Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

LYMPHOMA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya

Oleh:
MUHAMMAD SANDY ALI YAFIE
22204101042

Dosen Pembimbing:
dr. Diyah Saraswati, Sp.PD

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM


KEPANITRAAN KLINIK MADYA
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2022
KATA PENGANTAR 

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran sehingga dalam
penyelesaian tugas ini kami dapat memilah antara yang baik dan buruk. Kami mengucapkan
terima kasih kepada dr. Diyah Saraswati Sp.PD selaku dosen pembimbing yang memberikan
bimbingan dalam menempuh pendidikan ini. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak sehingga dalam penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan. 

Saya menyadari  bahwa dalam menyusun laporan kasus ini belum sempurna secara
keseluruhan oleh karena itu kami dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang
membangun sehingga dapat membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan
penyelesaian laporan selanjutnya.

Demikian pengantar kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin

Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Kepanjen, 27 November 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Manfaat.............................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
LAPORAN KASUS...................................................................................................................6
2.1 Identitas............................................................................................................................6
2.2 Anamnesis.........................................................................................................................6
2.3 Pemeriksaan Fisik.............................................................................................................7
2.4 Planing Diagnosa..............................................................................................................9
2.5 Hasil Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................9
2.6 Working Diagnosa..........................................................................................................14
2.7 Planning Therapy............................................................................................................14
2.8 Resume...........................................................................................................................16
BAB III.....................................................................................................................................18
PEMBAHASAN......................................................................................................................18
3.1 Dasar Penegakan Diagnosa............................................................................................18
3.2 Dasar Pemberian Tatalaksana.........................................................................................24
PENUTUP................................................................................................................................28
4.1 Kesimpulan.....................................................................................................................28
4.2 Saran...............................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................29

3
BAB I 
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Limfoma adalah sekelompok neoplasma limfoid yang timbul dari proliferasi sel
klonal sel B, Sel T dan subset sel natural killer (NK) dari limfosit pada berbagai tahap
pematangan yang dapat melibatkan jaringan limfatik, sumsum tulang dan situs ekstranodal
(SSP, kulit, paru, GIT, tulang dan sumsum tulang) (Lewis et al., 2021; Gallamini and Juweid,
2021; Jamil and Mukamalla, 2022). Limfoma secara tradisional terbagi menjadi limfoma
Hodgkin (HL) dan limfoma non-hodgkin (NHL), namun terdapat perubahan pada sistem
klasifikasi pada jenis limfoma (Jamil and Mukamalla, 2022). WHO (2017)
mengklasifikasikan jenis limfoma lebih lanjut menjadi lebih dari 90 subtipe diantaranya
adalah neoplasma sel B (predominantly disseminated dan primary extranodal or nodal),
neoplasma sel T dan NK (predominantly disseminated, primary extranodal, primary
cutaneus dan predominantly nodal), limfoma Hodgkin (Nodular lymphocyte predominance
HL) dan Immunodeficiency-associated lymphoproliferative disorders (de leval and Jaffe,
2020). Klasifikasi berdasarkan subtype menurut WHO 2017 tersebut dibuat dengan melihat
morfologi, imunofenotipe, genetik, molekuler, dan gambaran klinis dari masing-masing jenis
limfoma (Lewis et al., 2021).

Limfoma merupakan salah satu kanker yang paling sering terjadi di dunia Barat,
dengan peningkatan kejadian sekitar 80% sejak tahun 1970-an. Limfoma adalah sekarang
kanker paling umum kelima di Amerika Serikat. Kasus limfoma secara epidemiologi
didaptakan data lebih dari 82.000 pasien baru pada tahun 2019, yang mewakili 4,7% dari
semua kasus kanker baru di Amerika Serikat. Tingkat kelangsungan hidup lima tahun saat ini
untuk limfoma non-Hodgkin adalah 72,0%, dan untuk limfoma Hodgkin adalah 86,6%.
Hampir 21.000 orang diproyeksikan meninggal akibat limfoma pada tahun 2019, mewakili
3,5% dari semua kematian akibat kanker. Insiden limfoma non-Hodgkin lebih tinggi pada
pria dan kulit putih, dan meningkat seiring bertambahnya usia (Lewis et al., 2021). Di
Indonesia, data mengenai kasus limfoma masih belum banyak dieksplorasi. Data yang
tersedia adalah menurut riset Menteri Kesehatan pada tahun 2013 menunjukkan prevalensi di
Indonesia mencapai angka 0, 06% dari kasus kanker dengan provinsi Yogyakarta memiliki
prevalensi 0,25% dengan estimasi jumlah kasus 890 pasien (Anggorowati et al., 2021). Pada
salah satu penelitian lain, kasus limfoma jenis limfoma besar sel B difus (69%) merupakan

4
jenis limfoma paling banyak dari limfoma non-hodgkin sedangkan data untuk limfoma
Hodgkin belum banyak diteliti (Reksudiputro, 2015).

Pada limfoma umumnya dapat kita temukan beberapa manifestasi klinis seperti
adenopati yang tidak nyeri. Adenopati dapat bertambah dan berkurang selama bertahun-tahun
dalam presentasi lamban atau melibatkan adenopati progresif cepat dalam subtipe yang lebih
agresif. Gejala sistemik demam, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, dan
keringat malam terjadi pada sebagian pasien dengan penyakit yang lebih lanjut. Limfoma
menyebar ke situs ekstranodal dengan invasi langsung atau dengan penyebaran hematogen ke
limpa, hati, paru-paru, atau sumsum tulang. Limfoma tingkat tinggi dapat hadir sebagai
keadaan darurat onkologis karena kompresi struktural dari tumor yang membesar, termasuk
sindrom vena cava superior, kompresi sumsum tulang belakang epidural ganas, atau efusi
perikardial ganas. Sindrom paraneoplastik jarang terjadi pada limfoma, terjadi sebagai
degenerasi serebelar paraneoplastik pada limfoma Hodgkin dan sebagai dermatomiositis dan
polimiositis pada limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin (Lewis et al., 2020)

1.2 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan keilmuan dari
ringkasan kasus melalui beberapa penjelasan tentang limfoma. Diharapkan hal tersebut dapat
mempermudah penulis maupun pembaca dalam memahami serta mengetahui laporan terkait
perkembangan pasien.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas 
 Indeks. RM  : 540***
 Nama  : Tn. M
 Umur  : 01-Agustus-1976/46 tahun 
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan  : Petani
 Agama  : Islam
 Alamat  : Pagelaran, Kab.Malang
 Suku  : Jawa 
 Tanggal MRS : 04 November 2022

2.2 Anamnesis 
 Keluhan Utama 
Lemas
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh lemas sejak 5 hari yang lalu dan semakin memberat. Lemas
dirasakan setiap hari, pasien tidak kuat berjalan lama. Pasien mual hanya ketika
makan nasi, makan nasi hanya 4 sendok dan disertai dengan penurunan nafsu makan.
Penurunan nafsu makan dan kesulitan makan nasi sudah dirasakan pasien sejak ± 3
bulan yang lalu. Penurunan berat badan belum bisa dikonfirmasi karena pasien belum
pernah memeriksakan berat badannya. Nyeri perut kiri. Perut bagian kiri membesar
sejak 1 bulan yang lalu. BAB pasien agak kehitaman. Perdarahan gusi (-). Ptechie (-).

