Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN LAPSUS DAN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar, Mei 2021


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TINEA MANUS

Disusun Oleh:
Maryam Qarinah Rabbani
111 2020 2105

Pembimbing :
Dr. dr. Fanny Iskandar, Sp. KK(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Maryam Qarinah Rabbani

NIM : 111 2020 2105

Universitas : Universitas Muslim Indonesia

Judul Refarat : Tinea Manus

Telah menyelesaikan Refarat yang berjudul “Tinea Manus” serta telah

disetujui dan telah dibacakan di hadapan supervisor pembimbing dalam

rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Menyetujui, Makassar, 24 Mei 2021

Dokter Pembimbing Klinik, Penulis,

Dr. dr. Fanny Iskandar, Sp. KK(K) Maryam Qarinah Rabbani

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Maryam Qarinah Rabbani

NIM : 111 2020 2105

Universitas : Universitas Muslim Indonesia

Judul Laporan Kasus : Pustular Tinea Manuum from Trichophyton

erinacei Infection

Telah menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Pustular Tinea

Manuum from Trichophyton erinacei Infection” serta telah disetujui dan

telah dibacakan di hadapan supervisor pembimbing dalam rangka

kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Menyetujui, Makassar, 24 Mei 2021

Dokter Pembimbing Klinik, Penulis,

Dr. dr. Fanny Iskandar, Sp. KK(K) Maryam Qarinah Rabbani

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT., karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka

referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga

selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta para

keluarga, sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti ajaran

beliau hingga akhir zaman.

Laporan Kasus dan Refarat yang berjudul “Tinea Manus” ini di

susun sebagai persyaratan untuk memenuhi kelengkapan bagian. Penulis

mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya atas semua bantuan

yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama

penyusunan laporan kasus dan refarat ini hingga selesai. Secara khusus

rasa terimakasih tersebut penulis sampaikan kepada Dr. dr. Fanny

Iskandar, Sp. KK(K) sebagai pembimbing yang sangat baik, sabar dan

mau meluangkan waktunya dalam penulisan karya tulis ini.

Terakhir saya sebagai penulis berharap, semoga laporan kasus

dan refarat ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah

wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.

Makassar, Mei 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI....................................................................................................... .iv

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................2

2.1. Identitas Pasien.........................................................................................2

2.2 Anamnesis................................................................................................2

2.3. Pemeriksaan Fisis.....................................................................................2

2.4. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................4

2.5. Diagnosis...................................................................................................5

2.6. Penatalaksanaan......................................................................................5

BAB III TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6

3.1. Definisi......................................................................................................6

3.2. Epidemiologi..............................................................................................6

3.3. Etiologi dan Patogenesis...........................................................................7

2.4. Gambaran Klinis.....................................................................................10

2.5. Penegakan Diagnosis.............................................................................12

2.6. Diagnosis Banding.................................................................................13

2.7. Tatalaksana............................................................................................13

2.8. Prognosis................................................................................................15

2.9. Pencegahan............................................................................................15

BAB IV SIMPULAN............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Efloresensi..................................................................................3

Gambar 2 Hail Biopsi...................................................................................4

Gambar 3 Tinea Dorsalis Manus ..............................................................11

Gambar 4 Tinea Palmaris Manus..............................................................12

v
BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi dermatofita (tinea) adalah kelompok jamur yang menginfeksi

kulit, rambut, dan kuku. Dapat bersifat inflamasi atau noninflamasi. Rute

infeksius dermatofita adalah dari orang ke orang (antropofilik), atau dari

hewan (zoofilik) atau lingkungan (geofilik). Dermatofitosis adalah infeksi

jamur yang paling umum di seluruh dunia, mempengaruhi 20% hingga

25% populasi dunia. Klasifikasi klinis didasarkan pada tempat infeksi yaitu

tinea pedis, tinea manus (manuum), tinea kruris, tinea corporis, tinea

unguium (onikomikosis), tinea barbae, tinea facialis, dan tinea capitis. 1

Tinea manus (manuum) adalah dermatofitosis yang terjadi pada

tangan, dan mempunyai gambaran klinis klinis hiperkeratosis dan

penebalan.2 Tersebar diseluruh dunia sesuai distribusi geografis dan

dapat disebabkan oleh berbagai dermatofita.  Tidak ada data pasti tentang

kejadian tinea manus di seluruh dunia, namun dari data epidemiologi

kejadian tinea manuum berkisar antara 0,3-13% dengan variabilitas

berdasarkan lokasi geografis. Seperti dermatofitosis lainnya, riwayat dan

pemeriksaan fisik merupakan elemen kunci untuk mencapai diagnosis

yang benar, tetapi studi laboratorium atau patologis mungkin diperlukan. 

