DISUSUN OLEH :
Residen Pembimbing :
Supervisor Pembimbing :
MAKASSAR
2021
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Nim: C014202279
Nim: C014202281
Nim : C014202283
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Patologi Klinik
HALAMAN PENGESEHAN.............................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
II.1 Definisi.....................................................................................................................2
II.2 Epidemiologi............................................................................................................3
II.3 Etiologi.....................................................................................................................4
II.4 patofisiologi..............................................................................................................6
II.6.1 Anamnesis.........................................................................................................9
ii
II.7 Diagnosis Banding...................................................................................................24
II.9 Prognosis..................................................................................................................31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh salmonella typhi. Demam tifoid ditandai dengan panas berkepanjangan yang
diikuti dengan bakteremia dan invasi bakteri salmonella typhi sekaligus multiplikasi
ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer‟s
patch.11 Penyakit ini mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga
dapat tersebar diberbagai negara seperti Laos, Nepal, Pakistan. Demam tifoid
menginfeksi setiap tahunnya 21.6 juta orang (3.6/1.000 populasi) dengan angka
termasuk tinggi di Asia, yakni 81 kasus per 100.000 populasi per tahun. Prevalensi
tifoid banyak ditemukan pada kelompok usia Sekolah (5 – 14 tahun) yaitu 1.9% dan
terendah pada bayi (0.8%). Kelompok yang berisiko terkena demam typhoid adalah
anak – anak yang berusia dibawah usia 15 tahun. Demam tifoid masih merupakan
penyakit endemik di Indonesia dengan angka kejadian yang masih tinggi serta
lingkungan dan sanitasi yang buruk. Demam tifoid juga merupakan salah satu
pada kelompok usia 5 – 14 tahun tifoid merupakan 13% penyebab kematian pada
kelompok tersebut.12
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan
infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara
Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan
kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman dan biasanya keluar
bersama-sama dengan tinja. Transmisi juga dapat terjadi secara transplasenta dari
kemudian panasnya persisten, kontinu atau tipe remiten. Yang disertai dengan
keluhan saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia, nyeri abdominal, diare dan
konstipasi. Kadang juga muncul gejala yang tidak spesifik seperti malaise,
menggigil, sakit kepala, myalgia, dan batuk yang muncul pada awal perjalanan
penyakit. Apatis dan delirium terjadi pada 10-45%, bradikardi relative, lidah kotor,
bercak ros yang ditemukan pada awal penyakit yang sering ditemukan bercak ros.3
2
II.2 Epidemiologi Demam Tifoid
Demam tifoid di negara maju terjadi mencapai 5.700 kasus setiap tahunnya,
orang per tahun. Secara global diperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar 21 juta
kasus dan 222.000 menyebabkan kematian. Demam tifoid menjadi penyebab utama
dengan risiko tinggi terkena demam tifoid adalah daerah dengan status ekonomi
rendah. Prevalensi demam tifoid di Jawa Tengah sebesar 1,6%, dan tersebar di
Tengah tercatat sebagai provinsi dengan kasus penyakit suspek demam tifoid
Kesehatan tahun 2016, kasus demam tifoid di Jawa Tengah cenderung fluktuatif.
