Anda di halaman 1dari 29

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN NOVEMBER 2023

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA AWAL VITILIGO DEWASA DENGAN LUAS


<20% PERMUKAAN KULIT

Oleh :

Siti Paqiha Islami Ilham (C014222005)

Dinda Soleha (C014222008)

Dzulkifli Lukman Bilondatu (C014222194)

Hendy Putra Tenggala (C014222195)

Andi Nur Azizah Ramadhani (C014222111)

Residen Pendamping :
dr. Kharisma Alifa
Supervisor Pembimbing :

dr. Hj. Sri Rimayani Malik, Sp. D.V.E, M. Tr. Adm. Kes, FINSDV, FAADV

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

1. Nama : Siti Paqiha Islami Ilham


NIM : C014222005
2. Nama : Dinda Soleha
NIM : C014222008
3. Nama : Hendy Putra Tenggala
NIM : C014222194
4. Nama : Dzulkifli Lukman Bilondatu
NIM : C014222195
5. Nama : Andi Nur Azizah Ramadhani
NIM : C014222111

Telah menyelesaikan tugas referat dengan judul “Diagnosis dan Tatalaksana


Awal Vitiligo dengan Luas <20% Permukaan Kulit” dalam rangka kepaniteraan
klinik pada Departemen Dermatologi dan Venerologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar.

Mengetahui,

Residen Pembimbing Supervisor Pembimbing

( dr. Hj. Sri Rimayani Malik, Sp. D.V.E,


( dr. Kharisma Alifa )
M. Tr. Adm. Kes, FINSDV, FAAD )

i
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. I
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ III

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3

2.1 DEFINISI VITILIGO.............................................................................. 3

2.2 ETIOLOGI .............................................................................................. 3

2.3 EPIDEMIOLOGI .................................................................................... 5

2.4 PATOGENESIS ...................................................................................... 7

2.5 MANIFESTASI KLINIS ...................................................................... 10

2.6 DIAGNOSIS ......................................................................................... 13

2.7 DIAGNOSIS BANDING ...................................................................... 14

2.8 TATALAKSANA ................................................................................. 16

2.9 PROGNOSIS ........................................................................................ 22

2.10 KOMPLIKASI ...................................................................................... 22

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 23

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Patogenesis dan manifestasi klinis vitiligo .................................................. 7

Gambar 2 Patogenesis Vitiligo.................................................................................... 10

Gambar 3 Vitiligo pada mukosa bibir ......................................................................... 11

Gambar 4 Vitiligo campuran, dimana terdapat vitiligo bilateral dan vitiligo segental12

Gambar 5 Vitiligo Segmental...................................................................................... 12

Gambar 6 Algoritma Terapi Nonsegmental Vitiligo (8). ........................................... 16

Gambar 7 Algoritma Terapi Vitiligo Segmental (8). .................................................. 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Sejak zaman dahulu vitiligo telah dikenal dengan beberapa istilah yakni
Shwetekusta, suitra, behak, dan beras (1). Heronymus Mercurialis (1576)
mengemukakan kata yang berasal dari bahasa latin “vitium” artinya noda kecil,
ditambah imbuhan “igo” artinya keadaan atau penyakit. Hipotesa lain
mengatakan bahwa berasal dari bahasa latin “vitium” yang berarti kerusakan
atau “vitelius” yang berarti sebuah bercak putih. (1)

Vitiligo adalah kelainan pigmen yakni hipomelanosis idiopatik yang


ditandai dengan adanya makula putih yang dapat meluas dan dapat mengenai
seluruh tubuh yang mengandung sel melanosit. (1) Vitiligo telah dijelaskan
3.500 tahun yang lalu dalam teks-teks Mesir dan India, dan stigma sosial yang
terkait dengan penyakit yang merusak penampilan ini sudah terlihat sejak awal.
Atharvaveda, sebuah teks kuno yang ditulis di India antara 1500 dan 1000 SM,
mencatat rincian bercak putih pada kulit, seperti juga Papirus Ebers Mesir (1500
SM) dan kitab Imamat dalam Alkitab Ibrani dari waktu yang hampir sama.
Sastra India menunjukkan bahwa pernikahan seorang anak laki-laki atau
perempuan dengan orang yang memiliki bercak putih ini "dimurkai" (2). Sastra
Buddha awal menyatakan bahwa pria dan wanita dengan vitiligo tidak
memenuhi syarat untuk diordain, dan teks Hindu menyarankan bahwa mereka
yang menderita penyakit ini mungkin pernah mencuri pakaian di kehidupan
sebelumnya (3).

