Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

ILMU KEPANITERAAN KLINIK MATA

ENTROPION

Disusun oleh :
Caroline Desty Utama
01073190089

Pembimbing :
dr. Yoseph Siahaan, Sp.M

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


PERIODE 18 JANUARI – 20 FEBRUARI 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
TANGERANG
2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................1

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4

2.1. Palpebra.........................................................................................................4

2.1.2 Anatomi Palpebra.......................................................................................4

2.1.2 Fisiologi........................................................................................................6

2.2. Definisi...........................................................................................................8

2.3. Epidemiologi.................................................................................................8

2.4. Etiologi...........................................................................................................9

2.5. Patofisiologi...................................................................................................9

2.6. Klasifikasi......................................................................................................10

2.7. Manifestasi Klinis.........................................................................................13

2.8. Diagnosis........................................................................................................13

2.9. Diagnosis Banding........................................................................................16

2.10. Tatalaksana.................................................................................................17

2.11. Komplikasi..................................................................................................21

2.12. Prognosis.....................................................................................................21

BAB III SIMPULAN...........................................................................................22

BAB IV DAFTAR PUSTAKA............................................................................23

1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Palpebra tampak luar...........................................................................4

Gambar 2. Anatomi Palpebra................................................................................5

Gambar 3. Entropion involusional dari lipatan mata bawah kanan......................8

Gambar 4. Entropion Kongenital.........................................................................11

Gambar 5. Berbagai derajat entropion. (A) Ringan (B) Sedang (C) Berat..........12

Gambar 6. Entropion Involusional.......................................................................12

Gambar 7. Entropion Spastik...............................................................................13

Gambar 8. Snapback test......................................................................................15

Gambar 9. Pinch test/distraction test...................................................................15

Gambar 10. Lateral distraction test......................................................................16

Gambar 11. Perbandingan diagnosa banding.......................................................17

Gambar 12. Prosedur Weis .................................................................................18

Gambar 13. Lamellar Posterior............................................................................19

Gambar 14. Jahitan Quickert ..............................................................................20

Gambar 15. Ulkus Kornea ..................................................................................22

2
BAB I

PENDAHULUAN

Palpebra adalah struktur mata yang memiliki fungsi melindungi bola mata serta
membentuk film air mata di depan kornea. Palpebra membentuk penghalang bagi mata terhadap
trauma, cahaya berlebihan, dan membantu mempertahankan lapisan kornea air mata dan juga
membantu dalam memompa air mata ke sistem saluran nasolakrimal. Palpebra dilapisi kulit yang
tipis dibagian depan sedangkan bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal.1
Entropion merupakan suatu kelainan dimana palpebra atau kelopak mata mengalami
pelipatan dari tepi kelopak mata ke arah dalam bola mata sehingga terjadi kontak antara tepi,
kulit dan bulu mata pada palpebra dengan bola mata. Bulu mata yang menggesek permukaan
kornea pada entropion dapat memberikan gejala iritasi, rasa tidak nyaman pada mata dan
produksi air mata yang berlebihan. Entropion pada kelopak mata bawah lebih sering terjadi dari
pada entropion kelopak mata atas. Entropion kelopak mata bawah lebih sering karena proses
penuaan dimana terjadi degenerasi progresif jaringan fibrous dan elastic pada kelopak mata
bawah. Sedangkan pada kelopak mata atas sering dikarenakan sikatrial seperti akibat trakoma.
Entropion dapat terjadi unilateral dan juga bilateral.2,3
Entropion merupakan salah satu kelainan kelopak mata yang paling umum terjadi pada
orangtua. Entropion yang kronik dapat menimbulkan kerusakan pada kornea dan konjungtiva
menyebabkan infeksi mata, abrasi kornea, atau ulkus kornea. Keberhasilan tatalaksana pada
entropion bergantung pada penetapan klasifikasi dan pemilihan prosedur yang tepat terhadap
penyebab itu sendiri.3

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Palpebra
Palpebra atau kelopak mata merupakan jaringan lunak penutup apertura orbita yang
melindungi mata di bagian anterior orbita. Bagian yang tampak dari luar palpebra
diantaranya palpebra inferior, palpebra superior, kantus media, kantus lateral, karunkula
lakrimalis, plika semilunaris, pungtum lakrimalis, dan fisura palpebra. Fisura palpebra itu
sendiri merupakan bagian mata yang menyebabkan bola mata terpapar dengan lingkungan
luar. Fisura normal orang dewasa memiliki panjang 27-30mm dan lebar 8-11mm.4

Gambar 1. Palpebra tampak luar.4

2.1.1 Anatomi Palpebra


Secara anatomis, palpebra terbagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama yang paling
superficial yaitu lamella anterior yang terdiri atas kulit, jaringan ikat subkutan, dan otot
orbicularis okuli. Bagian kedua yaitu lamella media dimana terdapat septum orbita, dan
bagian terakhir yaitu lamella posterior yang terdiri atas tarsus dan konjungtiva. Diantara
lamella anterior dan posterior terbentang grey linea atau sulkus intermarginalis. Bulu mata
atau silia tumbuh di depan sulkus intermarginalis. Kelenjar Meibom terletak dibelakang

