Anda di halaman 1dari 33

DIFAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN APRIL 2022

DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA PSORIASIS

DISUSUN OLEH :
Zilhulaifa Husein C011181009
Filbert Filmore C011181503
Indah Nur Lathifah C011181521
Siti Ayiditya Sampir C011181562

Residen Pembimbing:
dr. Thomas Utomo

Supervisor Pembimbing :
Dr. dr. Anni Adriani, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


1. Zilhulaifa Husein C011181009
2. Filbert Filmore C011181503
3. Indah Nur Lathifah C011181521
4. Siti Ayiditya Sampir C011181562

Telah menyelesaikan referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen


Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Hari/tanggal : April 2022
Pukul : WITA
Tempat :

Makassar, April 2022

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

Dr. dr Anni Adriani, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV dr. Thomas Utomo

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................... 1

BAB II ..................................................................................................................... 2

2. 1 DEFINISI ................................................................................................ 2

2. 2 EPIDEMIOLOGI .................................................................................... 2

2. 3 ETIOPATOGENESIS ............................................................................. 2

2. 4 MANIFESTASI KLINIS ........................................................................ 4

2. 5 DIAGNOSIS ......................................................................................... 11

2. 6 DIAGNOSIS BANDING ...................................................................... 14

2. 7 TATA LAKSANA ................................................................................ 15

2. 8 PROGNOSIS ........................................................................................ 24

2. 9 KOMPLIKASI ...................................................................................... 24

BAB III ................................................................................................................. 27

KESIMPULAN ..................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Patogensis psoriasis ............................................................................ 3


Gambar 2. 2 Auspitz sign, yaitu adanya bitnik-bintik perdarahan pada kulit bila
skuama putih digoreskan dengan pinggiran kaca objek .......................................... 5
Gambar 2. 3 Fenomena Koebner (isomorfik) : A. Lesi psoriasis pada kulit 4 minggu
pasca-biopsi; B. Flare psoriasis pada punggung setelah terpapar sinar matahari... 5
Gambar 2. 4 Psoriasis vulgaris ................................................................................ 6
Gambar 2. 5 Psoriasis guttata pada paha, tangan, dan punggung ........................... 7
Gambar 2. 6 Psorasis pustulosa jenis Zumbusch .................................................... 8
Gambar 2. 7 Psoriasis inversa pada lipat payudara dan ketiak ............................... 9
Gambar 2. 8 Psoriasis eritoderma ........................................................................... 9
Gambar 2. 9 Psoriasis arthritis .............................................................................. 10
Gambar 2. 10 Psoriasis kuku................................................................................. 11
Gambar 2. 11 Fenomena tetesan lilin.................................................................... 13
Gambar 2. 12 Fenomena koebner ......................................................................... 13
Gambar 2. 13 Fenomena auspitz ........................................................................... 14
Gambar 14 Alur tata laksana psoriasis .................................................................. 16
Gambar 2. 15 PASI Score ..................................................................................... 17
Gambar 2. 16 PASI Calculator.............................................................................. 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Psoriasis adalah penyakit kulit yang umum terjadi diseluruh dunia dengan
ciri khas kelainan kulit nya berupa papuloskuama kronis. Psoriasis dapat terjadi
pada semua usia dan menyebabkan efek yang besar pada pasien utamanya
psikososial. Sebagian besar pasien dengan psoriasis memiliki beberapa gangguan
pada kualitas hidup pasien dan banyak diantara mereka merasakan efek negatif pada
kesejahteraan psikososial mereka. Efek psikologis yang lebih besar terjadi di antara
pasien dengan psoriasis yang luas atau dengan lokasi yang terkena psoriasis
merupakan area fungsional penting pasien seperti wajah, telapak tangan, telapak
kaki, dan alat kelamin. Dibandingkan dengan populasi umum, pasien dengan
psoriasis lebih cenderung mengalami depresi (hingga 20%) dan menunjukkan
pemikiran bunuh diri, bahkan meluas ke perilaku bunuh diri.1
Saat ini, psoriasis tidak dapat disembuhkan, tetapi manajemen harus
bertujuan untuk meminimalkan bahaya fisik dan psikologis dengan merawat pasien
di awal proses penyakit, mengidentifikasi dan mencegah multi morbiditas yang
terkait, menanamkan modifikasi gaya hidup pasien, dan menggunakan pendekatan
individu untuk pengobatan.1 Karena psoriasis adalah penyakit kronik yang relaps,
maka biasanya tata laksana dari psoriasis membutuhka jangka panjang. Pilihan
terapi untuk psoriasis ditentukan oleh tingkat keparahan penyakit, penyakit yang
menyertai, dan kapasitas dari perawatan kesehatan yang ada.2
Penanganan psoriasis yang efektif dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien, namun tentunya penanganan yang efektif berasal dari penegakan diagnosis
yang tepat. Diagnosis psoriasis biasanya dapat dilihat dari manifestasi klinis pasien
dimana pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan lesi primer dan area umum
lainnya yang terkena psoriasis termasuk kulit kepala, kuku dan sendi yang harus
diperiksa untuk setiap perubahan yang ada serta riwayat keluarga harus diambil
untuk lebih memperjelas diagnosis.3 Oleh karena itu, pemahaman yang kuat
mengenai diagnosis dan tata laksana dari psoriasis akan meningkatkan kualitas
hidup pasien.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 DEFINISI
Psoriasis berasal dari bahasa Yunani “psora” yang berarti gatal, ketombe atau
ruam, meskipun sebagian besar pasien tidak mengeluhkan rasa gatal.4 Psoriasis
adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang kuat dengan
karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai
manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf. Umumnya lesi
berupa plak eritematosa berskuama berlapis berwama putih keperakan dengan batas
yang tegas. Letaknya dapat terlokalisir, misalnya pada siku, lutut atau kulit kepala
(skalp) atau menyerang hampir 100% luas tubuhnya.5
2. 2 EPIDEMIOLOGI
Psoriasis menyebar diseluruh dunia tetapi prevalensi usia psoriasis
bervariasi di setiap wilayah. Prevalensi psoriasis bervariasi antara 0,1- 11,8% di
berbagai populasi dunia. Di Indonesia pencatatan pernah dilakukan oleh sepuluh
RS besar dengan angka prevalensi pada tahun 1996, 1997, dan 1998 berturut-turut
0,62%; 0,59%, dan 0,92%. Psoriasis terus mengalami peningkatan jumlah
kunjungan ke layanan kesehatan di banyak daerah di Indonesia.
Tidak ada perbedaan insidens pada pria ataupun wanita. Beberapa variasi
klinisnya antara lain psoriasis vulgaris (85-90%) dan artritis psoriatika (10%).
Seperti lazimnya penyakit kronis, mortalitas psoriasis rendah namun morbiditas
tinggi, dengan dampak luas pada kualitas hidup pasien ataupun kondisi
sosioekonominya.
Penyakit ini terjadi pada segala usia, ter- sering pada usia 15-30 tahun.
Puncak usia kedua adalah 57-60 tahun. Bila terjadi pada usia dini (15-35 tahun),
terkait HLA (Human Leukocyte Antigen) I antigen (terutama HLA Cw6), serta ada
riwayat keluarga, lesi kulit akan lebih luas dan persisten.4,5
2. 3 ETIOPATOGENESIS
Patogenesis psoriasis sangat kompleks dan tidak sepenuhnya dijelaskan.
Aktivasi berlebihan dari dari sIstem imun adaptif dianggap sebagai pusat dari
pathogenesis psoriasis. Pada langkah awal terjadinya psoriasis, berbagai jenis sel,