Vitiligo adalah kelainan pigmen yakni hipomelanosis idiopatik yang


ditandai dengan adanya makula putih yang dapat meluas dan dapat mengenai
seluruh tubuh yang mengandung sel melanosit. Vitiligo ditandai oleh
depigmentasi kulit berbentuk bercak yang dapat muncul di bagian mana pun
pada tubuh. Ini memengaruhi sekitar 1% dari populasi dunia tanpa perbedaan
prevalensi vitiligo sekitar
signifikan dalam prevalensi berdasarkan jenis kelamin, etnis, atau wilayah

1
geografis (3). Seperti pada zaman kuno, vitiligo secara negatif mempengaruhi
kualitas hidup pasien dengan menurunkan rasa harga diri dan menyebabkan
tekanan psikologis yang signifikan (4). Penurunan kualitas hidup ini sebanding
dengan penyakit kulit yang menyulitkan lainnya seperti psoriasis dan eksim (3).
Lesi kulit vitiligo adalah tanda-tanda penyakit yang terlihat yang menyebabkan
rasa malu, kecemasan, dan depresi (4). Lokasi yang terlihat seperti tangan dan
wajah umumnya terkena, dan pasien sering kali khususnya takut terhadap
penyebaran dan memburuknya penyakit mereka di lokasi-lokasi ini (4).

Kemajuan signifikan telah dicapai baru-baru ini dalam pemahaman kita


terhadap patogenesis vitiligo, dan sekarang jelas diklasifikasikan sebagai
penyakit autoimun, terkait dengan faktor genetik dan lingkungan bersama
dengan kelainan metabolik, stres oksidatif, dan pelepasan sel. Vitiligo
seharusnya tidak dianggap sepele atau hanya sebagai masalah kosmetik, karena
dampaknya dapat merusak secara psikologis, seringkali dengan beban yang
mana referensinya ini?
signifikan pada kehidupan sehari-hari .

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Vitiligo

Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit, disebabkan


faktor genetik dan non genetik yang berinteraksi dengan kehilangan atau
ketahanan fungsi melanosit dan pada kenyataanya merupakan perisitiwa
autoimun. Keterangan lainnya mencakup kejadian kerusakan adesi melanosit,
neurogenik, biokimiawi, autotoksisitas.Terkadang mulai setelah lahir, walaupun
dapat pula muncul pada masa anakanak, awitan rata-rata berusia 20 tahun.
Penyebaran lesi tersering nonsegmental atau generalisata sedangkan jenis
lainnya yang tidak banyak adalah segmental, lesi depigmentasi menyebar
asimetris, yaitu hanya pada satu sisi. Aspek penting pada vitiligo adalah efek
psikologis, terutama bila terlihat oleh orang lain. Pasien sering mengalami efek
sosial dan emosional, misalnya percaya diri yang kurang, kecemasan sosial,
depresi, stigmatisasi, dan yang paling luar biasa adalah penolakan lingkungan.
Dampak ini sedikit dijumpai pada pasien kulit putih, karena kulit normalnya
tidak berbeda mencolok dengan wama vitiligo.⁶

2.2 Etiologi
penyebab pasti

Penyebab belum diketahui, berbagai faktor pencetus sering dilaporkan,


Ini setelah teori penyebab

misalnya krisis emosi dan trauma fisis. Walaupun banyak teori yang mencoba

menjelaskan mengenai kehilangannya melanosit epidermal pada vitiligo namun

penyebab pastinya tidak diketahui. Banyak teori yang mencoba mengungkapkan

hubungan vitiligo dengan genetik, autoimun, biokimia dan neurohormonal.⁷

1. Genetik pada Vitiligo

3
Hampir seluruh studi genetika terfokus pada vitiligo generalisata, telah di

identifikasi sedikitnya 10 lokus yang berbeda. Tujuh dari 10 yang dijumpai

terkait dengan penyakit autoimun lainnya (antara lain: HLA kelas I dan II,

PTPN22, LPP, NALP1, TYR yang mengkode tirosinase yang merupakan

enzim penting dalam sintesis melanin). Pada tipe segmental diduga adanya
MANA REFERENSINYA

mutasi gen mosaik denovo bersifat sporadis.

2. Autoimun

Ditemukannya aktivitas imunitas humeral berupa antibodi anti melanosit yang

mampu membunuh melanosit secara in vitro maupun in vivo. Sekarang

aktivitas humeral ini lebih diduga sebagai response sekunder terhadap

melanosit yang rusak dibandingkan dengan respons primer penyebab vitiligo

generalisata. Pada tepi lesi vitiligo generalisata ditemukan adanya sel T

sitotoksik yang mengekspresikan profil sitokin tipe 1.MANA REFERENSINYA

3. Neural

Hipotesis ini menunjukkan adanya mediator neurokimia yang bersifat

sitotoksik terhadap sel pigmen dan dikeluarkan oleh ujung saraf didekatnya.MANA REFERENSINYA

Teori ini didukung oleh kenyataan:

a. Vitiligo lokalisata yang terbatas secara segmental tidak dermatomal

melainkan menyerang beberapa dermatom.

b. Vitiligo segmental tidak berefek dengan obatobat vitiligo konvensional

tetapi membaik terhadap obat-obat yang memodulasi fungsi saraf.

4
c. Terjadinya vitiligo dilaporkan setelah mengalami tekanan emosional berat

atau setelah kejadian neurologikal, misalnya ensefalitis, multipel sklerosis,

dan jejas saraf perifer.

