Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN LAPSUS DAN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar, Juni 2021


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

SKABIES

Disusun Oleh:
Muhamad Ilhamsyah Dandung
111 2020 2145

Pembimbing :

Dr. dr. Fanny Iskandar, Sp. KK(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muhamad Ilhamsyah Dandung

NIM : 111 2020 2145

Universitas : Universitas Muslim Indonesia

Judul Refarat : Scabies

Telah menyelesaikan Refarat yang berjudul “Skabies” serta telah disetujui

dan telah dibacakan di hadapan supervisor pembimbing dalam rangka

kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Menyetujui, Makassar, 7 Juni 2021

Dokter Pembimbing Klinik, Penulis,

Dr. dr. Fanny Iskandar, Sp. KK(K) Muh. Ilhamsyah Dandung

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muhamad Ilhamsyah Dandung

NIM : 111 2020 2145

Universitas : Universitas Muslim Indonesia

Judul Laporan Kasus : Norwegian Scabies in Two Immune-

Compromised Patients: A Case Report

Telah menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Norwegian Scabies

in Two Immune-Compromised Patients: A Case Report ” serta telah

disetujui dan telah dibacakan di hadapan supervisor pembimbing dalam

rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Menyetujui, Makassar, 7 Juni 2021

Dokter Pembimbing Klinik, Penulis,

Dr. dr. Fanny Iskandar, Sp. KK(K) Muh. Ilhamsyah Dandung

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.,

karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka referat ini

dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah

pada baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat-

sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti ajaran beliau hingga akhir

zaman.

Laporan Kasus dan Refarat yang berjudul “Scabies” ini di susun

sebagai persyaratan untuk memenuhi kelengkapan bagian. Penulis

mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya atas semua bantuan

yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama

penyusunan laporan kasus dan refarat ini hingga selesai. Secara khusus

rasa terimakasih tersebut penulis sampaikan kepada Dr. dr. Fanny

Iskandar, Sp. KK(K) sebagai pembimbing yang sangat baik, sabar dan mau

meluangkan waktunya dalam penulisan karya tulis ini.

Terakhir saya sebagai penulis berharap, semoga laporan kasus dan

refarat ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah

wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.

Makassar, Juni 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iv
BAB I ............................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
BAB II .............................................................................................................................. 3
LAPORAN KASUS ........................................................................................................ 3
2.1 Identitas Pasien.................................................................................................. 3
2.2 Anamnesis........................................................................................................... 3
2.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................................. 3
2.4 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................. 5
2.5 Diagnosis ............................................................................................................. 6
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................................ 6
BAB III ............................................................................................................................. 7
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 7
3.1 Definisi ................................................................................................................. 7
3. 2 Epidemiologi ...................................................................................................... 7
3. 3 Etiologi dan Patogenesis ................................................................................ 8
3. 4 Penegakan Diagnosis .................................................................................... 11
3.4.1 Gambaran Klinis ....................................................................................... 11
3.4.2 Variasi Scabies.......................................................................................... 16
3.4.3 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 16
3. 5 Diagnosis Banding ......................................................................................... 19
3. 6 Tatalaksana ...................................................................................................... 19
3. 7 Prognosis ......................................................................................................... 23
BAB IV ........................................................................................................................... 25
SIMPULAN.................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 26

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Scabies merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh penetrasi

kutu parasit obligat pada manusia, Sarcoptes scabies var. hominis ke dalam

lapisan epidermis. Kutu scabies ini adalah hewan Arthropoda yang awalnya

diidentifikasi pada tahun 1600-an, namun tidak dikenal sebagai penyebab

erupsi kulit hingga tahun 1700-an. Perkiraan sekitar 300 juta jiwa diseluruh

dunia terinfeksi kutu scabies. Scabies menyerang seluruh lapisan

masyarakat, dimana wanita dan anak-anak lebih banyak terinfeksi.