Pada tahun 2014 terdapat 17.606 kasus, turun pada tahun 2015 terdapat 13.397
kasus, dan naik kembali pada tahun 2016 menjadi 244.071 kasus. Distribusi suspek
demam tifoid menurut tempat, kota Semarang menempati sepuluh besar penyakit
tertinggi selama 4 tahun terakhir. Pada tahun 2016, kota Semarang menempati
urutan ke-9 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah sebagai penderita demam tifoid
pada tahun 2016 adalah 13,66%. Sedangkan persentase TPM yang memenuhi syarat
di Jawa Tengah tahun 2016 sebesar 8,27%. Capaian ini belum memenuhi target
3
Renstra Kementerian Kesehatan 2016 untuk TPM memenuhi syarat kesehatan yaitu
tifoid pada penderita yang dirawat di RSUD Ungaran. Penelitian Siddiqui (2015)
mendapatkan hasil sebanyak 220 penjamah makanan, 209 orang lainnya, 19 (9,1%)
typhoid. 9
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak
rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas
seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan
demam tifoid. Salmonella typhi merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di
typhi yang masuk ke saluran cerna akan menyebabkan infeksi karena untuk
menimbulkan infeksi, Salmonella typhi harus dapat mencapai usus halus. Salah satu
faktor penting yang menghalangi Salmonella typhi mencapai usus halus adalah
keasaman lambung. Bila keasaman lambung berkurang atau makanan terlalu cepat
melewati lambung, maka hal ini akan memudahkan infeksi Salmonella typhi.
4
Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usus halus, Salmonella typhi akan
aliran darah hingga sampai di kandung empedu. Bersama dengan sekresi empedu ke
dalam saluran cerna, Salmonella typhi kembali memasuki saluran cerna dan akan
Pada saat terjadi bakteremia sekunder, dapat ditemukan gejala-gejala klinis dari
demam typhoid.
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan
terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol yang telah memenuhi
kriteria penilaian.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
5
Gambar 1. Salmonella thypi secara skematik
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila
respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman
dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke
plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini
hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan
kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk
6
ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya
dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam,
seluler berperan dalam penyembuhan penyakit, berdasarkan sifat kuman yang hidup
humoral melalui sel limfosit B, kemudian berdiderensiasi menjadi sel plasma yang
akan mensintesis immunoglobulin (Ig). Yang terbentuk pertama kali pada infeksi
primer adalah antibodi O (IgM) yang cepat menghilang, kemudian disusul antibodi
flagela H (IgG). IgM akan muncul 48 jam setelah terpapar antigen, namun ada
pustaka lain yang menyatakan bahwa IgM akan muncul pada hari ke 3-4 demam.
7
II.5 Gejala Klinis Demam Tifoid
Gejala klinis demam tifoid seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang
sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam tifoid tidak khas
dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare
yang mudah disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa
gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul
demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita
ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing dan tidak bersemangat. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi
dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada
semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2
hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septikemia oleh karena
Streptococcus atau Pneumococcus dari pada S.typhi. Gejala menggigil tidak biasa
didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis
malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Demam tifoid dan
malaria dapat timbul secara bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala hebat yang
menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S.typhi
8
juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi
gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik
atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis.
Penderita pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi
febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu
tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita
terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh
berangsur -angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak
sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih
kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.
Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan
konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.8
berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau
gelisah.8
II.6 Diagnosis
II.6.1 Anamnesis
Orang dengan tifoid umumnya datang dengan demam non-spesifik yang makin
9
parah setelah beberapa hari dan tidak ada perbaikan gejala dengan pengobatan
suportif. Perlu dipastikan juga mengenai riwayat mengonsumsi makanan dan
minuman yang kurang higienis serta paparan terhadap lingkungan dengan
sanitasi yang buruk.
Gejala dapat bervariasi antar individu satu dengan individu lainnya, dari ringan
yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran klinis yang khas. Menurut beberapa
penelitian, di daerah endemik tifoid, pasien tifoid kebanyakan adalah anak-anak
di bawah usia 5 tahun, mengalami demam yang non-spesifik di mana secara
klinis tidak jelas bahwa pasien anak ini terkena infeksi tifoid
a. Demam
Demam atau panas adalah gejala utama demam tifoid. Pada awal sakit,
demamnya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh sering naik turun. Pada
pagi suhu rendah atau normal, sore dan malam suhu badan tinggi , dan dari
hari ke hari demam makin tinggi yang disetai banyak gejala lain seperti sakit
kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan diare frontal, nyeri otot, pegal-
pegal, insomnia, mual dan muntah, pada minggu kedua demam makin
tinggi, kadang terus menerus, pasien membaik maka pada minggu ke 3 suhu
badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke 3.