4. Biokimia

Kerusakan mitokondria mempengaruhi terbentuknya melanocyte growth

factors dan sitokin perugalsi ketahanan melanosit. Kadar antioksidan biologik

pada vitiligo: katalase dan glutation peroksidase berkurang, disebabkan kadar

Hp2 epidermis yang meningkat. Bukti histopatologis menunjukkan adanya

kerusakan yang diperantarai stress oxidative berupa degenerasi vakuol. MANA REFERENSINYA

Beberapa penulis menekankan adanya sensitivitas melanosit terhadap agen

peroksidatif Walaupun melemahnya sifat scavenging radikal bebas pada masa

biosintesis melanin belum jelas, namun dua teori yang paling menjanjikan

adalah: akumulasi Hp2 di epidermis dan ekspresi abnormal tyrosin related

protein (TRP-1).⁷

2.3 Epidemiologi

Vitiligo merupakan gangguan kulit yang paling umum yang


menyebabkan depigmentasi, dengan prevalensi yang diperkirakan mencapai
0,5–2% dari populasi baik pada orang dewasa maupun anak-anak di seluruh
dunia.³ Salah satu survei epidemiologi tertua dan terbesar yang dilaporkan
dilakukan di Pulau Bornholm, Denmark, pada tahun 1977, di mana vitiligo
dilaporkan memengaruhi 0,38% dari populasi.⁴ Vitiligo memengaruhi
kelompok etnis dan orang dengan semua jenis kulit tanpa kecenderungan
tertentu.⁴ Namun, tampaknya terdapat perbedaan geografis yang besar.

5
Vitiligo terjadi di seluruh dunia dengan prevalensi 0,5 – 1 %. Penyakit
ini dapat mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin. Pernah dilaporkan
bahwa vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki,
tetapi perbedaan ini dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien
perempuan oleh karena masalah kosmetik. Vitiligo biasanya mulai terlihat
pada saat anak – anak dan remaja dengan puncaknya pada usia 10 – 30 tahun.³
Ada pengaruh faktor genetik. Pada penderita vitiligo, 5% akan mempunyai
anak dengan vitiligo. Riwayat keluarga vitiligo bervariasi antara 20 – 40 %.¹

Sebagai contoh, sebuah studi di Provinsi Shaanxi, Tiongkok,


melaporkan prevalensi serendah 0,093%, sementara di beberapa wilayah di
India, angkanya mencapai 8,8%.² Nilai yang tinggi ini mungkin disebabkan
oleh inklusi kasus dengan depigmentasi kimia dan toksik, atau karena data ini
mungkin mencerminkan prevalensi dari satu institut kulit di Delhi.³ Selain itu,
ketidaksetaraan dalam data prevalensi mungkin disebabkan oleh pelaporan
data yang lebih tinggi di tempat-tempat di mana stigma sosial dan budaya
umum, atau di mana lesi lebih jelas terlihat pada individu dengan kulit yang
lebih gelap.

6
PILIH SALAH SATU AJA BAGAN PATOF NYA, GAMBAR LETAKKAN
2.4 Patogenesis DITENGAH BUKAN DI AWAL PARAGRAF

Gambar 1 Patogenesis dan manifestasi klinis vitiligo

Penyakit autoimun pada kulit dimana Sel T CD8+ menargetkan

melanosit dan menghancurkannya, sehingga menghentikan produksi pigmen,

yang secara klinis bermanifestasi sebagai makula dan bercak putih.

Patogenesis vitiligo mempunyai berberapa hipotesis alternatif termasuk stres

seluler yang menyebabkan degenerasi melanosit, toksisitas kimia

menyebabkan kematian melanosit, dan perubahan saraf itu mempengaruhi

melanosit untuk memproduksi melanin.⁸

7
Proses autoimun di mediasi oleh sistem imun spesifik dan non spesifik

pada sistem imun spesifik Sel T CD-8 sitotoksik merupakan faktor yang

paling berperan dalam destruksi melanosit. Infiltrasi sel T CD-8 sitotoksik

dapat ditemukan pada lapisan epidermis dan dermis. Sel T CD8 memproduksi

beberapa sitokin, seperti interferon-γ (IFN-γ) dan tumor necrosis factor (TNF).

Interferon-γ (IFN-γ) menginduksi CXC chemokine ligand 9 (CXCL9),

CXCL10, dan CXCL11. CXC chemokine ligand 9 (CXCL9) akan

meningkatkan sel T CD-8 pada kulit, sedangkan CXCL10 terdapat pada

epidermis bersama dengan melanosit dan merupakan biomarker progresivitas

penyakit. Pada sistem imun non spesifik Sel natural killer (NK), protein dan

sitokin pro-inflamasi seperti heat-shock protein (HSP), IL-1β, IL-6, IL-8 turut

berperan induksi sel dendrit yang bersifat sitotoksik dan akan

mempresentasikan antigen melanosit spesifik pada sel T dalam sel limfosit.

