Anda di halaman 1dari 59

Tinjauan Pustaka

FISIOLOGI PENYEMBUHAN LUKA PADA KELOPAK MATA

Christian Andrew Darian Sianipar

Pembimbing:

Dr. Riani Erna, Sp.M (K)

BAGIAN/DEPARTEMEN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR................................................................................. iii

DAFTAR TABEL..................................................................................... iv

DAFTAR SINGKATAN............................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 4

2.1. Anatomi dan Fisiologi Palpebra.............................................. 4

2.2. Klasifikasi Luka Umum dan Khusus Palpebra........................ 11

2.3. Fisiologi Wound Healing......................................................... 19

2.4. Faktor Risiko yang Menimbulkan Gangguan pada Proses

Wound Healing....................................................................... 29

2.5. Studi Terbaru dalam Peningkatan Wound Healing................ 36

BAB III KESIMPULAN............................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 40

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Potong Lintang Kelopak Mata Atas...................................... 6

Gambar 2. Potong lintang landmark anatomis margin kelopak mata

bawah................................................................................... 7

Gambar 3. Suplai asreteri kelopak mata................................................ 11

Gambar 4. Hematoma kelopak mata bawah dengan perdarahan

subkonjungtiva; Perdarahan subkonjungtiva dengan batas

posterior tidak terlihat; Panda eyes...................................... 13

Gambar 5. Laserasi kelopak................................................................... 14

Gambar 6. Ilustrasi fase inflamasi.......................................................... 26

Gambar 7. Ilustrasi fase epitelisasi......................................................... 27

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sistem klasifikasi trauma peri-okular untuk cedera periokular

.............................................................................................. 16

Tabel 2. Rekomendasi Pedoman untuk Trauma Periokular.............. 18

Tabel 3. Rekomendasi Pengangkatan Suture.................................... 18

Tabel 4. Perbandingan Densitas Folikel Rambut pada Beberapa bagian

tubuh yang berbeda dari beberapa studi yang berbeda...... 18

iv
DAFTAR SINGKATAN

FGF : Fibroblast Growth Factor

IGF : Insulin‐Like Growth Factor

KGF : Keratinocyte Growth Factor

MMP : Matrix Metalloproteinase

PDGF : Platelet‐Derived Growth Factor

TGF : Transforming growth factor

tPA : Tissue‐Type Plasminogen Activator

uPA : Urokinase‐Type Plasminogen Activator

VEGF : Vascular endothelial growth factor

WH : Wound Healing

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permukaan mata merupakan komponen penglihatan yang luar

biasa dan vital. Tidak seperti epitel permukaan lainnya, permukaan

mata secara langsung terpapar ke dunia luar sehingga berisiko

mengalami kekeringan, cedera, serta subjek dari patogen. Oleh

karena itu, terdapat banyak mekanisme perlindungan yang

disediakan oleh sistem permukaan mata untuk melindungi

penglihatan, salah satunya adalah kelopak mata. Kelopak mata, atau

disebut juga dengan palpebra, adalah lipatan yang dapat bergerak,

terdiri dari kulit, otot, serta kartilago sehingga dapat menutup atau

membuka bola mata. Kelopak mata bagian atas dan bawah

membentuk penutup pada bola mata untuk proteksi dari cahaya

berlebih, cedera, juga dalam mendistribusikan air mata serta

membersihkan permukaan mata secara mekanik. Bulu mata

berfungsi menangkap partikel-partikel halus serta sebagai sensor

untuk menstimulasi refleks penutupan kelopak mata. 1,2,3,4

Di Amerika Serikat dilaporkan terdapat 939,608 admisi rumah

sakit dimana 778,967 (82,9%) diantaranya memiliki trauma mata

sebagai diagnosis sekundernya. Kejadian trauma mata ini dilaporkan

paling banyak terjadi pada individu dengan usia lanjut di atas 65

1
tahun dengan etiologi terbanyak adalah jatuh. Studi lain

menunjukkan bahwa dari tahun 2006 hingga 2015, kejadian jatuh

yang berujung kepada kunjungan instalasi gawat darurat di Amerika

Serikat berjumlah 87,991,036 kasus dengan 952,781 kasus disertai

dengan trauma mata sebagai diagnosis primer ataupun sekunder.

Studi ini melaporkan jenis trauma mata terbanyak adalah kontusio

jaringan orbital (18,3%), diikuti oleh laserasi kelopak mata dan

daerah periokular (18,1%), dan fraktur orbital (15,8%). Cedera

kelopak mata dilaporkan dalam dimensi anteroposterior dan

horizontal. Trauma/defisit juga dapat diklasifikasikan menjadi lesi

simpel, komposit, kompleks, dan tulang terisolasi. Tiap lesi terbagi

lagi menjadi terlokalisir dan meluas.5,6,7

Penyembuhan pada cedera kelopak mata dibagi menjadi empat

komponen utama, yaitu hemostasis, inflamasi, proliferasi dan

maturase jaringan atau remodelling. Tahapan-tahapan ini tidak

hanya terjadi pada cedera kelopak mata saja namun pada seluruh

jaringan tubuh kita yang mengalami cedera walaupun terdapat

beberapa perbedaan antar satu lokasi anatomi dengan lokasi

anatomi lainnya. Proses penyembuhan luka ini juga dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nutrisi, hipoksia, merokok,

konsumsi alcohol, obesitas, infeksi, imunosupresi, penyakit kronis,

manajemen luka, usia, genetika, dan Teknik bedah.

2
Oleh karena signifikannya angka cedera pada kelopak mata,

penting untuk mengetahui mengenai jenis-jenis luka dan trauma

kelopak mata serta penyembuhannya, agar dapat mengembalikan

fungsi serta kosmetik kelopak mata yang terbaik.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan tinjauan Pustaka ini adalah untuk

menjabarkan mengenai anatomi kelopak mata, fisiologi

penyembuhan luka pada kelopak mata, faktor-faktor yang dapat

menghambat proses penyembuhan luka yang normal dan

perkembangan dalam bidang penyembuhan luka.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelopak Mata

2.1.1 Anatomi Kelopak Mata

Kelopak mata, atau disebut juga dengan palpebra, adalah

lipatan yang dapat bergerak, terdiri dari kulit, otot, serta kartilago

sehingga dapat menutup atau membuka bola mata. 4 Kulit kelopak

mata merupakan kulit yang paling tipis pada tubuh manusia, dengan

ketebalan kelopak bervariasi dari 0,5 mm di margin kelopak hingga 1

mm di margin orbita. Fissura palpebra adalah permukaan mata yang

terpapar antara kelopak mata atas dan bawah. Normalnya, fissura

palpebra dewasa sepanjang 27-30 mm dan selebar 8-11 mm. 8,9

Kelopak mata dapat dibagi menjadi 7 lapisan struktural yaitu

kulit dan jaringan ikat subkutan, otot-otot protractor, septum orbital,

lemak orbital, otot-otot retractor, tarsus dan konjungtiva. Beberapa

sumber membagi lapisan structural ini menjadi empat lapisan

kelopak mata, dua lapisan terluar disebut lamela anterior kelopak

mata, sedangkan dua lapisan terdalam disebut lamela posterior

kelopak mata.4

1. Lapisan pertama, terdiri dari kulit, bulu mata, kelenjar Zeis

(modifikasi kelenjar sebasea), dan kelenjar Moll (modifikasi

4
kelenjar keringat). Bulu mata berfungsi untuk menjaga agar

benda asing tidak dapat masuk ke permukaan mata serta

meningkatkan sensitivitas mata dari sentuhan.

2. Lapisan kedua, terdiri dari lapisan otot orbikularis okuli, otot

berbentuk sirkular yang berfungsi untuk menutup kelopak mata.

Otot orbikularis okuli diinervasi oleh nervus fasialis (N. VII).

3. Lapisan ketiga adalah lapisan fibrosa yang berfungsi memberi

stabilitas mekanik kelopak mata. Lapisan ini sebagian besar

terdiri dari tarsus, yaitu jaringan ikat padat tebal dan memanjang.

Otot levator palpebra superior (LPS) berinsersi pada plate tarsal

dan kulit kelopak, diinervasi oleh nervus okulomotorius (N. III),

serta berfungsi untuk mengelevasi kelopak mata atas. Kelenjar

meibom juga terletak pada tarsal, berfungsi untuk menghasilkan

lapisan lipid (bagian lapisan air mata) yang akan

ditransportasikan ke orifisium duktal ketika berkedip.

4. Lapisan keempat adalah adalah konjungtiva palpebra. Disini

terdapat otot Muller superior dan inferior yang diinervasi oleh

nervus simpatetik, berfungsi untuk meretraksi kelopak mata

sehingga dapat melebarkan fissura palpebra.

5
Gambar 1. Potong Lintang Kelopak Mata Atas8

Margin kelopak mata mengandung beberapa penanda penting,

seperti punctum kanalikuli di medial, punctum superior, punctum

inferior, juga sulkus intermarginalis atau gray line, yaitu permukaan

paling superfisial dari otot orbikularis okuli.9

6
Gambar 2. Potong lintang landmark anatomis margin kelopak mata bawah9

Kulit kelopak mata adalah kulit tertipis dari tubuh dan unik

karena tidak memiliki lapisan lemak subkutan. Karena kulit tipis

kelopak mata mengalami gerakan konstan dengan setiap kedipan,

kelemahan yang sering terjadi seiring bertambahnya usia tidak

mengejutkan. Baik di kelopak mata atas dan bawah, jaringan

pretarsal biasanya melekat kuat pada jaringan yang mendasarinya,

sedangkan jaringan preseptal lebih longgar, menciptakan ruang

potensial untuk akumulasi cairan. Kontur kulit kelopak mata

ditentukan oleh lipatan kelopak mata dan lipatan kelopak mata.

