SKABIES
Pembimbing:
Disusun oleh :
SKABIES
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum
Disusun Oleh :
Muhammad Irwanto (J510170048)
Mengetahui :
Pembimbing :
dr. Eko Rini Puji Rahayu, Sp.KK (........................................)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Eko Rini Puji Rahayu, Sp.KK (........................................)
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
PENDAHULUAN……………………………………………….............. iii
I. DEFINISI………...................................................................... 1
II. EPIDEMIOLOGI……………...……………………………... 1
III. ETIOLOGI ................................................................................ 2
IV. PATOGENESIS........................................................................ 3
V. DIAGNOSIS ............................................................................. 5
VI. DIAGNOSIS BANDING ......................................................... 15
VII. PENATALAKSANAAN .......................................................... 17
VIII. KOMPLIKASI………………………………………………... 25
IX. PROGNOSIS……………………………………....…………. 26
X. PENCEGAHAN………………....…………………………… 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 27
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
4
bahwa rata-rata pasien-pasien seperti ini telah terinfeksi sedikitnya 1 bulan
sebelum gejala ketidaknyamanan generalisata ini muncul.(2) Manifestasi klinis dari
scabies yaitu gatal secara umum yang lebih intens terutama pada malam hari dan
menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien, namun, komplikasi dan kematian
juga dapat terjadi, umumnya karena adanya pioderma bakterial sekunder, yang
umumnya disebabkan oleh Streptococcus pyogenus atau Staphylococcus aureus.
Infeksi sekunder ini dapat menyebabkan komplikasi seperti glomerulonefritis
post-streptococcus dan sepsis sistemik.(3)
Kutu ini membuat liang terowongan pada stratum corneum dan melanjutkan
siklus hidupnya di sana. Banyak obat-obatan, terutama dari golongan insektisida,
yang digunakan dalam terapi scabies pada abad ke-20. Namun, kebanyakan dari
obat-obatan ini bersifat toksik. Akhir-akhir ini, adanya resistensi terhadap obat
yang sudah ada sebelumnya, derajat keparahan penyakit, dan reaksi lanjut dari
obat-obatan telah mendorong perkembangan strategi pengobatan dan
antiektoparasit baru untuk manajemen yang lebih optimal.(4)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan
oleh kutu Sarcoptes scabiei var hominis.(3) Infeksi ini terjadi akibat kontak
langsung dari kulit ke kulit maupun kontak tidak langsung (melalui benda
misalnya pakaian handuk, sprei, bantal dan lain - lain).(5)
II. EPIDEMIOLOGI
Scabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial di seluruh
dunia, tetapi gambaran yang akurat mengenai prevalensinya sulit
didapatkan. Studi yang dilakukan oleh Downs et al. dengan data-data yang
dikumpulkan di Inggris antar tahun 1967 dan 1996 menunjukkan insiden
yang tinggi pada akhir tahun 1960-an dan 1970-an, kemudian menurun pada
tahun 1980-an, dan kembali meningkat pada tahun 1990-an, dimana
prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada area urban, di sebelah utara
Inggris, lebih banyak pada wanita dan anak-anak, dan frekuensi yang lebih
banyak pada musim dingin dibandingkan dengan pada musim panas.
Beberapa penelitian lain juga menemukan adanya variasi musim ini. (6) Ada
dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor
yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: kebersihan yang
buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi.
Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan
Seksual).(7)
Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda,
tetapi dapat menyerang semua umur, dan di Inggris dalam beberapa tahun
terakhir ini lebih sering ditemukan pada lansia di tempat-tempat perawatan.
Insiden seks secara keseluruhan mungkin sama sedangkan pada ras terdapat
beberapa kelompok ras yang rentan, yang mungkin lebih berhubungan
dengan kebiasaan dan faktor sosial daripada faktor kerentanan yang
melekat. Populasi yang padat, yang umum terjadi di negara-negara
terbelakang dan hampir selalu terkait dengan kemiskinan dan faktor
kebersihan yang buruk, juga ikut mendorong penyebaran scabies.(6)
6
III. ETIOLOGI
Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis.
Kutu scabies memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak
dapat dilihat dengan menggunakan mata telanjang.(1) Secara morfologik
merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian
perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 –
350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x
150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang
didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga
berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat perekat.(7)
8
hidupnya. Setelah invasi pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6
minggu untuk timbul reaksi hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini.(2)
10
lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali
mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.(10)
b. Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga.
Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya,
skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam
kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi,
walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan
keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu
lain.(10)
c. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis. (10)
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul
yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan tangan
bagian depan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis,
labia dan pada areola wanita.(3) Bila ada infeksi sekunder ruam
kulitnya menjadi polimorfik (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).(10)
Gambar 4 : Gambaran klasik Scabies (dikutip dari kepustakaan 5)
12
Gambar 5 : distribusi makro lesi primer scabies pada orang
dewasa (dikutip dari kepustakaan 2 )
2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang
tidak khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan
kesalahan diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan..
Beberapa bentuk skabies antara lain :
a. Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan
jumlah yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara
teratur. (10)
b. Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah
dan kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Nodul
pruritis eritematous keunguan dapat ditemukan pada aksila dan daerah
lateral badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-
minggu setelah eradikasi infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bula
bisa timbul terutama pada telapak tangan dan jari. (1) Lesi skabies pada
14
anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher,
telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi infeksi sekunder berupa
impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi,
lesi terdapat di wajah.(10) Lesi yang timbul dalam bentuk vesikel,
pustul, dan nodul, tetapi distribusi lesi tersebut atipikal. Eksematisasi
dan impetigo sering didapatkan, dan dapat dikaburkan dengan
dermatits atopik atau acropustulosis. Rasa gatal bisa sangat hebat,
sehingga anak yang terserang dapat iritabel dan kurang nafsu makan.(5)
Gambar 8 :
Skabies pada
anak (dikutip dari
kepustakaan
5)
c. Skabies nodular
Skabies nodular adalah varian klinik yang terjadi sekitar 7% dari
kasus skabies dimana lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran
2-20 mm yang sangat gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang
tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodul yang
lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa
minggu hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan
anti skabies.(13)
d. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan
gejala dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies.
Akan tetapi dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang
dan dalam waktu singkat setelah penghentian penggunaan steroid lesi
dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena penurunan respon imun seluler.(10)
Gambar 9 : Lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan
pengobatan regimen imunosupresan (dikutip dari kepustakaan 5)
16
3. Pemeriksaan Penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan.
Tetapi penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga
diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis
(10)
ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. Beberapa
cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya
yaitu :
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral
atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan
skalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau
kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan
ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.(10)
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing
ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara
tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif,
tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil
dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan
keahlian tinggi.(10)
c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30
menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan
tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di
sekitarnya karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes
dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas
berupa garis menyerupai bentuk S.(10)
18
Gambar 11. Contoh Burrow Ink Test19
d. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar
tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan
ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah
mikroskop.(10) Biopsi irisan dengan pewarnaan Hematoksilin and
Eosin
Gambar 12 :
Sarcoptes scabiei
dalam
epidermis
(panah) dengan
pewarnaan H.E
(dikutip dari kepustakaan 8 dan 5)
e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar
ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan
efluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.(10)
f. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang
berguna untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma.
Dermoskopi juga dapat menjadi alat yang berguna dalam
mendiagnosis scabies secara in vivo. Alat ini dapat
mengidentifikasi struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang
diidentifikasi sebagai bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala
dan kaki. Banyak laporan kasus yang didapatkan mengenai
pengalaman dalam mendiagnosis scabies dengan menggunakan
Dermoskopi. Dermoskopi sangat berguna, terutama dalam kasus-
kasus tertentu, termasuk kasus scabies pada pasien dengan terapi
steroid lama, pasien imunokompromais dan scabies nodular.(14)
20
Gambar 13 : Scabies yang teridentifikasi dengan Dermoskopi
(dikutip dari kepustakaan 14)
VII. DIAGNOSIS BANDING
2. Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke
bawah epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes
scabiei di bagian teratas epidermis yang mengalami akantosis. Pada
prurigo, penyebabnya belum diketahui. Namun dalam beberapa kasus,
faktor stress emosional menjadi salah satu pemicu sehingga sulit
untuk ditentukan apakah ini adalah penyebab atau akibat dari prurigo
sedangkan pada skabies disebabkan oleh adanya tungau Sarcoptes
scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (H.E).(6,16)
22
VIII. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat
efektifitas yang bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan
yang antara lain umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan
faktor kegagalan terapi yang pernah diberikan sebelumnya.(1)
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh
permukaan tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan
di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan
area belakang telinga. Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah
dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien harus
diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang
adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu.
Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan
yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti
skabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin maupun steroid
sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan
gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid
yang lengkap.(1)
24
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk
hidrogen sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat
germisid dan fungisid. Secara umum sulfur bersifat aman bila
digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif
dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini
adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi.(11)
c. Benzyl benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat
neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi
dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-
anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzyl benzoate sangat
efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik
bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat menyebabkan
dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus
diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan
berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-
anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate lebih efektif dalam
pengelolaan resistant crusted scabies. Di negara-negara berkembang
dimana sumber daya yang terbatas, benzyl benzoate digunakan dalam
pengelolaan skabies sebagai alternatif yang lebih murah.(4)
d. Lindane (Gamma benzene heksaklorida)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah
sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat tungau.
Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan
selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau, lindane
dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.(4)
Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan
tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke
seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1%
krim atau losion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat
diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan
larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan
sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan lindane
selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi
pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain
selain 1%.(10)
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas sistem
saraf pusat, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi
walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah
keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah,
tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang,
kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti
menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis
kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan
pansitopenia.(4)
e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10%
atau losion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama
lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari
leher ke bawah selama 2 malam, kemudian dicuci setelah aplikasi
kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan
jangka panjang.(10)
26
atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada
wanita hamil, bayi dan anak kecil. (4)
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik
makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik,
diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan secara
meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada manusia
digunakan untuk pengobatan penyakit filaria terutama oncocerciasis.
Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan
efektif untuk skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga
dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif
untuk mengobati skabies. Efek samping yang sering adalah kontak
dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.(10)
g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus
ditambahkan 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.
(10)
h. Malathion
Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam,
pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.(10) Namun saat ini
tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek
samping yang sangat tinggi.(4)
3. Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies
berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa
pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah,
kecuali sekitar mata, hidung, mulut dan khusus dibawah kuku jari tangan
dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku.
Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan jika dibutuhkan diikuti
dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum terapi
dengan skabisid diobati dengan keratolitik.(10)
28
Dioleskan selama 3 hari Aman untuk anak kurang dari 2
Sulfur
lalu dibersihkan. bulan dan wanita dalam masa
presipitat
kehamilan dan laktasi, tetapi
5-10%
tampak kotor dalam
pemakaiannya dan data efisiensi
obat ini masih kurang.
IX. KOMPLIKASI
Di utara Australia, dilaporkan angka kematian meningkat 50 % selama
lebih dari 5 tahun, dengan penyebab utamanya yaitu infeksi bakterial
sekunder, yang sering disebabkan oleh Streptococcus aureus, Streptococcus
β-hemolitikus grup A, atau peptostreptococci. Impegtiginisasi sekunder
adalah komplikasi umum ditemukan dan berespon baik terhadap pemberian
antibiotik topikal ataupun oral, tergantung tingkat piodermanya. Selain itu,
limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada skabies
Norwegian Scabies.(1) Glomerulonefritis juga pernah dilaporkan sebagai
komplikasi dari scabies.(18) Post-streptococcal glomerulonephritis bisa terjadi
karena scabies-induced pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus
pyogens.(1)
X. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun.
Pada individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang
seiring waktu.(1) Investasi skabies dapat disembuhkan. Seorang individu
dengan infeksi skabies, jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang
baik, keluhan gatal dan eksema akan sembuh.(17)
XI. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-
orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi
dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk
mencegah penyebaran skabies karena seseorang mungkin saja telah
mengandung tungau skabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.(1)
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal,
handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci
bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat
hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya juga harus
dibersihkan (vacuum cleaner).(1)
DAFTAR PUSTAKA
1. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis
In: Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. United state of
America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.
2. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care; An
30
Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 105-11
3. Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010; 362: p. 718.
6. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In:
Rook’s textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-blackwell;
2010. p. 38.36 – 38.38.
9. Habif TP. Infestations and bites. In: Habif TP, editor. A clinical
dermatology : a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London.
Mosby; 2004. p. 500.
10. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit.
Ed 1. Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas
kedokteran universitas hasanuddin; 2003. p. 5-10.
11. Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 2012; 19:
p. 12-16.
12. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Parasitic infestations, stings, and
bites. In: Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews’ Disease of the
skin: Clinical Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p.
453
13. Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a
Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006; 6: p. 771
14. Park JH, Kim CW, Kim SS. Scabies: The Diagnosis Accuracy of
Dermoscopy for Scabies. Ann Dermatology. 2012; 24: p. 194-99.
15. Elston DM. Bites and stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
editors. Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; 2008. p. 84
16. Jones JB. Eczema, lichenidentificatio, prurigo and erythroderma. In: Burns
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s textbook of
dermatology. 8th ed. USA. Willey-blackwell; 2010. p. 23.42 – 22.43.
19. Leung, V. & Miller, M., 2011. Detection of scabies: A systematic review of
diagnostic methods. Can J Infect Dis Med Microbiol, 22(2), pp. 143-144.
32