Hal tersebut menunjukkan adanya keterkaitan sistem imun non-spesifik dan

spesifik dalam destruksi melanosit.Antibodi anti-melanosit dapat ditemukan

pada sitoplasma melanosit. Antibodi terhadap membran dan sitoplasma

antigen juga ditemukan, yaitu Lamin A/C dan Vimentin X.

Stres oksidatif dihasilkan melalui peningkatan reactive oxygen species


KALO BAHASA INGGRIS, HARUS DIMIRINGKAN TULISANNYA

(ROS) dan penurunan enzim antioksidan. Akumulasi ROS akan

mengakibatkan kerusakan melanosit dan mengganggu protein melanogenik

penting seperti tirosinase, yang akan bersifat antigenik sehingga terjadi proses

REFERENSI ITU HARUS ADA DISETIAP


AKHIR KALIMAT/PARAGRAF 8
imunologik. bahan kimia tertentu seperti fenol dapat menginduksi respon stres

seluler pada melanosit dengan bertindak sebagai analog tirosin, bekerja

sebagai agen lingkungan eksogen yang menginduksi dan memperburuk

vitiligo. Metabolit toksik, baik secara intraseluler dan ekstraseluler, diduga

dapat menyebabkan kematian melanosit melalui mekanisme autositotoksisitas.

Menurut penelitian Cui dkk, ditemukan adanya peningkatan high mobility

group box 1 (HMGB1) merupakan non-histone DNA binding protein yang

disekresikan oleh keratinosit saat terpapar oleh ROS atau sinar UVB. yang

akan mengeluarkan CXCL16 dan IL-8. Hal tersebut akan mengakibatkan

autoimunitas pada vitiligo.REFERENSI?

Teori ini menjelaskan bahwa adanya efek gabungan dari beberapa

hipotesis, seperti genetik, neurohumoral, autotoksisitas, autoimun,

melanocytorrhagy, pengaruh lingkungan, dan migrasi melanosit, turut serta

dalam patogenesis vitiligo.⁹

9
Gambar 2 Patogenesis Vitiligo

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari vitiligo berupa makula dan patch yang

berwarna putih dan bersifat asimptomatik sehingga tidak terdapat gatal

maupun nyeri. Lesi dari vitiligo dapat dikelompokkan dari pola munculnya

lesi. Lesi vitiligo dapat mengenai seluruh bagian tubuh, dan biasanya dengan
TERLALU BANYAK KATA “BIASANYA”
distribusi simetris. Penyakit ini biasanya dimulai dari daerah wajah, akral, dan

genital sebagai lokasi awal lesi. Vitiligo akrofasial sering terjadi pada orang

10
dewasa dan biasanya timbul pada daerah tangan, kaki, dan wajah. Vitiligo

universalis adalah bentuk yang langka dari vitiligo dan sering muncul pada

orang dwasa. Kata universalis mengacu pada lokasi lesi dimana hampir

mengenai seluruh tubuh pasien melebihi 80% permukaan kulit. Vitiligo

universalis sering terjadi pada vitiligo yang sudah lama terjadi dan meluas ke

seluruh permukaan kulit.(10)

Vitiligo Mukosa adalah vitiligo yang muncul pada oral maupun genital

sedangkan vitiligo fokal adalah vitiligo yang mengenai hanya sebagian kecil

bagian tubuh dan terisolasi. Varian segmental vitiligo adalah vitiligo dengan

karakteristik distribusi lesi unilateral dan segmental atau berbentuk seperti

blok (block-shaped). Vitiligo campuran adalah bentuk langka dari vitiligo

dimana adanya segmental vitiligo ditambah makula atau patch yang tidak

sesuai segmen. (10)(11) REFERENSINYA PAKE VANCOUVER, BUKAN KAYAK GINI

KETERANGAN GAMBAR PAKAI BORDER


GINI, UKURAN FONT BISA LEBIH KECIL
UKURAN 11
Gambar 3 Vitiligo pada
mukosa bibir
Gambar 3. Vitiligo pada mukosa bibir

11
AREA GENITAL HARUS DI SENSOR

Gambar 4 Vitiligo campuran, Gambar 5 Vitiligo


dimana terdapat vitiligo Segmental
bilateral dan vitiligo segental

Ada beberapa tanda dari aktifnya vitiligo, seperti adanya fenomena

Koebner, Lesi trikrom, depigmentasi seperti konfeti (confetti-like

depigmentation), dan lesi inflamasi. Fenomena Koebner atau respon isomorfik

dimana adanya depigmentasi pada area trauma pada kulit di pasien dengan

vitiligo aktif. Dalam vitiligo trichome, batas depigmentasi dan biasanya

pigmentasi dipisahkan oleh zona hypopigmented, yang menyebabkan batas

lesi tampak kabur. Depigmentasi seperti confetti dibedakan oleh gabungan

banyak makula kecil, yang sering diamati di periferi lesi vitiligo yang sudah

ada. Vitiligo inflamasi dibedakan oleh adanya eritema, sisik, dan gatal di

sepanjang periferi lesi yang depigmentasi atau hipopigmentasi. (10)

