Anda di halaman 1dari 21

1

CASE REPORT
SINDROMA MATA KERING (DRY EYE)

Oleh:
Meidiana Devira Aristanti 011723143021

Pembimbing:
Ria Sandy Deneska, dr., Sp.M(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RSUD DR SOETOMO SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
2

DAFTAR ISI

Cover Depan....................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................ii
Daftar Gambar................................................................................iii
Bab 1 : Latar Belakang.......................................................................1
Bab 2 : Tinjauan Pustaka.........................................................................2
2.1Definisi dan Klasifikasi............................................................................. 2
2.2Fisiologi............................................................................................... 3
2.3Gejala Klinis.......................................................................................... 5
2.4Pemeriksaan Fisik................................................................................... 5
2.4.1Segmen Anterior................................................................................. 5
2.4.2Schirmer test..................................................................................... 5
2.4.3Tear Film Break Up Time....................................................................... 6
2.4.4Pewarnaan Rose Bengal dan Lissamine.......................................................7
2.5Diagnosis Banding................................................................................... 7
2.6Tatalaksana........................................................................................... 7
2.7Komplikasi............................................................................................ 8

Bab 3 : Laporan Kasus........................................................................9


3.1Identitas Pasien...................................................................................... 9
3.2Anamnesa............................................................................................. 9
3.3Pemeriksaan Fisik................................................................................. 10
3.3.1Sistem Generalis............................................................................... 10
3.3.2Status Lokalis................................................................................... 11
3.4Foto Klinis .......................................................................................... 12
3.5Problem List........................................................................................ 13
3.6Assessment......................................................................................... 13
3.7Planning............................................................................................. 13
Bab 4 : Analisis...............................................................................15
Daftar Pustaka...............................................................................17

ii
3

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Klasifikasi Mata Kering.............................................................................2
Gambar 2.2 Lapisan air mata.........................................................................................4
Gambar 2.3 Schirmer test..............................................................................................6
Gambar 2.4 Dry spot pada TBUT.................................................................................6
Gambar 2.5 Pewarnaan Rose Bengal............................................................................7
1

BAB I

LATAR BELAKANG
Sindroma mata kering merupakan penyakit multifaktorial air mata dan
permukaan dan permukaan ocular yang ditandai dengan penglihatan tidak
nyaman, penglihatan kabur dan instabilitas air mata yang berpotensi
menimbulkan kerusakan permukaan ocular. Sindroma mata kering (PMK) ini
sendiri merupakan suatu kondisi morbiditas okular yang umum ditemui dan
berdampak pada kualitas hidup penderitanya berupa ketidaknyamanan dan
penurunan fungsi visual. Dua puluh lima persen pasien yang mengunjungi
klinik mata melaporkan gejala mata kering, menjadikannya masalah kesehatan
masyarakat yang berkembang dan salah satu kondisi paling umum yang dilihat
oleh praktisi mata. Di Indonesia, prevalensi mata kering adalah sekitar 27,5%,
dengan peningkatan prevalensi terkait dengan usia, merokok, dan pterygium.
(Gayton, 2009).
Mata kering terjadi ketika mata tidak dapat menghasilkan air mata
dengan baik atau ketika air mata tidak memiliki konsistensi yang benar dan
menguap terlalu cepat. Lapisan air mata dan permukaan air mata membentuk
suatu sistem yang kompleks dan stabil yang dapat kehilangan keseimbangan
oleh berbagai faktor. Selain itu, peradangan pada permukaan mata dapat terjadi
bersamaan dengan mata kering dan jika tidak diobati kondisi ini dapat
menyebabkan rasa nyeri, luka pada kornea, dan gangguan penglihatan.
Sindrom mata kering atau sering dikenal sebagai keratoconjuntivitis sicca
(KCS) adalah kondisi umum yang sering dikeluhkan oleh pasien yang berobat
ke dokter mata yang ditandai dengan inflamasi pada permukaan mata dan
kelenjar lakrimal. (Mohammad-Ali Javadi,2011) Gejala mata kering dapat
merupakan manifestasi berbagai macam kondisi, seperti penyakit sistemik,
infeksi bakteri maupun komplikasi dari pembedahan lasik. (Mohammad-Ali
Javadi, 2011)
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi


Menurut Internasional Dry Eye Workshop (DEWS) 2007 mata kering
merupakan penyakit multifaktorial air mata dan permukaan okular yang
ditandai dengan penglihatan tidak nyaman, penglihatan kabur dan instabilitas
lapisan air mata yang berpotensi menimbulkan kerusakan permukaan ocular.
Mata kering sendiri adalah kondisi dimana adanya volume atau fungsi yang
tidak adekuat dari air mata, yang menyebabkan ketidakstabilan lapisan air
mata dan kelainan permukaan bola mata. Keadaan ini banyak dijumpai pada
wanita menjelang menopause maupun usia lanjut (Kanski, 2016).. Mata kering
(Dry Eye) dapat dikaitkan dengan berbagai penyebab yang berhubungan
dengan kelainan pada tear film yang dapat berupa berkurangnya produksi air
mata maupun penguapan yang berlebihan. Mata kering juga dapat dikaitkan
dengan penyakit autoimun, yang paling sering adalah sjorgen syndrome
(Vaughnan, 2007).

Klasifikasi dry eye yang biasa digunakan adalah klasifikasi dari


International Dry Eye Workshop (DEWS) tahun 2007, yang secara garis besar
membagi mata kering menjadi 2 jenis yaitu, aqueous-deficient dan

evaporative.
3

Gambar 2.1 Klasifikasi mata kering


4

Pada mata kering jenis aqueous-deficient dibagi lagi menjadi sjogren syndrome dan
non- sjogren syndrome. Sjogren syndrome merupakan kelainan autoimun dengan gambaran
inflamasi pada limfositik dan kerusakan pada kelenjar air liur dan lakrimal. Trias dari
sjogren syndrome adalah mata kering, mulut kering, dan pembesaran kelenjar parotis.

Sedangkan mata kering jenis non-sjogren syndrome dapat disebabkan :

 Defisiensi lakrimal: primer (terkait usia, kelainan congenital, familial


dysautonomia), sekunder (infiltrasi kelenjar lakrimalis oleh neoplasma atau
inflamasi, AIDS, ablasi saraf atau kelenjar lakrimalis).

 Obstruksi duktus lakrimalis: trachoma, pemfigoid sikatrik, trauma kimia,


Steven-Johnson syndrome.

 Reflex hiposekresi: sensoris (pemakaian lensa kontak, diabetes mellitus,


operasi refraktif), motoris (gangguan N. VII, obat-obatan sistemik)

Mata kering jenis evaporative selanjutnya dibagi menjadi faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi defisiensi kelenjar meibom (posterior blefaritis),
kelainan pada kelopak mata (retraksi kelopak mata, proptosis, kelumpuhan saraf facialis),
reflex kedip menurun (Parkinson, menggunakan computer dan menonton TV dalam waktu
lama), obat-obatan (antihistamin, beta bloker, antispasmodic, diuretic). Sedangkan faktor
ekstrinsik meliputi defisiensi vitamin A, penggunaan lensa kontak, konjungtivitis, dan lain-
lain (Kanski, 2016).

2.2 Fisiologi
Lapisan air mata (tear film) terdiri dari 3 lapis yaitu lipid, akuous, dan musin.
Komponen lipid, yang merupakan lapisan terluar, diproduksi oleh kelenjar Meibom,
mengandung lapisan lilin, kolestrol ester, dan trigliserida. Lipid berfungsi untuk mencegah
evaporasi berlebihan dari lapisan akuous dan menjaga ketebalan lapisan air mata.
Defisiensi dari ini dapat menyebabkan mata kering evaporasi. (Kanski, 2016)
Lapisan akuous diproduksi 95% oleh kelenjar lakrimal dan sisanya diproduksi
kelenjar aksesoris Krause dan Wolfring. Lapisan ini paling utama terdiri dari air dan
beberapa zat terlarut seperti sodium klorida, gula, urea dan protein, sehingga lapisan ini
5