Lipatan kelopak mata atas mewakili lampiran dari levator

aponeurosis pada otot dan kulit orbicularis pretarsal. Lipatan kelopak

mata atas terdiri dari kulit preseptal yang longgar dan jaringan

7
subkutan yang berada di atas pertemuan aponeurosis levator dan

septum orbital.1

Otot orbikularis okuli adalah otot protraktor utama kelopak mata.

Dipersarafi oleh CN VII, kontraksi otot ini menutup celah palpebral.

Bagian spesifik dari otot ini juga merupakan pompa lakrimal. Otot

orbikularis okuli dibagi menjadi pretarsal, preseptal, dan orbital.

Bagian palpebral (pretarsal dan preseptal) merupakan bagian

integral dari gerakan kelopak mata yang tidak disengaja (berkedip),

sedangkan bagian orbital terutama terlibat dalam penutupan kelopak

mata paksa.1

Septum orbital, lembaran tipis jaringan fibrosa berlapis-lapis,

muncul dari periosteum di atas tepi orbital superior dan inferior di

arkus marginalis. Pada kelopak mata atas, septum orbital biasanya

menyatu dengan levator aponeurosis 2-5 mm di atas batas tarsal

superior, dan di bawah tarsus superior pada kelopak mata individu

Asia. Di kelopak mata bawah, septum orbital menyatu dengan

capsulopalpebral fasia pada atau tepat di bawah batas tarsal inferior.

Seiring dengan kontribusi kecil dari otot polos tarsal inferior,

kompleks septum capsulopalpebral-orbital menyatu pada permukaan

tarsal posterior dan anterior serta batas inferior tarsus.1

Lemak orbital terletak di belakang septum orbital dan di depan

levator aponeurosis (kelopak mata atas) atau fascia

kapsulopalpebral (kelopak mata bawah). Di kelopak mata atas, ada

8
dua bantalan lemak: medial dan sentral (preaponeurotik). Di kelopak

mata bawah, ada tiga bantalan lemak: medial, sentral, dan lateral.

Kantong-kantong ini dikelilingi oleh kapsul berserat tipis yang

merupakan kelanjutan dari sistem orbitoseptal anterior. 1

Retraktor kelopak mata atas adalah otot levator palpebrae

superioris dengan aponeurosis dan otot tarsal superior (Otot Müller).

Pada kelopak mata bawah, retractor adalah fascia kapsulopalpebral

dan otot tarsal inferior.1

Tarsus adalah jaringan ikat yang kuat dan padat yang berfungsi

sebagai pendukung struktural kelopak mata. Tarsus kelopak mata

atas berukuran 10-12 mm secara vertikal di bagian tengah; tarsus

kelopak mata bawah berukuran 3-4 mm. Tarsus biasanya memiliki

ketebalan sebesar 1 mm dan melancip di ujungnya untuk

membentuk tautan yang kuat pada periosteum melalui tendon kantal

medial dan lateral.1

Konjungtiva terdiri dari epitel skuamosa lapis nonkeratin.

Lapisan ini membentuk lapisan posterior kelopak mata dan

mengandung sel-sel goblet yang mensekresi musin dan kelenjar

lakrimal aksesori Wolfring dan Krause. Kelenjar lakrimal aksesori

ditemukan di jaringan subkonjungtiva terutama di kelopak mata atas

dan bawah. Kelenjar Wolfring ditemukan terutama di sepanjang

perbatasan tarsal non marginal, dan kelenjar Krause ditemukan di

forniks.1

9
2.1.2 Vaskularisasi Kelopak Mata

Kelopak mata diperdarahi dari sistem fasialis yang berasal dari

arteri karotis eksternal, serta dari sistem orbitalis yang berasal dari

arteri karotis internal sepanjang cabang arteri oftalmika. Sehingga,

vaskularisasi kelopak mata mewakili sebuah anastomosis arteri

karotis internal dan eksternal. Arkade arteri marginalis terletak 3 mm

dari batas bebas kelopak mata, tepat di atas folikel silia. Arkade

arteri perifer yang lebih kecil berjalan sepanjang margin atas plate

tarsalis, anterior terhadap otot Muller. Arteri temporal superfisialis

merupakan cabang terminal dari arteri karotis eksternal. 9

Drainase sistem vena kelopak mata dapat terbagi menjadi 2

komponen, yaitu sistem superfisial (pretarsal) yang mengalir

menunju vena jugularis internal dan eksternal, serta sistem dalam

(post tarsal) yang mengalir menuju sinus kavernosus. Sehingga,

sirkulasi vena kelopak mata menghubungi wajah dengan sinus

kavernosus, menyediakan rute penyebaran infeksi. 9

10
Gambar 3. Suplai arteri kelopak mata. Perhatikan sejumlah lokasi dimana arteri

muncul dari anastomosis orbita dari percabangan arteri fasialis. Arteri fasialis

bercabang menjadi arteri angularis dan berjalan secara superior, lateral terhadap

hidung. Arteri angularis merupakan landmark penting dalam dakriosistorinostomi.9

2.1.3 Fisiologi Kelopak Mata

Kelopak mata bagian atas dan bawah membentuk penutup

pada bola mata untuk proteksi dari cahaya berlebih atau cedera.

Kelopak mata juga berfungsi dalam mendistribusikan air mata serta

membersihkan permukaan mata secara mekanik. Bulu mata berganti

tiap 3-5 bulan, biasanya tumbuh kembali dalam 2 minggu jika

dipotong atau 2 bulan jika diepilasi. Bulu mata juga menangkap

partikel-partikel halus serta berfungsi sebagai sensor untuk

menstimulasi refleks penutupan kelopak mata. Berkedip

menstimulasi pompa lakrimalis untuk melepaskan air mata, yang

kemudian disebar ke seluruh kornea, serta membersihkan benda

asing. Sebagian besar individu berkedip dengan kecepatan rata-rata

11
10-15 kali permenit saat istirahat, 20 kali per menit atau lebih saat

berbicara, dan 5 kali per menit saat berkonsentrasi (misal membaca

buku).4,8,9

2.2. Klasifikasi Luka Kelopak Mata

Klasifikasi luka pada kelopak mata dapat dibagi berdasarkan

beberapa kategori yakni intensi penyembuhan, etiologi dan regio.

2.2.1 Healing by Intention

Secara intensi penyembuhan luka, luka dapat dibagi menjadi

tiga klasifikasi yaitu healing by first intention, second intention dan

third intention.10

Healing by first intention merupakan luka yang dilakukan

Aproksimasi tepi luka dengan jahitan ataupun plaster adhesive,

biasanya setelah sebuah insisi surgikal. Bekas luka yang

disembuhkan dengan metode healing by first intention memiliki ciri

minimal kerusakan membran basal, minimal kehilangan jaringan, dan

minimal kerusakan selular.10

Healing by second intention biasanya diasosiasikan dengan

kehilangan jaringan yang lebih ekstensif dan tepi luka yang tidak

teraproksimasi. Terjadi pembentukan jaringan granulasi dan deposisi

jaringan ikat. Bekas luka yang disembuhkan dengan metode healing

by second intention memiliki ciri terdapat kontraktur luka. 10

12
Healing by third intention biasanya diasosiasikan dengan luka

septik. Luka biasanya dilakukan debridement, di tatalaksana dan

dibiarkan terbuka hingga waktunya ditentukan tepat untuk ditutup. 10

2.2.2 Klasifikasi Luka berdasarkan Etiologi

Secara etiologi, luka dapat dibagi menjadi luka cedera dan luka

operatif. Cedera kelopak mata dapat dibagi menjadi beberapa

kategori yaitu trauma tumpul, trauma penetrasi, gigitan, dan luka

bakar.

Ekimosis dan edema adalah tanda-tanda trauma tumpul yang

paling umum. Black eye, mengandung hematoma (koleksi darah

fokal) dan/atau ekimosis periokular (memar difus), serta edema

merupakan cedera tumpul paling umum pada kelopak mata atau dahi

dan biasanya tidak berbahaya. Namun, penting untuk mengeksklusi

kondisi-kondisi serius seperti trauma globus atau orbita, fraktur dasar

orbita, mau pun fraktur tengkorak basalis.1,11

13
Gambar 4. A. Hematoma kelopak mata bawah dengan perdarahan

subkonjungtiva; B. Perdarahan subkonjungtiva dengan batas posterior tidak

terlihat; C. Panda eyes.11

Adanya laserasi kelopak, meski tidak signifikan, mewajibkan

eksplorasi dan pemeriksaan luka, globus, serta struktur adneksa

secara hati-hati. Laserasi kelopak mata superfisial hanya melibatkan

kulit dan otot orbikularis okuli. Kehadiran lemak orbital dalam luka

menunjukkan bahwa septum orbital telah dilanggar. Kemudian harus

diperhatikan apakah defek kelopak mata melibatkan margin kelopak

mata ataupun jaringan lunak kantal karena hal-hal ini dapat

mengubah intervensi terhadap cedera yang ada. Defek kelopak apa

pun harus diperbaiki dengan penutupan langsung jika

memungkinkan, bahkan di bawah tekanan, karena hal ini

memungkinkan hasil fungsional serta kosmetik yang terbaik. Infeksi

akan selalu menjadi risiko, bahkan untuk laserasi kecil sekalipun.1,11

14
Gambar 5. A. Laserasi kelopak; B. Hasil postoperatif; C. Selulitis orbita sekunder

karena laserasi kecil.11

Cedera sobek dan remuk terjadi sekunder akibat gigitan anjing

atau manusia. Kekebalan sebagian dan kekenyalan kelopak mata

penuh, avulsi canthal, dan laserasi kanalis sering terjadi. Kehilangan

jaringan jarang terjadi tetapi dapat terjadi. Irigasi dan perbaikan luka

dini lebih disukai, dan protokol tetanus dan rabies harus diperhatikan.