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang terlalu
lama, bibir kering dan kadang-kadang pecah, lidah kelihatan kotor dan di
10
c. Gangguan kesadaran
d. Hepatosplenomegali
Hati dan limpa, ditemukan sering membesar. (Kemenkes RI, 2016). Demam
ini bisa di ikuti oleh gejala tidak khas lainnya seperti diare, atau batuk pada
bisa terjadi adalah perforasi usus, perdarahan usus ,dan koma. Gejala
a. Pada minggu pertama sakit, tanda klinis tifod masih belum khas, mungkin hanya
didapatkan suhu badan meningkat.
1 Distensi abdomen
5 Splenomegali
6 Hepatomegali
11
c. Sedangkan pada minggu ketiga biasanya ditemukan:
darah tepi, pemeriksaan serologis, kultur dengan cara isolasi kuman, dan
serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid meliputi: (1) uji widal; (2) tes
anti S. tiphy IgM (TUBEX); (3) metode enzime immunoessay (EIA);(4) metode
antibodi spesifik terhadap komponen antigen S.tiphy maupun antigen itu sendiri.
alaternatif kultur darah untuk diagnosis demam tifoid. Tes serologi yag paling
banyak digunakan adalah uji widal yang mendeteksi antibodi aglutinasi terhadap
12
antigen O dan H dari Salmonella typhi. Pemeriksaan widal berdasarkan peningkatan
titer antibodi pada sampel serum ganda dengan jarak 10-14 hari. Namun beberapa
dilakukan adalah uji widal dan kultur Salmonella. Sampai sekarang, kultur masih
merupakan menjadi standar baku dalam penegakan diagnostik demam tifoid. Selain
uji widal, terdapat beberapa metode pemeriksaan serologi lain yang dapat dilakukan
dengan cepat dan mudah serta memiliki sensitivitas dan spesifitas lebih baik dari
spesifisitas deteksi antigen spesifik S. typhi bergantung pada jenis antigen, jenis
spesimen, teknik yang dipakai, jenis antibodi yang digunakan dalam uji (poliklonal
atau monoklonal dan waktu pengambilan spesimen (stadium dini atau lanjut dalam
Pada pasien demam tifoid, dapat ditemukan berbagai gambaran dari pemeriksaan
jumlah yang dapat normal, menurun atau meningkat. Leukositosis dapat terjadi
didapatkan aneosinofilia dan linfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Laju
endap darah tidak mempunyai nilai sensitifitas dan spesifisitas untuk menentukan
13
diagnosis demam tifoid. Demam tifoid dapat ditandai dengan leukopenia dan
limfositosis 17.
B. Uji Widal
Prinsip uji widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum
(O) dan flagella (F) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi
(dari tubuh kuman) dan aglutinin H (flagella kuman). Pembentukan aglutinin mulai
terjadi pada akhir minggu pertama demam, puncak pada minggu keempat dan tetap
tinggi dalam beberapa minggu dengan peningkatan aglutinin O terlebih dahulu baru
diikuti aglutinin H. Titer antibodi O > 1/320 atau antibodi H > 1/640 menguatkan
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman Salmonella typhi.
Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman Salmonella typhi
dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal
Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
(flagella kuman), dan c) Aglutinin Vi (simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut,
hanya aglutnin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam Tifoid. Semakin
tinggi titernya, semakin besar terinfesi kuman ini. Pembentukan aglutinin ini mulai
14
terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan
mencapai puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu.
Pada fase akut, mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H.