Jika diagnosis tinea manus tidak tepat, akibatnya akan sulit

disembuhkan. Oleh karena itu, karya tulis ini membahas membahas

faktor-faktor predisposisi, diagnosis dan penatalaksanaan tinea manuum. 3

1
BAB II

LAPORAN KASUS4

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. P

Umur : 37 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status :-

Pekerjaan :-

Alamat :-

2.2 Anamnesis : Autoanamnesis

Keluhan Utama : Ruam berbintik pada telapak tangan kiri

Anamnesis Terpimpin :

Ruam awalnya muncul sejak 2 pekan yang lalu sebanyak 1 buah

pustule pada ibu jari sebelum menyebar pada seluruh telapak tangan.

Ruam terasa gatal dan nyeri. Pasien juga mengalami demam yang

bersifat hilang timbul selama 2 pekan. Sebelum ruam muncul pasien

terpapar getah tanaman kaktus dan tertusuk duri di tempat pasien bekerja.

Tidak sampai ke kuku dan tidak ada ruam lain di badan. Kontak dengan

hewan (-).

Riwayat-riwayat : tidak dilampirkan.

2.3 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

2
Status Gizi : Baik

2. Tanda-tanda vital

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Suhu : 36.70C (Normal)

Pernapasan : 20x/menit

Nadi : 84x/menit

3. Kepala : Ikterik (-), Anemis (-)

4. Leher : Tidak ada pembesaran KGB, Dalam Batas

Normal

5. Toraks : Gerak dada simetris, Bunyi nafas vesicular (+/

+), ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

6. Abdomen : + peristaltik, hati tidak teraba, limpa tidak

teraba

7. Genitalia : Tidak dilampirkan

8. Status Dermatologis :

Gambar 1 Effloresensi

3
Lokasi : Regio Palmaris Manus Sinistra

Distribusi : Regional

Bentuk : Bulat

Ukuran : Miliar

Efloresensi : Tampak multiple papul dan pustul eritematous

2.4 Pemeriksaan Penunjang

 Swab kultur bakteri, mikobateri dan jamur diambil dari pustul :

Ditemukan adanya Trichophyton erinacei, Bakteri (-),

mikobakterium (-).

 Biopsi kulit : Tampak gambaran dermatitis spongotik dengan

pustul pada lapisan subkorneum dan infiltrasi neutropil. Tampak

hifa jamur yang bersekat pada stratum korneum.

Gambar 2 Hasil Biopsi

Berikutnya pasien menemukan bahwa dalam 2 kesempatan dibulan

sebelum terjadi ruam pasien di gigit dan tertusuk duri oleh landak

peliharaan temannya.

4
2.5 Diagnosis

Tinea Manuum Type pustular et causa infeksi jamur Trichophyton

erinacei

2.6 Penatalaksanaan : Terbinafine oral 250 mg/hari selama 2 pekan

5
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Tinea manus adalah infeksi jamur yang terjadi pada tangan

baik unilateral maupun bilateral (keduanya). Tinea manus termasuk

kelompok penyakit dermatofitosis. Dermatofitosis merupakan

penyakit yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang

menginfeksi jaringan yang mengandung zat tanduk, contohnya

stratum korneum epidermis (kulit), rambut dan kuku. 2 Terminologi

“tinea” atau ringworm secara tepat menggambarkan bentuk

dermatofitosis yang seperti cincin (anular) dan memiliki central

healing (skuama pada tengah dengan gambaran menyembuh). 5

3. 2 Epidemiologi

Tinea manum sebenarnya sangat jarang terjadi hanya pada

tangan saja biasanya didahului oleh terjadinya tinea pedis. Dari

data epidemiologi ditemukan lebih banyak terjadi pada laki-laki dari

pada perempuan. Kejadian ini juga memiliki kaitan dengan

pekerjaan yang menyebabkan tangan sering terpapar suhu lembab.