4
sulkus intermarginalis tepat di depan mukokutan. Bulu mata tersusun atas 2 atau 3 baris dan
tidak teratur disepanjang tepi kulit anterior palpebra. Bulu mata di palpebra superior tumbuh
lebih panjang dibandingkan bulu mata di palpebra inferior. Kelenjar zeis merupakan kelenjar
sebasea, sedangkan kelenjar Moll merupakan kelenjar keringat apokrin di kulit yang terdapat
pada margo palpebra.5
Kulit dan jaringan subkutan merupakan bagian paling superfisial, dan merupakan lapisan
yang paling tipis di tubuh manusia, dikarenakan terdapat jaringan subkutan namun tidak
disertai lemak.5

Gambar 2. Anatomi Palpebra.6

Otot orbicularis okuli berfungsi sebagai pelindung utama dari palpebra dan terbagi
menjadi orbital (voluntary closure) dan komponen palpebral (involuntary closure). Bagian
orbital muncul dari tendon canthal medial dan secara lateral masuk ke dalam zygoma. Bagian
palpebra dibagi lagi menjadi komponen pretarsal dan preseptal. Orbicularis pretarsal melekat
pada permukaan anterior lempeng tarsal dan menempel secara medial ke puncak lakrimal
anterior dan posterior. Ini mengelilingi kantung lakrimal dan membantu mekanisme pompa
lakrimal. Orbicularis preseptal menutupi septum orbital yang berasal dari anterior tendon

5
canthal medial dan dari puncak lakrimal posterior. Secara lateral keduanya bersatu
membentuk tendon canthal lateral dan menyisipkan pada tuberkulum Whitnall.1
Bagian dalam dari otot orbicularis okuli terdapat tarsus dimana terbagi lagi menjadi
superior tarsus untuk kelopak mata atas dan inferior tarsus untuk kelopak mata bawah. Tarsus
sendiri terbentuk dari jaringan ikat padat yang berfungsi untuk menyokong kelopak mata,
dan membentuk lipatan kelopak mata saat mata terbuka. Tarsus superior juga berfungsi
sebagai tempat menempelnya otot levator palpabrae superiosis. Di bagian ini juga terdapat
kelenjar meibom yang berfungsi menghasilkan minyak untuk mencegah kedua kelopak mata
menempel saat dalam posisi menutup.1,7
Lapisan selanjutnya yaitu apparatus levator palpebra yang terdiri atas muskulus levator
palpebrae superior dan muskulus tarsus superior yang berfungsi untuk mengangkat kelopak
mata saat keadaan terbuka. Bagian terdalam dari palpebra yaitu konjungtiva yang merupakan
membran mukosa yang tipis dan transparan yang memiliki sel goblet untuk menghasilkan
musin. Konjungtiva sendiri terbagi menjadi 4 bagian yaitu konjungtiva palpebra, konjungtiva
bulbar, konjungtiva fornix, dan surface of cornea.4,8
Vaskularisasi palpebra diberikan oleh 3 arteri, yaitu oftalmika, fasialis, dan bagian
superior dari arteri temporal. Sedangkan untuk darah balik terjadi secara medial dan lateral,
dimana lateral akan melalui vena palpebrae lateralis. Sedangkan secara medial akan melalui
vena palpebrae media ke angular dan vena oftalmika.9
Inervasi dari palpebra didapati dari nervus trigeminalis (CN V) dan beberapa otot
palpebra oleh nervus fasialis (CN VII), nervus oculomotor (CN III), dan serabut simpatis.
Cabang nervus trigeminalis terbagi 2, yaitu cabang oftalmika (V1) pada kelopak mata atas,
dan nervus maksilaris (V2) pada kelopak mata bagian bawah. Sedangkan nervus fasialis
mempersarafi otot orbicularis okuli, nervus oculomotor terhadap otot levator palpabrae
superioris, dan serabut simpatis dari ganglion servikalis superior terhadap otot tarsus
superior.8,9

2.1.2 Fisiologi
Palpebra memiliki 4 fungsi yaitu melindungi bagian anterior bola mata dari trauma
maupun cahaya yang berlebihan, mengalirkan air mata menuju saluran air mata,
menghasilkan tear film dan menyebarkannya diatas permukaan anterior mata saat terbuka.