Antibiotik sistemik direkomendasikan untuk flora organisme

campuran khusus untuk gigitan anjing, yang paling sering termasuk

Pasteurella canis, serta aerob (streptococci, staphylococci,

Moraxella, dan Neisseria), dan anaerob (Fusobacterium,

Bacteroides, Porphyromonas). Cedera mata dan kanalis paling

terlihat umumnya pada anak-anak, dan lebih sering berhubungan

15
dengan gigitan anjing dari ras campuran, gembala Jerman, pencari

Labrador, terrier pit bull, dan rottweiler.1,11

Luka bakar pada kelopak mata jarang terjadi dan umumnya

terlihat pada pasien yang mengalami luka bakar yang signifikan di

area tubuh yang luas. Seringkali, pasien ini setengah sadar atau

sangat tenang dan memerlukan perlindungan permukaan mata untuk

mencegah paparan kornea, ulserasi, dan infeksi. 1,11

2.2.3 Klasifikasi Luka berdasarkan Regio

Regio periorbital terbagi menjadi 4 zona berbeda, yaitu: Zona I,

kelopak mata atas; Zona II, kelopak mata bawah; Zona III, kantus

medialis, dan; Zona IV, kantus lateralis. Pembagian regio periorbital

oleh Spinelli ini sebagai pendekatan pilihan rekonstruksi untuk defek

kelopak mata pasca pembedahan.3

Cedera kelopak mata dilaporkan dalam dimensi anteroposterior

dan horizontal. Untuk kelopak mata atas dan bawah, keterlibatan

jaringan anteroposterior terbagi menjadi superfisial (cedera

epidermo-dermal), ketebalan parsial (cedera subkutan meluas

hingga namun tidak melibatkan konjungtiva palpebra), serta

kehilangan ketebalan penuh (keterlibatan konjungtiva palpebra).

Untuk kantus medial dan lateral, keterlibatan jaringan anteroposterior

terbagi menjadi superfisial (cedera epidermo-dermal), ketebalan

parsial (cedera subkutan meluas hingga namun tidak melibatkan

16
periosteum), dan kehilangan ketebalan penuh (keterlibatan

periosteum dan tulang). Cedera ketebalan penuh lebih jauh lagi

terbagi berdasarkan hilangnya jaringan kelopak mata secara

horizontal (hilangnya 1/4, ½, dan >1/2 jaringan lunak). 3

Tabel 1. Sistem klasifikasi trauma peri-okular untuk cedera periocular 3

Tipe Zona Regio Anatomis Cedera

A = Superfisial

B = Ketebalan parsial

1 = tanpa kehilangan jaringan

2 = dengan kehilangan jaringan


Kelopak mata
I I C = Ketebalan penuh, kehilangan jaringan
atas
1 = <1/4

2 = 1/4 – 1/2 (subtotal)

3 = >1/2 (near total / kehilangan kelopak

mata total)

A = Superfisial

B = Ketebalan parsial

1 = tanpa kehilangan jaringan

2 = dengan kehilangan jaringan


Kelopak mata
II II C = Ketebalan penuh, kehilangan jaringan
bawah
1 = <1/4

2 = 1/4 – 1/2 (subtotal)

3 = >1/2 (near total / kehilangan kelopak

mata total)

III III Kantus medial A = Superfisial

B = Ketebalan parsial (periosteum intak)

17
1 = tanpa kehilangan jaringan

2 = dengan kehilangan jaringan

C = Ketebalan penuh (periosteum terlibat)

1 = tanpa kehilangan jaringan

2 = dengan kehilangan jaringan

Adanya cedera sistem kanalikular

Lakrimal diwakili dengan “L”

A = Superfisial

B = Ketebalan parsial (periosteum intak)

1 = tanpa kehilangan jaringan

IV IV Kantus lateral 2 = dengan kehilangan jaringan

C = Ketebalan penuh (periosteum terlibat)

1 = tanpa kehilangan jaringan

2 = dengan kehilangan jaringan

V Kombinasi apa pun di atas dengan keterlibatan >1 zona

Trauma/defisit juga dapat diklasifikasikan menjadi lesi simpel,

komposit, kompleks, dan tulang terisolasi. Lesi simpel mengenai 1

komponen jaringan lunak. Lesi komposit mengenai >1 komponen

jaringan lunak. Lesi kompleks mengenai semua lapisan. Lesi tulang

terisolasi hanya mengenai tulang tanpa keterlibatan lapisan di

atasnya. Tiap lesi dapat dibagi lagi menjadi terlokalisir dan meluas.

Trauma terlokalisir mengenai 1 subunit anatomis, sedangkan trauma

meluas mengenai >1 subunit. Sehingga, terdapat 4 kelompok utama

berdasarkan klasifikasi anatomsi dan klinis, yait lesi trauma simpel,

18
lesi trauma komposit, lesi trauma kompleks, serta lesi tulang

terisolasi. Tiap lesi terbagi lagi menjadi terlokalisir dan meluas. 5

Tabel 2. Rekomendasi Pedoman untuk Trauma Periokular5

Temuan Preoperatif Tipe Cedera

Hilang/luka pada kulit Simpel terlokalisir (1

lapis)

Luka pada otot levator palpebra superior Simpel terlokalisir (1

lapis)

Luka pada kulit

Luka pada tarsal, otot levator palpebra

Sistem kantus, lakrimal Lokal komposit (>1 lapis)

Kehilangan parsial atau penuh kelopak mata

Cedera globus

Identifikasi struktur terkena dan tulang yang fraktur;

luka pada kulit, cedera tarsal, otot levator


Lokal kompleks (jaringan
palpebra, kehilangan kelopak mata parsial atau
lunak apa pun + tulang)
penuh, tendon kantus, sistem lakrimalis, cedera

globus + fraktur dinding orbita ± syaraf sensoris

Identifikasi tulang yang terkena Tulang terisolasi

2.3. Fisiologi Wound Healing (WH)

2.3.1 Wound Healing Umum

Wound healing adalah proses biologis yang kompleks yang

bertujuan menghasilkan pemulihan integritas jaringan. Secara

fisiologis, dapat dipecah menjadi empat fase yang berbeda dari

19
hemostasis, inflamasi, proliferasi dan remodeling jaringan.

Gangguan integritas kulit, permukaan mukosa atau jaringan organ

mengakibatkan terbentuknya luka. Luka dapat terjadi sebagai bagian

dari proses penyakit atau memiliki etiologi yang disengaja atau tidak

disengaja.12

Hemostasis

Saat dilakukaan insisi pada prosedur bedah, cedera pembuluh

darah terjadi pada skala makro atau mikrovaskuler. Respon langsung

tubuh adalah untuk mencegah terjadinya kelelahan akibat banyaknya

darah yang hilang dan mendoromg terjadinya hemostasis. Pembuluh

darah arteri yang rusakuh cepat mengerut melalui kontraksi otot

halus di lapisan sirkular dinding pembuluh darah, dimediasi oleh

peningkatan kalsium tingkat sitoplasma. Diameter pembuluh darah

sampai dengan 5 mm dapat menjadi benar-benar ditutup melalui

kontraksi, meskipun hal ini hanya dapat terjadi jika cedera berada

dalam kondisi transversal.12

Dalam beberapa menit, aliran darah yang berkurang dimediasi

oleh arteriol melakukan konstriksi mengarah ke jaringan hipoksia dan

asidosis. Ini mengaktifkan produksi dari nitrat oksida, adenosine dan

metabolit vasoaktif lainnya untuk menyebabkan suatu refleks

vasodilatasi dan relaksasi pembuluh arteri. Secara bersamaan,

histamin dari mast sel diproduksi dan bertindak untuk meningkatkan

vasodilatasi dan meningkatkan vaskular permeabilitas, memfasilitasi

20
masuknya sel inflamasii ke dalam ruang ekstraseluler di sekitar luka.

Ini menjelaskan dengan karakteristik yang hangat, merah, bengkak

yang merupakan penampilan awal luka. 12

Kehilangan darah lebih lanjut pada tahap ini juga dicegah

melalui pembentukan dari suatu gumpalan yang sedang dibentuk

melalui tiga mekanisme kunci: 12

1. Jalur intrinsik dari clotting kaskade (jalur aktivasi kontak) -

Kerusakan endotel akibat cedera jaringan memaparkan jaringan

sub-endotel ke darah yang mengakibatkan aktivasi faktor XII

(faktor Hageman). Ini menginisiasi pemecahan kaskade

proteolitik yang mengaktivasi faktor X yang mengubah

protrombin menjadi trombin mengakibatkan konversi fibrinogen

menjadi fibrin dan pembentukan dari sebuah fibrin plug.

2. Jalur ekstrinsik dari clotting kaskade (jalur faktor jaringan) -

Kerusakan endotel menyebabkan paparan faktor jaringan (yang

terdapat di sebagian besar sel) ke darah yang bersirkulasi. Ini

merupakan hasil aktivasi faktor VII dan sisanya dari jalur

ekstrinsik clotting kaskade yang akhirnya menghasilkan aktivasi

trombin.

3. Aktivasi platelet -Mengikuti aktivasi oleh trombin, tromboksan

atau ADP, trombosit mengalami suatu perubahan dalam

morfologi dan mensekresikan alpha dan dense granula.

Trombosit yang diaktifkan menempel dan menggumpal di

21
tempat yang terpapar kolagen untuk membentuk trombosit plug

dan menghentikan pendarahan untuk sementara. Plug ini

diperkuat oleh fibrin dan faktor von Willebrand serta filamen

aktin dan myosin di dalam tormbosit.