12
DARI ANAMNESIA APA YANG HARUS DITANYAKAN

PEMERIKSAAN FISIK, APA AJA YANG DI DAPAT, TAMBAHKAN JUGA FOTO LESI YANG KHAS, BAGAIMANA
MENENTUKAN BERAPA PERSEN AREA TUBUH YANG TERKENA
PEMERIKSAAN NON INVASIF : LAMPU WOOD, DERMOSKOPI, CARI FOTO HASIL
PEMERIKSAANNYA DAN INTERPRETASINYA

PEMERIKSAAN LABORATORIUM, APA SAJA YANG DIPERIKSA? DAN


KENAPA HARUS DIPERIKSA? INTERPRETASINYA APA
2.6 Diagnosis
PEMERIKSAAN INVASIF : HISTOPATOLOGI, INDIKASI, KONTRAINDIKASI,
GAMBAR HASIL HISTO, INTERPRETASINYA
Vitiligo dapat didiagnosis cukup dari pemeriksaan fisik dan tidak dibutuhkan

adanya pemeriksaab laboratorium tambahan ataupun pemeriksaan histologi. Beberapa

hal yang perlu ditanyakan pada pasien seperti usia onset lesi, faktor risiko yang

mungkin menyebabkan, gejala yang menyertai lesi, penyebaran lesi, perubahan lesi

dari waktu ke waktu, riwayat pengobatan, dan riwayat keluarga vitiligo ataupun

penyakit autoimun. Pada pemeriksaan fisik, penting untuk membedakan vitiligo dari
MAKSUDNYA DIBEDAKAN SAMA APA YA?
segmental vitiligo. Vitiligo umumnya merupakan lesi depigmentasi yang simetris dan

dapat terjadi di seluruh permukaan kulit dan paling sering pada bagian wajah

terutama bagian periorifisal, genitalia, dan area akral. (10)(12)

KENAPA SPACE NYA JAUH BGT INI

Pada pemeriksaan lampu Wood dapat dilakukan untuk membedakan dengan

penyakit hipopigmentasi lainnya. Pada pemeriksaan lampu wood, dapat membentu

mengidentifikasi kehilangan melanosit fokal dan mendeteksi area depigmentasi yang

mungkin tidak terdereksi oleh mata telanjang. Pada pemeriksaan wood, lesi vitiligo

memancarkan fluorosensi berwarna biru-putih terang dan tampak dengan batas jelas.

(11) Hasil pemeriksaan tambahan dari pemeriksaan fisik berupa adanya multipel halo

nevi dan poliosis. Adanya repigmentasi berupa makula pigmen perifolicular.(10)

13
Vitiligo diduga akibat autoimun sehingga sering diasosiasikan dengan

penyakit lainnya seperti penyakit tiroid, sehingga tes laboratorium seperti TSH

mungkin dapat dilakukan. Tes darah lengkap dan tes antobodi antinuklear dapat

dilakukan dalam hal sensitivitas cahaya, karena fototerapi adalah salah satu

pengobatan standar pada vitiligo. Ketika riwayat dan pemeriksaan fisik pada pasien

sesuai dengan karakteristik vitiligo, maka tidak diperlukan. Ketika presentasi klinis

dan riwayat pasien tidak sesuai dengan vitiligo maka mungkin biopsi dapat

membantu dalam mendiagnosis penyakit. Hasil histologi yang dapat terlihat berupa

hilang total dari melanosit pada epidermis, dan pada biopsi dekat dengan batas lesi

mungkin didapatkan infiltrat inflamasi dari Sel T CD4+ dan CD8+. (10)(12)

2.7 Diagnosis Banding

Terdapat banyak dan beragam differential diagnosisseperti

hypomelanosis kongenital yang dapat muncul hingga beberapa bulan setelah

kelahiran sedangkan vitiligo sangat jarang muncul diawal kehidupan.

Pemeriksaan wood lampdapat membedakan depigmentasi pada vitiligo

dengan hipopigmentasi pada kausa lain (8).

14
TAMBAHKAN SEMUA FOTO
Tabel 1. Diagnosis Banding Vitiligo Non segmental (8). KLINIS DD-NYA

Kondisi Pembeda

Hipomelanosis Kongenital

Piebaldism Sejak lahir, rambut bagian depan memutih, depigmentasi pada


bagian depan tubuh dan tengah tubuh, serta extrimitas inferior
bilateral.