Pasien pernah sudah pernah ke poli IPD RSUDK dan rawat jalan. Pasien juga
pernah direncanakan USG serta perencanaan BMP pada tanggal 04-10-2022 namun
tidak dilakukan pasien karena 1 keluarga pasien terkena batuk sehingga pasien tidak
berani datang ke rumah sakit. semenjak sakit tidak bisa makan nasi karena mual,
hanya makam ubi – ubian, dan bua – buahan namun sejak dirawat di RSUDK pasien
sudah mulai bisa mengkonsumsi nasi.

6
 Riwayat Penyakit Dahulu 
a. Riwayat Hipertensi (-)
b. Riwayat Diabetes Melitus (-)
c. Riwayat Keganasan (-)
d. Riwayat Penyakit Jantung (-)
e. Riwayat Penyakit Serupa (-)
f. Riwayat Masuk Rumah Sakit: Satu bulan lalu pasien pernah rawat jalan karena limfa
membesar, dan hasil pemeriksaan lab didapatkan kadar hemoglobin 7, kemudian
mendapatkan transfuse darah sebanyak 2 katong, dan hemoglobinnya naik menjadi
10.
g. Riwayat Penyakit Lain: Pasien mengaku pernah kecelakaan 4 tahun yang lalu dimana
pasien ditabrak dari belakang dan terkena pada bagian punggung kanan. Pasien tidak
dibawa ke rumah sakit melainkan ke sangkal putung.

 Riwayat Pengobatan 
Mengonsumsi obat tambah darah yang selama rawat jalan

 Riwayat Penyakit Keluarga 


a. Riwayat Hipertensi : (-)
b. Riwayat Diabetes Melitus (-)
c. Riwayat Keganasan (-)
d. Riwayat Penyakit Jantung (-) 
e. Riwayat Penyakit Serupa (-)

 Riwayat Alergi 
-
 Riwayat Kebiasaan 
Pasien mengaku pernah merokok dan sekarang berhenti. Riwayat minum kopi (-),
Riwayat konsumsi alcohol (-), Riwayat konsumsi Jamu (+). Pasien mengkonsumsi
jamu non sachet dan hanya herbal sepert I temulawak, kunyit dan kunir). Semenjak
sakit tidak bisa makan nasi karena mual, hanya makam ubi – ubian, dan buah –
buahan.

2.3 Pemeriksaan Fisik 

7
 Keadaan Umum 
Pasien tampak lemah 
 Tanda Tanda Vital 
a. TD :  152/89 mmHg
b. Nadi : 88x/menit regular 
c. RR : 20x/menit
d. Temp : 36,3°C
e. SpO2 : 98%
 Head to Toe 
Kepala 
Normocephal, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, mata tidak
menonjol keluar, tidak didapatkan pernapasan cuping hidung, mukosa mulut basah. 
Leher 
JVP tampak meningkat (-), kelenjar tiroid teraba membesar (-). 
Thorax 
 Paru-Paru
Inspeksi : Pergerakan dada  : Simetris D/S
Palpasi : Fremitus Raba : Simetris D/S 
Perkusi : Sonor : + / +
Auskultasi suara napas : Vesikuler : + / +
 Jantung 
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus kordis teraba.
Auskultasi : S1 S2 reguler, S3 gallop (-), Murmur (-)

Abdomen 
Inspeksi : Bentuk soefl
Auskultasi : Bising usus + normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), splenomegali schufner 4-5
Perkusi: redup
Ekstremitas 
Atas: Akral hangat, edema -/-
Bawah: Akral hangat, edema -/-

8
2.4 Planing Diagnosa
 Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan Foto Thorax
 USG Abdomen
 Bone Marrow Puncture
 Usulan planning diagnose: CT scan, MRI dan Spleen scan – dengan koloid
sulfur 99mTc, bone marrow biopsy dan flowcytometri.

2.5 Hasil Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan Tanggal 04/11/2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 2,9 g/dL 13.4-17.7
Hematokrit 7,8 % 40-47
Indeks Eritrosit
MCV 78,5 Fl 80-93
MCH 28.9 pg 27-31
MCHC 36,8 g/dL  32-36
Eritrosit 1,00 Juta/ 4.0-5.0
cmm
Lekosit 117.000 Sel/cmm 4.300-10.300
Trombosit 10,300 Sel/cmm 142.000-424.000
Hitung Jenis Lekosit
Eosinofil 0.3 % 0-4
Basofil 3,6 % 0-1
Neutrofil 15,8 % 51-67
Limfosit 73,6 % 25-33
Monosit 6,8 % 2-5
Kimia Klinik
Elektrolit
GDS 111 Mg/dL <200
SGOT 38 U/L 0-32
SGPT 32 U/L 0-33
Ureum 35 mg/dL 19-49
Kreatinin 0.96 mg/dL <1.2
SARS Cov 2 Rapid Antigen Negatif Negatif

 Pemeriksaan Tanggal 05/11/2022


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 4,8 g/dL 13.4-17.7
Hematokrit 14,5 % 40-47
Indeks Eritrosit

9
MCV 83,3 Fl 80-93
MCH 27,6 pg 27-31
MCHC 33,1 g/dL  32-36
Eritrosit 1,74 Juta/cmm 4.0-5.0
Lekosit 85,430 Sel/cmm 4.300-10.300
Trombosit 10,000 Sel/cmm 142.000-424.000
Hitung Jenis Lekosit
Eosinofil 0,3 % 0-4
Basofil 0,2 % 0-1
Neutrofil 17,3 % 51-67
Limfosit 67,6 % 25-33
Monosit 14,8 % 2-5

 Pemeriksaan Tanggal 06/11/2022


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 7,3 g/dL 13.4-17.7
Hematokrit 21,9 % 40-47
Indeks Eritrosit
MCV 83,0 Fl 80-93
MCH 27,7 pg 27-31
MCHC 33,3 g/dL  32-36
Eritrosit 2,64 Juta/cmm 4.0-5.0
Lekosit 62,640 Sel/cmm 4.300-10.300
Trombosit 13,000 Sel/cmm 142.000-424.000
Hitung Jenis Lekosit
Eosinofil 0,2 % 0-4
Basofil 0,4 % 0-1
Neutrofil 24,4 % 51-67
Limfosit 58,7 % 25-33
Monosit 16,3 % 2-5

