Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU KULIT & KELAMIN REFERAT DAN CASE REPORT

TIM KOORDINASI PENDIDIKAN Makassar, 28 Mei 2021


RS IBNU SINA MAKASSAR

PEDIKULOSIS KAPITIS

Oleh:

Muhammad Syukur

111 2020 2155

Supervisor :

dr. Lisa Yuniati, M. Kes, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KULIT & KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul “PEDIKULOSIS KAPITIS” yang dipersiapkan

dan disusun oleh:

Nama : Muhammad Syukur

NIM : 111 2020 2155

Telah menyelesaikan Tugas Ilmiah Referat dan telah disetujui serta

telah dibacakan dihadapan supervisor pembimbing dalam rangka

kepaniteraan klinik pada bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia.

Menyetujui

Makassar, 28 Mei 2021

Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

dr. Lisa Yuniati, M. Kes, Sp.KK Muhammad Syukur

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka referat ini dapat

diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada

baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat-

sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti ajaran beliau hingga akhir

zaman.

Referat yang berjudul “Pediculosis Kapitis” ini di susun sebagai

persyaratan untuk memenuhi kelengkapan bagian. Penulis mengucapkan rasa

terimakasih sebesar-besarnya atas semua bantuan yang telah diberikan, baik

secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan laporan kasus

ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih tersebut penulis sampaikan

kepada dr. Lisa Yuniati, M. Kes, Sp.KK

sebagai pembimbing yang sangat baik, sabar dan mau meluangkan

waktunya dalam penulisan laporan kasus ini.Terakhir saya sebagai penulis

berharap, semoga laporan kasus ini dapat memberikan hal yang bermanfaat

dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.

Makassar, 28 Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………….ii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

BAB II LAPORAN KHASUS ....................................................................... 2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 6

BAB IV KESIMPULAN ................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Pedikulosis ialah infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan

oleh Pediculus (ter- golong famili Pediculidae). Selain menyerang manusia,

penyakit ini juga menyerang binatang, oleh karena itu dibedakan Pediculus

humanus dengan Pediculus animalis. Pediculus ini merupakan parasit

obligat, harus menghisap darah manusia untuk dapat mempertahankan

hidup.1

Ada beberapa klasifikasi pedikulosis, yaitu Pediculus humanus var.

Capitis yang menyebabkan pedikulosis kapitis, Pediculus humanus var.

Corporis yang menyebabkan pedikulus korporis dan Phthirus pubis yang

menyebabkan pedikulus pubis yang dulu disebut pedikulosis pubis.1

Diperkirakan sekitar 15% anak Indonesia mengalami masalah kutu

rambut, serangga kecil tanpa sayap yang mengisap darah manusia lewat

kulit kepala. Meskipun kutu rambut tidak menimbulkan masalah kesehatan

serius, keberadaannya bisa sangat mengganggu dan menjengkelkan

karena menimbulkan gatal terus-menerus di kepala. Faktor-faktor resiko

untuk infestasi yang disebarkan kutu yaitu berbagi sisir, topi, dan sikat yang

terinfestasi, sebagaimana juga setiap kontak antar kepala (kutu kepala),

Pakaian atau tempat tidur yang terinfestasi (kutu badan, kutu kepala jika

terjadi kontak dengan kepala). Kontak fisik yang dekat, terutama seksual

(kutu pubis, kutu kepala jika terjadi kontak dengan kepala).2

1
BAB III

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. X

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 80 Tahun

Alamat :-

Pekerjaan :-

Status Pernikahan : -

Agama :-

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama : lemas, kurang nafsu makan, dan terkadang demam

Gambar 1. Pasien datang ke ruang IGD

2
Seorang wanita, 80 tahun, berat badan 45 kilogram, datang ke Instalasi

Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo dengan keluhan lemas,

kurang nafsu makan, dan terkadang demam. Keluhan dirasakan sejak 1

minggu yang lalu. Pasien mengeluh tentang gatal pada kulit kepalanya

muncul sejak 3 bulan yang lalu. Terdapat banyak kutu di kulit kepalanya.