Kejadian ini juga sering terjadi pada orang yang memiliki hewan

perliharaan seperti anjing, kucing, dll. Secara umum dermatofitosis

terjadi pada usia produktif dewasa (21-40 tahun). 6 Dari sebuah

penelitian dari keseluruhan dermatofitosis 10.48% merupakan

6
kejadian tinea manuum.7 Tangan yang dominan biasanya paling

sering terjadi. Dapat mencapai daerah kuku juga. 8

6
Dermatofita, yang menghasilkan jutaan infeksi kulit setiap

tahun, namun meskipun menetap dan sangat mengganggu. Infeksi

ini pada orang tanpa kelainan imun tidak mebahayakan jiwa.

Berbeda keadaan bisa mengakibatkan keadaan mengancam jiwa

pada individu dengan imunosupresi, kelompok signifikan adalah

mereka yang menderita HIV / AIDS, orang dengan riwayat

transplantasi organ dan keadaan imunosupresi lainnya. 5

Paling sering hanya 1 tangan (tunggal: tinea manus) yang terlibat,

atau bersamaan dengan infeksi kaki dan kuku kaki atau biasa disebut

dengan istilah sindrom dua kaki-satu tangan. Presentasi klasik tinea

manus ini merupakan infeksi sekunder yang didapat dari ekskoriasi kaki

dan kuku yang terinfeksi (tinea pedis). Tinea manuum berkarakteristik

menyebabkan penderitanya memiliki sisik kering halus pada telapak

tangan atau punggung tangan, sering kali menonjol pada lipatannya. 9

3. 3 Etiologi dan Patogenesis

Jamur dermatofita yang menyebabkan manifestasi tinea berasal dari

spesies Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Jamur tersebut

menginfeksi kulit dan menyebabkan papula merah, pustula, dan nodul

yang menyatu menjadi plak bundar dengan tepi dan pusat yang relatif

jelas. Namun, ada juga tampakan lain infeksi jamur ini pada kulit yang

lebih tebal akan berbeda.10 Umumnya, infeksi tinea pada tangan adalah

tipe efloresensi kering, bersisik, dan tipe eritematosa yang menunjukkan

infeksi Trichophyton rubrum. Penyebab paling sering selain T.rubrum, juga

7
terdapat beberapa spesies jamur seperti T. mentagrophytes dan

Epidermiphyton floccosum, Microsprum canis. Untuk jenis jamur lain

jarang ditemukan tapi juga bisa disebabkan jenis lain seperti Micrsporum

gypseum T. Eriotrephon dan T.erinacei.11

Dermatofita diidentifikasi berdasarkan gambaran koloni dan

morfologi mikroskopik. Jenis Trichophyton menghasilkan mikrokonidia

khas dan makrokonidia silidrik yang berdinding halus. Untuk T.rubrum

yang paling sering menyebabkan tinea manus, memiliki koloni seperti

kapas yang putih dan mempunyai pigmen tidak dapat berdifusi berwarna

merah pekat jika dilihat kolonisasi sisi sebaliknya. 12

Terjadinya penularan dermatofitosis dapat dengan adalah melalui 3

cara yaitu1 :

 Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik

secara langsung maupun tidak langsung melalui lantai kolam renang

dan udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi

keradangan (Silent/Carrier ).

 Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia di tularkan melalui kontak

langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi

dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminasi pada rumah/tempat

tidur hewan, tempat makanan dan minuman hewan. Sumber

penularan utama adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit.

 Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia secara sporadis menginfeksi

manusia dan menimbulkan reaksi radang.

8
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat

mengatasi pertahanan tubuh non spesifik dan spesifk. Jamur harus

mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta

kemampuan untuk menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan

dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan

biokimia pejamu untuk dapar berkembang biak.1

Respon host terhadap dermatofit memainkan peran utama dalam

patogenesis dermatofitosis. Sistem kekebalan dan kulit bekerja sama

untuk mencegah dan menyembuhkan infeksi pada permukaan kulit

dengan cara menghambat pertumbuhan jamur dan mempercepat

epidermopoiesis sehingga hifa jamur dikeluarkan dari inang melalui

proses penggantian normal pada kulit, rambut dan kuku. Manifestasi klinis

sebagian besar disebabkan oleh respon imun dari inang terhadap spesies

jamur yang menyerang. Beberapa derajat resistensi yang didapat baik

humoral maupun seluler telah dicatat setelah infeksi dermatofita.