 Pemeriksaan Tanggal 07/11/2022


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 8,7 g/dL 13.4-17.7
Hematokrit 26,3 % 40-47
Indeks Eritrosit
MCV 80,2 Fl 80-93
MCH 26,5 pg 27-31
MCHC 33,1 g/dL  32-36
Eritrosit 3,28 Juta/cmm 4.0-5.0
Lekosit 114,150 Sel/cmm 4.300-10.300
Trombosit 13,000 Sel/cmm 142.000-424.000
Hitung Jenis Lekosit
Eosinofil 0,1 % 0-4
Basofil 0,4 % 0-1
Neutrofil 14,5 % 51-67
Limfosit 71,3 % 25-33
Monosit 13,7 % 2-5

10
 Pemeriksaan Tanggal 08/11/2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 9,8 g/dL 13.4-17.7
Hematokrit 29,5 % 40-47
Indeks Eritrosit
MCV 81,9 Fl 80-93
MCH 27,2 pg 27-31
MCHC 33,2 g/dL  32-36
Eritrosit 3,60 Juta/cmm 4.0-5.0
Lekosit 128,720 Sel/cmm 4.300-10.300
Trombosit 13,000 Sel/cmm 142.000-424.000
Hitung Jenis Lekosit
Eosinofil 0,1 % 0-4
Basofil 0,7 % 0-1
Neutrofil 12,8 % 51-67
Limfosit 67,3 % 25-33
Monosit 19,1 % 2-5

b. Pemeriksaan Foto Thorax

11
Interpretasi:

 Trachea : Berada pada garis tengah


 Pulmo :

Tidak ada penebalan hilus dextra dan sinistra

Sudut costophrenicus dextra dan sinistra tajam

 Diagfragma :

Hemidiagfragma dextra dan sinistra membentuk dome shape


(Hemidiafragma dextra lebih tinggi)

 Cor :

Bentuk jantung normal. Ukuran CTR < 0,5 cm = normal

 Tulang dan soft tissue : Tidak tampak adanya kelainan


 Kesimpulan : Normal

c. USG Abdomen

12
Hasil :

Didapatkan ukuran lien membesar ± 20. 2x9.8 cm, sudut tumpul, tidak tampak
lesi solid atau kistik patologis

d. Bone Marrow Puncture


Tanggal 08/11/2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Rujukan
Hematologi
BMP
Hemoglobin 9,8 g/dL 13.4-17.7
Leukosit 128,850 Sel/cmm 4.300-
10.300
Eritrosit 3,60 Juta/cmm 4,0~5,5
INDEX ERITROSIT
MCV 81,9 Fl 80-93
MCH 27,2 pg 27-31
MCHC 33,2 g/dL  32-36
Trombosit 16.000 Sel/cmm 142.000-
424.000
Hapusan Darah Eritrosit: normokrom,
Tepi anispoikilositosis,
mikrositik, makroovalosit,
elliptosit, teardrop,
normoblast 5/100 lekosit

Lekosit: kesan jumlah sangat


meningkat, limfoblastoid
(+), hitung jenis:
eos/baso/sab/seg/limfo/mono
0/0/4/8/31/0
Promielosit 1%, mielosit3%,
metamielosit 4%,
limfoblastoid 51%

Trombosit: kesan jumlah


menurun
Pemeriksaan Selularitas: dry tap
Sumsum Tulang Rasio M:E: sde
Eritropoiesis: sde
Granulopoiesis: sde
Megakariopiesis: sde
Lain-lain: terdapat infiltrasi
sel limfoblastoid 59% dan
limfosit 19%

Kesimpulan: gambaran
darah tepi dan sum-sum

13
tulang menunjukkan suatu
leukemic phase of
lymphoma

2.6 Working Diagnosa 


 Lymphoma dd Limfoma Hodgkin dan Non-Hodgkin
 Leukositosis
 Bisitopenia
 Splenomegaly suspect fibrosis spleen

2.7 Planning Therapy


 IVFD NS 20 TPM
 IV. Omeprazole 1x40 mg
 IV. Santagesic 3x1 mg
 IV Methylperednisolon 2x62,5 mg
 Tranfusi PRC 2 labu/cc

2.8 Monitoring Pasien


Tanggal S O A P
07-11- Badan KU: agak lemah Suspesct MDS dd Planing Diagnosa: 
2022 lemas GCS: 456 AML BMP
Kesadaran: CM Bisitopenia Hapusan darah tepi
08.00 TD:152/89 mmHg Leukositosis
N: 88 reguler
T: 36,3°C
Neutropenia Planning Terapi: 
RR: 20x/menit Limfositosis IVFD NS 20 TPM
Sp02: 98% Monositosis IV. Omeprazole 1x40 mg
  IV. Santagesic 3x1 mg
K/L: Konjungtiva anemis IV Methylperednisolon
(+/+), 2x62,5 mg
Thorax (Jantung): iktus Tranfusi PRC 2
cordis teraba (-); S1 S2 labu/cc
reguler
Abdomen: Splenomegali
Schufner 4-5 Planing Monitoring: 
TTV, output-input cairan
& nutrisi, DL serial.
Pemeriksaan Penunjang: 
Pemeriksaan
Laboratorium darah
Lengkap:
Hb 8.7 g/dl
HCT 26,3%
MCH 26,5 pg

14
Eritrosit 3,28 juta/cmm
Leukosit 113,150
sel/cmm
Trombosit 13.000
sel/cmm
Neutrofil 14,5%
Limfosit 71,3%
Monosit 13,7%

Tanggal S O A P
08-11- Badan KU: lemas Suspesct MDS dd Planing Diagnosa: 
2022 lemas GCS: 456 AML Menunggu Hasil
Kesadaran: CM Bisitopenia BMP
08.00 TD:117/75mmHg Leukositosis
N: 71 reguler
Dan Hapusan darah
T: 36,3°C
Neutropenia tepi
RR: 20x/menit Limfositosis
SaO2: 98% Monositosis Planning Terapi: 
  IVFD NS 15 TPM
K/L: Konjungtiva anemis (+/+), IV. Omeprazole 1x40 mg
Thorax (Jantung): iktus cordis IV Methylperednisolon
teraba (-); S1 S2 reguler 1x62,5 mg
Abdomen: Splenomegali
Schufner 4-5 Planing Monitoring: 
TTV, output-input cairan
Pemeriksaan Penunjang:  & nutrisi, efektivitas dan
Pemeriksaan efek samping terapi.
Laboratorium darah
Lengkap:
Hb 9,8 g/dl
HCT 29,5 %
Eritrosit 3,60 juta/cmm
Leukosit 128,720 sel/cmm
Trombosit 13.000
sel/cmm
Neutrofil 12,8%
Limfosit 67,3%
Monosit 19,1%