bersifat basa dan rasanya asin. Lapisan ini juga berisi zat anti bakteri seperti lisozim,
laktoferin, dan IgA. (Kanski, 2016)
Lapisan musin, lapisan terdalam dan paling tipis yang terdiri dari musin berupa
glikoprotein yang disekresi oleh sel goblet konjungtiva. Lapisan ini berdekatan dengan
lapisan epitel kornea dan konjungtiva. Musin dapat terserap di epitel dan terikat oleh
mikrovili di lapisan epitel, sehingga lapisan aquous dapat membasahi permukaan epitel,
sehingga dapat dikatakan bahwa lapisan musin dapat membuat lapisan kornea yang
hidrofobik menjadi hidrofilik sehingga dapat dibasahi oleh lapisan aquous (Vaughnan,
2007).
Sekresi dari air mata berasal dari kelenjar aksesori (sekresi basal) dan kelenjar
lakrimal utama (sekresi reflek). Sekresi reflek adalah respon terhadap sensasi dari kornea
dan konjungtiva, yang mungkin berasal dari penguapan “break up” atau kerusakan air mata.
Hiperlakrimasi terjadi karena sensasi iritasi dari kornea dan konjungtiva. Jalur aferen
berasal dari nervus V dan eferen berasal dari saraf parasimpatis yang menginervasi kelenjar
lakrimalis (Khurana, 2007).

Gambar 2.2 Lapisan air mata

Fungsi lapisan air mata


1. Menjaga kornea dan konjungtiva tetap lembab.
2. Memberikan oksigen ke epitel kornea.
3. Membersihkan debris dan iritan berbahaya.
4. Mencegah infeksi.
5. Memfasilitasi gerakan kelopak mata.
6

2.3 Gejala Klinis


Keluhan utama yang paling sering pada pasien mata kering adalah sensasi gatal atau
sensasi seperti mengganjal atau benda asing atau sensasi seperti berpasir. Gejala lain yang
muncul adalah mata terasa pedih, sekresi mukus yang berlebihan, ketidakmampuan
memproduksi air mata, rasa terbakar, silau, mata merah, nyeri dan kesukaran untuk
menggerakkan kelopak mata. Selain itu dapat pula muncul gejala mata yang sering berair.
Dapat pula disertai dengan penyakit sistemik seperti rheumatoid arthritis, lupus dan
Sjogren syndrome (Vaughan,2007).

2.4 Pemeriksaan Fisik


2.4.1 Segmen Anterior
Pemeriksaan pada slit lamp dapat ditemukan palpebral yang normal maupun kelainan
seperti edema, spasme, lid margin scarring dan lagophtalmos. Akan tetapi pemeriksaan yang
khas pada segmen anterior terletak pada konjunctiva yaitu tidak adanya meniscus air mata
pada lid margin bawah. Mukus yang berwarna kekuningan terkadang ada pada fornik
konjungtiva.. Pada epitel kornea normal atau bisa didapatkan tanda-tanda keratitis (apabila
sudah terjadi komplikasi)

2.4.2 Schirmer test


Test ini dilakukan dengan cara menaruh kertas schirmer (Whatman no. 41 berukuran
5x35 mm) pada 1/3 lateral forniks inferior konjungtiva bawah. Pasien diminta untuk melihat
keatas dan tidak boleh menutup mata selama 5 menit (boleh mengedip sesekali). Setelah 5
menit dilihat bagian kertas schirmer yang basah kemudian diukur panjangnya. Hasil dikatakan
abnormal apabila panjang bagian kertas yang basah kurang dari 10 mm pemeriksaan tanpa
menggunakan anastesi lokal. Saat pemeriksaan dilakukan tanpa menggunakan anestesi
(Schirmer 1), pemeriksaan digunakan untuk memeriksa fungsi dari kelenjar lakrimal utama.
Jika pemeriksaan schirmer dilakukan menggunakan anastesi topical (0,5% tetracain) adalah
untuk memeriksa fungsi kelenjar lacrimal aksesoris (sekresi basal, kelenjar wolfring dan
Krause). Hasil dikatakan abnormal apabila panjang kertas filternya kurang dari 5 mm dalam 5
menit, namun pemeriksaan schirmer menggunakan anastesi kurang dapat dipercaya
(Vaughan,2007).
7

Gambar 2.3 Schirmer test


2.4.3 Tear Film Break Up Time
Pemeriksaan ini berguna untuk mengukur komponen musin dari air mata. Tear break
up time diukur dengan memberikan flouresein pada konjungtiva bulbar dan meminta pasien
untuk berkedip. Lapisan air mata kemudian dilihat dengan filter cobalt pada slit lamp ketika
pasien membuka mata tanpa berkedip. Dihitung waktu antara kedipan terakhir dan saat dry
spot pertama kali muncul pada epitel konjungtiva. Normalnya, waktu dari munculnya dry
spot adalah 15 detik, namun hal ini dapat berkurang dengan adanya anastesi lokal,
manipulasi mata, dan penahanan kelopak mata tetap terbuka. Tear break up time akan
berkurang pada mata yang kekurangan lapisan aquous dan musin (Vaughan,2007).