Trombosit/platelet adalah unnucleated fragmen dari tulang

sumsum megakariosit. Platelet memiliki peran penting dalam proses

penyembuhan luka. Platelet juga memproduksi beberapa growth

factor dan sitokin yang terus mengatur kaskade penyembuhan luka.

Lebih dari 300 sinyal molekul telah telah diisolasi dari diaktifkan

trombosit, yang memodulasi fungsi trombosit lain, leukosit dan sel

endotel. Selain faktor-faktor di atas, sebagai respons terhadap

membran sel yang terluka yang disebabkan oleh stimulus yang

melukai, asam arakidonat dipecah menjadi sejumlah molekul

pemberi sinyal yang kuat seperti prostaglandin, leukotrien, dan

tromboksan yang berperan dalam merangsang respons inflamasi. 12

Inflamasi

Tujuan utama dari tahap wound healing ini adalah untuk

mencegah infeksi. Terlepas dari etiologi luka, mechanical barrier

yang merupakan garis terdepan untuk melindungi dari

mikroorganisme, tidak lagi utuh lagi. Neutrofil, 'respons pertama',

adalah sel yang sangat motil yang menginfiltrasi luka dalam waktu

satu jam setelah cedera dan bermigrasi dalam tingkat yang

22
berkelanjutan selama 48 jam pertama. Hal ini dimediasi melalui

berbagai mekanisme sinyal kimia, termasuk kaskade komplemen,

aktivasi interleukin dan sinyal TGF-B, yang menyebabkan neutrofil

melewati gradien kimia menuju luka, suatu proses yang disebut

kemotaksis.12

Neutrofil memiliki tiga mekanisme utama untuk

menghancurkan debris dan bakteri. Pertama mereka dapat langsung

menelan dan menghancurkan partikel asing, sebuah proses yang

disebut fagositosis. Kedua, neutrofil dapat mengalami degranulasi

dan melepaskan berbagai zat beracun (laktoferin, protease, neutrofil

elastase dan cathepsin) yang akan menghancurkan bakteri serta

jaringan inang yang mati. Bukti terbaru menunjukkan bahwa neutrofil

juga dapat menghasilkan 'perangkap' kromatin dan protease yang

menangkap dan membunuh bakteri di ruang ekstraseluler. Radikal

bebas oksigen diproduksi sebagai produk sampingan dari aktivitas

neutrofil, yang diketahui memiliki sifat bakterisida tetapi juga dapat

bergabung dengan klorin untuk mensterilkan luka. Ketika neutrofil

telah menyelesaikan tugasnya, mereka mengalami apoptosis,

terlepas dari permukaan luka atau difagosit oleh makrofag. 12

Makrofag adalah sel fagosit yang jauh lebih besar yang

mencapai konsentrasi puncak pada luka pada 48-72 jam setelah

cedera. Mereka tertarik ke luka oleh pembawa pesan kimia yang

dilepaskan dari trombosit dan sel yang rusak dan mampu bertahan di

23
lingkungan luka yang lebih asam yang ada pada tahap ini. Makrofag

menyimpan sejumlah besar growth factor, seperti TGF-b dan EGF,

yang penting dalam mengatur respon inflamasi, merangsang

angiogenesis dan meningkatkan pembentukan jaringan granulasi.

Limfosit muncul di luka setelah 72 jam dan dianggap penting dalam

mengatur penyembuhan luka, melalui produksi perancah matriks

ekstraseluler dan remodeling kolagen. Studi eksperimental telah

menunjukkan bahwa penghambatan limfosit T menghasilkan

penurunan kekuatan luka dan gangguan deposisi kolagen. 12

Fase inflamasi penyembuhan luka akan bertahan selama ada

kebutuhan untuk itu, memastikan bahwa semua bakteri dan puing-

puing yang berlebihan dari luka dibersihkan. Peradangan yang

berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas,

proliferasi yang tertunda dan mengakibatkan pembentukan luka

kronis. Beberapa faktor, termasuk lipoksin dan produk metabolisme

asam arakidonat, dianggap memiliki sifat anti-inflamasi, yang

meredam respons imun dan memungkinkan fase penyembuhan luka

berikutnya muncul.12

Proliferasi

Setelah stimulus yang melukai telah berhenti, hemostasis

telah tercapai, respon inflamasi seimbang dan luka bebas dari debris,

tahap proliferasi dari kaskade penyembuhan dapat mulai

memperbaiki defek. Proses kompleks ini meliputi angiogenesis,

24
pembentukan jaringan granulasi, deposisi kolagen, epitelisasi dan

retraksi luka yang terjadi secara bersamaan.12

 Angiogenesis

Angiogenesis dipicu sejak sumbatan hemostatik terbentuk saat

trombosit melepaskan TGF-b, PDGF dan FGF. Menanggapi

hipoksia, VEGF dilepaskan yang, dalam kombinasi dengan sitokin

lain, menginduksi sel-sel endotel untuk memicu neovaskularisasi

dan perbaikan pembuluh darah yang rusak. Mixed

metalloproteinase (MMP) adalah keluarga enzim yang diaktifkan

dengan menyerang neutrofil dalam jaringan hipoksia. Mereka

mempromosikan angiogenesis melalui pembebasan VEGF dan

remodeling matriks ekstraseluler (ECM). Awalnya pusat luka

relatif avaskular, karena hanya bergantung pada difusi dari kapiler

yang tidak rusak di tepi luka. Saat proses angiogenesis

berlangsung, jaringan pembuluh darah kapiler yang kaya

terbentuk di seluruh luka dari cabang pembuluh darah yang

sehat. Awalnya kapiler rapuh dan permeabel yang berkontribusi

lebih lanjut untuk edema jaringan dan munculnya jaringan

granulasi penyembuhan.12,13,14

 Migrasi fibroblas

Setelah kerusakan luka, fibroblas dirangsang untuk berproliferasi

oleh growth factor yang dilepaskan dari hemostatik plug dan

kemudian bermigrasi ke luka (terutama oleh TGF-b dan PDGF).

25
Pada hari ketiga, luka menjadi kaya akan fibroblas yang

mengandung protein matriks ekstraseluler (hyaluronan,

fibronektin dan proteoglikan) dan selanjutnya memproduksi

kolagen dan fibronektin. Jaringan vaskular dan fibrosa berwarna

merah muda, yang menggantikan plug di lokasi luka disebut

jaringan granulasi. Ini terdiri dari berbagai kolagen yang berbeda

(proporsi yang lebih tinggi dari kolagen tipe 3) dengan yang

terlihat pada jaringan yang tidak terluka. Setelah matriks yang

cukup telah ditetapkan, fibroblas berubah menjadi fenotipe

miofibroblas dan berkembang menjadi pseudopodia. Hal ini

memungkinkan mereka untuk terhubung ke protein fibronektin

dan kolagen di sekitarnya dan membantu kontraksi luka.

Myofibroblasts juga mendorong terjadinya angiogenesis melalui

mediasi aktivitas MMP. Kolagen yang disintesis oleh fibroblas

adalah komponen kunci dalam memberikan kekuatan untuk

jaringan. Pada luka yang ditutup dengan niat primer, deposisi

kolagen maksimal pada hari ke-5 dan ini sering dapat dipalpasi di

bawah kulit sebagai wound ridge. Ketika wound ridge tidak

teraba, ini merupakan indikasi bahwa luka tersebut berisiko

mengalami dehiscence. Kelebihan produksi kolagen dapat

menyebabkan perkembangan bekas luka hipertrofik. Bekas luka

hipertrofik tetap terangkat dan eritematosa tetapi tetap dalam

batas-batas luka aslinya. Risiko untuk perkembangannya

26
termasuk infeksi luka dan di mana ada ketegangan yang

berlebihan.12,13,14

Gambar 6. Ilustrasi luka kulit dengan ketebalan penuh yang menunjukkan

komponen seluler dan molekuler muncul 3 hari setelah cedera. FGF, basic

fibroblast growth factor; IGF, insulin‐like growth factor; KGF, keratinocyte growth

factor; PDGF, platelet‐derived growth factor; TGF, transforming growth factor;

VEGF, vascular endothelial growth factor.13

 Epitelisasi

Sel-sel epitel bermigrasi dari tepi luka segera setelah kerusakan

awal sampai satu lembar kumpulan sel lengkap menutupi luka

dan menempel pada matriks di bawahnya. Sebuah proses

embriologis, disebut transisi epitel-mesenkimal (EMT),

memungkinkan sel-sel epitel untuk mendapatkan motilitas dan

27
perjalanan melintasi permukaan luka. Pada luka yang sebagian

besar tertutup, fase ini dapat diselesaikan dalam waktu 24 jam.