Pada orang yang telah sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan,
sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu, uji
5) riwayat vaksinasi,
6) rekasi anannestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam
7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang bermakna
diagnostik untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya kesepakatan
saja. Hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di berbagai
Widal relatif buruk. Sensitivitas rata rata, spesifitas, NPV dan PPV uji Widal tetap
di bawah 80%. Efisiensi uji widal dalam mendiagnosis demam tifoid tanpa tes
konfirmasi lainnya tidak memiliki nilai diagnostik. Oleh karena itu, pemeriksaan
15
widal tidak boleh digunakan sebagai alat diagnostik untuk menyingkirkan demam
tifoid kecuali jika didukung ole gambaran klinis invasif dan pemeriksaan
konfirmasi lainnya.
Tes pemeriksaan widal memiliki sensitivitas 53% dan spesifisitas 83% Hanya
dapat negatif sampai 30% dari kasus demam tifoid dengan kultur. Hal ini mungkin
serotipe salmonella lain juga memiliki antigen O dan H, dan dapat mengalami
C. Uji Tubex
Uji Tubex merupakan uji semikuantitatif kolometrik untuk deteksi antibodi anti
Salmonella tiphy 09. Hasil psotif menunjukkan infeksi salmonella serogroup D dan
16
75- 80% dan spesifitas 75-90 %. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal,
yang dapat digunakan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, khususnya
di negara berekembang.
Tes Anti S. tiphy IgM merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang
Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi
adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa
menit hasil positif pada tes anti S. typhy IgM menunjukkan terjadinya infeksi
17
Tabel 1: Interpretasi hasil uji tubex 16
kemudian
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid
D. Uji Typhidot
Uji Typhidot dimaksudkan untuk mendeteksi IgM dan IgG pada protein membran
luar (outer Membran Protein) Salmonella tiphy. Hasil positif diperoleh 2-3 hari
setelah infeksi dan spesifik mengidentifikasi IgM dan IgG terhadap S. tiphy.
merupakan modifikasi dari metode tiphydot telah dilakukan aktivasi dat IgG total
dapat menggantikan Uji Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk
mendapatkan diagnosis yang cepat dan akurat. Deteksi terhadap IgM menunjukkan
fase awal infeksi pada demam tifoid fase akut, sedangkan deteksi terhadap IgM dan
IgG menunjukkan infeksi pada fase pertengahan infeksi. Uji typhidot dapat
mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar
18
Salmonella typhi Hasil positif pada uji tiphydot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi
dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen
Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder (IgG) teraktivasi secara berlebihan
sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun, sehingga
pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut
dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus infeski primer. Untuk mengatasi
masalah tersebut, uji ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG
pada sampel serum. Uji ini, yang dikenal dengan typhidot-M, memungkinkan ikatan
antara antigen dengan IgM spesifik yang ada pada serum pasien.Hasil uji
sensitifitas terhadap uji typhidot sebesar 98%. Sedangkan spesifitas sebesar 76,6%
dan efisiensi uji sebesar 84%, sebagaimana penelitian yang dilaporkan oleh
Gopalakhisnan. Pada penelitian lain, yang dilakukan oleh Oslen dkk, didapatkan
sensitifitas dan spesifitas uji ini hampir sama dengan Uji Tubex yaitu 79% dan 89%
Uji IgM dipstik merupakan uji untuk mendeteksi secara khusus IgM spesifik
dan anti IgM sebagai kontrol. Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dapat
mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS Salmonella tiphy ini
Salmonella tiphy sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized
19
distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat
yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. Antibodi yang spesifik
Uji IgM Dipstick mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi pada
spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung
antigen lipopolisakarida (LPS) S. typhoid dan IgM (sebagai kontrol), reagen deteksi
yag mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan
membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji
Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi
dan serum, selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air
garis uji dengan membandingkannnya dengan reference strip. Garis kontrol harus
20
F. Isolasi dan Biakan
kultur darah otomatis yang mahal atau staf yang terlatih untuk metode manual.