Sensasi gatal terasa sepanjang hari. Pasien hanya mandi satu kali sehari,

dan menghabiskan waktunya di tempat tidur karena pasien mengalami

hemiparese sejak 6 bulan yang lalu. Ada riwayat penyakit yang sama dalam

keluarga, cucunya juga memiliki keluhan yang sama (kutu pada kulit

kepala). Tidak ada riwayat perdarahan atau perdarahan pencernaan, nafsu

makan berkurang.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan umum, pasien Tampak Komposmentis. Tekanan darah

100/60 mmhg, detak jantung 82 kali/menit, pernafasan 20x/menit, suhu

6,70C. Ikterik atau sianosis (-), anemia (+). Terdapat pembesaran limfonoda

retroaurikuler. Pemeriksaan dermatologis pada regio capital-nya terdapat

macula eritematosa, tidak berbatas tegas dengan banyak papula. Banyak

kutu di kulit kepala, dengan erosi, tidak ada kutu di regio alis, bulu mata,

dan pubis.

3
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Hemoglobin (7,1 g/dl)

• Leukosit (15,450/ mm3)

• Tes cepat HIV (non reaktif)

• Tes hapusan darah didapatkan anemia hipokronik mikrositik

• Pemeriksaan Scapping 100X (tungau scabei)

Gambar 2. Hasil pemeriksaan scrapping tungau scabiei perbesaran 100x

2.5 PENATALAKSANAAN

Pasien diterapi dengan antibiotik sistemik ineksi seftriakson 2x1 gram,

metronidazol 3x500 mg, transfusi packed red cell (PRC) 2 kolf/hari sampai

Hb lebih dari 10 g/dl, permetrin 1% (peditox).

4
2.6 FOLLOW UP

Gambar 3. Setelah 2 hari perawatan, kutu di kulit kepala berkurang dan erosi masih ada

Gambar 4. Setelah 7 hari pengobatan, tidak kutu rambut dan erosi kena perbaikan.

5
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI KULIT

Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia. Berbeda dengan

organ lain, kulit yang terletak pada sisi terluar manusia ini memudahkan

pengamatan, baik dalam kondisi normal maupun sakit. kulit yang tidak

berambut disebut glabrosa, ditemukan pada telapak tangan dan telapak

kaki. Kulit yang berambut selain memiliki folikel juga memiliki kelenjar

sebasea.

Kulit terbagi menjadi 3 lapisan ; epidermis, dermis dan subkutan

1. Epidermis : Lapisan epidermis adalah lapisan kulit dinamis, senantia

bergenerasi, berespon terhadap rangsangan diluar maupun dalam tubuh

manusia3. Epidermis terdiri atas 5 lapisan :

a. Stratum basalis : Lapisan basal (stratum basale) terdiri atas selapis

sel kuboid atau kolumnar basofilik yang terletak di atas membran basal

pada perbatasan epidermis-dermis. Hemidesmosom, yang terdapat di

plasmalema basal membantu mengikat sel-sel ini pada lamina basal dan

desmosom mengikat sel-sel di lapisan ini bersama-sama di permukaan atas

dan lateralnya.

b. Stratum spinosum : Lapisan spinosa (stratum spinosum), yang

normalnya lapisan epidermis paling tebal terdiri atas sel-sel kuboid atau

agak SePeng dengan inti ditengah dengan nukleolus dan sitoplasma yang

6
aktif menyintesis filamen keratin. Tepat di atas lapisan basal, sejumlah sel

masih membelah dan zona kombinasi ini terkadang disebut stratum

germinativum.

c. Stratum granulosum : Lapisan granular (stratum granulosum) terdiri

atas 3-5 lapis sel poligonal gePeng yang mengalami diferensiasi terminal.

Sitoplasmanya berisikan massa basofilik intens yang disebut granul

keratohialin. Struktur tersebut tidak berikatan dengan membran dan terdiri

atas massa filaggrin dan protein lain yang berhubungan dengan keratin

tonofibril yang menghubungkannya dengan struktur sitoplasma besar pada

proses keratinisasi yang penting.

d. Stratum lusidum : Stratum lusidum hanya dijumpai pada kulit tebal,

dan terdiri atas lapisan tipis translusen sel eosinofilik yang sangat pipih.