Sindrom Depigmentasi pada rambut bagian depan, lesi berupa makula


Waardenburg depigmentasi, hipertelorisme, iris berwarna biru dan hipoplastik,
ketulian, dapat disertai hirschprung disease

Tuberous Merupakan penyakit autosomal dominan, timbulnya lesi makula


Sclerosis hypopigmentasi pada tahun pertama kehidupan, angiofibroma
pada umur 5 tahun, kejang

Infeksi

Tinea versikolor Lesi berbatas tegas disertai skuama halus pada daerah yang
banyak kelenjar sebasea, dengan fluoresensi kuning-hijau pada
wood lamp

Treponematosis Patch hypopigmentasi/depigmentasi pada leher, trunkus, dan


extrimitas. Pemeriksaan serologis infeksi treponema positif

Morbus Hansen Lesi yang disertai anestesi/hipoestesi

Paramalignant hypomelanoses

Mycosis Patch hipopigmentasi yang tersebar secara irregular pada daerah


fungoides yang tidak terpapar matahari, dengan permukaan kulit atrofi.

Melanoma Gabungan lesi depigmentasi dengan kulit yang berpigmen


kutaneous disekitar tumor

Gangguan Idiopatik

Hipomelanosis Makula hipopigmentasi berbatas tegas, berukuran kecil,


gutata idiopatik terlokalisasi di daerah yang terpapar matahari utamanya
extremitas inferior. Progresi lesi lambat

Progressive Lesi hipopigmentasi nummular, menunjukkan fluoresensi merah

15
macular pada wood lamp.
hypomelanosis

Hypopigmentasi Riwayat erupsi/lesi


pasca inflamasi

Tabel 2 Diagnosis Banding Vitiligo Segmental (8).

Kondisi Pembeda

Nevus anemikus Makula berwarna putih, dengan batas tidak


jelas dan dikelilingi eritema, lesi hilang dengan
diaskopi

Nevus depigmentosus Sejak lahir, makula hipopigmentasi dengan tepi


yang bergerigi, ukurannya stabil namun
bertambah besar sesuai dengan pertumbuhan
badan anak.

2.8 Tatalaksana

GAMBAR GA BOLEH DI AWAL PARAGRAF

Gambar 6 Algoritma Terapi Nonsegmental Vitiligo (8).

16
Gambar 7 Algoritma Terapi Vitiligo Segmental (8).

DIAKHIR
Edukasi :

Setelah mendiagnosis seseorang dengan vitiligo, maka sebagai dokter

umum perlu menjelaskan mengenai penyakit ini, bahwa vitiligo merupakan

penyakit kulit kronis, progresif yang sulit ditebak perjalanan penyakitnya,

tetapi dapat diobati dan tidak menular, Vitiligo dapat pula disertai kelainan

autoimun lain pada 20-25% kasus, sehingga bisa saja dibutuhkan pemeriksaan

lanjutan. Respon terapi juga berbeda-beda pada setiap pasien, ada yang cepat

dan lambat, sehingga dibutuhkan waktu dan tenaga untuk mendapatkan terapi

yang efektif bagi pasien. Selain itu, penting untuk mengedukasi pasien untuk

menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya lesi baru yaitu,

menghindari trauma fisik baik luka tajam, tumpul, ataupun tekanan repetitif

yang menyebabkan fenomena Koebner, yaitu lesi depigmentasi baru pada

17
lokasi trauma, trauma ini terjadi umumnya pada aktivitas sehari-hari, misalnya

pemakaian jam tangan, celana yang terlalu ketat, menyisir rambut terlalu

keras, atau menggosok handuk di punggung, menghindari stres, dan

menghindari pajanan sinar matahari berlebihan (13).

Terapi Topikal :

Digunakan sebagai monoterapi ketika luas lesi <5% luas permukaan

tubuh, namun umumnya dikombinasikan dengan fototerapi. Terdapat dua

jenis obat topikal yang digunakan yaitu steroid topikal dan kalsineurin
REFENSI???
inhibitor topikal (TCI).

• Kortikosteroid Topikal

Tujuan utama dari pemberian kortikosteroid topikal adalah sebagai

imunomodulator dan anti inflamasi, selain terjangkau, obat topikal

memiliki tingkat kepatuhan pasien yang tinggi serta mudah untuk

diaplikasikan, namun terdapat beberapa efek samping dari

kortikosteroid topikal yaitu atrofi kulit, telangiektasis, hipertrikosis,

erupsi akneiformis, dan dapat menyebabkan tingginya tekanan

intraokuler jika diaplikasikan pada daerah dekat mata.REFENSI???

Berdasarkan hasil studi terbaru, dapat digunakan steroid kelas I, yaitu

clobetasol, dengan penggunaan 2x sehari selama 1 minggu yang

diikuti dengan 1 minggu tanpa pemakaian untuk menghindari efek

18
samping, hingga pemakaian selama 6 bulan. Utamanya pada anak-

anak dapat diberikan steroid kelas II seperti momtasone. REFERENSI ??

• Kalsineurin Inhibitor Topikal

Berfungsi menginhibisi kalsineurin yang merupakan protein pro-

inflamasi pada limfosit dan sel dendritik yang dapat menginduksi

transkripsi IL-2 dan TNF-α. Sehingga obat ini dapat menurunkan

formasi sitokin dan menginduksi proliferasi melanosit dan melanoblast.