Bahan pemeriksaan untuk isolasi Salmonella typhi dapat dilakukan dengan sampel
darah, urin, tinja dan sumsum tulang. Namun, pemeriksaan ini memerlukan waktu
2-5 hari, prosedurnya mahal dan memerlukan keahlian teknis yang khusus.
Bakteri Salmonella yang bersifat aerobik dan fakultatif anaerobik, tumbuh dengan
cepat pada media sederhana pada kisaran pH 6-8 dan suhu optimum 37oC.
Salmonella dapat dikultur pada berbagai media padat; pada media selektif untuk
isolasi primer (agar darah), agar selektif atau diferensial (misalnya: McConkey
agar, Hektoen enteri agar) dan enrichment broth (misalnya: Selenite broth).
Salmonella typhi menghasilkan koloni putih nonhemolitik yang halus pada agar
darah, koloni polutan non laktosa halus di koloni pucat agar pada agar McKonkey
dan pada agar enterik Hektoen, Salmonella menghasilkan koloni hijau transparan
sitrat sebagai sumber karbon tunggal dan lisin sebagai sumber nitrogen, serta
membentuk asam dan gas. Mereka tidak mempfermantasi laktosa, sukrosa dan
Salmonella typhi dalam biakan dalam darah, urin, feses, sumsum tulang, cairan
21
doudenum atau dari rose spots . Berdasarkan patogenesis penyakit, bakteri S. typhi
lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit. Pada
G.Kultur Darah
merupakan metode akurat untuk diagnosis demam tifoid dari sampel darah yang
diambil pada awal penyakit. Tingkat deteksi kultur 65,9% untuk sampel darah
tunggal yang diambil rata-rata 6 hari setelah onset demam. Mayoritas kultur positif
pada 48 jam onset demam dan hampir semuanya positif lima hari.
Hasil biakan darah yang positif memastkan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif
tidak menyingkirkan demam tifoid. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal
sebagai berikut:
1) telah mendapat terapi antibiotika. Bila pasien sebelum kultur telah mendapat
terapi antibiotika, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
mungkin negatif. Pasien demam tifoid yang konsumsi antibiotik yang akan
pertumbuhan bakteri Salmonella typhi. Namun, pada pasien yang tidak diobati
2) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah
yang dibiak terlalu sedikit, hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil
22
3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibodi dalam darah
pasien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah
dapat negative.
4) waktu pengambilan darah Setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin
meningkat.
Sensitivitas kultur darah lebih tinggi pada minggu pertama penyakit, kemudian
volume pada kultur darah dan rasio darah pada broth 17.
Kultur aspirasi sumsum tulang meupakan gold standar untuk diagnosis pasti
demam tifoid. Kultur aspirasi sumsum tulang tepat untuk pasien yang sebelumnya
telah diobati dan hasil kultur darah negatif. Kultur sumsum tulang memiliki
berkaitan dengan konsentrasi bakteri yang lebih tinggi pada sumsum tulang. Kultur
sumsum tulang lebih sering positif pada pasien dengan penyakit berat dan rumit.
Pada sisi lain, kultur sumsum tulang diketahui lebih sensitif, namun bersifat invasif
I. Pemeriksaan PCR
23
(Polimerase Chain Reaction). Prinsip dari metode ini adalah dengan mendeteksi
DNA (asam nukleat) gen flagelin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik
hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polimerase chain
reaction. Dalam pemeriksaan ini, yang diidentifikasi adalah antigen Vi yang spesifik
untuk S. typhi. Studi di Papua Nugini menunjukkan bahwa PCR sebaiknya dilakukan
bersama dengan kultur darah sebagai gold standard untuk evaluasi diagnosis demam
sumber daya.
adanya kontaminasi yang memberikan hasil positif palsu bila teknik yang dilakukan
tidak sesuai. Adanya bahan dalam spesimen yang dapat menghambat proses PCR
(hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu
dalam spesimen klinis belum memberikan hasil yang memuaskan. Dengan demikian,
penggunaan metode ini terbatas untuk penelitian dan belum digunakan secara luas
Demam dengue Demam tinggi terus menerus selama 2 - 7 hari, disertai keluhan
sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif,
24
demam berdarah dengue, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, igM atau IgG anti
dengue positif.