Tanggal S O A P
09-11- Badan KU: cukup Limfoma dd Planing Diagnosa: 
2022 lemas GCS: 456 Hodgkin dan non- -
Kesadaran: CM hodgkin
TD:128/82 mmHg Splenomegaly Planning Terapi: 
N: 87 reguler suspect fibrosis ACC KRS
T: 36,3°C spleen Rujuk RSSA perpoli
RR: 20x/menit

15
  Planing Monitoring: 
K/L: Konjungtiva anemis (+/+), -
Thorax (Jantung): iktus cordis
teraba (-); S1 S2 reguler
Abdomen: Splenomegali
Schufner 4-5

Pemeriksaan Penunjang: 
Pemeriksaan BMP dah hapusan
darah tepi:

Eritrosit: normokrom,
anispoikilositosis,
mikrositik, makroovalosit,
elliptosit, teardrop,
normoblast 5/100 lekosit

Lekosit: kesan jumlah sangat


meningkat, limfoblastoid
(+), hitung jenis:
eos/baso/sab/seg/limfo/mon
o
0/0/4/8/31/0
Promielosit 1%, mielosit3%,
metamielosit 4%,
limfoblastoid 51%

Trombosit: kesan jumlah


menurun

Lain-lain: terdapat infiltrasi


sel limfoblastoid 59% dan
limfosit 19%

Kesimpulan: gambaran
darah tepi dan sum-sum
tulang menunjukkan suatu
leukemic phase of
lymphoma

2.8 Resume
Pasien datang ke IGD RSUDK dan dirawat di ruang Airlangga mulai pada
tanggal 05 November 2022 dengan keluhan lemas sejak 5 hari yang lalu dan semakin
memberat. Lemas dirasakan setiap hari, pasien tidak kuat berjalan lama. Pasien mual
hanya ketika makan nasi, makan nasi hanya 4 sendok dan disertai dengan penurunan
nafsu makan. Penurunan nafsu makan dan kesulitan makan nasi sudah dirasakan
pasien sejak ± 3 bulan yang lalu. Penurunan berat badan belum bisa dikonfirmasi
karena pasien belum pernah memeriksakan berat badannya. Nyeri perut kiri. Perut

16
bagian kiri membesar sejak 1 bulan yang lalu. BAB pasien agak kehitaman. Pasien
pernah sudah pernah ke poli IPD RSUDK dan rawat jalan.

Pada pemeriksaan fisik tekanan darah 152/89 mmHg, nadi 88 x/menit, suhu
36,3°C, RR 20x/menit, saturasi oksigen 98%, konjungtiva anemis, dan splenomegaly
schufner 4-5. Pada pemeriksaan penunjang yang meliputi Pemeriksaan Laboratorium,
pemeriksaan Foto Thorax, USG Abdomen, hapusan darah tepi dan Bone Marrow
Puncture dan didapatkan hasil sebagai berikut: 1). Pemeriksaan Lab bisitopenia
dengan leukositosis serta Neutropenia, Limfositosis dan Monositosis; 2). Pada
pemeriksaan hasil foto thorax didapatkan hasil normal; 3). Pada hasil USG Abdomen
didapatkan hasil ukuran lien membesar ± 20. 2x9.8 cm, sudut tumpul, tidak tampak
lesi solid atau kistik patologis; 4). Pada hasil hapusan darah tepi didapatkan eritrosit
normokrom, anispoikilositosis, mikrositik, makroovalosit, elliptosit, teardrop,
normoblast 5/100 lekosit, leukosit kesan jumlah sangat meningkat, limfoblastoid (+),
dan trombosit kesan jumlah menurun; 5). BMP didapatkan hasil Lain-lain: terdapat
infiltrasi sel limfoblastoid 59% dan limfosit 19% dengan kesimpulan gambaran
leukemic phase of lymphoma.

17
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Dasar Penegakan Diagnosa
Penegakan diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini Tn M datang ke ruang Airlangga RSUDK dari IGD
dengan keluhan lemas sejak 5 hari yang lalu dan semakin memberat. Selain lemas, pasien
juga mengeluhkan penurunan nafsu makan yang telah ada selama ±3 bulan walau belum
terkonfirmasi mengenai efek penurunan nafsu makan dengan penurunan berat badan pada
pasien karena pasien tidak diukur berat badannya serta nyeri perut bagian kiri yang disertai
pembesaran sejak 1 bulan yang lalu. Data dari anamnesis didapatkan terdapat dugaan adanya
pembesaran limpa yang membutuhkan konfirmasi dari pemeriksaan fisik serta untuk
penegakan diagnose penyakit masih membutuhkan pemeriksaan fisik lebih lanjut. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan splenomegaly schufner 4-5. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien bisa muncul dugaan adanya
malignansi terutama dilihat dari gejala lemas yang berkepanjangan dan memberat, nyeri perut
sebelah kiri, anemia dan adanya splenomegaly (Chapman et al., 2022). Pada limfoma
umumnya dapat kita temukan beberapa manifestasi klinis seperti adenopati yang tidak nyeri.
Adenopati dapat bertambah dan berkurang selama bertahun-tahun dalam presentasi lamban
atau melibatkan adenopati progresif cepat dalam subtipe yang lebih agresif. Limfoma
Hodgkin biasanya muncul di kelenjar getah bening supradiaphragmatic. Limfoma non-
Hodgkin dapat berasal dari mana saja di tubuh, dengan subtipe spesifik yang berasal dari
saluran pencernaan, kulit, atau sistem saraf pusat. Gejala sistemik demam, penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan, dan keringat malam terjadi pada sebagian pasien dengan
penyakit yang lebih lanjut. Limfoma menyebar ke situs ekstranodal dengan invasi langsung
atau dengan penyebaran hematogen ke limpa, hati, paru-paru, atau sumsum tulang. Limfoma
tingkat tinggi dapat hadir sebagai keadaan darurat onkologis karena kompresi struktural dari
tumor yang membesar, termasuk sindrom vena cava superior, kompresi sumsum tulang
belakang epidural ganas, atau efusi perikardial ganas. Sindrom paraneoplastik jarang terjadi
pada limfoma, terjadi sebagai degenerasi serebelar paraneoplastik pada limfoma Hodgkin dan
sebagai dermatomiositis dan polimiositis pada limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin (Lewis et
al., 2020). Namun, untuk pembuktian lebih lanjut maka diperlukan pemeriksaan penunjang
yang diperlukan untuk menunjang dugaan adanya malignansi/keganasan.