Gambar 2.4 Dry spot pada TBUT


Sumber : https://www.slideshare.net/junushrestha18/tearfilm-blinking
8

2.4.4 Pewarnaan Rose Bengal dan Lissamine Green


Pewarnaan Rose Bengal dan Lissamine Green adalah pemeriksaan sensitif untuk
mewarnai sel epitel konjungtiva yang rusak. Namun, lissamine tidak menyebabkan iritasi
yang signifikan. (Vaughan,2007)

Gambar 2.5 Pewarnaan rose Bengal

Sumber: https://entokey.com/diagnostic-techniques-in-ocular-surface-disease

2.5 Diagnosis Banding

 Computer vision syndrome


 Konjungtivitis viral
 Konjunctivitis alergi
 Keratitis
 Obstruksi duktus nasolakrimalis

2.6 Tatalaksana

 Artificial tears adalah pengobatan utama pada mata kering, tersedia dalam bentuk
drop dan salep. Yang paling banyak adalah dalam bentuk sediaan drop yang berisi
derivate selulosa (0,25% - 0,7% metil selulosa dan 0,3% hipromellosa).

 Siklosporin topikal (0,05%, 0,1%). Ini membantu mengurangi peradangan jaringan


sel lakrimal yang dimediasi sel.
9

 Mucolytics, seperti 5% acetylcystine yang digunakan 4 kali sehari membantu


mendispersikan benang lendir dan mengurangi viskositas air mata.

 Retinoid topikal bermanfaat dalam membalikkan perubahan seluler (squamous


metaplasia) yang terjadi pada konjungtiva pasien mata kering.

 Menghemat air mata yang ada dengan menghambat penguapan dan drainase

o Penguapan dapat dihambat dengan cara menurunkan suhu ruangan, menjaga


kelembaban udara dan menggunakan kacamata

o Oklusi pungtum untuk menurunkan drainase dapat menggunakan implant


kolagen, elektrokauter, oklusi laser argon pada pasien yang memiliki mata
kering yang sangat parah

 Melakukan tatalaksana kausatif dari dry eye (setelah ditemukan underlying disease-
nya ), seperti :

o Tettrasiklin sistemik dan lid hygiene pada pasien dengan blefraritis posterior
kronis

o Vitamin A pada pasien yang defisiensi vit. A

o Tatalaksana pada pasien dengan lagophtalmos. (Khurana, 2007)

2.7 Komplikasi
Pada tahap yang lebih lanjut, ulserasi kornea, penipisan kornea dan perforasi mungkin
dapat terjadi. Infeksi bakteri sekunder mungkin dapat terjadi sehingga menyebabkan ulkus
kornea yang dapat mengganggu kualitas penglihatan (Vaughan, 2007).
10

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. M
Usia : 55 tahun
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No.Rekam Medis : 10.31.87.06
Tanggal Pemeriksaan : 6 September 2019

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Kedua mata sering berair
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli RSUD Dr. Soetomo dengan keluhan utama mata kanan
dan kiri sering berair sejak ± 1 bulan. Keluhan disertai dengan mata terasa gatal serta
mengganjal seperti ada pasir, perih dan terkadang seperti sensasi terbakar.. Menurut
pasien keluhan tersebut hilang timbul, namun muncul hampir setiap hari, terutama
saat malam hari. Selain itu pasien juga mengaku bila keluhan tersebut bertambah
berat apabila pasien membaca maupun menjahit dan keluhan berkurang saat pasien
mengedipkan mata beberapa kali ataupun meneteskan air mata buatan (cenfresh) pada
kedua matanya. Mata merah, pandangan kabur, nyeri, bengkak, keluar kotoran
disangkal. Mulut kering disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien pernah memiliki keluhan serupa 1 tahun lalu, dan membaik saat pasien
meneteskan air mata buatan (cenfresh)
 Riwayat Diabetes Melitus, sejak ± 5 tahun yang lalu, terkontrol dengan insulin

 Riwayat Hipertensi terkontrol, namun pasien tidak ingat nama obatnya


11

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, maupun penyakit mata lainnya dalam keluarga
disangkal.