2. Malaria
kepala,lemas,nyeri otot ,sakit pada bagian perut, menggigil ,bibir dan jari pucat
kebiruan (sianotik) mual dan muntah . Pemeriksaan fisik konjungtiva atau telapak
3. Leptospirosis
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, conjunctival
injection (kemerahan pada konjungtiva bola mata), dan nyeri betis yang menyolok.
positif.
Pada penderita dengan gambaran klinik jelas disarankan untuk dirawat di rumah
sakit agar pengobatan lebih optimal, proses penyembuhan lebih cepat, observasi
1. Terapi Non-Farmakologis 21
A. TIRAH BARING
Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah
komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus
25
istirahat total. Bila terjadi penurunan kesadaran maka posisi tidur pasien harus
B. NUTRISI
Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral adalah sesuai dengan kebutuhan harian (tetesan rumatan). Bila ada
Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah
selulose (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita tifoid , biasanya diklasifikasikan atas : diet cair , bubur lunak, tim dan
nasi biasa. Bila keadaan penderita baik, diet dapat dimulai dengan diet padat
atau tim (diet padat dini). Tapi bila penderita dengan klinis berat sebaiknya
dimulai dengan bubur atau diet cair yang selanjutnya dirubah secara bertahap
kesadaran menurun diberi diet secara enteral melalui pipa lambung. Diet
2. Farmakologi 20.22
26
Anti mikroba
Anti mikroba segera diberikan bila diagnosis klinis demam tifoid telah dapat
Sebelum anti mikroba diberikan, harus diambil spesimen darah atau sumsum tulang
lebih dulu, untuk pemeriksaan biakan kuman Salmonella (biakan gaal), kecuali
fasilitas biakan ini betul-betul tidak ada dan tidak bisa dilaksanakan. Anti mikroba
3. Berspektrum sempit.
4. Cara pemberian yang mudah dan dapat ditoleransi dengan baik oleh penderita
Anti mikroba (antibiotika) yang dikemukakan dalam tabel di bawah adalah yang
telah dikenal sensitif dan efektif untuk demam tifoid serta merupakan pilihan dan
27
Mg(2gr)selama 14 hari sensitivitas masih tinggi Pemberian
dibagi 4 dosis
seftriakson Dewasa: (2-4) gr/hr Selama Cepat menurunkan suhu, lama
Pemberian PO/IV
kotrimoksasol Dewasa : 2x (160-800) Tidak mahal
1 minggu
28
Anak : 15-20 mg/Kg BB/hr Aman untuk anak
hari
1. Kloramfenikol
Salmonella typhi.(Salah satu kekurangan dari obat ini adalah tingginya angka relaps
dan karier)
2. Ceftriaxone
3. Amoxicilin
namun waktu penurunan demamnya lebih lambat. Obat ini berspektrum luas
4. Kotrimoksazol
kloramfenikol .Namun obat ini banyak digunakan untuk infeksi lain sehingga
meningkatkan resiko .
29
5. Ciprofloxacin dan ofloxacin
merupakan terapi yang efektif untuk demam tifoid yang disebabkan isolat tidak
waktu penurunan demam 4 hari, dan angka kekambuhan dan fecal carrier kurang
dari 2% .
6. Cefixime
Cefixime saat ini sering digunakan sebagai alternatif. Obat ini diberikan jika ada
indikasi penurunan jumlah leukosit hingga < 2000/μl atau dijumpai adanya
Tidak semua penderita tifoid yang mau dirawat di rumah sakit. Sangat banyak
kendala atau hambatan yang ada pada masing-masing masyarakat kita, yang salah
satu diantaranya adalah ketiadaan biaya. Dengan pertimbangan yang matang serta
1. Penderita dengan gejala klinis yang ringan, tidak ada tanda-tanda komplikasi
2. Penderita dengan kesadaran baik dan dapat makan minum dengan baik pula
cukup paham tentang petanda bahaya yang akan timbul dari tifoid.