18
Hasil pemeriksaan penunjang pada Tn. M didapatkan hasil sperti berikut: 1).
Pemeriksaan laboratorium tanggal 7/11/2022 [trombositopenia (13.000 sel/cmm),
eritrositopenia, leukositosis (114.150 sel/cmm), Hb (8,7 g/dL), HCT (26,3%), Neutropenia
(14,5%), limfositosis (71,3%) dan monositosis (13,7%)], 2). Pemeriksaan foto thorax dengan
hasil normal, 3). USG abdomen menunjukkan lien membesar dengan ukuran ±20.2 x 9.8 cm,
sudut tumpul, tidak tampak lesi solid atau kistik patologis, 4) BMP (Bone Marrow Puncture)
dengan kesimpulan hasil leukemic phase of lymphoma dengan infiltrasi sel limfoblastoid 59%
dan limfosit 19%, 5) Hapusan darah tepi dengan hasil leukosit kesan jumlah sangat
meningkat dan limfoblastoid (+), eritrosit normokrom, anispoklositosis, mikrositik,
makroovalosit, elliptosit, teardrop, normoblast 5/100 leukosit dan trombosit kesan jumlah
menurun. Berdasarkan data dari beberapa pemeriksaan penunjang, didapatkan data bahwa
telah terjadi sebuah keganasan sehingga dugaan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
telah terbukti terutama melihat hasil dari pemeriksaan BMP. BMP sendiri dilakukan sebagai
salah satu pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk evaluasi dari penyakit infiltrative
(jinak dan keganasan) (Lanzkowsky, 2010). Menurut Musolino et al (2010) BMP merupakan
prosedur yang berguna dalam mendeteksi adanya infiltrasi oleh limfoma walaupun belum
bisa menggantikan pemeriksaan biopsy sumsum tulang.

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan adanya suatu fase leukemia


dimana adanya leukositosis, neutropenia, monositosis yang disertai dengan trombositopenia
dan eristopenia. Kondisi dari hasil pemeriksaan penunjang laboratorium memang
menunjukkan kecenderungan yang mengarah ke diagnosis leukemia namun melihat adanya
hasil pemeriksaan fisik berupa splenomegaly dan hasik BMP dengan adanya infiltrasi sel
limfoblastoid dan limfosit menunjukkan diagnose yang mengarah ke leukemic phase of
lymphoma. Kejadian leukemic phase ini merupakan kondisi yang jarang atau minoritas terjadi
pada kasus lymphoma terutama pada kasus yang terdiagnosis pada tahun-tahun pertama
(Bain and Catovsky, 1995). Come et al (1980) berpendapat terjadinya leukemic phase
merupakan sebuah manifestasi klini dari suatu penyakit lain yang mendasarinya sehingga
pemeriksaan penunjang lainnya dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis
limfoma dibuat menggunakan open lymph node biopsy, berdasarkan morfologi,
imunohistokimia, dan flowcytometry. Meskipun fine-needle aspiration dan biopsi jarum inti
sering menjadi bagian dari evaluasi awal (Lewis et al., 2020). Menurut Cheson (2015)
berpendapat bahwa fine-needle aspiration memiliki kemungkinan besar hasil negatif palsu,
memperoleh sampel non-representatif yang mengakibatkan kesalahan diagnosis, dan tidak

19
menyediakan jaringan yang cukup untuk studi molekuler dan genetik, dan oleh karena itu,
sangat tidak dianjurkan. Biopsi eksisi lebih disukai, meskipun biopsi inti dapat diterima jika
yang pertama tidak memungkinkan. Setelah melakukan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis dari limfoma maka kita perlu melakukan pengklasifikasian pada
limfoma untuk menentuka manajemen terapi yang cocok pada limfoma.

Fungsi dari pengklasifikasian atau staging dari limfoma memiliki banyak manfaat
selain dari segi regimen terapi yang diberikan, alasannya adalah untuk melihat survival rate
dalam 5 tahun dan faktor resiko yang berkaitan dengan jenis limfoma. Staging limfoma
menggunakan sistem stadium Ann Arbor awalnya dikembangkan pada tahun 1971 untuk
limfoma Hodgkin, dan kemudian diadaptasi untuk limfoma non-Hodgkin. Sistem klasifikasi
Lugano selanjutnya memodifikasi stadium dengan menggabungkan hasil tomografi emisi
positron/computed tomography (PET-CT) untuk menentukan stadium limfoma. PET-CT
digunakan untuk subtipe limfoma fluorodeoxyglucose-avid, dengan gejala saja digunakan
untuk menentukan stadium subtipe yang tersisa. Sistem stadium baru menggabungkan dua
klasifikasi berdasarkan gejala: A (tidak adanya gejala) dan B (adanya demam, penurunan
berat badan, dan keringat malam) untuk limfoma Hodgkin. Biopsi sumsum tulang sekarang
direkomendasikan hanya untuk limfoma sel B besar yang menyebar dengan hasil PET-CT
negative ((Lewis et al., 2020).

Gambar 3. 1 Tabel Klasifikasi Lugano untuk Staging


Limfoma (Lewis et al., 2020)

20
Seperti yang dibahas diatas, mengetahui jenis limfoma dapat mebantu kita untuk
mengetahui survival rate pasien dalam 5 tahun kedepan sesuai dengan Gambar 3.2.

Gambar 3. 2 Tabel Limfoma subtipe umum dengan angka insiden


dan survival rate dalam 5 tahun (Lewis et al., 2020)

Selanjutnya, untuk pemahaman mengenai bagaimana staging dari limfoma memiliki


hubungan dengan faktor resiko dari penyakit limfoma. Etiologi genetik, infeksi, dan inflamasi
meningkatkan risiko limfoma. Kerabat tingkat pertama pasien dengan limfoma non-Hodgkin
dan limfoma Hodgkin masing-masing memiliki peningkatan risiko 1,7 kali lipat dan 3,1 kali
lipat untuk mengembangkan limfoma. Riwayat keluarga dari subtipe spesifik limfoma
dikaitkan dengan perkembangannya subtipe yang sama. Ada tiga mekanisme utama di mana
infeksi meningkatkan risiko limfoma: transformasi langsung limfosit, imunosupresi, dan
stimulasi antigenik kronis. Rheumatoid atritis, lupus eritematosus sistemik, sindrom Sjögren,
dermatomiositis, dan celiac disease adalah kondisi inflamasi yang meningkatkan risiko
limfoma melalui penyebab spesifik penyakit dan penggunaan obat imunosupresif secara
kronis. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi termasuk penggunaan tembakau saat ini atau
sebelumnya dan obesitas (indeks massa tubuh 30 kg per m 2 atau lebih tinggi). Implan
payudara dan paparan pestisida jangka panjang juga dikaitkan dengan limfoma nonHodgkin
(Lewis at al., 2020; Jamil and Mukamalla, 2022). Pada pasien ini Adapun beberapa
kecurigaan mengenai dari faktor resiko untuk meningkatkan resiko terjadinya limfoma yaitu
paparan pestisida jangka Panjang dimana pasien ada seorang petani dan karena Riwayat
merokok sebelumnya.