Organel dan inti telah menghilang dan sitoplasma hampir sepenuhnya

terdiri atas filamen keratin padat yang berhimpitan dalam matriks padat-

elektron. Desmosom masih tampak di antara sel-sel yang bersebelahan.

e. Stratum korneum : Stratum korneum terdiri atas 15-20 lapis sel

gepeng berkeratin tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin

filamentosa bire{ringen. Filamen keratin sekurang-kurangnya mengandung

enam macam polipeptida dengan massa molekul antara 40 kDa sampai 70

kDa. Komposisi tonofilamen berubah sewaktu sel epidermis berdiferensiasi

dan ketika massa tonofibril bertambah dengan protein lain dari granula

keratohialin.Setelah mengalami keratinisasi, sel-sel hanya terdiri atas

7
protein amorf dan fibrilar dan membran plasma yang menebal dan disebut

sisik atau sel bertanduk.4

2. Dermis : Dermis merupakan jaringan dibawah epidermis yang juga

memberi ketahanan pada kulit, termoregulasi, perlindungan imunologik,

dan ekskresi. Fungsi-fungsi tersebut mampu dilaksanakan dengan baik

karena berbagai elemen yang berada pada dermis, yakni struktur fibrosa

dan filamentosa, ground substance dan seluler yang terdiri atas endotel,

fibroblast , sel radang, kelenjar, folikel rambut dan saraf. Kelenjar ekrin

berada pada epidermis dan dermis. Bagian epidermis disebut

akrosiringium. Bagian sekretorik kelenjar ekrin terletak di dermis dalam,

dekat perbatasan dengan subkutis.3

3. Subkutis : Subkutis yang terdiri atas jaringan lemak, mampu

mempertahakan suhu tubuh, dan merupakan cadangan energi, juga

menyediakan bantalan yang meredam trauma melalui permukaan kulit.

Deposisi lemak menyebabkan terbentuknya lekuk tubuh yang memberikan

efek kosmetis. Sel-sel lemak terbagi-bagi dalam lobus, satu sama lain

dipisahkan oleh septa.3

8
Gambar 5. Anatomi Kulit

Gambar 6. Histologi Kulit

Kulit, yang merupakan organ terbesar tubuh, berfungsi tidak hanya

sebagai sawar mekanis antara lingkungan eksternal dan jaringan di

bawahnya tetapi juga secara dinamis terlibat dalam mekanisme pertahanan

dan fungsi penting lain. Kulit berkontribusi tak-langsung dalam homeostasis

9
dengan berfungsi sebagai sawar protektif antara lingkungan eksternal dan

sel tubuh. Kulit membantu mencegah masuknya benda asing merugikan

misalnya patogen dan bahan kimia toksik ke dalam tubuh dan membantu

mencegah hilangnya cairan internal dari tubuh. Kulit juga berperan

langsung dalam homeostasis dengan membantu mempertahankan suhu

tubuh melalui kelenjar keringat dan penyesuaian aliran darah kulit. Jumlah

panas yang dibawa permukaan tubuh untuk dikeluarkan ke lingkungan

eksternal ditentukan oleh volume darah hangat yang mengalir ke kulit. 5

3.2. Defenisi

Kutu adalah serangga parasit obligat yang tidak memiliki tahap hidup

bebas dalam siklus hidupnya. Tiga varietas yang bersifat parasit bagi

manusia adalah Pediculus humanus capitis (kutu kepala), Pthirus pubis

(kutu kepiting), dan Pediculus humanus (kutu tubuh). Kutu rambut adalah

kutu yang paling umum.6

3.3. Epidemiologi

Infestasi kutu mempengaruhi ratusan juta orang di seluruh dunia setiap

tahun. Telah dilaporkan di semua negara dan semua lapisan masyarakat,

diperkirakan bahwa pediculus capitis (kutu rambut) mempengaruhi 6 hingga

12 juta orang di Amerika Serikat setiap tahun. Wabah kutu rambut lebih

sering menyerang anak-anak berusia 3 hingga 12 tahun, dengan anak

perempuan lebih sering terkena daripada anak laki-laki. Di negara-negara

industri, epidemi kecil biasanya berkembang pada anak-anak sekolah yang

10
ikatan sosialnya yang erat memungkinkan penyebaran infestasi yang cepat.