30
4. Rumah tangga penderita memiliki atau dapat melaksanakan sistem pembuangan
II.9 Prognosis
terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada atau tidaknya komplikasi.
Kematian akibat demam tifoid yang tidak diobati sekitar 10% hingga 15%, paling
tinggi terjadi pada anak di bawah usia satu tahun dan orang tua. Jika kondisi ini
diobati dengan antimikroba yang efektif, angka kematian sekitar 1% hingga 2%.
Pemberian terapi antibiotik yang adekuat diberbagai negara maju berdampak pada
mengeluarkan Salmonella enterica serotype Typhi lebih dari 3 bulan setelah infeksi
umumnya menjadi karier kronis. Risiko terjadinya karier demam tifoid pada anak-
anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik dapat terjadi pada 1-5% dari
31
BAB III
KESIMPULAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh salmonella typhi. Demam tifoid ditandai dengan panas berkepanjangan yang
diikuti dengan bakteremia dan invasi bakteri salmonella typhi, gejala-gejala klinis
yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik
tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada atau
tidaknya komplikasi.
32
DAFTAR PUSTAKA
enteric fever in pediatric age group. International Journal of Basic and Applied
patients admitted to pediatric ward in a rural teaching hospital. Inte Jour of Medi
Ruang Rawat Inap Anak RSUD Dr.Soekardjo Tasikmalaya. Jurnal Stikes PHI,
4(12).
4. Batubuaya, D., Ratag, B, T., Wariki, W. 2017. Hubungan Higiene Perorangan dan
Aspek Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Demam Tifoid di Rumah Sakit Tk.III
33
6. Raj C. Clinical profile and antibiotic sensitivity pattern of typhoid fever in
patients admitted to pediatric ward in a rural teaching hospital. Inte Jour of Medi
rajagrafindo persada
8. Rampengan, N.H. 2013. Antibiotik Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi pada
10. Date, K. A., Bentsi-Enchill, A., Fox, K. K., Abeysinghe, N., Mintz, E. D.,
Khan,M. I., Sahastrabuddhe, S., Hyde, T. B., 2014. Typhoid Fever Surveillance and
Vaccine Use South-East Asia and Western Pacific Regions, 2009 - 2013. morbidity
11. Ahmad, S., Banu, F., Kanodia, P., Bora, R., Ranhotra, A., 2016. Evaluation Of
- Based Study. International Journal of Medical Pediatrics and Oncology, Vol 2(2),
pp. 60-66.
12. Bhandari, J., Thada, P. K., & DeVos, E. (2020). Typhoid Fever.
15. JATMIKO, R. A. (2017). Uji aktivitas antibakteri ekstrak pangium edule terhadap
16. Kusumaningrat, I. B. (2017). uji tubex untuk diagnosis demam tifoid di, 07-08.
34
17. Murzalina, C. (2019). Pemeriksaan Laboratorium Untuk Penunjang Diagnostik
Demam Tifoid.
18. Pratama, O., Nurjanah, D., & Ph, D. (2019). Diagnosa Gejala Penyakit Demam
8829.
19. Endayani, H., Satul, A., Abdul, I., & Suratno. (2019). Profil penggunaan
antibiotik pada pasien demam tifoid di rumah sakit umum daerah provinsi ntb
periode mei – juni 2019. Program Studi Diii Farmasi Fakultas Ilmu
20. Martha Ardiaria. (2019). JNH (Journal od Nutrition and Health). Epidemiologi,
21. Rahmasari, V., & Lestari, K. (2018). Review: Manajemen Terapi Demam Tifoid:
35
36