2
termasuk sel dendritik plasmasitoid, keratinosit, sel T nautral killer dan makrofag
mensekresi sitokin yang mengaktivasi sel dendritiK myeloid. Contohnya, DNA-
LL-37 kompleks menstimulasi sel dendritik plasmasitoid untuk mensekresikan
interferon alfa (IFN-a) yang akan mengaktivasi sel dendritik myeloid. Ketika
teraktivasi, sel dendritik myeloid akan mensekresi IL-12 dan IL-23. IL-12
menginduksi differensiasi dari sel T naive menjadi sel Th-1. IL-23 merupakan pusat
dari pertahanan dan proliferasi dari sel Th-17 dan sel Th-22. Sel Th-1 mensekresi
interferon gamma (IFN-Y) dan TNF-a; sel Th-22 mensekresi IL-22;dan sel Th-17
mensekresi IL-17, IL-22 dan TNF-a. Diantara jalur-jalur ini, aktivasi dari jalur Th-
17 yang dimediasi oleh IL-23 dianggap dominan. Pensinyalan IL-23 dimediasi
secara intraseluler melalui Tyk2-Jak2 dan STAT3, yang mengarah pada transkripsi
mediator inflamasi utama. Sitokin ini menyebabkan proliferasi keratinosit,
peningkatan ekspresi mediator angiogenik dan molekul adhesi endotel dan infiltrasi
sel imun ke dalam lesi kulit.6

Gambar 2. 1 Patogensis psoriasis

3
Patomekanisme Diskeratosis
Epidermis terdiri dari lapisan basal, lapisan spinosus, lapisan granular dan
lapisan kornifikasi. Waktu transit keratinosit dari lapisan basal ke lapisan spinosus
berkurang dari kira-kira 13 hari pada epidermis normal menjadi hanya 48 jam pada
lesi psoriasis. Juga dilaporkan bahwa siklus sel dipersingkat dari 311 jam pada lesi
normal menjadi 36 jam pada keratinosit basal dari lesi psoriasis, menunjukkan
percepatan substansial proliferasi keratinosit pada lesi psoriasis. Patomekanisme
yang mendasari psoriasis dianggap melibatkan percepatan proliferasi sel dan
migrasi cepat keratinosit dari lapisan basal ke lapisan granular. Proliferasi
keratinosit diatur oleh beberapa molekul, seperti cyclic antimikroba peptide (AMP),
protein kinase C, phospholipase C dan transforming growth factor-a. Ekspresi
keratin juga diubah di epidermis psoriatik. Diferensiasi-spesifik keratin 1 dan 10,
yang terutama diekspresikan pada lapisan spinosus menurun, sedangkan keratin 6
dan 16 meningkat pada epidermis psoriasis. Selain itu, involucrin, transglutaminase
1, dan keratin 17 meningkat, sedangkan profilaggrin menurun pada kulit yang
mengalami psoriasis. Temuan ini menunjukkan bahwa profil protein sitoskeletal
diubah di epidermis psoriatik. Psoriasis ditandai sebagai gangguan proliferasi dan
diferensiasi dalam keratinosit.7
2. 4 MANIFESTASI KLINIS
Psoriasis merupakan penyakit inflamatorik kronik dengan manifestasi klinis
pada kulit dan kuku. Lesi kulit biasanya merupakan plak eritematosa oval, berbatas
tegas, meninggi, dengan skuama berwarna keperakan, hasil proliferasi epidermis
maturasi prematur dan kornifikasi inkomplet keratinosit dengan retensi nuklei di
stratum korneum (parakeratosis). Penyakit ini dapat menyerang kulit, kuku, mukosa
dan sendi tetapi tidak mengganggu rambut.
Penampilan berupa infiltrat eritematosa, eritema yang muncul bervariasi
dari yang sangat cerah ("hot” psoriasis) biasanya diikuti gatal sampai merah pucat
("cold' psoriasis). Fenomena Koebner adalah peristiwa munculnya lesi psoriasis
setelah terjadi trauma maupun mikrotrauma pada kulit pasien psoriasis. Stadium
akut sering dijumpai pada orang muda, tetapi dalam waktu tidak terlalu lama dapat
berjalan kronik residif.4,5,8

4
Gambar 2. 2 Auspitz sign, yaitu adanya bitnik-bintik perdarahan pada kulit bila skuama putih
digoreskan dengan pinggiran kaca objek

Gambar 2. 3 Fenomena Koebner (isomorfik) : A. Lesi psoriasis pada kulit 4 minggu pasca-biopsi; B.
Flare psoriasis pada punggung setelah terpapar sinar matahari

5
Klasifikasi Klinis Lesi Kulit Psoriasis
1. Psoriasis Vulgaris/Tipe Plakat Kronis/Chronic Stationary Psoriasis
Kira-kira 90% pasien mengalami psoriasis vulgaris, dan biasanya disebut
psoriasis plakat kronik. Lesi ini biasanya dimulai dengan makula eritematosa
berukuran kurang dari satu sentimeter atau papul yang melebar ke arah pinggir dan
bergabung beberapa lesi menjadi satu, berdiameter satu sampai beberapa
sentimeter. Lingkaran putih pucat mengelilingi lesi psoriasis plakat yang dikenal
dengan Woronoffs ring. Umumnya dijumpai di skalp , siku , lutut, punggung ,
lumbal dan retroauri- kuler. Hampir 70% pasien mengeluh gatal, rasa terbakar atau
nyeri, terutama bila kulit kepala terserang.4,5,8

Gambar 2. 4 Psoriasis vulgaris

2. Psoriasis Gutata (Eruptif)


Guttata berasal dari bahasa Latin “Gutta” yang berarti “tetesan”, dengan lesi
berupa papul kecil (diameter 0,5-1,5 cm) di tubuh bagian atas dan ekstremitas
proksimal. Bentuk spesifik yang dijumpai adalah lesi papul eruptif berukuran 1 -10
mm berwarna merah salmon, menyebar diskret secara sentripetal terutama di badan,
dapat mengenai ekstremitas dan kepala.
Jenis ini khas pada dewasa muda, bila terjadi pada anak sering bersifat swasirna.
Namun pada suatu penelitian epidemiologis 33% kasus dengan psoriasis gutata akut
pada anak akan berkembang menjadi psoriasis plakat.
lnfeksi Streptokokus beta hemolitikus dalam bentuk faringitis, laringitis, atau
tonsilitis sering mengawali munculnya psoriasis gutata pada pasien dengan
predisposisi genetik.