21
Penjelasan mengenai hubungan kuat dari penggunaan pestisida dan Riwayat merokok
akan kita bahas disini. Diketahui bahwa kelainan genetic atau memang imunodefisiensi dapat
memediasi terjadinya limfoma, namun derajat kecil dari imunodefisiensi dapat memediasi
pertumbuhan dari limfoma juga (Ekstrom-Smedby, 2006). Bukti menunjukkan bahwa
paparan OCP memiliki efek buruk pada sistem kekebalan manusia karena
imunotoksisitasnya. Pestisida organoklorin (OCPs), salah satu polutan organik persisten
(POPs) yang paling melimpah, telah digunakan secara luas di bidang pertanian sebagai
insektisida dan untuk pencegahan malaria di seluruh dunia sejak tahun 1940-an. Dalam
imunotoksisitas langsung, OCP dapat mengganggu sistem kekebalan selama pengembangan,
ekspansi, dan pensinyalan kelangsungan hidup dalam sel kekebalan, yang dapat menghambat
perkembangan dan kelangsungan hidup imunosit yang terlibat dalam jalur utama, seperti
induksi stres oksidatif, disfungsi mitokondria, stres retikulum endoplasma, gangguan sistem
protease ubiquitin atau autophagy, dan penghambatan enzim dengan aktivitas esterase (Luo
et al., 2016). Merokok tembakau mempengaruhi sistem kekebalan tubuh secara merugikan
dalam berbagai cara. Perubahan keseimbangan Th1/Th2, yang diketahui terkait dengan
merokok dan dengan HL, mungkin merupakan mekanisme penyebab yang mungkin untuk
menjelaskan hubungan tersebut serta merokok secara epidemiologi berkaitan dengan
peningkatan dari HL dengan positif virus EBV (Morton et al.,2005; Kampe-Jorgensen et al.,
2013).

Pada pembahasan kasus bagian akhir yang akan kita bahas adalah bagaimana
pengawasan dan prognosis termasuk imunisasi dari limfoma. Pasien yang telah mencapai
remisi memerlukan pengawasan rutin untuk memantau komplikasi dan kekambuhan, serta
pemeriksaan sesuai usia yang direkomendasikan oleh U.S. Preventive Services Task Force.
Komplikasi pengobatan limfoma termasuk keganasan sekunder (yaitu, payudara, paru-paru,
kulit, usus besar), penyakit jantung, infertilitas, dan disfungsi endokrin, neurologis, dan
psikiatri. Pedoman NCCN saat ini menguraikan parameter pemantauan khusus untuk tindak
lanjut dan pencegahan penyakit sekunder. Luas dan frekuensi tindak lanjut secara khusus
bergantung pada subtipe histologis limfoma. Pasien harus menindaklanjuti dengan ahli
onkologi setiap tiga sampai enam bulan selama dua tahun pertama, setiap enam sampai 12
bulan sampai tahun 3, kemudian setiap tahun sesudahnya. Setelah lima tahun bebas kanker,
pasien dapat dialihkan ke dokter perawatan primer. Jika pasien asimtomatik, pencitraan
surveilans rutin tidak meningkatkan hasil atau memberikan manfaat klinis (Lewis et al.,2020)

22
Gambar 3. 3 Tabel Surveilans Limfoma hingga Lima Tahun Pasca Perawatan (Lewis et al.,
2020)

Untuk imunisasi pada pasien limfoma, semua pasien dengan limfoma harus menerima
vaksinasi pneumokokus awalnya dengan vaksin konjugat pneumokokus 13-valent (Prevnar
13), diikuti setidaknya delapan minggu kemudian dengan vaksin polisakarida pneumokokus
23-valent (PPSV23; Pneumovax 23) dan kemudian PPSV23 lagi setidaknya lima tahun nanti.
Pasien yang menerima antibodi anti-sel-B tidak boleh menerima vaksinasi influenza tahunan,
dan pemberian vaksin hidup dikontraindikasikan selama kemoterapi. Vaksinasi rutin yang
direkomendasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) harus resume,
termasuk yang direkomendasikan tidak aktif atau langsung vaksin tiga bulan setelah
kemoterapi atau enam bulan setelah terapi antibodi anti-sel-B. Pasien yang menerima
transplantasi sel induk hematopoietik harus menerima serangkaian tiga dosis vaksin
Haemophilus influenzae tipe b mulai enam hingga 12 bulan setelahnya. transplantasi yang
berhasil. Kontak rumah tangga harus menerima rekomendasi CDC yang sesuai imunisasi.

23
Indeks Prognostik Internasional digunakan secara luas untuk semua subtipe limfoma
non-Hodgkin, dan Skor Prognostik Internasional digunakan untuk limfoma Hodgkin sesuai
dengan Gambar 3.3 (Lewis et al., 2020).

Gambar 3. 4 Perbandingan Prognosis pada Limfoma (Lewis


et al., 2020).

3.2 Dasar Pemberian Tatalaksana


Salah satu terapi yang diberikan pada pasien ini adalah methylprednisolone.
Methylprednisolone menghambat fungsi imunologi yang dimediasi sel, terutama yang
bergantung pada limfosit. Pemberian glukokortikoid menghasilkan leukositosis neutrofilik,
peningkatan monosit yang lebih kecil, penurunan dramatis dalam sirkulasi eosinofil, dan
penurunan limfosit yang lebih rendah. glukokortikoid menghambat vasodilatasi dan

24
peningkatan permeabilitas vaskular yang terjadi setelah inflamasi dan menurunkan emigrasi
leukosit ke tempat yang meradang, efek yang membutuhkan sintesis protein baru.
Penggunaan metilprednisolon dan glukokortikoid lainnya mengakibatkan berkurangnya
kemampuan leukosit untuk menempel pada endotelium vaskular dan keluar dari sirkulasi.
Glukokortikoid merusak berbagai fungsi sel T, dan dosis sedang hingga tinggi menginduksi
apoptosis sel T sambil menjaga fungsi sel B dan produksi antibodi tetap terjaga. Pada pasien
ini dalam 2 hari ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan
dari jumlah leukosit, penurunan dari neutrophil dan monosit, hal ini dapat dijelaskan karena
secara mekanisme dari methylprednisolone (glukokortikoid) mengalami peningkatan
pelepasan PMN dari sumsum tulang, menunda apoptosis PMN dalam sirkulasi, dan
mengurangi jalan keluar PMN ke jaringan yang meradang sehingga seolah-olah jumlah
leukosit mengalami peningkatan (Nakagawa et al., 1998; Coutinho and Chapman, 2011;
Ocejo and Correa, 2022).