Takrolimus 0,03 atau 0,1% dan pimekrolimus 1% dapat digunakan

pada daerah wajah, leher, dan intertriginosa yang tidak ideal untuk

pengaplikasian kortikosteroid topikal untuk menghindari risiko atrofi

pada kulit. TCI dapat diaplikasikan 2x sehari selama 6 bulan, dimana

di edukasikan kepada pasien untuk tidak terpapar cahaya matahari

secara berlebihan, dan terapi dapat dilanjutkan sesuai dengan respon

terapi (8,14).

Fototerapi :

Full body phototerapymenjadi pilihan utama pada pasien dengan lesi >5%

luas permukaan tubuh, serta jika lesi berprogresi dengan cepat. Pada beberapa

pasien dengan vitiligo dapat memiliki antibodi antinuklear yang menyebabkan

mereka tersensitisasi terhadap paparan sinar matahari, maka dapat dilakukan

skrining ANA sebelum fototerapi utamanya jika berdasarkan hasil anamnesis

19
terdapat riwayat yang indikatif bahwa pasien sensitif terhadap sinar matahari.

Fototerapi yang dapat digunakan adalah psoralen topikal dengan PUVA

(Ultraviolet A), nbUVB (narrowband ultraviolet B), serta laser excimer

(targeted phototherapy), namun pada penggunaan klinis fototerapi yang

sering digunakan adalah nbUVB ataupun laser excimer bergantung pada

lesinya (8,14).

• nbUVB

nbUVB dengan panjang gelombang 280-320 nm memiliki 2 manfaat

yaitu repigmentasi dan stabilisasi, secara lokal memiliki efek

imunosupresan yang poten dan dapat menginduksi diferensiasi

melanosit dan produksi melanin. terapi dengan nbUVB dilakukan 2-3

kali per minggu, yang dimulai dengan dosis 200 mJ (milijoule) dan

ditingkatkan 10%-20% hingga mencapai dosis eritema minimal, yaitu

dosis terendah yang menyebabkan eritema asimtomatik pada lesi

depigmentasi yang bertahan <24 jam. Dengan total terapi selama 9-12

bulan untuk mencapai repigmentasi secara keseluruhan, terapi

dinyatakan tidak responsif jika telah dilaksanakan secara konsisten

selama 6 bulan. nbUVB sendiri telah menginduksi repigmentasi dalam

40%-100% kasus tergantung lokasi lesi.REFENSI???

• Laser Excimer

20
Diindikasikan bagi pasien dengan vitiligo yang stabel dengan luas lesi

<5% luas permukaan tubuh. Memiliki efikasi yang tinggi pada fase

awal dari segmental vitiligo dengan onset <6 bulan hingga 1 tahun,

serta aman dan efektif digunakan untuk pasien pediatrik dalam jangka

waktu lama (8,14).

Intervensi Psikologi

Dampak psikologi dari vitiligo adalah persepsi diri yang buruk, rendahnya

kualitas hidup, kurangnya hubungan interpersonal, depresi, dan anxietas.

Maka penting dilakukan intervensi seberti CBT an hipnosis, dimana keduanya

terbukti memperbaiki kualitas hidup pasien, mengurangi kecemasan, dan

meningkatkan kemampuan pasien untuk beradaptasi terhadap keadaannya,

selain itu dengan mengurangi stress yang dialami pasien dapat menghindari

salah satu faktor timbulnya lesi dan mendukung repigmentasi (8).

Kosmetik

Kosmetik dapat digunakan sebagai alat kamuflase pada daerah lesi yang

terlihat seperti wajah dan tangan, dapat digunakan krim dan pewarna yang

sifatnya tahan air serta tersedia dalam berbagai warna dan dapat disesuaikan

dengan warna kulit pasien. Penggunaan kosmetik terbukti meningkatkan

kualitas hidup pasien vitiligo (8).

21
2.9 Prognosis

Vitiligo tidak mengancam nyawa, tetapi mengganggu secara estetika dan


menimbulkan beban psikososial. Respon terapi berbeda-beda, terutama bergantung
pada jenis vitiligo, tetapi terapi vitiligo non segmental memberikan respon yang
lebih baik dibandingkan vitiligo segmental. ¹⁰

• Quo ad vitam : bonam


• Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam

2.10 Komplikasi

Komplikasi vitiligo adalah stigmatisasi sosial dan tekanan mental,


keterlibatan mata seperti iritis, kulit yang mengalami depigmentasi lebih
rentan terhadap sengatan matahari, kanker kulit, dan gangguan pendengaran
karena hilangnya melanosit koklea. Komplikasi lain terkait dengan
pengobatan seperti atrofi kulit setelah penggunaan steroid topikal dalam
waktu lama. (13)