Perubahan konsentrasi sitokin mengakibatkan sel epitel beralih

dari fenotipe motil ke fenotip proliferatif untuk mengisi kembali

tingkat sel epitel dan perbaikan luka lengkap. Pada luka yang

sembuh secara sekunder, area yang kekurangan sel epitel bisa

menjadi besar dan luka harus berkontraksi secara signifikan

sebelum epitelisasi dapat diselesaikan. 12,13,14

Gambar 7. Ilustrasi luka kulit dengan ketebalan penuh 5 hari setelah cedera

menunjukkan angiogenesis, fibroplasia, dan epitelisasi. uPA, urokinase‐type

plasminogen activator; tPA, tissue‐type plasminogen activator; MMP, matrix

metalloproteinase.13

 Retraksi luka

Luka mulai berkontraksi sekitar tujuh hari setelah cedera,

terutama dimediasi oleh miofibroblas. Interaksi antara aktin dan

28
miosin menarik badan sel lebih dekat, sehingga mengurangi area

jaringan yang perlu disembuhkan. Kontraksi dapat terjadi pada

kecepatan 0,75 mm per hari yang menyebabkan bekas luka yang

memendek. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk

bentuk luka, dengan luka linier berkontraksi paling cepat dan luka

melingkar paling lambat. Gangguan pada fase penyembuhan ini

dapat menyebabkan deformitas dan pembentukan kontraktur. 12

Remodelling

Tahap akhir penyembuhan luka dapat memakan waktu

hingga 2 tahun dan menghasilkan perkembangan epitel normal

dan pematangan jaringan parut. Fase ini melibatkan

keseimbangan antara sintesis dan degradasi, karena kolagen

dan protein lain yang disimpan dalam luka menjadi semakin

terorganisir dengan baik. Akhirnya mereka akan mendapatkan

kembali struktur yang mirip dengan yang terlihat pada jaringan

yang tidak terluka (mengganti kolagen tipe 1 dengan kolagen tipe

3). Meskipun demikian, luka tidak pernah mencapai tingkat

kekuatan jaringan yang sama, rata-rata mencapai 50% dari

kekuatan tarik asli dalam 3 bulan dan hanya 80% jangka

panjang. Saat bekas luka matang, tingkat vaskularisasi menurun

dan bekas luka berubah dari merah menjadi merah muda

menjadi abu-abu seiring waktu.12

2.3.1 Wound Healing Lapisan Palpebra

29
Kelopak mata telah dijabarkan memiliki lapisan dengan

berbagai tipe jaringan yang variatif. Walaupun memiliki kesamaan,

terdapat beberapa perbedaan proses penyembuhan antar lapisan.

Kulit (khususnya bagian dermis) dan konjungtiva adalah

jaringan yang sangat vaskular dengan komposisi sel dan struktur

stromal yang hampir serupa sehingga memiliki banyak kesamaan

dalam masalah penyembuhan luka.10

Mekanisme wound healing pada kulit dan konjungtiva secara

garis besar sama dengan yang dijelaskan sebelumnya. Secara

umum, penutupan luka kulit dan konjungtiva secara primer

memungkinkan penyembuhan yang lebih terkontrol dan digunakan

pada kulit wajah dan konjungtiva yang terbuka. Jenis penutupan

luka ini lebih disukai karena meminimalkan jaringan parut,

sedangkan penyembuhan dengan niat sekunder membutuhkan

lebih lama dan sering meninggalkan bekas luka yang lebih

menonjol. Penyembuhan dengan niat sekunder mungkin berguna

dalam kasus rekonstruksi segmen anterior atau bedah okuloplastik

rekonstruktif. Misalnya, penyembuhan dengan niat sekunder sering

diterapkan setelah pengangkatan tumor konjungtiva dan/atau

dermal di mana diperlukan graft yang cukup besar, sehingga luka

tidak dapat ditutup secara primer.10

Rata-rata waktu reepitelisasi konjungtiva dan kulit wajah cukup

singkat, biasanya beberapa hari. Pada hari ke-5 pascaoperasi, tepi

30
sebagian besar sayatan kulit akan mengalami reepitelisasi. Namun,

luka pada kulit wajah mungkin memerlukan perhatian lebih lama

untuk mencegah pembentukan bekas luka. Misalnya, jahitan di kulit

wajah biasanya dilepas dalam 5-7 hari untuk menghindari reaksi

inflamasi pada bahan jahitan. Pada saat ini, luka hanya memiliki

10% dari kekuatan tariknya biasanya membutuhkan setidaknya

satu minggu tambahan penekanan respon seluler untuk

menghindari pembentukan bekas luka. Dukungan tambahan

(misalnya, Steri-Strip) mungkin diperlukan untuk mempertahankan

aposisi jaringan.10

Luka pada kulit wajah mencapai kekuatan lebih dari 50%

dalam waktu sekitar 2 minggu, 70% -80% dalam 3 bulan. Luka

konjungtiva mencapai kekuatan yang sama di hampir separuh

waktu. Pilihan bahan jahitan, serta jenis jahitan yang ditempatkan,

mengubah proses penyembuhan jaringan. Umumnya, nilon

nonorganik atau polipropilen monofilamen digunakan pada kulit

wajah untuk meminimalkan pembentukan bekas luka. 10

Steroid topikal kemudian sering digunakan untuk lebih

memperlambat respons seluler. Sedangkan langkah-langkah ini

juga memperlambat proliferasi sel sampai batas tertentu,

menyebabkan luka sembuh lebih lambat, respon seluler yang

menurun menghasilkan hasil yang lebih baik. Penutupan

konjungtiva, di mana respons seluler yang lebih kuat umumnya

31
diinginkan, biasanya menggunakan jahitan poliglaktin. Ini

menghasilkan respons seluler yang lebih besar di lokasi luka, yang

memungkinkan penyembuhan lebih cepat dan meningkatkan

kekuatan tarik dalam waktu yang lebih singkat serta meningkatkan

pembentukan bekas luka.10

Otot orbicularis okuli merupakan sebuah otot rangka,

sedangkan otot levator palpebra memiliki komponen otot rangka

dan otot polos. 16


Cedera otot rangka awal ditandai dengan

hilangnya homeostasis kalsium intraseluler dalam serat otot yang

rusak. Hilangnya homeostasis kalsium mengaktifkan sejumlah

proses degradatif seperti protease yang teraktivasi kalsium.

Protease ini mulai mendegradasi protein yang rusak dan fase

pertama regenerasi otot rangka disebut sebagai fase degradatif. 15

Sementara peradangan kronis secara negatif mempengaruhi

fungsi otot rangka, respon inflamasi akut yang sembuh tepat waktu

mutlak diperlukan untuk perbaikan otot. Peradangan otot rangka

dapat dimulai sedini 6 jam pasca-cedera dengan peningkatan nyata

dalam ekspresi sitokin dan kemokin inflamasi seperti tumor

necrosis factor alpha (TNF-α), macrophage inflammatory protein-1

(MIP-1), dan monosit chemoattractant protein -1 (MCP-1).

Selanjutnya, populasi neutrofil dan populasi makrofag mencapai

puncaknya masing-masing pada 24 jam dan 72 jam setelah cedera,

dan respons inflamasi sebagian besar teratasi antara 7-10 hari

32
setelah cedera. Sejumlah penelitian telah memberikan temuan

penting tentang perlunya proses inflamasi pada otot untuk

penyembuhan fungsional. Artikel oleh Warren dan rekan

menunjukkan bahwa menetralkan sitokin TNF-α atau melumpuhkan

reseptor kemokin CCR2 memperpanjang waktu yang diperlukan

untuk pemulihan kekuatan otot setelah cedera beku traumatis.

Jelas bahwa gangguan pada fase inflamasi memperpanjang jangka

waktu untuk pemulihan otot dan tulang yang menunjukkan bahwa

respon inflamasi sangat penting untuk regenerasi tepat waktu. 15

Peran penting dari respon inflamasi dalam penyembuhan otot

dapat dijelaskan sebagian oleh bukti yang menunjukkan penanda

inflamasi bertanggung jawab untuk memberi sinyal ke sel induk

sekitar untuk keluar dari fase diam dan berpartisipasi dalam

regenerasi jaringan. Otot memiliki kapasitas regeneratif yang kuat

oleh karena sel induk sekitar, sel satelit dan sel punca mesenkim,

masing-masing, yang mampu berkembang biak dan berdiferensiasi

untuk membentuk otot baru.15

Fase terakhir dari regenerasi jaringan pada otot adalah

remodeling. Selama fase ini di otot rangka, sel-sel satelit telah

bermigrasi dan berdiferensiasi untuk membentuk myotubes yang

mencakup bagian serat otot yang rusak selama cedera awal. Pada

awal fase remodeling, miotube yang baru terbentuk dapat

dibedakan dari serat yang tidak terluka oleh nukleus yang terpusat,

33
representasi yang terlihat dari penurunan kepadatan serat otot dan

bahan protein kontraktil yang lebih sedikit. Selama remodeling,

peningkatan sintesis protein akan menghasilkan lebih banyak

kandungan protein kontraktil yang akhirnya meningkatkan densitas

myofiber dan mendorong nukleus ke perifer sel otot. Proses ini

bertepatan dengan pemulihan kekuatan secara fungsional dan

serat otot yang rusak sekarang tidak dapat dibedakan dari serat

yang tidak terluka.15

Miofibroblas, ditandai dengan kontraktilitas, deposisi kolagen

yang berlebihan, dan sekresi sitokin profibrotik ditemukan di banyak

jaringan sebagai respons terhadap cedera dan peradangan.

Meskipun asal perkembangan miofibroblas sudah sering

dijabarkan, pada tingkat transkriptom mereka sebagian besar

berbeda dari populasi fibroblas yang ditandai dengan baik pada

kulit yang tidak terluka, termasuk prekursor turunan kulit multipoten,

dan sifat pemicu scar miofibroblas dianggap dipertahankan oleh

perubahan epigenetic, termasuk hipermetilasi DNA. Oleh karena

itu, miofibroblas tidak dianggap mampu mengkonversi ke jenis sel

lain dan penipisannya dipandang sebagai strategi pencegahan scar

yang utama. Konversi miofibroblas menjadi adiposit menunjukkan

pemrograman ulang garis keturunan in vivo pada mamalia dewasa.

Beberapa penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa regenerasi

jaringan menghormati batasan jaringan: epitel beregenerasi dari

34
epitel, dermis dari dermis dan tulang rawan dari tulang rawan.