Terapi yang selanjutnya adalah pemberian dari omeprazole dan santagesic. Santagesic
merupakan obat yang mengandung methamizole Na dimana merupakan obat golongan
NSAID. Metamizole dianggap sebagai inhibitor COX-1 dan COX-2 non-selektif. Mekanisme
yang terlibat dalam efek analgesiknya kompleks. Kemungkinan besar, efek ini dicapai
melalui kedua tindakan tersebut COX-3 dan dampaknya pada sistem opioidergik dan sistem
kanabinoid (Jasiecka et al., 2014). Obat ini diberikan dengan indikasi pada pasien terutama
karena pada pasien ketika datang dari IGD sempat mengeluhkan adanya nyeri perut kiri
sehingga santagesic digunakan sebagai pereda nyeri. Omeprazole adalah penghambat pompa
proton. Ini adalah benzimidazole. Ini menghambat pompa sel parietal H+ / K+ ATP, langkah
terakhir produksi asam. Pada gilirannya, omeprazole menekan basal lambung dan
merangsang sekresi asam. Omeprazole diketahui sebagai salah satu terapi primer pada pasien
dnegan gejala dyspepsia terutama pada pasien kasus ini dimana terjadi penurunan nafsu
makan karena tidak bisa makan nasi yang bisa memicu muntah, hal ini sesuai dimana dalah
strategi untuk manajemen terapi dari dyspepsia dimana terdapat tiga faktor yang mendukung
dari penggunaan PPI pada dyspepsia antara lain: (1) PPI dapat memperbaiki gejala dispepsia
non ulkus, (2) terapi PPI empiris efektif pada banyak kasus penyakit gastroesophageal reflux
(GERD), (3) PPI dapat mempercepat pengurangan gejala penyakit ulkus peptikum (Brennan
et al., 2002; Achmad, 2011). Dalam pemberian dari omeprazole juga dapat diberikan
mencegah dari efek samping dari methylprednisolone dan santagesic dimana dapat memiliki
efek samping dyspepsia.

25
Pada pasien juga diberika terapi yaitu tranfusi packed red cell sebanyak 2 labu. Hal
ini dilakukan karena Hb pasien masih dibawah normal yaitu 8,7 g/dL. Hal ini sesuai dengan
table indikasi mengenai tranfusi darah oleh Muller et al (2015) dimana karena Hb pasien juga
berada diantara >8-≤10 g/dL yang disertai dengan gejala anemia hipoksia dapat diberikan
tranfusi darah.

Perlu diketahui pengobatan limfoma secara lebih lanjut harus terlebih dahulu
dibuktikan dengan pemeriksaan penujang yang memenuhi kategori/pengklasifikasian dari
macam-macam limfoma. Pengobatan limfoma terdiri dari kemoterapi saja atau
dikombinasikan dengan radioterapi. Radioterapi saja tidak dianjurkan. Toksisitas dari
radioterapi dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang yang serius seperti kanker
sekunder di daerah yang diradiasi, termasuk kanker payudara atau paru-paru. Selain itu,
pasien yang menerima kemoterapi selanjutnya dapat berkembang menjadi kanker payudara

Gambar 3. 5 Tabel terapi limfoma (Lewis et al., 2020)

26
atau paru-paru, melanoma, atau leukemia myeloid akut. Pasien yang lebih tua dari 60 tahun
saat didiagnosis memiliki hasil yang lebih buruk, terlepas dari stadiumnya. The National
Comprehensive Cancer Network (NCCN) merekomendasikan untuk menghindari agen
kemoterapi tertentu pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun. Pengobatan standar untuk
limfoma Hodgkin adalah ABVD (doxorubicin [Adriamycin], bleomycin, vinblastine dan
Dacarbizine).

27
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Limfoma adalah sekelompok neoplasma limfoid yang timbul dari proliferasi sel
klonal sel B, Sel T dan subset sel natural killer (NK) dari limfosit pada berbagai tahap
pematangan yang dapat melibatkan jaringan limfatik, sumsum tulang dan situs ekstranodal
(SSP, kulit, paru, GIT, tulang dan sumsum tulang). Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
dapat kita temuka gejala seperti lemas, penurunan berat badan, konjungtiva anemis dan
splenomegaly. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk melihat bagaimana leukemic
phase terjadi pada limfoma. Bone marrow puncture dan Bone Marrow Biopsy merupakan
prosedur yang berguna dalam mendeteksi adanya infiltrasi oleh limfoma. Terapi awal seperti
santagesic,omeprazole dan methylprednisolone dapat digunakan untuk terapi simptomatis
dan untuk menekan kondisi peningkatan sel darah putih. Pengobatan limfoma terdiri dari
kemoterapi saja atau dikombinasikan dengan radioterapi serta terapi obat-obatan. Pada
limfoma Hodgkin terapi yang dapat diberikan adalah ABVD (doxorubicin [Adriamycin],
bleomycin, vinblastine dan Dacarbizine) dan untuk limfoma non-hodgkin adalah CHOP
(Cyclophosphamide, doxorubicin [hydroxydaunorubicin], Vincristine (oncovin) dan
Prednisone). Indeks Prognostik Internasional digunakan secara luas untuk semua subtipe
limfoma non-Hodgkin, dan Skor Prognostik Internasional digunakan untuk limfoma
Hodgkin.

4.2 Saran

Diharapkan dengan adanya laporan kasus ini dapat membantu penulis dan pembaca
dalam memahami permasalahan pada penyakit hipertiroidisme serta manajemen
penangananya. Di sisi lain, penulis mengharapkan laporan kasus ini dapat menjadi acuan
untuk penelitian lebih alnjut mengenai hubungan beberapa faktor resiko serta mekanismenya
dengan angka kejadian limfoma serta menjadi penunjang mengenai kebutuhan dalam alat
atau metode untuk menentukan jenis dari limfoma.