6
Gambar 2. 5 Psoriasis guttata pada paha, tangan, dan punggung

3. Psoriasis Pustulosa
Bentuk ini merupakan manifestasi psoriasis tetapi dapat pula merupakan
komplikasi lesi klasik dengan pencetus putus obat kortikosteroid sistemik, infeksi,
ataupun pengobatan topikal bersifat iritasi. Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa,
bentuk lokalisata dan generalisata. Bentuk lokalisata contohhnya psoriasis
pustulosa palo-plantar (barber). Sedangkan bentuk generalisata contohnya psoriasis
pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).
a. Psoriasis pustulosa jenis von Zumbusch terjadi bila pustul yang muncul
sangat parah dan menyerang seluruh tubuh, sering diikuti dengan gejala
konstitusi . Keadaan ini bersifat sistemik dan mengancam jiwa.Tampak
kulit yang merah, nyeri, meradang dengan pustul milier tersebar di
atasnya. Pustul terletak nonfolikuler, putih kekuningan, terasa nyeri,
dengan dasar eritematosa. Pustul dapat bergabung membentuk lake of
pustules, bila mengering dan krusta lepas meninggalkan lapisan merah
terang. Perempuan lebih sering mengalami psoriasis pustulosa 9:1,
dekade 4-5 kehidupan dan sebagian besar perokok (95%). Pustul tersebut
bersifat steril sehingga tidak tepat diobati dengan antibiotik.4,5,8

7
Gambar 2. 6 Psorasis pustulosa jenis Zumbusch

b. Psoriasis pustulosa lokalisata pada palmo- plantar menyerang daerah


hipotenar dan tenar, sedangkan pada daerah plantar mengenai sisi dalam
telapak kaki atau dengan sisi tumit. Perjalanan lesi kronis residif di mulai
dengan vesikel bening, vesikopustul, pustul yang parah dan
makulopapular kering cokelat. Bentuk kronik disebut akrodermatitis
kontinua supurativa dari Hallopeau, ditandai dengan pustul yang muncul
pada ujung jari tangan dan kaki, bila mengering menjadi skuama yang
meninggalkan lapisan merah kalau skuama dilepas. Destruksi lempeng
kuku dan osteolisis falangs distal sering terjadi. Bentuk psoriasis
pustulosa palmoplantar mempunyai patogenesis berbeda dengan
psoriasis dan dianggap lebih merupakan komorbiditas dibandingkan
dengan bentuk psoriasis. 4,5,8
4. Psoriasis Inversa
Pada tipe ini muncul di lipatan-lipatan kulit seperti aksila, genitokruris, serta
leher. Lesi biasanya berbentuk eritema mengkilat berbatas tegas dengan sedikit
skuama, disertai gangguan perspirasi pada area yang terkena.4,5,8

8
Gambar 2. 7 Psoriasis inversa pada lipat payudara dan ketiak

5. Psoriasis Eritroderma
Keadaan ini dapat muncul secara bertahap atau akut dalam perjalanan psoriasis
plakat, dapat pula merupakan serangan pertama, bahkan pada anak. Lesi jenis ini
harus dibedakan menjadi dua bentuk; psoriasis universalis yaitu lesi psoriasis plakat
(vulgaris) yang luas hampir seluruh tubuh, tidak diikuti dengan gejala demam atau
menggigil, dapat disebabkan kegagalan terapi psoriasis vulgaris. Bentuk kedua
adalah bentuk yang lebih akut sebagai peristiwa mendadak vasodilatasi
generalisata. Keadaan ini dapat dicetuskan antara lain oleh infeksi, tar, obat atau
putus obat kortikosteroid sistemik. Kulit pasien tampak eritema difus biasanya
disertai dengan demam, mengigil dan malese. Bentuk psoriasis pustulosa
generalisata dapat kembali ke bentuk psoriasis eritroderma. Keduanya
membutuhkan pengobatan segera menenangkan keadaan akut serta nenurunkan
peradangan sistemik, sehingga tidak mengancam jiwa.4,5,8

Gambar 2. 8 Psoriasis eritoderma

9
6. Psoriasis Artritis
Psoriasis ini bermanifestasi pada sendi sebanyak 30% kasus . Psoriasis tidak
selalu dijumpai pada pemeriksaan kulit, tetapi seringkali pasien datang pertama kali
untuk keluhan sendi. Keluhan pasien yang sering dijumpai adalah: artritis perifer,
entesitis, tenosinovitis, nyeri tulang belakang, dan atralgia non spesifik, dengan
gejala kekakuan sendi pagi hari, nyeri sendi persisten, atau nyeri sendi fluktuatif
bila psoriasis kambuh. Keluhan pada sendi kecil maupun besar, bila mengenai distal
interfalangeal maka umumnya pasien juga mengalami psoriasis kuku . Bila keluhan
ini terjadi sebaiknya pasien segera dirujuk untuk penanganan yang lebih
komprehensif untuk mengurangi komplikasi.4,5,8

Gambar 2. 9 Psoriasis arthritis

7. Psoriasis Kuku
Keterlibatan kuku hampir dijumpai pada semua jenis psoriasis meliputi 40-50%
kasus, keterlibatan kuku meningkat seiring durasi dan ekstensi penyakit. Kuku jari
tangan berpeluang lebih sering terkena dibandingkan dengan jari kaki. Lesi
beragam, terbanyak yaitu 65% kasus merupakan sumur-sumur dangkal (pits).
Bentuk lainnya ialah kuku berwarna kekuning-kuningan disebut yellowish dis-
coloration atau oil spots, kuku yang terlepas dari dasarnya (onikolisis),
hiperkeratosis subungual merupakan penebelan kuku dengan hiperkeratotik,
abnormalitas lempeng kuku berupa sumur-sumur kuku yang dalam dapat
membentuk jembatan-jambatan mengakibatkan kuku hancur (crumbling) dan
splinter haemorrhage.4,5,8

10
Gambar 2. 10 Psoriasis kuku

2. 5 DIAGNOSIS
Anamnesis
• Apa gejala pasien?
• Lokasi awal muncul lesi?
• Lesi muncul sejak kapan? Apakah ada disertai gatal?
• Lesi dan gatal terus menerus atau hilang timbul?
• Jumlah lesi semakin banyak atau jumlah tetap?