Namun beberapa temuan mengungkapkan kemampuan

miofibroblas luka untuk mengkonversi ke garis keturunan adiposit

yang sama sekali berbeda. Temuan ini mendukung jendela peluang

setelah terjadinya luka untuk mempengaruhi regenerasi dengan

mengaktifkan jalur embrionik dan mengubah miofibroblas menjadi

adiposit. Temuan lain juga menunjukkan bahwa folikel rambut

tumbuh secara independen dari lemak dan bahwa regenerasi folikel

rambut diperlukan untuk regenerasi lemak kulit. 17

2.3.2 Perbandingan Wound Healing Kelopak Mata dengan Jaringan

pada Lokasi Lainnya

Temuan terbaru menunjukkan bahwa kulit dan komponen

penyusunnya bersifat mekanoresponsif. Putusnya kontinuitas kulit

mengubah lingkungan mekanik seluler dan dapat mempengaruhi

sel-sel yang berperan dalam kaskade penyembuhan luka. Ketika

integritas kulit terbentuk kembali, kekuatan mekanis dapat

memandu remodeling kulit, yang mengarah pada perbaikan yang

utuh dan tahan lama.18

Kulit terus-menerus merasakan dan beradaptasi dengan

berbagai isyarat mekanis. Interaksi fisik ini mengatur mekanisme

perkembangan dan homoeostatik utama yang mendasari fungsi

dan perilaku kulit. Salah satu identifikasi awal ketegangan kulit

35
intrinsik adalah penemuan garis Langer. Ini adalah garis kulit

topografi yang sejajar dengan arah luka melingkar akan

memanjang di berbagai daerah anatomi tubuh. Penyelarasan ECM,

sel, dan otot yang mendasari semuanya mengambil bagian dalam

membentuk garis yang signifikan secara fisik namun tidak terlihat

ini.19

Homoeostasis mekanobiologi berarti mencapai

keseimbangan dalam transmisi kekuatan yang kompleks antara

ECM, sitoskeleton dan sinyal intraseluler. Di sisi lain, penyembuhan

luka adalah proses yang kompleks dan dinamis di mana sel-sel

diaktifkan melalui sinyal inflamasi untuk bermigrasi, berproliferasi,

dan merombak ECM untuk menggantikan struktur dan lapisan

jaringan yang hilang. TGF-β, salah satu sinyal inflamasi yang paling

dikenal yang dilepaskan oleh sel Ketika cedera, mengaktifkan sel-

sel epitel dan fibroblas yang beristirahat di sekitar tepi luka dengan

tujuan untuk reorganisasi sitoskeleton dan bermigrasi untuk

reepitelisasi luka, dan menginduksi sel-sel yang terletak lebih jauh

dari luka untuk menutup celah melalui proliferasi. ECM, seperti

kolagen, disimpan oleh sel-sel terkemuka dan fibroblas di

bawahnya untuk membuka jalan bagi sel-sel untuk bergabung

bersama dan bermigrasi lebih efisien. Deposisi baru ini mengubah

isi dan kekakuan ECM dan luka. Kulit normal yang tidak terluka

memiliki kekakuan 0,75 N/mm, sedangkan kontraktur parut memiliki

36
kekakuan ECM yang tinggi yaitu 3 N/mm. Peningkatan kekakuan

ECM adalah aktivator kuat kontraktilitas fibroblas. Sinyal mekanis

ditransmisikan dari ECM melalui pensinyalan integrin-FAK ke

sitoskeleton fibroblas. Sebaliknya, ini menghasilkan kontraksi ECM

untuk mengurangi area luka. Kekakuan jaringan yang meningkat

memberikan lingkungan mikro yang memungkinkan sel untuk

mengerahkan kekuatan mekanik yang lebih besar pada ECM,

menciptakan loop umpan balik yang menghasilkan kekuatan

intraseluler yang lebih besar untuk memperoleh peningkatan

mekanorespons.18,19

Ketegangan kulit kita bervariasi di berbagai area tubuh, dan

terkait erat dengan gerakan tubuh, usia, dan faktor lainnya. Secara

umum, peningkatan ketegangan kulit menyebabkan pemanjangan

atau perluasan seluler dan ECM, dengan jaringan secara

keseluruhan menjadi lebih kaku. Kekakuan ini adalah sesuatu yang

harus di atasi pada saat fase proliferasi wound healing, karena

aposisi yang baik merupakan salah satu tujuan fase proliferasi

sehingga terjadi pemanjangan durasi wound healing pada daerah-

daerah anatomis dengan tegangan jaringan yang relative lebih

tinggi. Hal ini tercermin juga pada rekomendasi intervensi

penutupan luka dimana jika terdapat cedera pada regio fasial,

penempatan suture dan pengangkatannya akan jauh lebih singkat

37
dibandingkan dengan suture pada daerah seperti tangan ataupun

kaki yang memiliki tegangan jaringan yang lebih tinggi. 19

Tabel 3. Rekomendasi Pengangkatan Suture 20

Lokasi Luka Waktu Pengangkatan (Hari)


Fasial 3-5
Scalp 7-10
Lengan 7-10
Badan 10-14
Kaki 10-14
Tangan atau kaki bawah 10-14
Telapak tangan atau kaki 14-21

Komposisi adneksa kulit juga diduga memainkan peranan

dalam proses wound healing. Adneksa kulit yang telah banyak

diteliti memiliki peranan dalam wound healing adalah folikel rambut.

Folikel rambut memiliki efek antifibrosis yang dihasilkan oleh

protein BMP yang bertanggung jawab dalam perkembangan dan

regulasi siklus folikel rambut. Sebuah studi menjabarkan distribusi

folikel rambut yang ada pada tubuh kita dan menarik kesimpulan

bahwa kepala memiliki densitas folikel rambut yang paling tinggi.

Hal ini bisa dikaitkan dengan proses wound healing dimana kepala

memiliki karakteristik wound healing yang paling cepat disbanding

regio lainnya dan terlebih khusus di bagian fasial biasanya minimal

scarring. Hal ini kontras dengan bagian telapak tangan dan kaki

yang tidak memiliki folikel rambut sehingga bersinergis dengan

38
faktor-faktor lainnya, bagian tubuh ini memiliki durasi wound healing

yang paling lama.21

Tabel 4. Perbandingan densitas folikel rambut pada beberapa bagian tubuh yang

berbeda dari beberapa studi yang berbeda.22

2.4. Faktor Risiko yang Menimbulkan Gangguan pada Proses

Wound Healing

a. Nutrisi

Sudah lama diketahui bahwa status gizi dapat mempengaruhi

penyembuhan luka. Pada abad kelima belas, penjelajah Portugis

Vasco de Gama mencatat bahwa pelaut dengan penyakit kudis

memiliki banyak lesi kulit yang tidak dapat disembuhkan. Baru pada

tahun 1747 James Lind, seorang ahli bedah Skotlandia,

mendemonstrasikan bahwa buah jeruk dapat berhasil mengobati

penyakit kudis dan meningkatkan perbaikan luka. Malnutrisi

mempengaruhi penyembuhan dengan memperpanjang peradangan,

39
menghambat fungsi fibroblas dan mengurangi angiogenesis dan

deposisi kolagen. Ada banyak nutrisi penting yang penting untuk

penyembuhan luka, termasuk vitamin A (terlibat dalam pertumbuhan

epidermis), karbohidrat (untuk sintesis kolagen) dan asam lemak

omega-3 (memodulasi jalur asam arakidonat). Dalam beberapa

tahun terakhir, penelitian ekstensif di bidang nutrisi klinis telah

menunjukkan manfaat yang jelas untuk penggunaan teknik dukungan

nutrisi untuk meningkatkan penyembuhan luka. Topik ini telah

menjadi subyek dari sejumlah artikel ulasan terbaru. 12,23

b. Hipoksia

Semua luka hipoksia sampai batas tertentu karena suplai

vaskular lokalnya terganggu. Sementara tingkat hipoksia diperlukan

untuk memfasilitasi re-epitelisasi, oksigen yang cukup merupakan

kebutuhan penting untuk menyembuhkan luka. Jelas dalam praktek

bedah bahwa pasien lanjut usia dan mereka dengan penyakit

pembuluh darah perifer memiliki penyembuhan yang buruk dan

sebaliknya oksigen hiperbarik meningkatkan penyembuhan luka.

Meskipun hipoksia adalah salah satu chemoattractants untuk

neutrofil dan makrofag, oksigen diperlukan untuk memungkinkan

fagositosis dan untuk fungsi optimal mereka. Sebuah uji coba

terkontrol secara acak menunjukkan bahwa oksigen tambahan yang

diberikan selama periode perioperatif mengurangi risiko infeksi luka.

40
Oksigen juga penting untuk deposisi kolagen karena bertindak

sebagai substrat dalam hidroksilasi residu prolin dan lisin. 12

c. Merokok

Merokok mengganggu penyembuhan luka dengan efeknya

pada kemotaksis, fungsi migrasi dan mekanisme bakterisida oksidatif

pada fase inflamasi. Selain itu, juga mengurangi migrasi dan

proliferasi fibroblas. Selanjutnya, merokok mempengaruhi fungsi

kekebalan tubuh, menurunkan sintesis dan deposisi kolagen. 12

Nikotin sangat mendorong vasokonstriksi yang mengarah ke

mikrosirkulasi terganggu yang berdampak negatif pada WH.