Riwayat Pengobatan :

Artificial tears (cenfresh) saat keluhan muncul, 1 tetes pada setiap mata

Riwayat Penggunaan Kacamata :

Pasien riwayat menggunakan kacamata baca. Riwayat penggunaan kontak lensa


disangkal

Riwayat Psikososial :
Pasien merupakan ibu rumah tangga dan saat ini lebih banyak beraktifitas di rumah. Di
rumah pasien tidak menggunakan AC. Jarang menggunakan Handphone. Riwayat
merokok dan minum alkohol disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Vital Sign
GCS 456
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 89x/menit
RR : 19x/menit
Suhu : 36.9 derajat celcius

Status Generalis
Kepala-leher : tidak anemis, tidak ikterik, tidak cyanosis, tidak dyspnea
Thorax : gerak dada simetris, tidak ada retraksi
Paru : suara nafas vesikuler, tidak ada wheezing maupun rhonki
Cor : S1S2 tunggal, tidak ada murmur maupun gallop
Abdomen : supel, bising usus normal
12

Extremitas : akral hangat kering mer

3.3.2 Status Lokalis

OD OS
6/10 Visus naturalis 6/12
14,6 mmHg TIO 14,6 mmHg
Normal ke segala arah Ocular Motility Normal ke segala arah
Segmen Anterior
Normal (edema-, spasme-, Palpebra Normal (edema-, spasme-,

laghophtalmos-) laghophtalmos-)
Hiperemi- Konjungtiva Hiperemi-
Jernih Kornea Jernih
Dalam Bilik Mata Depan Dalam
Radier, tidak didapatkan Iris Radier, tidak didapatkan

kelainan kelainan
Bulat+, reflek cahaya +, Pupil Bulat+, reflek cahaya +,

3mm 3mm
Jernih Lensa Jernih
Fundus reflex +, papil nII Funduskopi Fundus reflex +, papil nII
batas tegas +, elevasi-, batas tegas +, elevasi-,
perdarahan retina-, perdarahan retina-,
eksudat-, macula reflek + eksudat-, macula reflek +
OD = 2 mm Schimmer Test 1 OS = 3 mm
OD = 1 mm Schimmer Test 2 OS = 3 mm
13

3.4 Foto Klinis

OD OS

OD OS

OD OS
14

3.5 Problem List


1. Mata kanan dan kiri sering berair sejak 1 bulan yang lalu.
2. Mata terasa gatal serta mengganjal seperti ada pasir, perih dan sensasi terbakar
3. Riwayat mata kering sejak +/- 1 tahun yang lalu
4. Riwayat penggunaan obat tetes artificial tears (cenfresh) bila mata terasa
kering.
5. Riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi dan spondylo arthritis
6. Visus naturalis OD 6/10 dan OS 6/12
7. Schimmer test 1 OD = 2 mm, OS = 3 m
8. Schimmer test 2 OD = 1 mm, OS = 3 mm

3.6 Assessment
ODS dry eye

3.7 Planning
 Terapi
Artificial tears (Lyteers) ed 6 dd gtt I ODS (dapat ditetesi setiap mata tidak
nyaman)
 Monitoring
- Keluhan

- Visus

- Segmen anterior dan posterior

- Efek samping obat

Pasien dianjurkan kontrol kembali setelah 2 bulan atau bila keluhan tidak
membaik dan bertambah parah.
 Edukasi

- Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien dan prognosisnya.

- Menjelaskan tentang pemeriksaan yang dilakukan


15

- Menjelaskan terapi, tujuan terapi dan komplikasi terapi yang dapat terjadi
pada pasien. Pasien diharapkan mematuhi pengobatan yang sudah
ditentukan dan segera menemui dokter jika mengalami efek samping yang
tidak diharapkan.