6
Muskulus orbicularis okuli, muskulus levator palpebra, dan muskulus muller memiliki
peranan dalam gerakan normal membuka dan menutup kelopak mata baik secara voluntir
maupun tidak. Saat mata terbuka, palpebra superior terangkat kurang lebih 10mm melawan
gravitasi dan terlipat dibawah tepi orbita pada lipatan palpebra. Gerakan ini terutama
diakibatkan oleh kontrajsu dari muskulus levator palpebra. Gerakan ini juga selalu
berhubungan dengan kontraksi muskulus rektus superior. Pada saat bolamata kita melihat
kearah atas, maka palpebra akan mengikuti, namun saat refleks berkedip bola mata dan
palpebra superior bergerak kearah yang berlawanan dimana bola mata bergerak ke arah atas
dan palpebra ke bawah.10,11
Gerakan menutup mata dihasilkan oleh kombinasi antara muskulur orbicularis okuli dan
muskulus yang menggerakkan alis mata Gerakan menutup mata secara sadar dihasilkan oleh
kontraksi muskulus orbicularis okuli bagian palpebra dan orbital secara simultan. Sedangkan
pada blefarispasm dihasilkan oleh kontraksi muskulus orbicularis oculi pars palpebra dan
otot-otot pada alls mata.10,11
Untuk refleks mengedip, impuls somatosensory dari selaput lendir mata menjalar ke
nervus oftalmika menuju saraf sensorik utama dari nervus trigeminal (aferen). Setelah
mencapai sinaps pada bagian tersebut menjalar menuju nukleus nervus fasialis dan kemudian
melalui nervus fasialis menuju otot orbicularis okuli di kedua sisi (eferen). Stimulasi
terhadap nervus trigeminus di kornea, palpebra dan konjungtiva disebut refleks kedip
sensoris atau refleks kornea. Refleks ini berlangsung cepat yaitu 0,1 detik. Stimulus lain
berupa cahaya yang menyilaukan disebut refleks kedip optikus. Refleks ini lebih lambat
dibandingkan refleks kornea.10,11
Pada keadaan terbangun, mata mengedip secara regular dengan interval dua sampai
sepuluh detik dengan lama kedip 0,3-0,4 detik. Kedipan mata dapat bervariasi pada setiap
aktivitas seperti membaca, menggunakan computer, menonton televisi, mengendarai alat
transportasi, dan memandang. Frekuensi mengedip juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
internal seperti keletihan, pengaruh medikasi, stress dan keadaan afektif.10,11

7
2.2 Definisi

Entropion merupakan salah satu kelainan kelopak mata dimana margo palpebra berputar
ke arah bola mata.  Hal ini menyebabkan bulu mata, margo palpebra, dan kulit pada palpebra
mengalami kontak dengan bola mata. Kondisi ini dapat terjadi pada kelopak mata atas maupun
bawah.11

Gambar 3. Entropion involusional dari lipatan mata bawah kanan12

2.3 Epidemiologi
Sebuah studi yang melibatkan 25,000 individu berumur diatas 60 tahun mecatat, bahwa
2,1% dari pasien mengalami entropion involusional. Prevalensi terjadinya entropion meningkat
bersamaan dengan usia seseorang dimana pada usia 60-69 tahun memiliki kemungkinan 0.9%
lebih tinggi untuk mengalami entropion. Untuk usia 70-79 tahun sebesar 2,1% sedangkan usia
diatas 80 tahun sebesar 7.6%. Kejadian entropion bilateral tiga kali lebih sering terjadi
dibandingkan unilateral. Entropion lebih umum terjadi pada wanita dengan prevalensi 2.4% dan
laki-laki 1.9%. Hal ini dikaitkan dengan keadaan anatomi dimana wanita memiliki ukuran tarsus
yang lebih kecil. Entropion involusional memiliki prevalensi kejadian sebesar 2.4% pada kulit
putih dan 0.8% pada orang kulit gelap. Ras asia timur lebih memiliki prevalensi entropion lebih
tinggi dibandingkan lainnya.13

8
Entropion involusional merupakan jenis entropion yang lebih sering terjadi khususnya
pada usia tua yang disertai dengan komorbiditas dengan tingkat kematian 30% dalam 4 tahun.13

2.4 Etiologi
Penyebab dari entropion beragam tergantung pada tipe entropion yang dialami. Namun
secara garis besar disebabkan adanya masalah pada refraktor dari palpebra dan overriding dari
otot orbikularis okuli. Entorpion involusional sering terjadi pada orang tua sebagai akibat dari
degenerasi kelopak mata, atau dapat juga akibat mengikuti jaringan parut yang luas pada
konjungtiva dan tarsus. Seiring bertambahnya umur, tendon canthal relaksasi dan refraktor dari
palpebra akan semakin melemah sehingga menyebabkan malposisi dari margo palpebra. Pada
entropion spastik, etiologi tersering adalah infeksi, iritasi, dan inflamasi sehingga menyebabkan
tonus orbikularis okuli meningkat, umumnya hanya terjadi di kelopak mata bawah. Iritasi juga
dapat disebabkan karena tindakan operasi pada palpebra. Kemudian pada entropion sikatrik
etiologi utamanya adalah keadaan inflamasi kronis yang menyebabkan tumbuhnya jaringan
fibrosis. Entropion sikatrik sering dikaitkan sebagai penyakit sekunder dari kelainan kelopak
mata akibat inflamasi kronis seperti trakoma. Trauma akibat luka bakar ataupun trauma pada
kelopak mata yang membentuk jaringan parut pada kelopak mata dapat menyebabkan entropion
sikatrik. Iritasi dari bulu mata yang terbalik dapat menyebabkan blephatospasm.14

2.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya entropion secara garis besar disebabkan oleh kelemahan struktur
mempertahankan atau menstabilkan posisi palpebra. Struktur yang berfungsi untuk
menstabilisasi palpebra diantaranya yaitu refraktor palpebra inferior, orbikularis, tarsus, dan
canthal, dimana tendon canthal dan tarsus menstabilkan secara horizontal, dan refraktor palpebra
inferior secara vertikal. Sedangkan pada palpebra superior terdapat levator aponeurorsis dan otot
muller yang menstabilisasi secara vertikal. Otot orbikularis saling berhubungan dengan retraktor
palpebra inferior dan kulit, sehingga kekuatan gaya dari keduanya saling melawan dengan
imbang. Namun ketika terjadi kelemahan pada retraktor palpebra inferior, otot orbikularis okuli
dapat melawan gaya dari retraktor palpebra, menyebabkan orbikularis preseptal dapat menuju
superior, menyebabkan margo palpebra terotasi ke dalam. Hal tersebut biasanya terjadi pada