Hal serupa juga terjadi pada beberapa anggota rumah tangga yang sama

terkena dampak. Infestasi lebih sering terjadi di bulan-bulan hangat, serta

di daerah dengan kelembaban lebih tinggi. Kutu rambut melewati semua

hambatan sosial ekonomi.6

3.4 Etiologi

Kutu badan dan kepala memiliki panjang 1 mm hingga 3 mm, sedangkan

kutu kemaluan jauh lebih pendek. Kutu kepala adalah parasit obligat yang

menghabiskan seluruh hidupnya pada inang manusia. Kutu rambut hanya

memakan darah. Kutu tidak dapat melompat atau terbang, dan

penularannya memerlukan kontak dekat. Penularan diperkirakan terjadi

melalui kontak kepala-ke-kepala, berbagi tutup kepala, atau kontak

langsung lainnya dengan fomites (benda mati yang menampung organisme

seperti kursi film).6

3.5 Siklus Hidup

Kutu adalah parasit manusia obligat yang tidak dapat bertahan hidup di

luar inangnya selama lebih dari 10 hari (dewasa) hingga 3 minggu (telur

subur). Tingkat kelangsungan hidup yang sebenarnya mungkin lebih

pendek dari ini. Kutu disebut ektoparasit karena mereka hidup, bukan di

dalam tubuh. Mereka tergolong serangga karena memiliki enam kaki. Tiga

jenis kutu menyerang manusia: Pediculus humanus var. kapitis (kutu

11
kepala), Pediculus humanus var. corporis (kutu tubuh), dan Phthirus

pubis (kemaluan atau kutu kepiting). Ketiganya memiliki ciri anatomi yang

serupa. Masing-masing adalah serangga kecil (kurang dari 2 mm), pipih,

tidak bersayap dengan tiga pasang kaki yang terletak di bagian anterior

tubuh tepat di belakang kepala. Kakinya putus dengan cakar tajam yang

disesuaikan untuk makan dan memungkinkan kutu untuk menggenggam

dan memegang erat rambut atau pakaian. Kutu tubuh adalah yang terbesar

dan bentuknya mirip dengan kutu kepala. Kutu kepiting adalah yang

terkecil, dengan tubuh pendek, lonjong dan cakar yang menonjol

menyerupai kepiting laut.7

Kutu makan kira-kira lima kali setiap hari dengan menusuk kulit dengan

cakarnya, menyuntikkan air liur yang mengiritasi, dan menghisap

darah. Mereka tidak membengkak seperti kutu, tetapi setelah makan

mereka menjadi berwarna karat karena menelan darah; warnanya

merupakan karakteristik pengenal. Kotoran kutu bisa terlihat di kulit sebagai

bintik-bintik kecil berwarna karat. Air liur dan, mungkin, kotoran dapat

menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan peradangan. Kutu aktif dan