- Menganjurkan pasien untuk menggunakan pelindung mata saaat


beraktivitas supaya tidak terpapar cahaya dan debu secara langsung.

- Menjaga suhu dan kelembaban ruangan agar tidak terlalu panas dan kering
untuk mencegah penguapan air mata.
16

BAB IV

ANALISIS

Kerangka Berpikir

♀, 55 tahun

Mata berair

Dry eye Konjunctivitis Obstruksi


Keratitis
syndrome alergi ductus
nasolakriamal

Mata terasa gatal,


mengganjal seperti ada Riwayat mata kering ±1 Riwayat spondylo
pasir, perih dan sensasi tahun yll arthritis
terbakar

Schimmer test 1 Schimmer test 2


OD/OS = 2/3 mm OD/OS = 1/3 mm

Pembahasan

Berdasarkan dari anamnesis didapatkan pasien wanita usia 55 tahun dengan


keluhan utama mata kanan dan kiri sering berair sejak ± 1 bulan. Keluhan disertai
dengan mata terasagatal serta mengganjal seperti ada pasir, perih dan terkadang
seperti sensasi terbakar. Keluhan tersebut hilang timbul, namun muncul hampir setiap
hari, terutama saat malam hari. Selain itu keluhan tersebut bertambah berat apabila
pasien membaca maupun menjahit dan berkurang saat pasien mengedipkan mata
17

beberapa kali ataupun meneteskan air mata buatan (cenfresh) pada kedua matanya.
Mata merah, nyeri, bengkak, keluar kotoran disangkal. Pasien juga disertai dengan
riwayat diabetes mellitus, hipertensi dan spondylo arthritis Dari hasil pemeriksaan
fisik dan penunjang didapatkan hasil bahwa tekanan intra ocular dextra et sinistra
serta segmen anterior dalam batas normal dan pada pemeriksaan schimmer 1 OD/OS
= 2/3 dan schimmer 2 OD/OS = 1/3.
Berdasarkan dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosa
dengan sindrom mata kering. Pada pasien ini direncanakan untuk diberikan artificial
tears / C.Lyteers ed 6 dd gtt I ODS atau dapat ditetesi pada setiap mataapabila
keluhan muncul. Monitoring yang dilakukan pada pasien ini meliputi keluhan, visus,
segmen anterior-posterior. Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi penyakit
yang diderita, pemeriksaan yag dilakukan, rencana terapi yang akan diberikan,
anjuran yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan pasien, komplikasi beserta
prognosisnya.
18

DAFTAR PUSTAKA

Aoa.org. (2008). [online] Available at: https://www.aoa.org/documents/optometrists/CPG-


16.pdf [Accessed 15 Jun. 2019].

Aggarwal, S., & Galor, A. (2018). What's new in dry eye disease diagnosis? Current advances
and challenges. F1000Research, 7, F1000 Faculty Rev-1952.
doi:10.12688/f1000research.16468.1

Bowling, B., 2016. Kanski’s Clinical Ophtalmology 8th ed., Elsevier.

Carpenter, N. and Grigorian, A. (2015). Hyperopia - EyeWiki. [online] Eyewiki.aao.org.


Available at: https://eyewiki.aao.org/Hyperopia [Accessed 15 Jun. 2019].

Craig JP, et al., TFOS DEWS II Report Executive Summary, The Ocular Surface (2017),
http://dx.doi.org/10.1016/ j.jtos.2017.08.003

Denniston, A. and Murray, P. (2014). Oxford handbook of ophthalmology. 3rd ed. United States
of America, p.928.

Gayton, J. (2009). Etiology, prevalence, and treatment of dry eye disease. [online] PubMed
Central (PMC). Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2720680/

Khurana, 2007. Comprehensive Ophthalmologi 4th ed New Age International New Delhi

Mohammad-Ali Javadi, S. (2011). Dry Eye Syndrome. [online] PubMed Central (PMC).
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3306104/

The Definition and Classification of Dry Eye Disease: Report of the Definition and
Classification Subcommittee of the International Dry Eye Workshop (2007). (2007). The
Ocular Surface, 5(2), pp.75-92.
Vaughnan D.G, Asbury T., Eva P.R: General Ophthalmology 17 Ed 2007

Anda mungkin juga menyukai