9
entropion kongenital. Inversi margo palpebra dapat disebabkan oleh beberapa hal lain seperti
atrofi tarsal, melemahnya palpebra vertikel, dan atrofi lemak orbital.11,15
Untuk entropion involusional disebabkan oleh proses penuaan dimana terjadi kelemahan
pada struktur yang menstabilisasi palpebra secara horizontal, antara lain refraktor palpebra yang
menyebabkan overriding dari otot orbikularis okuli. Pada proses penuaan, tarsus mengalami
degenerasi kolagen, sehingga menyebabkan disorganisasi serat kolagen menjadi serabut elastis,
dan elastogenesis abnormal.11,15
Entropion spastik disebabkan oleh iritasi atau inflamasi pada palpebra. Iritasi tersebut
menyebabkan terjadi peningkatan frekuensi spasm yang disebabkan oleh peningkatan tonus otot
orbikularis okuli sehingga perlawanan gaya dari otot tersebut lebih besar dari refraktor palpebra
yang menyebabkan rotasi margo palpebra ke arah dalam.  Entropion sikatrikal disebabkan oleh
kontraktur vertical dari tasokonjungtival yang biasanya disebabkan oleh terbentuknya jaringan
ikat / fibrosis akibat inflamasi kronis dan rotasi internal dari margo palpebra.11,15

2.6 Klasifikasi
Berdasarkan penyebab dan mekanismenya, Entropion dibagi menjadi 4 tipe yaitu
entropion senilis atau invusional, entropion sikatrik, entropion spastik, dan entropion
kongenital.1,11,14
a. Entropion Kongenital

10
Entropion kongenital merupakan entropion yang didapat sejak lahir dan umumnya
terjadi di kelopak mata bawah. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan insersi otot

refraktor palpebra inferior (ligamentum capsulopalpebra) sehingga margo palpebra dan


bulu mata berputar ke arah bola mata. Entropion kongenital sering disertai dengan
hipertrofi kulit dan muskulus orbikularis pada bagian medial kelopak. Tipe entropion ini
harus dibedakan dari epiblefaron.
Gambar 4. Entropion Kongenital16

b. Entropion Sikatriks
Jenis entropion ini terjadi akibat adanya sikatriks di konjungtiva, dan dapat terjadi
di kelopak mata atas ataupun bawah. Etiologinya disebabkan oleh proses infeksi (65%)
seperti trakoma, blefarokonjungtivitis kronik, dan herpes zoster ophthalmika. Selain itu
juga dapat disebabkan oleh trauma (19%) seperti cedera bahan kimia/radiasi, latrogenik,
mekanik, dan soket anoftalmia. Penyebab lainnya yaitu imunologi (17%) seperti eritema
multiformis, pemfigoid sikatriks okular, konjungtivitis vernal sikatriks, dan distroid.
Sikatriks pada konjungtiva dan tarsus (lamela posterior) akan menyebabkan
pemendekan lamela posterior sehingga tepi kelopak mata berputar ke arah bola mata dan
terjadi entropion dan trikiasis.
Entropion sikatriks dapat dibagi ke dalam derajat ringan, sedang, dan berat.
 Ringan : apabila bulu mata menyentuh kornea pada saat mata melirik ke atas dan
tarsus masih pada posisi normal. Keadaan ini dapat menyebabkan
kongjungtivalisasi palpebra.

11
 Sedang : apabila bulu mata menyentuh kornea pada posisi primer. bisa dijumpai
trikiasis dan konjungtivalisasi palpebra.
 Berat : apabila bulu mata menyentuh kornea pada posisi primer serta telah terjadi
penebalan tarsus. Dapat ditemukan juga konjungtivalisasi palpebra dan trikiasis.

Gambar 5. Berbagai derajat entropion. (A) Ringan (B) Sedang (C) Berat11

c. Entropion Involusional
Merupakan entropion yang terjadi karena usia tua. Umumnya terjadi pada kelopak
mata bawah. Penyebab utama entropion involusional adalah karena proses penuaan yang
berkaitan dengan degenerasi jaringan elastik dan fibrosa. Pada proses penuaan, kelopak
mata dan jaringan pada wajah mengalami penurunan tonus serta volume. Kulit akan
menjadi kendur dan tidak elastis, karena serat kolagen menipis dan dermis mengakami
atrofi. Ligamentum penunjang akan meregang dan mengurangi support lemak serta otot.
Otot refraktor palpebra akan melemah, meregang, dan perlekatannya ke jaringan akan
menurun, terutama perlekatan ke tarsus.
Beberapa patofisiologi involusional yaitu overriding muskulus orbikularis
preseptal ke pretarsal, disinsersi muskulus retraktor palpebra inferior, Atrofi tarsus,
Kekenduran kelopak mata horizontal dan enoftalmos akibat atrofi lemak orbita, dan
prolaps lemak orbita ke anterior terutama pada etnik oriental.