11
• Lesi bersisik atau tidak?
• Apa yang memperberat dan memperingan gejala?
• Apakah ada nyeri sendi?
• Riwayat penyakit dahulu?
• Obat yang pernah di konsumsi?
• Riwayat keluarga dengan gejala sama?
• Riwayat lingkungan dan higienitas pasien?
Pemeriksaan Fisis
• Keadaan umum (sakit ringan, sedang, berat)
• Kesadaran pasien (GCS), IMT, tanda vital (tekanan darah, suhu, napas, nadi)
• Pemeriksaan kepala: apakah ada konjungtiva anemis, sclera ikterik. Lidah
biasa didapatkan plak putih berkonfigurasi mirip peta yang disebut lidah
geografik. Perhatikan apakah ada lesi di daerah wajah.
• Periksa regio trunkal dan ekstremitas terutama siku,lutut dan lumbosakral,
apakah ada ditemukan lesi. Periksa sendi, apakah ada arthritis.
• Pemeriksaan kuku : apakah ada pitting nail, oil spot (yellowish dis-coloration),
onikolisis, hiperkeratosis subungual, abnormalitas lempeng kuku
• Lesi yang ditemukan biasanya berupa plak eritematosa diliputi skuama putih
sertai titik perdarahan bila skuama dilepas, umumnya simetris. Eritema biasa
berbatas tegas dan merata, didapatkan juga skuama berlapis, kasar, berwarna
putih seperti mika. Eritema yang muncul bervariasi dari yang sangat cerah
(“hot” psoriasis) biasanya diikuti gatal sampai merah pucat (“cold” psoriasis).
• Fenomena tetesan lilin (fenomena karsvlek) : jika digores menggunakan
pinggir kaca objek, akan terbentuk skuama yang berubah warna menjadi putih
pada goresan seperti lilin yang digores.

12
Gambar 2. 11 Fenomena tetesan lilin

• Fenomena koebner : peristiwa munculnya lesi psoriasis setelah terjadi trauma


atau mikrotrauma pada kulit pasien psoriasis yang normal. Cara melakukan
pemeriksaan ini dengan cara melakukan goresan pada kulit yang normal. Akan
terjadi perlukaan pada kulit yang digores. Waktu untuk timbul fenomena
koebner sekitar 7-14 hari.

Gambar 2. 12 Fenomena koebner

13
• Fenomena Auspitz : tampak serum atau bintik darah disebabkan papilomatosis.
Ketika lesi dikerok dengan pinggir objek glass, akan ada skuama yang berlapis-
lapis. Setelah skuama habis, harus dikerok perlahan karena dapat menyebabkan
perdarahan yang merata. Cara melakukan pemeriksaan ini dengan cara
melakukan pengerokan kulit dengan skuama yang tebal menggunakan objek
glass dengan sudut 45°. Nantinya akan terjadi pengelupasan pada skuama lapis
demi lapis dan akan ada bintik perdarahan. Munculnya bintik-bintik
perdarahan karena trauma pada pembuluh darah yang berdilatasi dibawahnya.

Gambar 2. 13 Fenomena auspitz

Pemeriksaan Penunjang
• Bila ragu, dapat melakukan pemeriksaan histopatologi kulit dan kuku.
Hasil histopatologi yang didapat adalah hyperkeratosis, parakeratosis dan
akantosis, papilomatosis. Pada abses monro, didapatkan kelompok leukosit
pada stratum korneum atau pada lapisan spinosum disebut spongioform
pustules of Kogoj.
• Pemeriksaan ASTO (anti-streptolisin titer O), pemeriksaan faktor
rheumatoid
• Foto rontgen tulang sendi.5,8,17
2. 6 DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis numularis
Dermatitis numularis adalah dermatitis dengan lesi bentuk bulat seperti koin
logam, batas tegas, disertai keluhan gatal. Biasanya predileksi pada ekstremitas atas

14
dan bawah. Effloresensi yang ditemukan adalah papul dan papulovesikel yang
biasanya mudah pecah sehingga madidans. Jika eksudat mengering dan menjadi
krusta kekuningan. Jumlah lesi bisa tunggal atau multiple dan tersebar pada
ekstremitas bilateral atau simetris. Bisa juga ditemukan fenomena koebner.
2. Neurodermatitis
Pada neurodermatitis, didapatkan keluhan sangat gatal dan lesi likenifikasi yang
biasanya tunggal atau multipel. Likenifikasi bisa muncul akibat garukan yang terus
menerus, dapat juga disertai skuama dan ekskoriasi, serta
hiperpigmentasi/hipopigmentasi. Predileksi biasanya pada daerah yang gampang
dijangkau oleh tangan, seperti kulit kepala, ekstremitas ekstensor, pergelangan
tangan dan area anogenital, meskipun dapat muncul di area mana saja.
3. Pitiriasis rosea
Awalnya timbul seperti macula/ plak soliter berwarna merah muda dengan
skuama halus (herald patch), kemudian dalam beberapa hari-minggu akan timbul
lesi lebih kecil di badan dan ekstremitas yang berbentuk pohon natal (Christmas
tree patern). Terdapat skuama halus di bagian tengah lesi, dan pada bagian tepi
didapatkan skuama yang lebih jelas membentuk skuama kolaret.5,8
2. 7 TATA LAKSANA
Tujuan pengobatan adalah menurunkan angka morbiditas sehingga pasien
dapat beraktivitas sehari-hari dalam kondisi kualitas hidup yang baik. Kebanyakan
pasien tidak dapat lepas dari terapi guna mempertahankan keadaan remisi. Ada
beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur keparahan psoriasis, antara
lain luas permukaan badan (LPB), Psoriasis Area Severity Index (PASI),
Dermatology Life Quality Index (DLQI). Dikatakan psoriasis ringan bila BSA
kurang dari 3%, sedangkan psoriasis berat jika BSA lebih dari 10%. Pengobatan
dari psoriasis bisa berupa obat topikal, tetapi dapat juga digunakan obat sistemik.
Jika luas kelainan kulit <3% (psoriasis ringan), cukup dengan pengobatan topikal.
Fototerapi bisa digunakan untuk pengobatan psoriasis sedang hingga berat. Dapat
juga dilakukan fototerapi jika pengobatan dengan obat topikal tidak membaik. Obat
sistemik digunakan bila luas kelainan kulit >10% (psoriasis berat) atau psoriasis
dengan arthritis berat. Ada beberapa faktor yang menentukan pengobatan pada