dapat bergerak dengan cepat, yang menjelaskan mengapa kutu dapat

menular dengan mudah. Siklus hidup dari telur ke telur kurang lebih 1

bulan.7

Betina bertelur kira-kira enam telur, atau telur kutu, setiap hari hingga 1

bulan, dan kemudian mati. Kutu itu mengerami, menetas dalam 8 sampai

12
10 hari, dan mencapai kematangan kira-kira dalam 18 hari. Telur kutu

panjangnya 0,8 mm dan disemen dengan kuat ke dasar batang rambut

yang dekat dengan kulit untuk mendapatkan panas yang cukup untuk

inkubasi. Telur kutu sangat sulit dihilangkan dari batang rambut.7

3.6 Gejala Klinis

Setelah berhasil mendarat di kulit kepala, kutu kepala memakan darah

(hematophagia) biasanya 4 hingga 5 kali sehari. Saat makan darah, kutu

menyuntikkan air liurnya melalui kulit kepala untuk mencegah

penggumpalan darah, sehingga menjaga fluiditas agar mudah

diisap. Infestasi kutu kronis dan berat jarang menyebabkan anemia,

terutama pada wanita pedesaan yang sudah menderita anemia defisiensi

besi. Pada pemeriksaan, terlihat telur kutu yang menempel kuat pada

batang rambut dalam jarak 6 mm dari kulit kepala.8

Gambar 7. Kutu pada rambut

13
Telur kutu sering ditemukan di lubang oksipital (lubang kutu) dan area

retro-aurikuler kepala dan lebih mudah diamati daripada merangkak kutu

dewasa. Kulit menjadi peka terhadap antigen kutu, yang muncul selama

makan darah atau kotoran kutu yang gejala utamanya adalah pruritus

parah. Namun, infestasi kutu asimtomatik sering terjadi. Menggaruk

berulang kali oleh individu yang terkena menyebabkan hilangnya integritas

kulit dengan infeksi bakteri sekunder dan impetignisasi. Pioderma parah

pada kulit kepala jarang dapat menyebabkan bercak alopesia sikatrikial

yang tidak teratur. Beberapa pasien dapat datang dengan demam, malaise,

iritabilitas, serta limfadenopati servikal dan oksipital. Berbeda dengan kutu

kemaluan, kutu kepala tidak mempengaruhi bulu siliaris (Pediculosis

palpebrum). Pasien dengan plica polonica (plica neuropathica) dapat

memiliki telur kutu yang tak terhitung banyaknya dan kutu hidup.8

Gambar 8. Plica Pelonica pada wanita dengan skizofrenia

Dalam kasus pedikulosis kapitis dengan infestasi berat, plica

polonica biasanya terjadi karena massa rambut yang terjerat dengan

14
eksudat. Infestasi hiper dengan kutu kepala dapat menyebabkan anemia

defisiensi besi pada anak sekolah.8

3.7 Diagnosis

Diagnosis pedikulosis kapitis memerlukan pengamatan yang tajam

oleh dokter untuk telur yang layak (nits), nimfa dan kutu hidup. Seseorang

harus meluangkan waktu yang cukup untuk pencarian menyeluruh untuk

berbagai tahap parasit. Pemeriksaan yang dilakukan dengan tergesa-gesa

dapat menyebabkan kesalahan diagnosis dan dapat menjadi

kontraproduktif. Gips dan serpihan keratin (rambut) peripilar dapat

bergerak bebas di sepanjang batang rambut. Berbeda dengan telur kutu

yang hanya menempati sebagian dari lingkar batang rambut, gips rambut

dan piedra putih bersifat melingkar. Kutu memiliki kepala yang lebih besar,

mulut yang lebih besar, dan kaki belakang yang lebih panjang. Telur kutu

lebih mudah ditemukan di daerah retroaurikuler dan daerah oksipital

(lubang kutu). Penggunaan lensa pembesar dapat membantu dalam

visualisasi ektoparasit baik telur kutu, nimfa atau kutu hidup

dewasa. Dalam kasus yang mencurigakan, dermoskopi dapat membantu

kita membedakan antara pedikulosis kapitis dan dermatitis

seboroik. Setiap kasus kondisi eczematous, yang mempengaruhi kulit

kepala pada anak-anak, pediculosis capitis harus disingkirkan. Pada pasien

gangguan mental, pedikulosis kapitis perlu dibedakan dari delusi

15
parasitosis (penyakit Ekbom) karena protokol penatalaksanaannya berbeda

sama sekali. Pasien dengan gangguan delusi biasanya membawa serta

partikel seperti debu di kotak korek api atau kantong plastik yang salah

mengira mereka serangga ('Tanda kotak korek api').8

3.7 PENATALAKSANAAN

1. Lini Pertama

a. Krim Permethrin 1% dioleskan ke area yang terkena dan dicuci

setelah 10 menit.

b. Piretrin dengan piperonil butoksida dioleskan ke bagian yang

terkena area dan dicuci setelah 10 meni.9

2. Lini Kedua

a. Losion fenotrin 0,2% pada rambut kering, bilas setelah 2 jam

b. Losion malathion 0,5% pada rambut kering, cuci 12 jam

setelahnya aplikasi. Anjurkan pasien untuk menghindari paparan

panas (termasuk pengering rambut listrik) sebagai produk

malathion berpotensi mudah terbakar.