12
Gambar 6. Entropion Involusional17

d. Entropion Spastik
Peningkatan dari tonus otot orbikularis okuli menyebabkan pelipatan margo
palpebra ke arah dalam pada entropion spastik. Tonus otot yang meningkat dikaitkan
dengan iritasi, infeksi, atau tindakan operasi sehingga menyebabkan spasme dari otot
orbikularis okuli.

Gambar 7. Entropion Spastik17

2.7 Manifestasi Klinis


Gejala yang biasa dikeluhkan pasien umumnya berupa mata merah dan juga disertai nyeri
pada bola mata akibat tergesek oleh bulu mata yang mengarah ke dalam. Gesekan yang terjadi
membuat pasien mengeluhkan rasa mengganjal pada mata. Kemudian gejala lainnya yaitu
fotosensitif. Pergesekan yang terus-menerus akan menggeser jaringan konjungtiva dan kornea,
dimana nantinya gangguan pada kornea, yang merupakan salah satu media refrakter,
menyebabkan terjadinya penurunan visus. Penemuan klinis lainnya yang dapat ditemukan adalah
jaringan parut pada konjungtiva tipe entropion sikatrik, iritasi okular atau terdapat bekas operasi
pada entropion spastik, dan ketidakstabilan pada palpebra terutama palpebra inferior disertai
dengan pembentukan entropion pada tipe entropion kongenital.11,14

13
2.8 Diagnosis
Diagnosis entropion dibuat berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan mata berair, nyeri, rasa tidak nyaman
seperti rasa kelilipan, merah dan penglihatan kabur serta silau. Selain itu, biasanya didapatkan
mata merah akibat injeksi konjungtiva karena bulu mata yang menggesek permukaan kornea
sehingga terjadi iritasi terus menerus. Kerusakan lebih lanjut pada kornea dapat berupa
epiteliopati (kekeruhan lapisan epitel kornea), dan pada tahap lanjut bisa terjadi erosi kornea.
Kemudian anamnesis dapat digunakan untuk menentukan tipe entropion, seperti ditanyakan
tentang usia, dimana penelitian menunjukan usia >60 tahun memiliki resiko tinggi mengalami
entropion involusional. Ditanyakan juga apakah memiliki riwayat iritasi, infeksi seperti
blefarokonjungtivitis varicella zoster, dan tindakan pembedahan yang lebih mengarah ke
entropion spastik. Sedangkan untuk entropion sikatrik, dapat ditanyakan riwayat penyakit
inflamasi lama pada palpebra, seperti pada penyakit steven-johnson syndrome, trakoma, dan
herpes. Riwayat trauma ataupun paparan radiasi jangka panjang juga dapat membentuk jaringan
parut pada palpebra.1,11
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan inspeksi untuk melihat apakah terdapat spasme
pada otot wajah, tanda-tanda iritasi kulit, infeksi, dan jaringan parut pada palpebra. Iritasi ocular
dapat dicari sebagai kecurigaan entropion spastik. Untuk menyingkirkan diagnosa banding
entropion, seperti trikiasis, distikiasis, dan epiblefaron, dapat dilakukan inspeksi terhadap margo
palpebra. Pada entropion akan tampak margo palpebra terotasi menuju kornea, bulu mata
menyentuh mata saat melihat keatas, dan disertai penebalan lempeng tarsus. Pada kasus yang
sangat parah akan tampak distorsi palpebra, silia metaplastik, plak keratin, dan dapat disertai
retraksi. Pada entropion kongenital akan menunjukkan instabilitas palpebra karena disgenesis
refraktor palpebra. Pemeriksaan fluoresensi kornea dapat dilakukan untuk melihat apakah
pergesekan jaringan sudah menyebabkan abrasi, jaringan parut pada kornea, dan
neovaskularisasikornea.14
Pemeriksaan fisik khusus yang dapat menunjang diagnosis adalah :1,11,14
 Snapback test : Pemeriksaan dilakukan dengan cara menarik palpebra inferior menjauhi
bola mata dan dilepaskan kembali. Pada keadaan normal, palpebra inferior segera
kembali ke posisi normal. Intepretasi dari pemeriksaan seperti berikut :
o Normal : Palpebra kembali dengan cepat ke posisi semula

14
o Grade 1 : Palpebra kembali sekitar 2-3 detik
o Grade 2 : Palpebra kembali sekitar 4-5 detik
o Grade 3 : Palpebra kembali sekitar >5 detik
o Grade 4 : Palpebra tetap menggantung

Gambar 8. Snapback test11

 Pinch test/distraction test : Pemeriksaan dilakukan dengan cara menarik palpebra inferior
menjauhi bolamata, kemudian diukur jarak antara bola mata dan margo palpebra. 
o Normal : 5mm
o Minimal : 5-7mm
o Ringan : 8-9mm
o Sedang : 10-12mm
o Berat : >12mm

Gambar 9. Pinch test/distraction test11

15
 Lateral distraction test (lateral canthal lacity test) : Pemeriksaan dilakukan dengan cara
menarik palpebra inferior ke arah medial. Dilihat perubahan yang terjadi pada kantus
lateral. Normal kantus lateral berbentuk lancip. Hasil positif atau laxity kantus lateral
adalah bila bentuk kantus lateral membulat.