15
pasien psoriasis, antara lain lokasi lesi, umur, aktivitas, waktu dan kesehatan pasien.
Berikut algoritma terapi psoriasis:5,8,16

Gambar 14 Alur tata laksana psoriasis

16
PASI SCORE adalah alat yang digunakan untuk mengukur keparahan dan
luasnya psoriasis. PASI adalah singkatan dari Psoriasis Area and Severity Index.
Intensitas eritema, indurasi, dan deskuamasi pada psoriasis dinilai tidak ada (0),
ringan (1), sedang (2), berat (3), sangat berat (4). 5,8,16

Gambar 2. 15 PASI Score

Psoriasis Area Severity Index (PASI) Calculator adalah perhitungan yang


menggabungkan tingkat keparahan tingkat keparahan (eritema, indurasi, dan
deskuamasi) dan persentase daerah yang terkena. Dikatakan psoriasis ringan jika
skor PASI <5, psoriasis sedang jika skor PASI 10-15, dan psoriasis berat jika skor
PASI >10. 5,8,16

Gambar 2. 16 PASI Calculator

17
A. Tatalaksana Nonfarmakologi
1. Menghindari faktor pencetus (infeksi, obat-obatan, stress, dan merokok)
2. Memberikan penjelasan bahwa psoriasis adalah penyakit kronik residif
dan harus berobat secara teratur karena pengobatan ini untuk menekan
keluhan pada pasien, bukan menyembuhkan
B. Tatalaksana Farmakologi
1. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal digunakan pada pasien dengan kelainan kulit yang terbatas,
misalnya pada siku atau lutut. Bisa ditambahkan dengan terapi sistemik untuk
arthritis, atau dapat juga ditambahkan dengan fototerapi.
a. Emolien
Moisturizer adalah pelembab yang sering digunakan. Moisturizer
terbagi menjadi tiga, yaitu emolien, humectant, dan occlusive. Emolien
digunakan untuk melembapkan, menenangkan kulit dari rasa gatal dan
membuat kulit lebih nyaman setelah pelembab dioleskan. Emolien akan
mengisi rongga dan kekosongan sehingga membantu fungsi restorasi skin
barrier kulit. Emolien baik digunakan untuk kulit yang mengalami penuaan,
dimana lapisan kulit dan kandungan lipid telah berkurang karena
pertambahan usia, gaya hidup dan faktor lingkungan. Selain itu, dapat juga
digunakan pada pasien dengan kulit kering dan pasien dengan eczema
karena membantu mengatasi iritasi kulit. Pelembab jenis emolien biasanya
mengandung minyak, oatmeal, shea butter, dan lanolin.
Selain emolien, dapat juga menggunakan humectant sebagai
moisturizer. Humectant berfungsi untuk menjaga kadar air dalam kulit agar
dapat mencegah dehidrasi. Cara kerja dari humectant adalah
mengumpulkan dan menyerap molekul air dari lingkungan dan menahannya
di dalam kulit. Humectant ini aman digunakan pada pasien dengan kulit
berminyak. Kandungan dalam humectant, antara lain glycerin, hyaluronic
acid, glycerol, sorbitol, dan lactic acid. Bisa juga menggunakan moisturizer
jenis occlusive. Occlusive berfungsi untuk melapisi kulit agar kadar air tidak
menguap keluar dan faktor penyebab iritasi dari luar agar tidak bisa masuk
ke dalam kulit. Pelembab occlusive biasanya sangat pekat, berat, dan

18
lengket, sehingga sulit diserap oleh kulit. Bahan yang mengandung dalam
pelembab jenis occlusive adalah petroleum jelly, petrolatum, dimethicone,
dan lain-lain. Produk occlusive antara lain Vaseline Petroleum Jelly.
b. Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal dapat bekerja sebagai antiinflamasi, antialergi,
antipruritus, antimitotik, dan vasokonstriksi. Kortikosteroid topikal
golongan VII (potensi lemah) memiliki efek yaitu antipruritus dan
vasokonstriksi, sedangkan kortikosteroid topikal golongan IV hingga
golongan VI (potensi medium) memiliki efek yaitu imunosupresan dan
antialergi. Pada kortikosteroid golongan I hingga golongan III (potensi
poten-super poten) memiliki efek yaitu antiinflamasi dan antimitotik.
Golongan I yang paling kuat daya antiinflamasi dan antimitotiknya (super
poten), sebaliknya golongan VII adalah yang terlemah. Obat ini dapat
digunakan sebagai pengobatan tunggal maupun dikombinasikan dengan
fototerapi maupun obat sistemik. Kelas kekuatan kortikosteroid topikal
tergantung tingkat keparahan dan letak lesi. Bila sudah memulai pengobatan
kortikosteroid topikal selama 4-6 minggu dan lesi tidak membaik,
pengobatan sebaiknya dihentikan dan digantikan dengan terapi jenis lain.
Tetapi jika menggunakan kortikosteroid superpoten, maksimal penggunaan
hanya 2 minggu saja.
Jika lesi pada daerah scalp, sebaiknya diberikan dalam bentuk lotion,
spray, solusio, dan gel. Jika lesi pada wajah, tidak diperbolehkan untuk
menggunakan kortikosteroid poten-superpoten, sebaiknya menggunakan
potensi rendah. Lesi pada lipatan tubuh sebaiknya menggunakan
kortikosteroid potensi rendah dalam bentuk krim atau gel. Sedangkan dapat
menggunakan kortikosteroid potensi poten-superpoten jika lesi terletak
pada palmar dan plantar. Psoriasis lambat berespon terhadap kortikosteroid
jika lesi di daerah siku, lutut, dan telapak tangan. Tetapi psoriasis cepat
berespon terhadap kortikosteroid jika lesi pada daerah fleksural atau daerah
kulit yang tipis seperti kelopak mata dan genital. Efek samping dari
penggunaan kortikosteroid adalah penipisan kulit, atrofi, stria, rosasea,
dermatitis kontak, dan absorbsi sistemik bisa menimbulkan supresi aksis