Penyakit ini umumnya cenderung banyak ditemukan pada area urban,

khususnya pada area padat penduduk. Terdapat bukti adanya variasi

musim, dimana banyak kasus dilaporkan pada saat-saat musim dingin

daripada saat musim panas. Insiden scabies telah meningkat dalam 2

dekade terakhir ini, terutama di rumah-rumah perawatan, penjara, dan

bangsal-bangsal rumah sakit. Transmisi parasit ini biasanya terjadi melalui

kontak personal, meskipun kutu scabies ini dapat hidup di kulit manusia

selama lebih dari 3 hari.1 Riwayat kontak di sekolah, atau dengan teman

dekat merupakan hal yang penting, terutama ketika tidak ada konfirmasi

laboratorium. Dalam hal anamnesis, paparan terjadi sedikitnya dalam 1

bulan sebelum munculnya gejala. Gejala awal ini terdiri dari adanya lesi

yang bermacam-macam, kadang muncul pada pergelangan tangan dan

lengan, namun lesi ini kadang diabaikan. Pruritus yang bersifat progresif,

yang dapat mengganggu tidur dan aktivitas normal, merupakan gejala yang

1
sering dikeluhkan pasien dalam mencari pengobatan. Munculnya lesi

primer kadang-kadang dapat diperoleh hanya dari anamnesis langsung

kepada pasien. Scabies sendiri seharusnya dianggap berbeda dari

penyakit-penyakit gatal yang umum. Bentuk khusus yang disebut “crusted”

atau scabies “Norwegia” dapat muncul dengan keluhan gatal yang minimal

atau bahkan tidak ada.2

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Umur : 49 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status :-

Pekerjaan :-

Alamat :-

2.2 Anamnesis : Autoanamnesis

Keluhan Utama : gatal – gatal dengan hiperkeratosis berat

Anamnesis Terpimpin :

Pasien mengeluhkan terdapat ruam, hiperkeratosis, dan gatal-gatal

di paha, pantat dan kaki.

Riwayat-riwayat : Memiliki penyakit diabetes melitus.

2.3 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

3
Status Gizi : -

2. Tanda-tanda vital

Tekanan Darah :-

Suhu :-

Pernapasan :-

Nadi :-

3. Kepala : Ikterik (-), Anemis (-)

4. Leher : Tidak ada pembesaran KGB, Dalam Batas

Normal

5. Toraks : Gerak dada simetris, Bunyi nafas vesicular

(+/+), ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

6. Abdomen : + peristaltik, hati tidak teraba, limpa tidak

teraba

7. Genitalia : Tidak dilampirkan

8. Status Dermatologis :

Gambar. 1 Lesi scabies pada pasien diabetes melitus

4
Lokasi : Regio femoral sinistra dan gluteal

Distribusi : Regional

Bentuk : Bulat

Ukuran : Miliar

Efloresensi : Tampak papul dan pustul eritematous disertai

ekskoriasi dan krusta

2.4 Pemeriksaan Penunjang

• Pemeriksaan Kerokan kulit

Kerokan kulit dilakukan dari lesi kulit dengan penggunaan larutan

KOH 20%. Pada pemeriksaan mikroskopis S. scabiei baik dalam

stadium nimfa dan telur.

Gambar 2. Telur Sarcoptes scabiei pada lesi kulit

5
Gambar 3.

Sarcoptes scabiei betina yang terisolasi pada pemeriksaankerokan kulit

2.5 Diagnosis

Scabies Norwegia

2.6 Penatalaksanaan

Salep topikal Permethrin 5% selama 2 minggu .

6
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang

disebabkan oleh kutu Sarcoptes scabiei var hominis.3 Infeksi ini terjadi

akibat kontak langsung dari kulit ke kulit maupun kontak tidak langsung

(melalui benda misalnya pakaian handuk, sprei, bantal dan lain - lain).5

3. 2 Epidemiologi

Scabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial di

seluruh dunia, tetapi gambaran yang akurat mengenai prevalensinya sulit

didapatkan. Studi yang dilakukan oleh Downs et al. dengan data-data yang

dikumpulkan di Inggris antar tahun 1967 dan 1996 menunjukkan insiden

yang tinggi pada akhir tahun 1960-an dan 1970-an, kemudian menurun

pada tahun 1980-an, dan kembali meningkat pada tahun 1990-an, dimana

prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada area urban, di sebelah utara

Inggris, lebih banyak pada wanita dan anak-anak, dan frekuensi yang lebih

banyak pada musim dingin dibandingkan dengan pada musim panas.

Beberapa penelitian lain juga menemukan adanya variasi musim ini.6 Ada

dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor

yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: kebersihan yang

buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi.

Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan

Seksual).7

7
Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda,

tetapi dapat menyerang semua umur, dan di Inggris dalam beberapa tahun

terakhir ini lebih sering ditemukan pada lansia di tempat-tempat perawatan.