c. Ivermektin dilaporkan efisien tetapi dengan dosis yang berbeda

bekas. Pada rangkaian kasus pedikulus pubis, dosis yang

digunakan adalah 250 μg / kg secara oral, diulangi setelah 1

minggu. Sebuah uji klinis acak menunjukkan hal itu pada kutu

rambut yang sulit diobati dosis efektif Ivermectin adalah 400 µg /

16
kg secara oral, diulangi setelah 1 minggu. 24 Ivermektin

sebaiknya tidak digunakan pada anak dengan berat <15 kg.9

3.8 Komplikasi

Pedikulosis kapitis selain menimbulkan kelainan pada rambut dan

kulit kepala juga dapat menyebabkan gangguan Kesehatan yang lain

berupa anemia defisiensi besi. Infeksi berat pada kulit kepala yang

disebabkan pedikulosis kapitis dapat menimbulkan reaksi peradangan local

berupa pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) regional

terutama pada bagian oksiput dan retroaurikular.10

Infestasi pedikulosis kapitis yang berat menimbulkan komplikasi

berupa anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi yang merupakan

komplikasi dari pedikulosis kapitis menyebabkan pasien merasa lesu,

mengantuk dan mempengaruhi kinerja belajar dan fungsi kognitif.10

3.9 Prognosis

Baik bila hygiene diperhatikan.1

17
BAB IV

KESIMPULAN

Pedikulosis ialah Infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan

oleh Pediculosis (dari family Pediculidae) dan yang menyerang manusia

adalah Pediculus humanus yang bersifat parasit obligat (di dasar rambut)

yang artinya harus menghisap darah manusia untuk mempertahankan

hidup. Pedikulosis juga sangat mudah untuk menular dan dapat menularkan

tifus endemik dan gatal kambuhan.

Kegagalan pengobatan seringkali merupakan akibat dari

ketidakpatuhan. Pasien harus dididik tentang metode yang tepat untuk

mengaplikasikan obat, termasuk jumlah yang akan digunakan dan lamanya

pengobatan. Mereka juga harus diberi tahu tentang pentingnya pengobatan

ulang dalam 7-10 hari. Selain itu, pasien dan pengasuh harus diberi tahu

bahwa tempat tidur, pakaian, dan handuk mereka yang penuh harus dicuci

dengan air panas dan dikeringkan dengan pengaturan panas tinggi. Orang

tua dan anak-anak harus diinstruksikan untuk tidak menggunakan tutup

kepala seperti topi dan pita rambut. Langkah-langkah untuk membantu

mencegah kutu kembali kutu setelah pemberantasan meliputi kebersihan

tubuh yang benar, minimal mengganti pakaian setiap minggu, dan

pencucian pakaian yang benar. Pasangan seksual pasien dengan kutu

kemaluan harus dirawat juga.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. P. Handoko, Ronny. 2018. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 7 th ed.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Halaman 134.

2. Fitzpatrik’s. Dermatology in General Medicine Volume Three.

Seventh Edition. Mc GrawHill. USA;2008

3. Oktaviani DJ, Widiyastuti S, Maharani DA, Amalia AN, Ishak AM,

Zuhrotun A. (2018) Review: Bahan Alami Penyembuh Luka.

Farmasetika.com2019;4(3):44.

4. Linuwih S, Bramono K, Indriatmi W. 2018 Ilmu Penyakit kulit dan

kelamin 7th ed. Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia;.

Vol. 53, Journal of Chemical Information and Modeling. 3–6 p.

5. Junqueira LCU, Mescher AL. 2012 Junqueira’s Basic histology book

& atlas 12th. McGraw-Hill Medical. 310–312.

6. Bradley N. Bragg. Leslie V. Simon. 2020. Pediculosis. National

Institutes of Health : Mayo Clinic Florida; Halaman 1.

7. Dinulos, James GH, MD. 2021. Clinical Dermatology 7th Edition.

Elsevier Inc. Halaman 15 – 16.

8. Bhushan Madke, Uday Khopkar. 2016. Pediculosis Capitis: An

Update. Department of Dermatology, Seth GS Medical College and

KEM Hospital, India. Halaman 430 – 432.

9. C.M. Salavastru, Et All. 2017. European Guideline For the

Management of Pediculosis Pubis. Department of Paediatric

Dermatology. California. Halaman 2 – 3.

19
10. Destika Sari, Jhons Fatriyadi S. 2016. Dampak Infestasasi

Pedikulosis Kapitis Terhadap Anak Usia Sekolah. Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung. Halaman 70 – 71.

20

Anda mungkin juga menyukai