19
hipotalamus pituitary. Tetapi pada penggunaan kortikosteroid topikal
potensi kuat, maka efek samping yang bisa sering terjadi adalah
telangiektasis.
c. Kalsipotriol
Kalsipotriol adalah analog vitamin D yang bisa mengobati psoriasis
ringan hingga sedang. Mekanisme kerja dari kalsipotriol yaitu
antiproliferasi keratinosit, menghambat proliferasi sel, dan meningkatkan
diferensiasi serta menghambat produksi sitokin yang berasal dari keratinosit
maupun limfosit. Komplikasi tersering dari penggunaan kalsipotriol adalah
dermatitis kontak iritan. Jika kalsipotriol diberikan dalam bentuk krim, salep,
dan solusio, dipakai dua kali sehari, sedangkan jika dalam bentuk salep,
cukup sehari sekali saja. Respon terapi lebih lambat dibanding
kortikosteroid dan awalnya lesi menjadi merah.
Reaksi iritasi dapat berupa gatal dan rasa terbakar dapat mengawali
keberhasilan terapi. Lesi dapat menghilang tetapi eritema dapat bertahan.
Penggunaan kortikosteroid dan kalsipotriol secara bersamaan memiliki
efektivitas yang sangat baik dibandingkan jika hanya menggunakan
kalsipotriol atau kortikosteroid secara tunggal. Sediaan kombinasi yang
tersedia adalah kombinasi kalsipotriol dan betamethasone diproprionat.
Obat ini tidak dapat diracik sendiri karena terdapat perbedaan pH.
Kalsipotriol juga bisa digunakan sebagai terapi rumatan.
d. Retinoid topikal
Acetylenic retinoid adalah asam vitamin B dan sintesis analog dengan
reseptor β dan γ. Tazaroten memiliki efek kerja menormalkan proliferasi
dan diferensiasi kerinosit dan menurunkan jumlah sel radang. Tazaroten
lebih efektif juga menggunakan tazaroten 0,1%
e. Tar
Preparat tar yang sering digunakan adalah Liquor Carbonis
Detergens (LCD) karena tidak berwarna hitam seperti yang lain dan tidak
terlalu berbau. Konsentrasi 2-5%, tetapi pada psoriasis biasa digunakan
Liquor Carbonis Detergens (LCD) 4%. Efek dari tar adalah antipruritus,
antiinflamasi, antieczema, antiakantosis keratoplastik, dan dapat

20
digunakan pada psoriasis. Jika pada psoriasis dengan lesi universal, tidak
boleh dioleskan seluruh lesi karena akan diabsorbsi dan memberi efek
toksik pada ginjal. Oleh sebab itu, pemberiannya dibagi menjadi tiga.
Hari pertama dioleskan pada kepala dan ekstremitas atas, hari kedua
dioleskan pada batang tubuh, dan hari ketiga dioleskan pada ekstremitas
bawah.
f. Asam Salisilat
Asam salisilat adalah obat keratolitik topikal yang bekerja
mengurangi adhesi keratin dan menurunkan pH stratum korneum
sehingga berakibat melunakkan plak dan mengurangi skuama. Efek dari
asam salisilat adalah mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi
keratinisasi yang terganggu. Pada konsentrasi rendah (1-2%) mempunyai
efek keratoplastik, yaitu menunjang pembentukan keratin yang baru.
Pada konsentrasi tinggi (3-20%) bersifat keratolitik dan dipakai pada
keadaan dermatosis yang hiperkeratotik. Pada konsentrasi sangat tinggi
(40%) dipakai untuk kelainan yang dalam, misalnya callus dan verruca
plantaris. Asam salisilat 1% biasanya digunakan untuk kompres sebagai
antiseptic. Pada psoriasis, biasanya digunakan asam salisilat 5%.
2. Fototerapi
Fototerapi yang dikenal adalah ultraviolet A (UVA) dan ultraviolet B (UVB).
Fototerapi memiliki kemampuan untuk menginduksi apoptosis, imunosupresan,
mengubah profil sitokin dan mekanisme lainnya. UVB dibagi menjadi 2, yaitu UVB
spectrum luas dan sempit. UVB spektrum sempit lebih efektif dibandingkan dengan
UVB spektrum luas. Efektivitas UVB meningkat bila dikombinasikan bersama ter.
Efek samping dari penggunaan UVB adalah sunburn, eritema, kulit kering, bahkan
terjadi penuaan kulit serta keganasan pada kulit. Dapat juga menggunakan
ultraviolet A (UVA), tetapi lebih aman menggunakan UVB spectrum sempit karena
UVA sering dihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel basal,
dan melanoma malignan pada kulit

21
3. Pengobatan Sistemik
a. Metotreksat
Metotreksat sangat efektif digunakan pada psoriasis maupun
psoriasis disertai arthritis. Metotreksat bersifat imunosupresif sehingga
mampu menekan proliferasi limfosit dan produksi sitokin. Obat ini
disekresikan melalui ginjal karena bersifat teratogenik. Obat ini tidak boleh
diberikan pada ibu hamil dan menyusui, alkoholik, penyakit hepar kronis,
pasien imunocompromised, pansitopenia, anemia, dan hipersensitivitas
terhadap metotreksat. Obat ini di ekskresikan melalui urin. Oleh sebab itu,
sebelum menggunakan obat ini, sebaiknya memeriksa fungsi ginjal
(kreatinin dan ureum). Selain itu, dapat juga diperiksakan enzim hepar
seperti SGOT dan SGPT. Dosis metotreksat dimulai 2,5-5 mg. Dosis dapat
ditingkatkan secara bertahap sampai menghasilkan respon pengobatan yang
optimal. Tidak boleh menggunakan lebih dari 25 mg per minggu. Cara
pengunaan metotreksat yaitu memberikan mulai dari dosis yang kecil
terlebih dahulu dan digunakan perminggu. Bisa memulai pengobatan
metotreksat dengan dosis 2,5 mg perminggu single dose. Metotreksat adalah
antimetabolite folat yang menginhibisi sintesis DNA. Metotreksat berikatan
dengan dihidrofolat reduktase, menghambat pembentukan reduksi folat dan
timidilat sintetase, menghasilkan inhibisi purin dan sintesis asam timidilat.
Oleh karena terjadi antimetabolite folat, maka harus diberikan vitamin asam
folat. Salah satu efek samping dari kekurangan asam folat adalah anemia
makrositik akibat defisiensi asam folat (Vitamin B9). Untuk mengurangi
efek samping dari metotreksat, bisa menggunakan asam folat 1 mg perhari
atau 5 mg per minggu. Cara penggunaan asam folat yaitu tidak dikonsumsi
dalam hari yang sama dengan metotreksat.
b. Siklosporin
Siklosporin bekerja dengan cara menghambat enzim kalsineurin
sehingga tidak terbentuk gen interleukin-2 dan inflamasi lainnya. Dosis
awal yang dapat digunakan adalah 2,5 mg/kgBB/hari, maksimal 4
mg/kgBB/hari. Dosis dapat diturunkan 0,5-1 mg/kgBB/hari jika gejala
sudah membaik atau ada efek samping yang berat. Obat ini dapat