Selanjutnya, merokok melemahkan fase inflamasi dengan

mengganggu migrasi sel darah putih, mengurangi aktivitas

bakterisida neutrofil, dan menekan produksi IL-1. Fase proliferasi

terganggu oleh berkurangnya migrasi dan proliferasi fibroblas di

samping sintesis dan deposisi kolagen yang diturunkan pada

perokok. Selain itu, merokok mengganggu regenerasi epitel dan

angiogenesis normal dan menurunkan produksi ECM. Secara

keseluruhan, perokok menunjukkan penyembuhan luka yang

tertunda, peningkatan frekuensi komplikasi penyembuhan luka dan

dehiscence luka dibandingkan dengan non-perokok. 23

d. Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol mungkin memiliki efek buruk yang kuat pada

respons individu terhadap cedera akut dan kronis. Alkohol telah

41
terbukti memainkan peran sebagai agen imunomodulator: konsumsi

alkohol akut memiliki efek penghambatan pada pelepasan sitokin

pro-inflamasi, sementara konsumsi alkohol kronis menyebabkan

respons sel inflamasi yang berkepanjangan secara signifikan. Dalam

model eksperimental, pesta minuman keras sebelum trauma

mengakibatkan tingkat pelemahan TNFα, IL-1, dan IL-6. Pada

pecandu alkohol, tingkat sitokin imunosupresif IL-10 meningkat

secara signifikan dibandingkan individu non-alkohol setelah

intervensi bedah besar. Konsumsi alkohol juga terkait dengan

penurunan kapasitas proliferasi sel T yang penting untuk WH

fisiologis. Model murine yang relevan menunjukkan bahwa konsumsi

alkohol akut menurunkan ekspresi reseptor VEGF dan mengurangi

ekspresi nuklir HIF-1α dalam sel endotel, sehingga mempengaruhi

angiogenesis dan fase proliferasi penyembuhan luka. 23

e. Obesitas

Pada tahun 2014, 39% orang dewasa berusia 18+ di seluruh

dunia tercatat kelebihan berat badan dan 13% obesitas. Dengan

demikian, di seluruh dunia hampir dua miliar orang dewasa kelebihan

berat badan dan, dari jumlah tersebut, lebih dari setengah miliar

mengalami obesitas. Individu obesitas telah ditunjukkan sebagai

kecenderungan untuk beberapa patologi parah termasuk gangguan

penyembuhan luka, yang mungkin dijelaskan oleh efek hipoperfusi

dan iskemik yang terjadi pada jaringan adiposa subkutan. Jadi, jika

42
jaringan di sekitar luka tidak cukup oksigen, proses perbaikan seluler

yang sangat bergantung pada oksigen tidak berlangsung secara

memadai. Hipovaskularitas yang sering diamati pada individu

obesitas, selanjutnya berkontribusi pada perfusi yang buruk dan

meningkatkan risiko infeksi, karena penurunan infiltrasi sel imun ke

area luka. Selain itu, individu obesitas sering menunjukkan

peningkatan ketegangan pada tepi luka yang berkontribusi terhadap

dehiscence luka. Akibatnya, bakteri patogen yang berkembang di

lingkungan lembab lipatan kulit memiliki lingkungan yang ideal untuk

invasi dan kerusakan jaringan. Terakhir, kontak kulit-ke-kulit

menyebabkan gesekan yang dapat menyebabkan ulserasi yang

sering terjadi pada individu yang obesitas. 23

f. Infeksi

Profilaksis antibiotik sebelum membuat sayatan bedah terbukti

mengurangi risiko infeksi luka pertama kali pada kelinci percobaan

pada tahun 1958 dan kemudian pada manusia pada tahun 1960.

Penutupan primer yang tertunda, atau penutupan dengan tujuan

tersier, harus dipertimbangkan saat menjahit luka yang

terkontaminasi berat karena hal ini telah terbukti menurunkan tingkat

infeksi luka.12

g. Immunosupresi

Pasien dengan HIV, kanker dan malnutrisi semuanya memiliki

tingkat imunosupresi yang dapat menyebabkan penyembuhan luka

43
yang tertunda. Selain itu, setiap obat yang mengganggu respon

inflamasi dapat menghambat kaskade penyembuhan. Steroid oral,

seperti prednisolon, telah terbukti menurunkan konsentrasi sitokin

selama perbaikan luka, yang menyebabkan berkurangnya deposisi

kolagen.12

Kemoterapi dan radioterapi mungkin juga memiliki efek negatif

pada proses penyembuhan luka. Obat kemoterapi mempengaruhi

faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) yang merupakan

pengatur penting dalam fase angiogenesis penyembuhan luka.

Cedera radiasi pada kulit di atasnya menyebabkan iskemia jaringan

dan dapat menyebabkan ulkus kulit. Sayatan bedah selama iradiasi

lebih mungkin untuk mengembangkan komplikasi luka dan luka-luka

ini sembuh dengan sangat lambat.12

h. Penyakit kronis

Setiap penyakit kronis yang mempengaruhi sistem kardio-

respirasi sehingga dapat mempengaruhi suplai oksigen dan nutrisi

lain yang diperlukan untuk penyembuhan luka. Pasien dengan

diabetes mengalami gangguan penyembuhan luka yang signifikan

karena mereka relatif mengalami gangguan imun dan kadar glukosa

darah yang lebih tinggi mempengaruhi fungsi leukosit. Ekspresi dan

fungsi MMP berubah pada diabetes, yang berkontribusi pada

penyembuhan luka yang buruk pada banyak komplikasi diabetes

vaskular lainnya. Diabetes juga menyebabkan kerusakan

44
mikrovaskular jangka panjang yang mempengaruhi tingkat oksigen

jaringan dan suplai nutrisi.12,14 Pasien diabetes menunjukkan

defisiensi neutrofil kemotaksis, fagositosis, dan aktivitas mikrobisida

yang berkontribusi terhadap kerentanan tinggi terhadap infeksi.

Infiltrasi seluler yang menyimpang, aktivasi makrofag yang tidak

mencukupi, penurunan pelepasan TNFα, IL-1β dan VEGF dari

makrofag, dan gangguan fungsi leukosit telah terbukti berdampak

negatif pada penyembuhan luka di individu diabetes. 14

i. Manajemen luka

Lingkungan luka yang sehat merupakan prasyarat keberhasilan

penyembuhan luka. Ada lebih dari 250 jenis pembalut luka yang

berfungsi untuk melindungi luka, membuatnya tetap lembab dan

menyerap eksudat yang berlebihan untuk membantu proses

penyembuhan.12

j. Usia

Pasien lanjut usia memiliki lapisan epidermis yang lebih tipis

dan memiliki respon inflamasi, migrasi dan proliferasi yang lebih

lambat. Mereka juga lebih cenderung memiliki penyakit kronis, yang

membuat pasien ini memiliki penyembuhan luka yang lebih lambat

sehingga berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi luka seperti

dehiscence.12

k. Genetika

45
Bekas luka keloid terjadi ketika ada pertumbuhan berlebih dari

jaringan parut yang melampaui tepi luka. Keloid bisa menyakitkan

dan gatal dan memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi tetapi dapat

merespon steroid, cryotherapy atau terapi radiasi. Keloid paling

sering terjadi di bahu, lengan atau dada bagian atas dan jarang di

bawah pinggang. Ada komponen genetik yang kuat untuk

perkembangan keloid, yang secara signifikan lebih sering terjadi

pada pasien ras kulit hitam, Hispanik atau Asia. Hernia insisional juga

telah terbukti memiliki komponen genetik, yang diduga disebabkan

oleh defek pada deposisi kolagen, dengan kadar kolagen tipe 3 yang

lebih tinggi terkait dengan perkembangan hernia. 12

l. Teknik bedah

Teknik bedah jelas vital dalam mengoptimalkan penyembuhan

luka. Penanganan jaringan yang hati-hati, teknik aseptik yang ketat,

menghindari ketegangan di seluruh luka dan pilihan jahitan

semuanya akan berkontribusi untuk meminimalkan komplikasi luka.

Hipotermia intraoperatif harus dihindari dan oksigen tambahan harus

diberikan pascaoperasi untuk mengurangi komplikasi infeksi. 12

2.5. Perkembangan Teknik Modifikasi Wound Healing pada Kelopak

Mata

46
Teknik Penutupan Luka

Penutupan luka dengan primary intention baru mulai

diterapkan dalam bidang bedah pada tahun 1865 ketika kebanyakan

ahli bedah mulai menggunakan teknik flap untuk menutup luka

amputasi yang pada masanya merupakan suatu tindakan yang

sering dilakukan pada masa-masa perang. Dengan baru

rampungnya teknik aseptik antiseptik di tahun yang sama serta

terciptanya antibiotik pertama yaitu sulfa pada tahun 1934, dari

80,000 operasi yang dilakukan pada tahun 1861-1865, 30,000

diantaranya merupakan amputasi dan 25% dari jumlah pasien

tersebut mengalami kematian. Tahun 1944 merupakan tahun dimana

kemajuan pengetahuan wound healing mulai memasuki era modern

dimana konsep yang digunakan tidak beda jauh dari konsep yang

digunakan hari ini.24

Cara sederhana untuk memodifikasi penyembuhan luka

adalah dalam pemilihan bahan jahitan. Jika penyembuhan lebih

cepat diinginkan, maka jahitan yang mampu menginduksi reaksi

inflamasi digunakan. Ini termasuk usus dan sutra. Jika peradangan

tidak diinginkan, jahitan monofilamen seperti polipropilen dan nilon

dapat digunakan. Dalam beberapa prosedur mungkin diinginkan

untuk menggunakan kedua jenis jahitan. 10

Bioadhesive yang tersedia secara komersial seperti

cyanoacrylate digunakan untuk membantu kulit, konjungtiva, dan

47
penutupan luka kornea. Bioadhesive bahkan mungkin dapat

menggantikan jahitan dalam beberapa kasus, karena mereka dapat

berkontribusi pada durasi operasi yang lebih pendek, risiko yang

lebih rendah, dan waktu penyembuhan yang lebih baik. Lem fibrin

terdiri dari fibrinogen dan trombin, yang bila dicampur membentuk

bekuan fibrin. Ini telah melaporkan penggunaan dalam berbagai

operasi mata, termasuk perbaikan pterigium, operasi strabismus,

implantasi perangkat drainase glaukoma, perbaikan kebocoran luka,

transplantasi membran amnion, operasi vitreoretinal, operasi kornea,

operasi kelopak mata dan adneksa, dan operasi fiksasi lensa,

diantara yang lain.10

Wound Healing Enhancers

Beberapa peningkat proses penyembuhan luka dapat

membantu dalam kecepatan dan kekuatan pemulihan luka. Membran

amnion memiliki banyak sifat penting yang membuatnya sangat

berguna dalam membantu penyembuhan luka atau rekonstruksi

jaringan permukaan mata. Ini dapat digunakan sebagai pengganti

membran basal atau bahan cangkok. Dengan struktur protein dan

faktor pertumbuhannya, ditambah dengan modulator antiinflamasi

dan anti-jaringan parut, ini mendorong penyembuhan epitel.