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Vitiligo adalah suatu kelainan depigmentasi kronis dengan patogenesis yang


multifaktorial. Patogenesis vitiligo meliputi hipotesis genetik, stress oksidatif, proses
autoimun, gangguan adhesi melanosit, neurohumoral, autositotoksisitas, defisiensi
vitamin D, hiperhomosisteinemia, dan teori konvergensi. Vitiligo memiliki gambaran
klinis berupa makula atau patch depigmentasi berwarna seperti susu atau putih yang
dikelilingi oleh kulit normal dengan batas yang tegas. Lesi hipopigmentasi vitiligo
mirip dengan nevus depigmentosus, pityriasis alba dan albinisme. Sedangkan
gambaran histopatologinya serupa dengan area depigmentasi pada halo nevus.
Sehingga pada kasus yang tidak khas ataupun masih meragukan, penegakan diagnosis
vitiligo memerlukan pemeriksaan histopatologi menggunakan perwarnaan khusus
seperti Mason Fontana untuk melihat pigmen melanin. Kemampuan menegakkan
diagnosis vitiligo penting mengingat perjalanan klinis dan prognosis penyakit ini
tidak dapat diprediksi. Penatalaksanaan vitiligo saat ini dapat dilakukan secara
farmakologis baik topical maupun sistemik, fototerapi, dan pembedahan. Saat ini
sedang dikembangkan emerging therapy. Prinsip emerging therapy meliputi
mengurangi stress pada melanosit, mengatur autoimunitas, dan stimulasi regenerasi
melanosit. Penggunaan emerging therapy
Text saat ini masih dalam tahap penelitian
sehingga belum digunakan sebagai terapi rutin pada pasien vitiligo.

INI JUGA GA ADA DIBAHAS, KENAPA MUNCUL DI KALIAN GA ADA BAHAS PEMBEDAHAN
KESIMPULAN??? HAPUS AJA ATAU TAMBAHKAN DI DITATALAKSANA YANG DIATAS. TAMBAHKAN
BAGIAN TATALAKSANA PEMBEDAHAN YANG KALIAN MAKSUD SEPERTI APA,
INDIKASINYA APA, KONTRAINDIKASI PEMBEDAHAN

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardiman L. Kelainan Pigmen. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,


eds. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : FK-UI. 2009. Hal.
296-8.
2. Singh G, Ansari Z, Dwivedi RN. 1974. Vitiligo in ancient Indian medicine.
Arch. Dermatol. 109:913
3. Zhang Y, Cai Y, Shi M, Jiang S, Cui S, et al. 2020. The prevalence of vitiligo:
a meta-analysis. PLOS ONE 11(9):e0163806-17
4. Salzes C, Abadie S, Seneschal J, Whitton M, Meurant J-M, et al. 2020. The
Vitiligo Impact Patient scale (VIPs): development and validation of a vitiligo
burden assessment tool. J. Investig. Dermatol. 136(1):52– 58
5. Linthorst Homan MW, Spuls PI, de Korte J, Bos JD, Sprangers MA, van der
Veen JPW. 2020. The burden of vitiligo: patient characteristics associated
with quality of life. J. Am. Dermatol. 61(3):411–20
6. Bir1e AS, Spritz RA, Norris D. Vrtiligo. Dalam: Gold smith LG, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel! DJ, Wolff K, (ed). Fitz patrick's Dennatology
in General Medicine. Edisi ke-8. New York: McGrawHill Medical; 2012.h.
792-803. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta : FK-UI. 2009.
Hal. 325-8.
7. Indonesia FKU. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-7. 2016.
8. Kang S, Amagai M, Bruckner anna l., Enk alexander h., Margolis david j., J.
A, et al. Fitzpatrick’s Dermatology 9th ed. 2019.
9. Yonathan EL. Vitiligo : Patogenesis , Diagnosis dan Tatalaksana Terbaru 1
Faculty of Medicine , Maranatha Christian University. 2023;5(1):95–109.
10. Fitzpatrick Dermatology. 9th Ed. Vol. 1. United States: McGraw-Hill

Education, 2019. Kedokteran.

24
11. Bergqvist, C., & Ezzedine, K. (2020). Vitiligo: A Review. Dermatology

(Basel, Switzerland), 236(6), 571–592. https://doi.org/10.1159/000506103

12. Ahmed jan N, Masood S. Vitiligo. [Updated 2023 Aug 7]. In: StatPearls

[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available

from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559149/

13. Kubelis-López, D. E., Zapata-Salazar, N. A., Said-Fernández, S. L., Sánchez-

Domínguez, C. N., Salinas-Santander, M. A., Martínez-Rodríguez, H. G.,

Vázquez-Martínez, O. T., Wollina, U., Lotti, T., &Ocampo-Candiani, J.

(2021). Updates and new medical treatments for vitiligo (Review).

Experimental and therapeutic medicine, 22(2), 797.

https://doi.org/10.3892/etm.2021.10229

14. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.

Jakarta: PERDOSKI; 2017

15. Wen Y, Wu X, Peng H, Li C, Jiang Y, Liang H, Zhong R, Liu J, He J, Liang

W. Risiko kanker pada pasien dengan vitiligo: studi pengacakan Mendel. J

Kanker Res Clin Oncol. Agustus 2020; 146 (8):1933-19

REFERENSINYA KURANG. TAMBAHIN SAMPE 20

25

Anda mungkin juga menyukai