Gambar 10. Lateral distraction test11

 Blink test : Pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta pasien memejamkan mata
secara kuat. Dikatakan positif bila terjadi entropion.
 Slit lamp : Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan mengukur garis subkonjungtiva
putih 3-4mm terhadap tarsal inferior. Namun bila dibawah angka tersebut, dapat
diperkirakan terjadi disinsersi. Kemudian dapat ditemukan forniks inferior yang lebih
dalam dari normal, margo palpebra inferior lebih tinggi daripada normal, dan kesulitan
menggerakan palpebra inferior saat melihat kebawah.

2.9 Diagnosa banding


Beberapa kondisi harus dibedakan dengan entropion seperti epiblepharon, trikiasis, dan
distikiasis. Epiblefaron merupakan keadaan dimana lipatan horizontal dari kulit dan pretarsal
orbikularis melewati margo palpebra sehingga menyebabkan bulu mata tumbuh secara vertikal
dan seperti mengarah ke arah dalam namun tidak disertai rotasi internal dari margo palpebra ke
arah kornea. Biasanya seiring berjalannya umur, keadaan ini akan hilang, tidak seperti pada
entropion terutama entropion kongenital karena terjadi pada usia anak – anak.1,11

16
Trikiasis merupakan keadaan abnormal pertumbuhan bulu mata, dimana bulu mata
memiliki arah tumbuh ke posterior menuju kornea. Secara kasat mata hal ini mirip seperti
entropion, tetapi yang membedakan adalah, pada trikiasis tidak didapati malposisi dari margo
palpebra, dan murni abnormalitas pada arah tumbuh bulu mata.1,11
Distikiasis merupakan keadaan klinis lainnya yang mirip seperti entropion. Beberapa
bulu mata seperti tumbuh mengarah kornea, tetapi sebenarnya bukan karena abnormalitas arah
pertumbuhan seperti trikiasis ataupun malposisi dari margo palpebra, melainkan terdapat
duplikasi bulu mata daerah tempat keluarnya saluran meibom. Biasanya bulu mata lebih halus,
tipis, dan pendek daripada bulu mata normal.1,11

Ephiblefaron

Entropion

Distrikiasis

Trikiasis

17
Gambar 11. Perbandingan Epiblefaron, Entropion, Distrikiasis dan Trikiasis18
2.10 Tatalaksana
Tatalaksana dari entropion sendiri tergantung pada etiologinya. Namun secara umum
untuk mengurangi kerusakan akibat iritasi dari silia, dapat diberikan lubrikasi okular, air mata
tambahan, serta kontak lensa (hidrogel, hidrogel silikon, yang memiliki diameter lebih besar dari
kornea atau sklera) untuk melindungi kornea. Pada entropion involusional dapat dilakukan laser
dengan karbondioksida dan keberhasilannya cukup baik 4 dari 5 kasus. Pemberian injeksi toksin
botulinum dapat diberikan pada kasus entropion spastik. Hal ini dengan tujuan untuk paralisis
sehingga spasme dapat diatasi. Injeksi toksin botulinum juga dapat diberikan pada kasus
entropion involusional dan kongenital melemahkan otot orbikularis okulis sehingga tidak akan
terjadi overriding. Pada kasus entropion sikatrik perlu diperbaiki penyakit yang mendasari
inflamasi kronik.19,20
Terapi definitif pada entropion adalah tindakan pembedahan. Pembedahan untuk
memutar kelopak mata ke arah luar efektif pada semua jenis entropion. Tindakan sementara yang
dapat bermanfaat pada entropion evolusional adalah dengan menarik kelopak mata bawah dan
menempelkannya dengan ‘tape’ ke pipi dengan menegangkannya ke arah temporal dan inferior.
Tindakan pembedahan entropion transkonjungtiva merupakan prosedur yang aman dan lebih
efisien pada entropion involusi.20,21
Pemilihan prosedur pembedahan itu sendiri bergantung pada etiologi yang mendasari.
Intervensi bedah diindikasikan jika salah satu dari hal ini muncul secara persisten : iritasi okular
berulang, konjungtivitis bakteri, refleks hipersekresi air mata, superficial keratopathy, risiko
ulserasi dan keratitis mikroba. beberapa tindakan pembedahan yang dapat dillakukan :21,22,23
a. Entropion kongenital.
Entropion kongenital dapat diperbaiki dengan pemasangan kembali fasia
kapsulopalpebra. Prosedur ini dilakukan untuk mengencangkan kelopak mata anak-anak
yang horizontal secara tidak serentak. Perbaikan epiblefaron diperlukan jika bukti
keratopati atau jika gejala simptomatik.
b. Entropion Sikatrik
Pada entropion sikatrik dilakukan prosedur weis. Anestesi lokal diberikan pada kelopak
mata dan dilakukan insisi horizontal sepanjang 4mm dari kelopak sampai kulit dan
orbikularis. lalu dibuat atap marginal yang berada 2-4mm dari garis tepi kelopak mata.