22
menyebabkan nefrotoksik dan hipertensi, sehingga tidak disarankan
pemberian jangka panjang. Oleh sebab itu, sebelum menggunakan obat
siklosporin, sebaiknya diperiksakan fungsi ginjal seperti pemeriksaan
ureum dan kreatinin. Ada juga penelitian yang menghubungkan
kemungkinan keganasan. Obat ini juga tidak boleh diberikan secara
bersamaan dengan obat imunosupresan, seperti metotreksat, UVA, UVB,
tar, radioterapi, dll).
c. Retinoid
Asitretin adalah derivat vitamin A yang sangat teratogenik sehingga dapat
menyebabkan peningkatan trigliserida dan mengganggu fungsi hati.
Asitretin oral adalah obat pilihan pada psoriasis pustular dan psoriasis
eritroderma. Dosis asitretin yang bisa digunakan adalah 10-50 mg/hari atau
0,5-1 mg/kgBB/hari. Sebaiknya sebelum menggunakan obat ini,
memeriksakan terlebih dahulu fungsi hati dan ginjal. Kontraindikasi
pemberian asitretin adalah pada wanita reproduksi, gangguan fungsi hati
dan ginjal.
4. Agen Biologik
Obat ini menghambat biomolekuler yang berperan dalam tahapan pathogenesis
psoriasis. Pengobatan ini digunakan pada kasus yang berat atau pengobatan
sistemik yang tidak berhasil. TNF alfa inhibitor misalnya etanercept, infliximab,
adalimumab, golimumab. Sedangkan Interleukin 12/23 (IL-12/23) seperti
ustekinumab atau IL-17 seperti secukinumab. Yang paling umum digunakan adalah
secukinumab.
Cara pemberian secukinumab dengan cara injeksi subkutan setiap minggu
selama 1 bulan (dosis inisial) pada minggu 0, 1, 2, 3, dan 4 dengan dosis 300 mg
perkali pemberian. Setelah itu dapat diberikan pemberian injeksi subkutan setiap 4
minggu pada minggu 8, 12 dan seterusnya dengan dosis 300 mg perkali pemberian.
Efek samping dari agen biologic adalah infeksi karena agen ini bersifat
imunosupresan, reaksi infus dan pembentukan antibody serta pemakaian jangka
panjang yang memerlukan evaluasi.
Agen biologi ini kontraindikasi diberikan pada pasien yang sedang hamil dan
menyusui, usia <18 tahun (kecuali ada pertimbangan khusus), infeksi sistemik

23
(terutama TB, hepatitis, dan HIV), penyakit jantung (gagal jantung MYHA III/IV),
keganasan, dan kelainan neurologis.5,8,16
2. 8 PROGNOSIS
Psoriasis adalah kondisi kronis yang diketahui memiliki dampak negatif
pada kualitas hidup pasien serta anggota keluarga. Psoriasis adalah penyakit seumur
hidup yang ditandai dengan relaps dan remisi. Sekitar 10% pasien mengalami
artritis berat. Remisi dialami pada 10-60% pasien. Pasien dengan psoriasis
cenderung memiliki penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, penyakit jantung dan
masalah persendian.9

2. 9 KOMPLIKASI
Psoriasis adalah gangguan inflamasi sistemik yang melibatkan interaksi
patogen kompleks antara sistem imun bawaan dan adaptif. Individu dengan
psoriasis memiliki peningkatan risiko mengembangkan penyakit kesehatan kronis
lainnya.10
1. Penyakit kardiovaskular
Tingginya insiden kejadian kardiovaskular pada populasi dengan
psoriasis dapat dijelaskan oleh beberapa mekanisme. Hipotesis utama mengenai
patogenesis nya adalah bahwa peradangan kronis yang terjadi pada psoriasis lebih
dari sekadar kulit dalam dan menghasilkan beberapa mekanisme sistemik yang
sama dengan penyakit inflamasi kronis lainnya, termasuk aterosklerosis. Selain itu,
terdapat juga teori "dua plak untuk satu sindrom" karena mekanisme molekuler
serta profil sitokin pro-inflamasi dari lesi psoriasis sangat mirip dengan yang
aterosklerotik, dengan infiltrat inflamasi sel T yang sebanding, makrofag dan
monosit.10
2. Penyakit radang usus
Psoriasis telah terbukti berhubungan dengan penyakit gastrointestinal umum
(penyakit celiac, refluks esofagitis, penyakit iritasi usus) menunjukkan bahwa
psoriasis adalah tanda merah sebagai peringatan untuk peradangan usus secara
umum, utamanya penyakit radang usus dan psoriasis yang memiliki berbagai
mekanisme patogenetik yang sama yang menjelaskan respon yang sama terhadap
obat yang digunakan dalam dua penyakit. Beberapa peneliti telah mengidentifikasi

24
dalam CD, terjadi pengurangan dari Faecalibacterium Prausnitzii, bakteri yang
memiliki peran menguntungkan dalam lingkungan mikro usus. Terdapat juga pada
studi terbaru yang mengidentifikasi pengurangan CD yang sama dari konsentrasi
Prausnitzi di psoriasis, dan ini menandakan peran penting dari interaksi antara
bakteri dan respon imunologi.11
3. Depresi
Komorbiditas yang paling umum adalah gangguan mental, terutama
depresi, yang dapat dikaitkan secara negatif dengan psoriasis sehingga
menghasilkan lingkaran setan yang berbahaya. Depresi pada psoriasis secara
tradisional telah dijelaskan sebagai respon terhadap faktor psikososial dan
gangguan kualitas hidup. Efek psikologis yang lebih besar terjadi di antara pasien
dengan psoriasis yang luas atau dengan lokasi yang terkena psoriasis merupakan
area fungsional penting pasien seperti wajah, telapak tangan, telapak kaki, dan alat
kelamin. Dibandingkan dengan populasi umum, pasien dengan psoriasis lebih
cenderung mengalami depresi (hingga 20%) dan menunjukkan pemikiran bunuh
diri, bahkan meluas ke perilaku bunuh diri.1,12
4. Penyakit autoimun
Sitokin IL-36 kemungkinan merupakan faktor penting dari respons
autoinflamasi yang menjadi ciri psoriasis pustular, seperti yang baru-baru ini
dibuktikan dengan respons klinis. Penyakit autoinflamasi disebabkan oleh mutasi
genetik pada molekul dan jalur yang terlibat dalam respon imun bawaan.13
5. Penyakit metabolik
Dalam beberapa tahun terakhir, psoriasis itu sendiri telah menjadi faktor risiko
terjadinya hampir serangkaian penyakit inflamasi sistemik, dan bahwa sitokin yang
terlibat dapat menyebabkan berbagai penyakit tersebut pada psoriasis. Beberapa
penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara psoriasis dan penyakit
metabolik dimana diabetes, obesitas, hipertensi, dan lain-lain menjadi komplikasi
bagi psoriasis.14