Munculnya reaksi inflamasi akut pada dermatofitosis berkorelasi dengan

perkembangan imunitas yang dimediasi sel (hipersensitivitas tertunda tipe

IV) terhadap dermatofita, yang dapat ditimbulkan oleh tes intradermal

dengan antigen trikofit.13

Beberapa faktor, yang dapat menjelaskan resistensi alami

(pertahanan nonspesifik) terhadap dermatofitosis pada manusia dan

hewan telah diketahui. Resistensi alami terhadap dermatofita pada

manusia jelas muncul setelah pubertas. Resistensi alami ini karena

9
adanya asam lemak rantai panjang fungistatik di sebum saat pubertas.

Organ dalam manusia dan hewan secara alami resisten terhadap

dermatofitosis. Zat fungistatik yang disebut faktor serum individu dan

hewan normal diyakini membatasi pertumbuhan dermatofita ke stratum

korneum. Faktor serum adalah komponen serum segar dan cairan

jaringan yang tidak stabil, dapat didialisis, dan labil panas. 13

3. 4 Gambaran Klinis

Penampilan klinis cukup bervariasi dan bergantung pada sejumlah

faktor, termasuk spesies jamur, tempat infeksi, status imunologi pasien,

dan penyalahgunaan steroid topikal sebelumnya. Penampilan yang biasa

pada kulit tanpa rambut adalah lesi eritematosa (dan kadang-kadang

vesikuler) yang tumbuh secara sentrifugal annular, dengan skala perifer

dan deskuamasi serta bagian tengah yang terlihat tenang (central

healing). Infeksi dermatofita pada aspek punggung tangan memiliki

gambaran klinis yang mirip dengan tinea corporis. Namun, infeksi

dermatofita pada telapak tangan dan ruang interdigital memiliki

karakteristik yang tidak berbeda dengan tinea pedis. 14

Terdapat 2 bentuk tinea manus :

1. Dishidrotik: lesi segmental atau anular berupa vesikel dengan

skuama di tepi pada telapak tangan, punggung tangan, jari tangan,

dan tepi lateral tangan.15

2. Hiperkeratotik: vesikel mengering dan membentuk lesi sirkular atau

iregular, eritematosa, dengan skuama difus. Garis garis tangan

10
menjadi semakin jelas. Lesi kronik dapat mengenai seluruh telapak

tangan dan jari disertai fisur.15

Alasan dari dua gambaran klinis yang berbeda tersebut diduga

terkait dengan kurangnya kelenjar sebaceous di telapak tangan. Tinea

pedis tipe moccasin sering ditemukan pada pasien dengan tinea manuum,

dan keduanya memiliki gambaran klinis yang sama seperti kronisitas dan

hiperkeratosis. Tinea manuum biasanya non-inflamasi dan seringkali

unilateral terdapat hiperkeratosis pada telapak tangan dan jari, termasuk

di dalam lipatan, yang gagal merespon emolien. Presentasi lain termasuk

varian eksfoliative, vesikuler, dan papular. Diagnosis banding mungkin

termasuk psoriasis, dermatitis kontak iritan atau alergi, dyshidrosis, dan

reaksi "dermatofit".14,16

Gambar 3 Tinea Manus Dorsal Manus

11
Gambar 4 Tinea Manus Palmaris Manus

3. 5 Penegakan Diagnosis

Diagnosis bersifat klinis, berdasarkan riwayat pasien dan

pemeriksaan fisik. Pasien biasanya datang dengan keluhan gatal pada

tangan dan semakin bertambah saat terpapar air/basah. 11 Pemeriksaan

area effloresensi dengan lampu Wood dapat membantu dalam

pemeriksaan fisik. Namun bukan merupakan alat diagnosis standar

karena beberapa dermatofita yang umum ditidak berpendar. Kehadiran

fluoresensi mungkin namun kebanyakan spesies Trichophyton, termasuk

Trichophyton tonsurans, tidak berpendar.12

Pemeriksaan fisis ditemukan seperti pada gambaran klinis

eritomatous ataupun berbentuk lesi anular dengan central healing. Jenis

lain juga yaitu tampak penebalan pada daerah telapak tangan. 9

Pemeriksaan mikroskopis dengan sediaan kalium hidroksida (KOH)