18
Kelopak kemudian diangkat dan dalam hitungan detik dibuat insisi hingga konjungtiva
dan tarsus. Tenetomi dan gunting Westcott digunakan untuk memperluas blefarotomi ke
medial dan lateral melewati tarsus. Lalu dijahit tiga double-armed dengan silk 6-0 sampai
tarsus, keatas tarsus yang kemudian keluar melalui kulit dekat bulu mata. Jahitan diikat
pada kapas untuk melindungi pemasangan kawat. Kulit yang telah diinsisi ditutup dengan
jahitan 6-0 biasa. jahitan dan kasa penutup harus diangkat 10-14 hari.
Gambar 12. Prosedur Weis21

Jika entropion masih mengganggu atau prosedur yang dilakukan gagal, maka dapat
dipikirkan untuk menambah lamellar posterior. Cangkokkan dapat berasal dari tulang
rawan telinga, langit-langit keras, dan selaput lendir lalu ditempatkan antara
konjungtiva/refraktor kelopak bawah dan perbatasan inferior tarsal. Lamellar posterior
menyebabkan kelopak mungkin tidak dapat menarik kembali saat melihat kebawah.

Gambar 13. Lamellar Posterior22

c. Entropion involusional
 Perbaikan fasia kapsulopalpebra
19
Metode ini dilakukan berdasarkan jenis dan tingkat masalah. Perbaikan fasia
kapsulopalpebra dapat dilakukan menggunakan teknik inferior refraktorplication.
Setelah anestesi lokal, dibuat goresan subsiliar 2mm di bawah luka dari bawah
pungtum menuju cabang canthal. Penutup kulit yang kecil disayat kebawah diatas
tarsus, dan potongan otot orbikularis pretarsal disayat sampat batas tarsus. Septum
orbita digores dan dibuka, sehingga tepi fasia kapsulopalpebra yang tipis dapat
terlihat. Dengan adanya bantalan inferior orbita, yang kondisinya sama dengan
keadaan kelopak mata bawah terhadap levator, dapat ditutup dengan empat
jahitan sesuai dengan struktur mata. Suatu potongan tarsal yang mengarah ke
samping menunjukkan kelemahan kelopak mata bawah dan potongan tersebut
sesuai dengan banyaknya ketegangan kelopak. Tiga jahitan dengan silk 6.0
digunakan untuk menyambung kembali fasia kapsulopalpebra bawah dengan
perbatasan tarsal. Kelopak mata tidak harus selalu dikoreksi dan banyaknya
jumlah fasia kapsulopalpebra dapat dikonfirmasi dengan melakukan followup
pasien.
 Jahitan quickert
Pasien yang menderita entropion involusional dapat menggunakan teknik
quickert, atau tiga jahitan. Kelemahannya yaitu tingkat kekambuhan dengan
teknik ini sangatlah tinggi. jahitan tiga double-kronik 5-0 ditempatkan horizontal
3mm melebar ke lateral, tengah dan medial kelopak mata bawah. jahitan melewati
forniks sampai batas dibawah perbatasan inferior tarsal lalu keluar sampai kulit.
Masing-masing jahitan ditegangkan untuk koreksi. 

Gambar 14. Jahitan Quickert22

20
d. Entropion akut spastik
Suntikan toksin botulinum selalu efektif untuk paralisi orbikularis. Efek toksin botulinum
bertahan hanya sekitar 3 bulan, tetapi entropion tidak akan terulang walaupun efeknya
menghilang.

2.11 Komplikasi
Beberapa komplikasi dari entropion yang pertama adalah  peradangan pada konjungtiva
dimana akan terlihat lapisan putih yang transparan pada mata dan garis pada kelopaknya.
Entropion dapat menyebabkan konjungtiva menjadi merah dan meradang lalu menimbulkan
infeksi. Selain itu juga dapat terjadi  keratitis dimana terjadi peradangan pada jaringan kornea
akibat pergesekkan dalam jangka lama. Sehingga bila dibiarkan dapat menyebabkan abrasi atau
bahkan jaringan parut dari kornea, dimana nantinya dapat menyebabkan penurunan tajam
penglihatan. Keratitis yang berlanjutan dapat menyebabkan terbentuknya ulkus kornea. Kondisi
ini sangat serius karena dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. Komplikasi lainnya
biasanya berhubungan dengan tindak pembedahan, seperti pendarahan, hematoma ringan,
pembentukkan fistula, ataupun nekrosi palpebra. Namun komplikasi pada entropion cukup
jarang, hanya sekitar 4% kemungkinan terjadinya komplikasi pasca operasi.1,24

Gambar 14. Ulkus Kornea25

2.12 Prognosis 

Prognosis entropion umumnya baik terutama bila dilakukan pembedahan. Keefektian


pengobatan entropion tergantung pada penyebab utama dan tingkat keparahan penyakitnya.
21
Rekurensinya terjadinya entropion setelah dilakukan pembenaran adalah 3.3%, sedangkan 96.7%
lainnya mengalami perbaikan terutama dalam perbaikan kualitas hidup. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa prognosa pasien dengan entropion adalah dubia ad bonam bila mendapatkan
tatalaksana yang tepat.1,24