Insiden seks secara keseluruhan mungkin sama sedangkan pada ras

terdapat beberapa kelompok ras yang rentan, yang mungkin lebih

berhubungan dengan kebiasaan dan faktor sosial daripada faktor

kerentanan yang melekat. Populasi yang padat, yang umum terjadi di

negara-negara terbelakang dan hampir selalu terkait dengan kemiskinan

dan faktor kebersihan yang buruk, juga ikut mendorong penyebaran

scabies.6

3. 3 Etiologi dan Patogenesis

Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis.

Kutu scabies memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak

dapat dilihat dengan menggunakan mata telanjang.1 Secara morfologik

merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan

bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak

bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 –

350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x

150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang

didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina

berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga

berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat perekat.7

8
Gambar 4. Gambaran morfologi Sarcoptes scabiei

Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum

dengan kecepatan 2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya

setiap harinya. Telur-telur ini akan menetas setelah 3 hari dan menjadi

larva, yang akan membentuk kantung dangkal di stratum corneum dimana

larva-larva ini akan bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2

minggu. Kutu ini kawin di dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati

tetapi kutu betina yang telah dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan

siklus hidupnya. Setelah invasi pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6

minggu untuk timbul reaksi hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini.2

Gambar 5 : siklus hidup Sarcoptes scabiei

9
Siklus hidup ini menjelaskan mengapa pasien mengalami gejala

selama bulan pertama setelah kontak dengan individu yang terinfeksi.

Setelah sejumlah kutu (biasanya kurang dari 20) telah dewasa dan telah

menyebar dengan cara bermigrasi atau karena garukan pasien, hal ini akan

berkembang dari rasa gatal awal yang terlokalisir menjadi pruritus

generalisata.9

Selama siklus hidup kutu ini, terowongan yang terbentuk meluas dari

beberapa milimeter menjadi beberapa centimeter. Terowongan ini tidak

meluas ke lapisan bawah epidermis, kecuali pada kasus hiperkeratosis

scabies Norwegia, kondisi dimana terdapat kulit yang bersisik, menebal,

terjadi imunosupresan, atau pada orang-orang tua dengan jumlah ribuan

kutu yang menginfeksi. Telur-telur kutu ini akan dikeluarkan dengan

kecepatan 2-3 telur perharinya dan massa feses (skibala) terdeposit pada

terowongan. Skibala ini dapat menjadi iritan dan menimbulkan rasa gatal.9

Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat

terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel

pilosebaseus. Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau

di tubuhnya, kecuali pada Norwegian scabies dimana individu bisa terdapat

lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan immunodefisiensi, dan pasien

dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk

menderita Norwegian scabies.1,6

Reaksi hipersensitivitas akibat adanya benda asing mungkin menjadi

penyebab lesi. peningkatan titer IgE dapat terjadi pada beberapa pasien

10
scabies, bersama dengan eosinofilia, dan reaksi hipersensitivitas tipe

langsung akibat reaksi dari kutu betina ini. Kadar IgE menurun dalam satu

tahun setelah terinfeksi. Eosinofil kembali normal segera setelah

dilakukannya perawatan. Fakta bahwa gejala yang timbul jauh lebih cepat

ketika terjadi reinfeksi mendukung pendapat bahwa gejala dan lesi scabies

adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas.9 (Fotokan jurnal nya)

Jalur utama dari transmisi penularan yaitu kontak langsung antara

kulit-ke-kulit. Namun transmisi dengan cara pakaian bersama atau metode

tidak langsung lainnya sangat langka tetapi mungkin terjadi pada

Norwegian scabies (misalnya, dalam host immunocompromised).

Transmisi antara anggota keluarga. Transmisi seksual juga terjadi.5

3. 4 Penegakan Diagnosis

3.4.1 Gambaran Klinis

Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes

scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan

gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal

ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu :7,10

a. Pruritus nocturna

Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan

kulit seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang

berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam

beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari.3,6 Hal ini

disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang

11
lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali

mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.10

b. Menyerang manusia secara berkelompok

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam

sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu

pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies

dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok

mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun

terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis

akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain.10

c. Adanya terowongan

Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung

kepada kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam

stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit

yang memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis. 10

Gambar 6. terowongan pada penderita scabies

12
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan

nodul yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, pergelangan

tangan bagian depan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum,

penis, labia dan pada areola wanita.3 Bila ada infeksi sekunder ruam

kulitnya menjadi polimorfik (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).10

Gambar 7. Gambaran klasik Scabies

Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi

hipersensitivitas pada antigen tungau. Lesi yang patognomonis

adalah terowongan yang tipis dan kecil seperti benang, berstruktur

linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-abu, pada

ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil

dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan ini

terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan

daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal

infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.1

13
Gambar 8. distribusi makro lesi primer scabies pada orang dewasa

Gambar 9. distribusi makro lesi primer scabies pada anak

14
d. Menemukan Sarcoptes scabiei

Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh

kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva,

nimfa maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik.

Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena

hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi

yang sangat variatif dan tidak spesifik.10 Diagnosa positif hanya

didapatkan bila menemukan tungau dengan menggunakan

mikroskop, biasanya posisi tungau determined dalam liang, dapat

menggunakan pisau untuk teknik irisan ataupun denggan

menggunakan jarum steril, tungau ini mayoritas dapat ditemukan pada

tangan, pergelangan tangan dan lebih kurang pada daerah genitalia,

siku, bokong dan aksila. Pada anak – anak tungau banyak ditemukan

dibawah kuku karena kebiasaan menggaruk, pengambilan tungau ini

dengan menggunakan kuret.12

Gambar 10. Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei

15
3.4.2 Variasi Scabies

a. Norwegian scabies (Skabies berkrusta)

Merupakan skabies berat ditandai dengan lesi klinis generalisata

berupa krusta dan hiperkeratosis dengan tempat predileksi pada kulit

kepala berambut, telinga, bokong, telapak tangan, kaki, siku, lutut dapat

pula disertai kuku distrofik bentuk ini sangat menular tetapi gatalnya sangat

sedikit. Dapat ditemukan lebih dari satu juta populasi tungau dikulit. Bentuk

ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imun

misalnya AIDS, penderita gangguan neurologik dan retardasi mental.1,10

b. Skabies nodular

Skabies nodular adalah varian klinik yang terjadi sekitar 7% dari kasus

skabies dimana lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20 mm

yang sangat gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama

pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodul yang lama tungau sukar

ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga beberapa

bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.13

3.4.3 Pemeriksaan Penunjang

Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi

penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis

pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila

ditemukan dua dari empat cardinal sign.10 Beberapa cara yang dapat

digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :

16
a. Kerokan kulit

Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral

atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel

steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli.

Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca

penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.10

b. Mengambil tungau dengan jarum

Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing

ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara

tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau

terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan

transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian

tinggi.10

c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)

Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30

menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan

tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya

karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif

bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai

bentuk S.10

d. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)

Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk

kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial

17
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak

berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi

dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah

mikroskop.10 Biopsi irisan dengan pewarnaan Hematoksilin and Eosin.

Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan

pewarnaan H.E

e. Dermoskopi

Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang

berguna untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma.

Dermoskopi juga dapat menjadi alat yang berguna dalam

mendiagnosis scabies secara in vivo. Alat ini dapat mengidentifikasi

struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang diidentifikasi sebagai

bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala dan kaki. Banyak

laporan kasus yang didapatkan mengenai pengalaman dalam

mendiagnosis scabies dengan menggunakan Dermoskopi.

Dermoskopi sangat berguna, terutama dalam kasus-kasus tertentu,

18
termasuk kasus scabies pada pasien dengan terapi steroid lama,

pasien imunokompromais dan scabies nodular.14

Gambar 12. Scabies yang teridentifikasi dengan Dermoskopi

3. 5 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk Skabies mencakup berbagai penyakit kulit

lainnya Seperti : Prurigo, Cutaneus Larva Migran, Pediculosis Corporis, dan

Dermatitis.6,15

3. 6 Tatalaksana

Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat

efektifitas yang bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan

yang antara lain umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan

faktor kegagalan terapi yang pernah diberikan sebelumnya.1

Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh

permukaan tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan

di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan

area belakang telinga. Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah

19
dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien harus

diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang

adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu.

Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa

pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan

menggunakan obat anti skabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti

histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk

menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah

pemberian terapi skabisid yang lengkap.1

1. Penatalaksanaan secara umum

Edukasi pada pasien skabies :4

1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.

2. Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik

yang yang terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak

terkena.

3. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan

pada malam hari sebelum tidur.

4. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.

5. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan

teratur dan bila perlu direndam dengan air panas

6. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu

walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa

hari.

20
7. Setiap orang di yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya

mendapatkan penanganan di waktu yang sama.

