darah putih (
polimorfonuklear ). Pemeriksaan ini berguna terutama pada kasus gonore
yang bersifat simtomatis.
b. Pembiakan dengan pembenihan Thayer Martin Akan tampak koloni
berwarna putih keabuan, mengkilap dan cembung. Pembiakan dengan
media kultur ini sangat perlu terutama pada kasus-kasus yang bersifat
asimtomatis.
c. Enzyme immunoassay Merupakan cara deteksi antigen gonokokus dari
sekret genital, namun sensitivitasnya masih lebih rendah dari metode
kultur.
d. Polimerase Chain Reaction (PCR) Identifikasi gonokokus dengan PCR
saat ini telah banyak digunakan di beberapa negara maju, dengan banyak
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, bahkan dapat digunakan dari sampel
urine.
Uji Laboratorium Diagnostik
1) Spesimen
Nanah dan sekresi diambil dari uretra, cervix, rectum, conjunctiva,
tenggorokan, atau cairan sinovial untuk dibuat kultur dan hapusan. Kultur
darah diperlukan pada penyakit sistemik, tetapi sistem kultur spesial
14

sangat membantu, karena gonococci sensitif terhadap polyaetanol


sulfonate pada media kultur darah standar.
2) Smear
Smear dari uretra atau eksudat dari endocervix yang diberi pewarnaan
gram akan menampakkan banyak diplokokus di dalam sel nanahnya.
Kultur dari eksudat uretral pria tidak diperlukan lagi bila hasil
pewarnaannya positif, namun kultur harus dilakukan bila eksudat
uretralnya berasal dari wanita.
3) Kultur
Sesaat setelah pengumpulan nanah atau selaput lendir, dipindahkan ke
dalam media selektif yang telah diperkaya dan diinkubasi pada atmosfir
yang mengandung 5% CO2 pada suhu 37ºC.
4) Serologi
Serum dan cairan genital yang mengandung antibody IgG dan IgA bekerja
melawan pili gonococci, membran protein paling luar dan LPS. Beberapa
IgM dari serum manusia bersifat bakterisidal terhadap gonococci pada
percobaan in vitro.
5) Penyulit
Penyulit uretritis bisa terjadi apabila tidak secepatnya mendapat
pengobatan atau telah mendapatkan yang kurang adekuat. Penyulit yang
terjadi dapat bersifat lokal, ekstra genital dan disseminated.
1) Penyulit lokal :
a. Pada laki-laki : tysonitis, cystitis, vesiculitis, parauretritis,
cowperitis, deferenitis, littritis, prostatitis, epidydimitis, infertile.
b. Pada wanita : skenitis, bartholinitis, cystitis, salpingitis, proctitis,
PID, infertilitas.
2) Penyulit ekstra genital : orofaringitis. konjungtivitis
3) Penyulit disseminated : arthritis, myocarditis, endocarditis,
pericarditis, meningitis.
15

2.7 Penatalaksanaan Terapi Gonore

Pada semua tipe gonorrhea, pengobatan harus dilakukan dengan


tindak lanjut yang berulang, termasuk pembiakan dari tempat yang terkena.
Karena penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual lainnya dapat
diperoleh pada saat yang sama, langkah-langkah diagnostic yang cocok juga
harus dilakukan.

Karena penggunaan penicillin yang sudah meluas, resistensi


gonococci terhadap penicillin juga meningkat, namun karena seleksi dari
kromosom yang bermutasi, maka banyak strain membutuhkan penicillin G
dalam konsentrasi tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan gonococci
tersebut (MIC ≥ 2μg/mL). N. Gonorrhea yang memproduksi penicillinase
(PPNG, Penicillinase Producing N. gonorrhea) juga meningkat secara
meluas. Resistensi terhadap tetracycline (MIC ≥ 2μg/mL) secara kromosomal
sering ditemui, dengan 40% atau lebih gonococci yang resisten pada tingkat
ini. Tingkat resistensi yang tinggi terhadap tetracycline (MIC ≥ 32μg/mL)
juga terjadi. Resistensi terhadap spectinomycin seperti halnya resistensi
terhadap antimikroba lain Pelayanan Kesehatan Masyarakat AS
merekomendasikan untuk mengobati infeksi genital yang bukan komplikasi
dengan ceftriaxone 125mg secara intramuskular dengan dosis sekali pakai.
Terapi tambahan dengan doxycycline 100mg 2 kali sehari selama 7 hari(per
oral) direkomendasikan untuk infeksi concomitant chlamydia; erythromycin
500mg 4x sehari selama 7 hari (per oral) sebagai pengganti doxycycline bagi
wanita hamil. Modifikasi dari terapi-terapi ini direkomendasikan untuk jenis
infeksi N. gonorrhea yang lain.

Penggunaan sefalosporin generasi ke-3 dalam hal ini seperti


seftriakson cukup efektif dengan dosis 250 mg i.m dan sefoperazon dengan
dosis 0,5 sam 1 gram secara i.m. Dari golongan kuinolon obat yang menjadi
pilihan adalah ofloksazin 400 mg, siprofloksazin 250-500 mg dan
norfloksasin 800 mg secara oral.
16
BAB III
PENYELESAIAN KASUS

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

17
18

4.3 PIO/KIE

4.5 Monitoring
DAFTAR PUSTAKA
(1) Gross, G., & Tyring, S. K. 2011. Sexually Transmitted Infection and
SexuallyTransmitted Disease. Berlin: Springer.
(2) Daili, S. F., Makes, W. I. B., & Zubier, F. 2011. Infeksi Menular Seksual.
Jakarta:Badan Penerbit FKUI.
(3) Handsfield, H. H. 2011. Color Atlas & Synopsis of Sexually Transmitted
Disease (3rd ed.). McGraw-Hill.Urada, L. a., Malow, R. M., Santos, N. C., &
Morisky, D. E. 2012. Age differences among female sex workers in the
Philippines: Sexual risk negotiations and perceived manager advice. AIDS
Research and Treatment,2012, 1–7. http://doi.org/10.1155/2012/812635
(4) Murtiastutik Dwi ( 2008 ). Buku Ajar Infeksi Menular , Cetakan 1, Airlangga
University Press Surabaya.
(5) Obstetri Williams Edisi 21, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 12 : 1668-1671.
Martodihardjo

Anda mungkin juga menyukai