10%, dapat dilakukan dan merupakan penujang yang paling mudah

ditemukan. Spesimen diambil dengan pengikisan batas tepi lesi yang

bersisik. Hifa terbanyak diperoleh dari perbatasan lesi. 10 Kultur jamur juga

12
bisa dilakukan jika diperlukan untuk memastikan diagnosis. Walaupun

kultur memerlukan waktu dan mahal, pemeriksaan ini yang paling spesifik

untuk menentukan jenis jamur penyebab tinea pada pasien. 4

3. 6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk tinea manuum mencakup berbagai penyakit

kulit serta infeksi bakteri, virus, dan jamur lainnya Seperti : Psoriasis,

eksim dyshidrotic, dermatitis kontak.3

3. 7 Tatalaksana

Perawatan topikal pada tinea manus biasanya tidak memadai,

perawatan sistemik diperlukan. Perawatannya mirip dengan tinea pedis

yaitu dengan meminimalkan kelembapan kronis penting dalam

pengobatan tinea. Dalam beberapa kasus hiperhidrosis harus diobati.

Obati faktor predisposisi seperti diabetes, penyakit pembuluh darah

perifer, atau imunosupresi.8

Terapi antijamur sistemik, meskipun dikaitkan dengan insiden efek

samping yang lebih tinggi termasuk reaksi merugikan yang berpotensi

parah dan potensi interaksi obat-obat, biasanya diperlukan untuk

menyembuhkan tinea manuum, kapitis, dan unguium.

Terapi sistemik anti jamur :

 Terbinafine 250 mg setiap hari selama 4-6 minggu atau

 Itraconazole 200 mg dua kali sehari selama 7 hari atau 200 mg

setiap hari selama 4-6 minggu atau

 Flukonazol 150 mg setiap minggu selama 4-6 minggu.

13
Penggunaan tambahan produk topikal yang mengandung asam

glikolat, asam laktat, atau urea dapat membantu mengurangi jumlah

hiperkeratosis pada infeksi seperti tinea manuum dan pedis. 14

Terapi Topikal :

 Golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari selama

1-2 minggu.

 Alternatif: Golongan azol misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,

klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu. Siklopiroksolamin

(ciclopirox gel 0,77% atau krim 1%) 2 kali sehari selama 4 minggu

untuk tinea pedis dan tinea interdigitalis.15

Relaps setelah pengobatan sering terjadi pada tinea pedis atau

manus; baik karena perawatan yang tidak memadai, atau karena keadaan

yang sangat lembab terus-menerus. Pengobatan profilaksis dengan

antijamur topikal harus dilanjutkan selama 1 bulan setelah penyembuhan

klinis. Obati infeksi bakteri sekunder jika ada, maserasi dan bau tidak

sedap menandakan pencarian infeksi bakteri. 8 Kerokan dan biakan KOH

yang berulang harus negatif.11

3. 8 Prognosis

Prognosis baik bila diobati dengan benar, penyakit akan sembuh dan

tidak kambuh, kecuali bila terpajan ulang dengan jamur penyebab. Tinea

dapatmenjadi kronik dan rekuren bila sumber penularan terus menerus

ada.15

14
3. 9. Pencegahan

Pencegahan dan pengendalian infeksi dermatofita harus

mempertimbangkan area yang diserang, agen etiologi dan sumber infeksi.

 Pertahankan kebersihan pribadi yang baik dan sanitasi.

 Gunakan pakaian dan handuk yang sudah dicuci bersih dengan air

panas, dikeringkan dan disetrika.

 Keringkan area intertriginous tangan secara menyeluruh. 13

 Di samping itu, diedukasikan pula terkait menghindari penggunaan

pakaian secara bergantian, mencuci pakaian serta seprai secara

rutin, serta menjemur pakaian pada tempat yang terdapat panas

matahari.17

15
BAB IV

SIMPULAN

Tinea manus adalah infeksi jamur yang terjadi pada tangan baik

unilateral maupun bilateral (keduanya) yang di sebabkan oleh jamur

golongan dermatofita. Penyebab paling sering selain T.rubrum, juga

terdapat beberapa spesies jamur seperti T. mentagrophytes dan

Epidermiphyton floccosum, Microsprum canis. Penampilan klinis cukup

bervariasi bisa berbentuk lesi eritematosa annular, hiperkeratosis pada

telapak tangan dan jari atau jenis eksfoliative, vesikuler, dan papular.

Pasien biasanya datang dengan keluhan gatal yang sangat mengganggu

pada tangan dan semakin bertambah saat terpapar air/basah. Diagnosis

ditegakkan melalui anamnesis, pemfis dan pemeriksaan mikroskopis

postif ditemukan hifa. Terapi sistemik anti jamur diperlukan.