22
BAB III

SIMPULAN

Entropion adalah suatu keadaan berputarnya tepi kelopak mata (margo palpebra) ke arah

bola mata yang menyebabkan gesekan antara bulu mata dengan permukaan bola mata. Entropion

dapat mengenai kelopak mata bawah maupun atas, unilateral atau bilateral. Berdasarkan etiologi

dan patogenesisnya, entropion dibagi menjadi 4 yaitu entropion involusional, entropion sikatrik,

entropion kongenital, dan entropion spastik.1,11

Gejala yang biasa dirasakan berupa mata merah, nyeri, rasa mengganjal pada bola mata,

dan bila telat ditangani dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan (visus). Tatalaksana

awal dapat diberikan lubrikasi okular, air mata tambahan, serta kontak lensa dan dilanjutkan

untuk tindakan pembedahan berdasarkan penyebabnya. Bila dapat ditangani dengan baik 96,7%

sembuh tanpa rekurensi, sedangkan bila tidak ditangai dengan baik maka akan terus menggesek

dan akhirnya merusak kornea sehingga visus akan semakin menurun atau bahkan hilang

penglihatan.1,11

23
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Agrawal S. Eyelid Reconstruction. Diunduh


dari https://eyewiki.aao.org/Eyelid_Reconstruction. Publikasi 2020. Diakses pada tanggal
02 Oktober 2020.
2. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilumu penyakit mata. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2017. h 100-101
3. American Association of Ophthalmology. 7th Orbit, Eyelid and Lacrimal System. Basic
Clinical and Science Course. 2017
4. Brar, V.S, et al, editor. Orbit and ocular adnexa. Dalam: Fundamentals and principles of
ophtalmology. San Fransisco. American Academy Ophtalmology. 2019. hlm. 5-8, 18-20
5. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Roberts. Anatomy of the eye and orbit. Dalam:
The eye basic science in practice edisi ke-4. Elsevier. 2016. hlm 1-7.
6. Garcin T., Cinotti E., Habougit C., Grivet D., Rubegni P., Perrot JL. (2020) The Normal
Eyelid. In: Kaspi M., Cinotti E., Perrot JL., Garcin T. (eds) Eyelid and Conjunctival
Tumors. Springer, Cham. 
7. Gospe SM, Bhatti MT. Orbital Anatomy. International Ophthalmology
Clinic. 2018;58(2):5–23.
8. Netter FH. Atlas of student anatomy. 5t h ed. Philadelphia: Saunder; 2011.
9. Tyers, AG. Eyelid Reconstruction. Dalam : Spaeth, GL. et al. Surgery : Principles and
Practice. China. Elsevier. 2012. hlm 373-84
10. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Orbit, Eyelid and Lacrimal System. Dalam :
American Academy of Ophthalmology. Section 7. San Fransisco. 2018-9
11. Suharko, Hernawita. Palpebra dan Rongga Orbita. Dalam : Buku Ajar Oftalmologi. Jilid
I. FKUI. 2017
12. Riordan-Eva P, Cunning E: Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology, 18th Edition.
Diunduh dari http://www.accesmedicine.com. Publikasi 2021. Diakses pada tanggal 18
Januari 2021.

24
13. Damasceno RW, Osaki MH, Dantas PE, Belfor R Jr. Involutional entropion and
ectropion of the lower eyelid: prevalence and associated risk factors in the elderly
population. Opthal Plast Reconstr Surg. 2011;27(5):317-20.
14. Bergstrom R, Czyz CN. Entropion. StatPearls. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29262221. Publikasi 2020. Diakses pada tanggal
18 Januari 2021.
15. Nowinski TS. Entropion. In: Tse DT. Color atlas of oculoplastic surgery. 2n d ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p 44-53.
16. Khurana, A.K. 2003. Comprehensive Ophtalmology. New Delhi: New Age International
17. American Academy of Ophtamlology Orbit, Eyelids, and Lachrymal System Basic and
Clinical Science Course, section II, The Foundation of AAO San Fransisco 2008. 207-11.
18. Jeffrey A. Nered KDC, Mark A. Alford. Rapid Diagnosis in
Ophtalmology : Oculoplastic and reconstructive surgery. Jay S D, Marian S. Macsai,
editor. England: Mosby Elsevier; 2008. 267 p.
19. Entropion. Diunduh dari http://www.brainkart.com/article/Entropion_25940/. Publikasi
2018. Diakses pada tanggal 19 Januari 2021.
20. Winterhoff J, Kohler S, Laskawi R. Botulinum toxin for the treatment of spastic
entropion. Case report. HNO. 2013;61 (7):665-7. 
21. Cahill KV, Foster A. Trichiasis. In: Black EH, Nesi FA, Calvano CJ, Gladstone GJ,
Levine MR. Smith and nesis's opthalmic plastic and reconstructive surgery. 3r d ed. New
York: Springer. p 317-321
22. Iyengar SS, Dresner SC. Entropion. In: Black EH, Nesi FA, Calvano CJ, Gladstone GJ,
Levine MR. Smith and nesi's opthalmic plastic and reconstruction surgery. 3r d ed. New
York: Springer; 2012. p 311-315.
23. Chi M, Kim HJ, Vagefi R, Kersten RC. Modified tarsotomy for the treatment of severe
cicatricial entropion. Diunduh dari http:/pmc/articles/PMC4941075/?report=abstract.
Publikasi 2016. Diakses pada tanggal 19 Januari 2021.
24. Erb MH, Uztcategui N, Dresner SC. Efficacy and complication of the transconjunctival
entropion repair for lower eyelid involutional entropion. 2006;113(12):2351-6.
25. Infectious Keratitis. Diunduh dari https://www.eurotimes.org/infectious-keratitis-3/.
Publikasi 2020. Diakses pada tanggal 19 Januari 2021.

25

Anda mungkin juga menyukai