8. Melapor ke dokter anda setelah satu minggu

2. Penatalaksanaan secara khusus

Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan

skabies dapat berupa topikal maupun oral antara lain :

a. Permethrin

Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya

sangat baik. obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies

karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan

kecenderungan keracunan akibat salah dalam penggunaannya sangat

kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorbsi dan cepat

dimetabolisme di kulit dan deksresikan di urin. Tersedia dalam bentuk krim

5 % dosis tunggal digunakan selama 8-12 jam, digunakan malam hari sekali

dalam 1 minggu selama 2 minggu, apabila belum sembuh bisa dilanjutkan

dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin tidak dapat

diberikan pada bayi yang kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu

menyusui. Efek samping jarang ditemukan berupa rasa terbakar, perih, dan

gatal. Beberapa studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin lebih

tinggi dari lindane dan crotamiton. Kelemahannya merupakan obat topikal

yang mahal.11,18

21
b. Presipitat Sulfur 2-10%

Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama

digunakan, sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep

(2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi

salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke

seluruh kulit tubuh selama 24 jam tiga hari berturut-turut. Keuntungan

penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan

satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.11,13

Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk

hidrogen sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid

dan fungisid. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-

anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada

bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai

pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.11

c. Benzyl benzoate

Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang

merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat

neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan

periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis

dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzyl benzoate sangat efektif bila

digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek

samping dari benzyl benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada

wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak

22
menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat

menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita

hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl

benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di

negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzyl

benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang

lebih murah.4

d. Ivermectin

Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh

Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik

makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif

melawan ekto dan endo parasit. Digunakan secara meluas pada

pengobatan hewan, pada mamalia, pada manusia digunakan untuk

pengobatan penyakit filaria terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral,

dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk skabies.

Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus

tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati skabies. Efek

samping yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal

necrolysis.10

3. 7 Prognosis

Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada

individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring

waktu.1 Investasi skabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan

23
infeksi skabies, jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik,

keluhan gatal dan eksema akan sembuh.17

24
BAB IV

SIMPULAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes

scabiei. Penularannya dengan 2 cara, yaitu kontak langsung dan kontak

tak langsung. Pada penyakit skabies ditemukan 4 tanda cardinal yaitu

pruritus nocturna, menyerang manusia secara berkelompok, adanya

terowongan (kunikulus) yang berwarna putih atau keabu-abuan dan

ditemukan tungau. Bentuk kelainan kulit pada penyakit skabies yaitu

ditemukannya papul, vesikel, erosi, ekskoriasi, dan krusta. Penanganan

yang menjadi pilihan utama adalah primetrhrin 5% topikal yang dioleskan

di kulit 8 - 12 jam serta edukasi kepada pasien.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and

pediculosis In: Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ,

editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. United

state of America. McGraw-Hill;. Hal. 2029-2032. 2008

2. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak

DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for

Primary Care; An Illustrated Guide: Humana Press; Hal.105-11. 2006

3. Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New

England J Med; Hal. 362; 718. 2010

4. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives.

Postgraduate Med J. 81: Hal. 8 – 10; 2005

5. Chosidow O. Scabies. New England J Med.; 345: Hal. 1718-1723;

2006

6. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals.

In: Rook’s textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-

blackwell; Hal. 3: 8.36 – 38.38; 2010.

7. Handoko,PR. Skabies. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit

kulit dan kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI;Hal.122-123 ; 2010

8. Granholm JM, Olazowaki J. Scabies prevention and control manual.

Michigan department of community health; 1:Hal.10; 2005

26
9. Habif TP. Infestations and bites. In: Habif TP, editor. A clinical

dermatology : a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London.

Mosby; Hal. 500; 2004

10. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit.

Ed 1. Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas

kedokteran universitas hasanuddin; Hal. 5-10; 2003

11. Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals ; 19:

Hal. 12-16 ; 2012

12. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Parasitic infestations, stings, and

bites. In: Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews’ Disease of

the skin: Clinical Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier;

Hal. 453; 2006.

13. Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a

Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006; 6: p. 771

14. Park JH, Kim CW, Kim SS. Scabies: The Diagnosis Accuracy of

Dermoscopy for Scabies. Ann Dermatology ; 24: Hal.194-99; 2012.

15. Elston DM. Bites and stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,

editors. Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; Hal. 84.

2008.

16. Jones JB. Eczema, lichenidentificatio, prurigo and erythroderma. In:

Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s textbook of

dermatology. 8th ed. USA. Willey-blackwell; Hal.23.42 – 22.43; 2010.

27
17. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and treatment. Bmj

journals; 331: Hal.619, 622; 2005.

18. Leone PE. Scabies and Pediculosis Pubis : An Update of Treatment

Regiments and General Review. CID journals ; 44: Hal.53-59; 2007.

28

Anda mungkin juga menyukai