Meminimalkan kelembapan kronis penting dalam pengobatan tinea.

Tangani faktor predisposisi dan pertahankan kebersihan pribadi yang baik

dan sanitasi merupakan pencegahan dan pengendalian infeksi

dermatofita.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Holguin T, Mishra K. Fungal Infections of the Skin. In: Kellerman,

Rakel, eds. Conn’s Current Therapy 2021. Vol 2. Elsevier;

2021:1039-1043. doi:10.1136/bmj.2.5529.1593-c

2. Widaty S, Budimulja U. Dermatofitosis. In: Menaldi SLS, Bramono K,

Indriatmi W, eds. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 7th ed. Jakarta:

Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2018:109-116.

3. Chamorro MJ, House SA. Tinea Manuum. StatPearls, Treasure

Island (FL); 2020.

4. Choi E, Huang J, Chew KL, Jaffar H, Tan C. Pustular tinea manuum

from Trichophyton erinacei infection. JAAD Case Reports.

2018;4(6):518-520. doi:10.1016/j.jdcr.2018.01.019

5. Patterson JW. Mycoses and algal infections. In: Patterson JW, ed.

Weedon’s Skin Pathology. FifthEditi. Elsevier Ltd; 2021:721-755.

doi:10.1016/B978-0-7020-3485-5.00026-7

6. Lin SW, Goldfarb N. Skin Disease of the Hand. In: Soutor C,

Hordinsky MK, eds. Clinical Dermatology. McGrawHill Education;

2016:274-276.

7. Wei-wei J, Dong-ying H, Qing H, Ming-wei D. Analysis of 1031

cases of dermatophytosis and the pathogenic dermatophytes.

Chinese J Mycol. 2019;14(2):99-103.

8. Zaidi Z, Hussain K, Sudhakaran S. Treatment of Skin Diseases.

19
(Zaidi Z, Hussain K, Sudhakaran S, eds.). UK: Springer; 2019.

9. Craddock LN, Stefan M S. Superficial Fungal Infection. In: Kang S,

Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, eds. Fitzpatrick’s Dermatlogy. 9th

ed. US: McGrawHill Education; 2019:2925-2951.

10. Dinulos JGH. Fungal Infections. In: Habil TP, Dinulos james GH,

eds. Skin Disease : Diagnosis and Treatment. Fourth Edi. Elsevier

Inc.; 2018:241-281. doi:10.1016/B978-0-323-44222-0.00009-7

11. Neuhaus IM, Micheletti RG. Diseases Resulting from Fungi and

Yeast. In: James WD, Elson DM, Berger TG, eds. Andrew’s

Diseases of the Skin Clinical Dermatologi. 12th ed. Philadelphia:

Elsevier Inc.; 2016:285-292.

12. Jawetz, Melinick, Aldeberg. Mikologi. In: Brooks GF, Butel JS, Morse

SA, eds. Jawetz, Melinick, and Aldeberg Mikrobiologi Kedokteran.

27th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2020:640.

13. Reddy K. Fungal Infections (Mycoses): Dermatophytoses (Tinea,

Ringworm). J Gandaki Med Coll. 2017;10(1).

doi:10.3126/jgmcn.v10i1.17901

14. Elewski BE, Hughey LC, Hunt KM, Hay RJ. Fungal Diseases. Fourth

Edi. (Bolognia JL, Schaffer J V., Cerroni L, eds.). US: Elsevier Ltd;

2021. doi:10.1016/B978-0-7020-6275-9.00077-5

15. Widaty S, Soebono H, Nilasari H, Listiawan MY, eds. Dermatofitosis.

In: Panduan Praktik Klinis Perdoski. Jakarta: Perdoski; 2017:50-55.

doi:10.1021/jo900140t

19
16. Jones H, Burnham JP, Sternhell-Blackwell K. Infection and

Infestation. In: Council ML, Sheibein DM, Cornelius LA, eds. The

Washington Manual of Dermatology Diagnostics. US: Wolters

Kluwer; 2018:56-59.

17. Kaltsum U. Holistic Approach to Management of Dermatophytosis

(Tinea Manum The right, Tinea corporis, Tinea cruris and Sinistra) in

Women Age 43 Years with Labor Jobs. J Medula Unila.

2014;3(September):135-142.

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/435.

19

Anda mungkin juga menyukai