25
6. Penyakit mata
Hubungan antara lesi mata dan psoriasis adalah temuan yang saat ini
didalami pada literatur. Komplikasi okular bersama dengan beberapa manifestasi
ekstrakutaneus adalah komplikasi umum yang terlihat pada psoriasis. Patogenesis
hubungan yang tepat antara keduanya masih menjadi kontroversial. Namun studi
imunologi telah menunjukkan hubungan positif antara sel T helper dan uveitis.15

26
BAB III
KESIMPULAN

Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik


yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel
epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf.
Umumnya lesi berupa plak eritematosa berskuama berlapis berwama putih
keperakan dengan batas yang tegas. Letaknya dapat terlokalisir, misalnya pada siku,
lutut atau kulit kepala (skalp) atau menyerang hampir 100% luas tubuhnya.
Patogenesis psoriasis sangat kompleks dan tidak sepenuhnya dijelaskan. Namun
aktivasi berlebihan dari dari sistem imun adaptif dianggap sebagai pusat dari
patogenesis psoriasis.
Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Lesi yang ditemukan biasanya berupa plak
eritematosa diliputi skuama putih tebal sertai titik perdarahan bila skuama dilepas,
umumnya simetris. Eritema biasa berbatas tegas dan merata, didapatkan juga
skuama berlapis, kasar, berwarna putih seperti mika. Eritema yang muncul
bervariasi dari yang sangat cerah yang biasanya diikuti gatal sampai merah pucat.
Tetapi apabila ragu, maka dilanjutkan penegakan diagnosis dengan pemeriksaan
penunjang
Tata laksana dari psoriasis bertujuan untuk menurunkan angka morbiditas
sehingga pasien dapat beraktivitas sehari-hari dalam kondisi kualitas hidup yang
baik. Kebanyakan pasien tidak dapat lepas dari terapi guna mempertahankan
keadaan remisi.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Griffiths CEM, Armstrong AW, Gudjonsson JE, Barker JNWN. Psoriasis.


Lancet. 2021 Apr 3;397(10281):1301-1315. doi: 10.1016/S0140-
6736(20)32549-6. PMID: 33812489.
2. Rendon A, Schäkel K. Psoriasis Pathogenesis and Treatment. Int J Mol Sci. 2019
Mar 23;20(6):1475. doi: 10.3390/ijms20061475. PMID: 30909615; PMCID:
PMC6471628.
3. Brandon A, Mufti A, Gary Sibbald R. Diagnosis and Management of Cutaneous
Psoriasis: A Review. Adv Skin Wound Care. 2019 Feb;32(2):58-69. doi:
10.1097/01.ASW.0000550592.08674.43. PMID: 30653184.
4. Dwinidya Yuliastuti, RS Meilia, Cibubur, Depok, Indonesia. Psoriasis: CDK-
235/ vol. 42 tidak. 12, th. 2015
5. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Buku ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi Ketujuh, Cetakan Kedua. Jakarta:Badan Penerbit FKUI.2016
6. Armstrong, April W., dan Charlotte Read. 2020. “Patofisiologi, Presentasi Klinis,
dan Pengobatan Psoriasis: Tinjauan.” JAMA - Jurnal Asosiasi Medis Amerika
323 (19): 1945–60.
7. Ogawa, Eisaku, Yuki Sato, Akane Minagawa, dan Ryuhei Okuyama. 2018.
“Patogenesis Psoriasis dan Perkembangan Pengobatan.” Jurnal Dermatologi
45(3): 264–72.
8. Tim editor PB IDI. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Cetakan Kedua. Jakarta: PB IDI. 2017
9. Nair PA, Badri T. Psoriasis. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448194/
10. Masson W, Lobo M, Molinero G. Psoriasis and Cardiovascular Risk: A
Comprehensive Review. Adv Ther. 2020 May;37(5):2017-2033. doi:
10.1007/s12325-020-01346-6. Epub 2020 Apr 20. PMID: 32314303; PMCID:
PMC7467489.
11. Cottone M, Sapienza C, Macaluso FS, Cannizzaro M. Psoriasis and
Inflammatory Bowel Disease. Dig Dis. 2019;37(6):451-457. doi:
10.1159/000500116. Epub 2019 May 10. PMID: 31079092.

28
12. González-Parra S, Daudén E. Psoriasis and Depression: The Role of
Inflammation. Actas Dermosifiliogr (Engl Ed). 2019 Jan-Feb;110(1):12-19.
English, Spanish. doi: 10.1016/j.ad.2018.05.009. Epub 2018 Dec 1. PMID:
30509759.
13. Uppala R, Tsoi LC, Harms PW, Wang B, Billi AC, Maverakis E, Michelle
Kahlenberg J, Ward NL, Gudjonsson JE. "Autoinflammatory psoriasis"-genetics
and biology of pustular psoriasis. Cell Mol Immunol. 2021 Feb;18(2):307-317.
doi: 10.1038/s41423-020-0519-3. Epub 2020 Aug 19. PMID: 32814870;
PMCID: PMC8027616.
14. Yamazaki F. Psoriasis: Comorbidities. J Dermatol. 2021 Jun;48(6):732-740. doi:
10.1111/1346-8138.15840. Epub 2021 Mar 25. PMID: 33763899; PMCID:
PMC8252780.
15. Rajguru JP, Maya D, Kumar D, Suri P, Bhardwaj S, Patel ND. Update on
psoriasis: A review. J Family Med Prim Care. 2020 Jan 28;9(1):20-24. doi:
10.4103/jfmpc.jfmpc_689_19. PMID: 32110559; PMCID: PMC7014874.

16. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Buku Alur Tata
Laksana Psoriasis Vulgaris (Tipe Plak) di Indonesia. Cetakan Pertama. Jakarta:
2019.
17. Kang, Sewon, et al. Fritszpatrick’s Dermatology. Ninth Edition. McGrawHill
Education: United States, 2019.

29

Anda mungkin juga menyukai