Kegunaannya termasuk rekonstruksi konjungtiva dan epitel kornea. 10

48
Pemberian kortikosteroid mengurangi peradangan pasca

operasi, yang mempengaruhi semua tahap penyembuhan luka. Pada

stadium akut, kortikosteroid mengganggu perlekatan neutrofil pada

dinding pembuluh darah dan migrasi. Kemudian dalam prosesnya,

mereka menghambat pembentukan plasmin melalui aksi pada

aktivator plasminogen, sehingga mencegah degradasi fibrin (yang

produknya membantu perekrutan neutrofil) dan mencegah aktivasi

MMPs. Mereka lebih lanjut merusak peradangan dengan

limfositolisis.10

Lidah buaya termasuk dalam famili Lily (Liliaceae). Tanaman

ini telah dikenal sebagai tanaman penyembuh. Lidah buaya telah

digunakan untuk tujuan medis tradisional di beberapa budaya selama

ribuan tahun. Secara in vitro, ekstrak atau komponen dari lidah

buaya merangsang proliferasi beberapa jenis sel. Banyak penelitian

telah menunjukkan bahwa pengobatan dengan gel lidah buaya murni

dan ekstraknya membuat penyembuhan luka lebih cepat. Lendir

lidah buaya mencakup beberapa senyawa seperti vitamin E dan

vitamin C dan beberapa asam amino, yang dapat memainkan peran

penting dalam percepatan penyembuhan luka sedemikian rupa

bahwa percobaan telah menunjukkan bahwa vitamin C dapat

berperan dalam peningkatan produksi kolagen dan pencegahan dari

sintesis untaian DNA, serta vitamin E sebagai antioksidan yang kuat

dalam penyembuhan luka. Lendir lidah buaya memiliki sistem

49
enzimatik antioksidan seperti glutathione peroxidase dan

superoksida dismutase, yang mempercepat penyembuhan luka

dengan netralisasi efek dari radikal bebas yang dihasilkan di situs

luka dan dengan properti anti-inflamasi. Komponen penyembuh

berhubungan dengan senyawa yang disebut glukomanan, yang

diperkaya dengan polisakarida. Glukomanan mempengaruhi faktor

pertumbuhan fibroblas dan merangsang aktivitas dan proliferasi sel

dan meningkatkan produksi dan sekresi kolagen. Lendir lidah buaya

tidak hanya meningkatkan jumlah kolagen di situs luka, tetapi juga

meningkatkan koneksi transversal antar ikatan sehingga sebagai

hasilnya mempercepat perbaikan luka. 25

Terapi alternatif lain yang dapat digunakan untuk membantu

proses penyembuhan luka dapat digunakan dengan penggunaan

tanaman herbal seperti pegagan (Centella asiatica). Pegagan

mengandung beberapa senyawa saponin, termasuk asiaticoside

sebagai konstituen aktif, asam asiatat, dan madecassoside yang

memacu produksi kolagen I, thankunside, isothankunside,

brahmoside, brahmic acid, madasiatic acid, meso-inosetol,

centellose, carotenoids, garam kalium, natrium, kalsium, besi, fosfor,

vellarine, tannin, mucilago, resin, pektin, gula, vitamin B, sedikit

vitamin C, minyak atsitri, kalsium oksalat, dan amygdalin.

Asiaticoside berperan penting untuk menambah stimulasi kadar

antioksidan yang dapat membantu dalam proses penyembuhan.

50
Mekanisme kerja asiaticoside adalah dengan membantu proliferasi

fibroblas dan matriks ekstraseluler (ECM), yang berperan penting

dalam proses penyembuhan luka, selain itu asiaticoside akan

memfasilitasi proses penyembuhan luka dengan meningkatkan

komponen peptic hydroxyproline, tensile strength, sintesis kolagen,

angiogenesis, dan epitelisasi pada fase remodelling penyembuhan

luka.25,26

BAB III

51
KESIMPULAN

Luka kelopak mata adalah kondisi medis yang cukup umum dalam

oftalmologi, membutuhkan perawatan yang terencana dan kompleks untuk

memberikan hasil terbaik dan mengurangi kemungkinan komplikasi pasca

operasi. Penyebab paling umum dari cedera kelopak mata, yang bisa

tajam atau tumpul, adalah kecelakaan, cedera olahraga, kecelakaan lalu

lintas, gigitan anjing, cedera yang berhubungan dengan kekerasan dan

luka bakar. Untuk hasil pengobatan terbaik, perlu memiliki pengetahuan

yang baik tentang anatomi daerah yang terkena dan proses penyembuhan

luka lokasi anatomis tersebut. Tujuannya adalah untuk mencapai hasil

fungsional dan kosmetik terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

52
1. American Academy of Opthalmology. 2019. Basic and Clinical Science
Course: Section 7 – Oculafacial Plastic. San Fransisco: American
Academy of Ophthalmology.
2. Gipson IK. 2007. The Ocular Surface: The Challenge to Enable and
Protect Vision. Ocular Surface 48(10): 4390-4398.
3. Mohapatra DP, dkk. Proposal of a new classification scheme for
periocular injuries. Indian Journal of Plastic Surgery. 2017. 50(1): 21-
28.
4. Dieckow J dan Argueso P 2013. The Human Tear Film. Dalam:
Herranz RM dan Herran RMC Ocular Surface: Anatomy, Physiology,
Disorders and Therapeutic Care. Hal. 23-30. New York: CRC Press.
5. Sadek EY, dkk. Periorbital Trauma: A New Classification.
Craniomaxillofacial Trauma and Reconstruction. 2019; 12(3): 228-240.
6. Iftikhar M et al. Changes in the Incidence of Eye Trauma
Hospitalizations in the United States from 2001 through 2014. JAMA
Ophthalmol. 2019 Jan 1;137(1):48-56.
7. Usmani B et al. Eye Trauma in Falls Presenting to the Emergency
Department from 2006 through 2015. Br J Ophthalmol. 2021
Feb;105(2):198-204.
8. American Academy of Opthalmology. 2019. Basic and Clinical
Science Course: Section 8 – External Disease and Cornea. San
Fransisco: American Academy of Ophthalmology.
9. American Academy of Opthalmology. 2019. Basic and Clinical
Science Course: Section 2 – Fundamentals and Principles of
Ophthalmology. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology.
10. Naseri A 2019. The Healing Process. Dalam: Mickler C, Moya F dan
Quiros PA Basic Principles of Ophthalmic Surgery 4 th ed. Hal. 229-236.
San Fransisco: American Academy of Ophthalmology.
11. Salmon JF. 2020. Kanski’s Clinical Ophthalmology: A Systematic
Approach. Edisi ke-9. Elsevier.
12. Singh S, Young A, McNaught CE. The physiology of wound healing.
Surgery (Oxford). 2017 Sep 1;35(9):473-7.
13. Theoret C. Physiology of wound healing. Equine wound management.
2016 Nov 28:1-3.
14. Qing C. The molecular biology in wound healing & non-healing wound.
Chinese Journal of Traumatology. 2017 Aug 1;20(4):189-93.
15. Greising SM, Corona BT, Call JA. Musculoskeletal Regeneration,
Rehabilitation, and Plasticity Following Traumatic Injury. Int J Sports
Med. 2020.

53
16. Liu G et. al. Identification and Characterization of Skeletal Muscle Stem
Cells from Human Orbicularis Oculi Muscle. Tissue Engineering. 2018.
17. M. V. Plikus et al. Regeneration of Fat Cells from Myofibroblasts during
Wound Healing. Science 10.1126/science.aai8792. 2017.
18. Rodrigues M, Kosaric N, Bonham CA, Gurtner GC. Wound Healing: A
Cellular Perspective. 2019. Rev 99: 665–706.
19. Harn HI, Ogawa R, Hsu C, Hughes MW, Tang M, Chuong C. The
Tension Biology of Wound Healing. Experimental Dermatology. 2019;
28:464–471.
20. Forsch RT, Little SH, Williams C. Laceration Repair: A Practical
Approach. American Family Physician. 2017; 95 (10): 628-637.
21. Rippa A, Kalabusheva EP, Vorotelyak EA. Regeneration of Dermis:
Scarring and Cells Involved. Cells. 2019; 8: 607.
22. Otberg N et. al. Variations of Hair Follicle Size and Distribution in
Different Body Sites. J Invest Dermatol. 2004; 122:14 –19.
23. Avishai E, Yeghiazaryan K, Golubnitschaja O. Impaired wound
healing: facts and hypotheses for multi-professional considerations in
predictive, preventive and personalised medicine. EPMA Journal. 2017
Mar 1;8(1):23-33.
24. Brocke T, Barr J. The History of Wound Healing. Surg Clin N Am.
2020.
25. Novyana RM, Susanti. Lidah Buaya (Aloe vera) untuk Penyembuhan
Luka. J Kedokt Univ Lampung [Internet]. 2016; 5:149–53. Available
from:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/
902/810.
26. Sabila FC, Muhartono. Efektivitas Pemberian Ekstrak Daun Pegagan
(Centella asiatica) terhadap Penyembuhan Luka The Effectivity of
Giving Gotu Kola Leaf Extract (Centella asiatica) to Wound Healing. Lit
Rev. 2020; 7:23–9.

54

Anda mungkin juga menyukai