28
DAFTAR PUSTAKA
1. Antonino Musolino, Annamaria Guazzi, Rita Nizzoli, Michele Panebianco,
Cristina Mancini, Andrea Ardizzoni, 2010, “Accuracy and relative value of bone
marrow aspiration in the detection of lymphoid infiltration in non-Hodgkin lymphoma”,
TUMORI, 6(1):24-7. doi: 10.1177/030089161009600104. PMID: 20437853.
2. B J Bain and D Catovsky, 1995, “The leukaemic phase of non-Hodgkin's
lymphoma”, JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY, Vol: 48, Page 189-193.
3. Bruce D. Cheson, 2015, “Staging and response assessment in lymphomas: the
new Lugano classification”, CHINESE CLINICAL ONCOLOGY: REVIEW
ARTICLE, http://dx.doi.org/10.3978/j.issn.2304-3865.2014.11.03.
4. Jamil A, Mukkamalla SKR. Lymphoma. [Updated 2022 Jul 18]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560826/.
5. Andrea Gallamini, MD and Malik Juweid, MD, 2021, “Lymphoma”, EXON
Publications, ISBN: 978-0-6453320-0-1 DOI: https://doi.org/10.36255/exon-
publications.lymphoma.2021.
6. William D. Lewis, MD; Seth Lilly, PharmD, BCPS; and Kristin L. Jones, PA-
C, 2020, “Lymphoma: Diagnosis and Treatment”, AAFP, available at
https://www.aafp.org/ afp/2020/0101/p34-s1.html.
7. STEVEN E. COME, M.D.* ELAINE S. JAFFE. M.D. IUDITH C.
ANDERSEN. M.D.’ RISA B. MANN, M.D.1 BONNIE L. JOHNSON, R.N.
VINCENT T. DeVITA. jr., M.D. ROBERT C. YOUNG, M.D., 1980, “Non-Hodgkin’s
Lymphomas in Leukemic Phase: Clinicopathologic Correlations”, The American
Journal of Medicine, Vol. 69.
8. Ary Harryanto Reksodiputro, 2015, “Multicentre Epidemiology and Survival
Study of B Cell Non-Hodgkin Lymphoma Patients In Indonesia”, Journal of Blood
Disorders & Transfusion, Vol. 6, issu 2, ISSN:2155-9864 JBDT.
9. Nungki Anggorowati, Indrawati, Amira L Dhyanti, Hafidh Arkananda,
Salsabilla Hasna Rizki, Syahru Agung Setiawan, Miraz Radhea Bagaskoro, Mardiah
Suci Hardianti, 2021, “Sociodemographic and Clinicopathological Features of
Lymphoma Patients in Indonesia: A report from Special Region of Yogyakarta
Province”, Asian Pacific Journal of Environment and Cancer, Vol. 4, No.1, DOI
10.31557/APJEC.2021.4.1.33-38.

29
10. Philip Lanzkowsky, M.B., Ch.B., M.D., Sc.D. (honoris causa), F.R.C.P.,
D.C.H., F.A.A.P, 2011, “Lymphadenopathy and Splenomegaly”, Manual of Pediatric
Hematology and Oncology. Page. 461-471, doi: 10.1016/B978-0-12-375154-
6.00015-X.
11. Dan Luo, Tingting Zhou, Yun Tao, Yaqian Feng,1 Xiaoli Shen, and Surong
Mei, 2016, “Exposure to organochlorine pesticides and non-Hodgkin lymphoma: a
meta-analysis of observational studies”, Scientific Reports, doi: 10.1038/srep25768.
12. Karin Ekström-Smedby, 2006, “Epidemiology and etiology of non-Hodgkin
lymphoma – a review”, ACTA ONCOLOGICA, Page 258-271, DOI:
10.1080/02841860500531682.
13. Lindsay M. Morton; Patricia Hartge; Theodore R. Holford; Elizabeth A.
Holly; Brian C.H. Chiu; Paolo Vineis; Emanuele Stagnaro; Eleanor V. Willett; Silvia
Franceschi; Carlo La Vecchia; Ann Maree Hughes; Wendy Cozen; Scott Davis;
Richard K. Severson; Leslie Bernstein; Susan T. Mayne; Fred R. Dee; James R.
Cerhan; Tongzhang Zheng, 2005, “Cigarette Smoking and Risk of Non-Hodgkin
Lymphoma: A Pooled Analysis from the International Lymphoma Epidemiology
Consortium (InterLymph)”, Cancer Epidemiol Biomarkers Prev, Vol. 14, issues 4,
page 925-933, https://doi.org/10.1158/1055-9965.EPI-04-0693.
14. Kamper-Jørgensen M, Rostgaard K, Glaser SL, Zahm SH, Cozen W, Smedby
KE, Sanjosé S, Chang ET, Zheng T, La Vecchia C, Serraino D, Monnereau A, Kane
EV, Miligi L, Vineis P, Spinelli JJ, McLaughlin JR, Pahwa P, Dosman JA, Vornanen
M, Foretova L, Maynadie M, Staines A, Becker N, Nieters A, Brennan P, Boffetta P,
Cocco P, Hjalgrim H. Cigarette smoking and risk of Hodgkin lymphoma and its
subtypes: a pooled analysis from the International Lymphoma Epidemiology
Consortium (InterLymph). Ann Oncol. 2013 Sep;24(9):2245-55. doi:
10.1093/annonc/mdt218. Epub 2013 Jun 19. PMID: 23788758; PMCID: PMC3755332.
15. A. Jasiecka, T. Maślanka, J.J. Jaroszewski, 2014, “Pharmacological
characteristics of metamizole”, Polish Journal of Veterinary Sciences, Vol. 17, No. 1,
Page 207-214, DOI 10.2478/pjvs-2014-0030.
16. Motohito Nakagawa, Takeshi Terashima, Yulia D’yachkova, Gregory P.
Bondy, James C. Hogg and Stephan F. van Eeden, 1998, “Glucocorticoid-Induced
Granulocytosis”, CIRCULATION, Vo. 98, No.21,
https://doi.org/10.1161/01.CIR.98.21.2307.

30
17. Ocejo A, Correa R. Methylprednisolone. [Updated 2022 May 22]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544340/.
18. Coutinho AE, Chapman KE. The anti-inflammatory and immunosuppressive
effects of glucocorticoids, recent developments and mechanistic insights. Mol Cell
Endocrinol. 2011 Mar 15;335(1):2-13. doi: 10.1016/j.mce.2010.04.005. Epub 2010 Apr
14. PMID: 20398732; PMCID: PMC3047790.
19. Shah N, Gossman W. Omeprazole. [Updated 2022 Oct 9]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539786/.
20. Anisyah Achmad, 2011, “EFFECTIVENESS OMEPRAZOLE AND
LANSOPRAZOLE IN DYSPEPSIA PATIENT WITH NEPEAN DYSPEPSIA INDEX”,
Folia Medica Indonesiana, Vol. 47 No. 1.
21. Müller MM, Geisen C, Zacharowski K, Tonn T, Seifried E. Transfusion of
Packed Red Cells: Indications, Triggers and Adverse Events. Dtsch Arztebl Int. 2015
Jul 20;112(29-30):507-17; quiz 518. doi: 10.3238/arztebl.2015.0507. PMID: 26249256;
PMCID: PMC4555065.

31

Anda mungkin juga menyukai