Anda di halaman 1dari 72

ISOLASI DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI FUNGI ENDOFIT

DAUN MIANA (Coleus scutellarioides (L.) Benth) TERHADAP


Streptococcus mutans DAN Porphyromonas gingivalis

SKRIPSI

MARIA NOVITA
PO714251181032

PEMBIMBING I : Dr. SESILIA R. PAKADANG, S.Si, M.Kes, Apt


PEMBIMBING II : Dr. SISILIA T.R. DEWI, S.Si, M.Kes, Apt

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN FARMASI


JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2021
ISOLASI DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI FUNGI ENDOFIT
DAUN MIANA (Coleus scutellarioides (L.) Benth) TERHADAP
Streptococcus mutans DAN Porphyromonas gingivalis

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Terapan Farmasi
Pada Jurusan Farmasi
Poltekkes Kemenkes Makassar

MARIA NOVITA
PO714251181032

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sesilia R. Pakadang, S.Si, M.Kes, Apt Dr. Sisilia Tresia R. D, S.Si, M.Kes, Apt
NIP. 196909222000122001 NIP. 197010031994032002
LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI

Judul : Isolasi dan Aktivitas Antibakteri Fungi Endofit Daun Miana


(Coleus scutellarioides (L.) Benth) Terhadap Streptococcus
mutans dan Porphyromonas gingivalis

Penyusun : Maria Novita

NIM : PO714251181032

Pembimbing I : Dr. Sesilia Rante Pakadang, S.si, M.Kes, Apt

Pembimbing II : Dr. Sisilia Tresia Rosmala Dewi, S.si, M.Kes, Apt

Tanggal seminar :

Disetujui Oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sesilia R. Pakadang, S.si, M.Kes, Apt Dr. Sisilia Tresia R. D, S.si, Apt, M.Kes
NIP. 196909222000122001 NIP. 197010031994032002

Mengetahui:

Ketua Program Studi Ketua Jurusan


Sarjana Terapan Farmasi

Ida Adhayanti, S.si, M.Sc, Apt Drs. H. Ismail Ibrahim, M.Kes., Apt
NIP. 198408292008012005 NIP. 196502241992031002
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Isolasi
dan Aktivitas Antibakteri Fungi Endofit Daun Miana (Coleus scutelarioides (L.)
Benth) Terhadap Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis” yang
merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan Farmasi
di Poltekkes Kemenkes Makassar.

Penyelesaian skripsi ini tak lepas pula dari bantuan dan dukungan dari segala
pihak. Mengawali ucapan terima kasih ini perkenankanlah penulis mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
Ayahanda Stepanus Berry dan Ibunda Dience Thomas yang tak perna lelah
mendoakan, memberikan perhatian dan kasih sayang serta materi dan dorongan yang
tak henti-hentinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik serta tak lupa
pula penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga yang selalu memberi
dukungan, bimbingan dan doa kepada penulis, semoga Tuhan yang Maha Esa
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada mereka. Amin.

Pada kesempatan ini pula penulis juga mengucapkan terima kasih tak terhingga
kepada Ibu Dr. Sesilia Rante Pakadang, S.Si, M.Kes, Apt selaku pembimbing
pertama dan Ibu Dr. Sisilia Tresia Rosmala Dewi, S.Si, M.Kes, Apt selaku
pembimbing kedua, atas keikhlasan dan ketulusan meluangkan waktu, tenaga dan
pikirannya dalam membimbing penyusunan skripsi ini.

Maka dari itu dalam kesempatan ini tidak lupa pula penulis menghanturkan rasa
terima kasih sebesar-besarnya dan sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. H. Agustian Ipa, M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menempuh
pendidikan di Poltekkes Kemenkes Makassar.
2. Bapak Drs. H. Ismail Ibrahim, M.Kes, Apt, selaku Ketua Jurusan Farmasi
Poltekkes Kemenkes Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menjadi mahasiswa Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Makassar.
3. Ibu Ida Adhayanti, S.Si, M.Sc, Apt, selaku Ketua Prodi Studi Sarjana Terapan
Farmasi yang telah mengelolah Program Studi di Jurusan Farmasi Poltekkes
Kemenkes Makassar dan telah banyak memberikan pelajaran serta dukungan
moral selama penulis menempuh pendidikan di kampus tercinta.
4. Ibu Dr. Sisilia Tresia Rosmala Dewi, S.Si, M.Kes, Apt, selaku Pembimbing
Akademik yang senantiasa memberikan bimbingan serta arahan selama penulis
menuntut ilmu di Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Makassar.
5. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Makassar serta Para
Laboran, yang telah dengan ikhlas memberi ilmu dan arahan kepada penulis
selama menempuh pendidikan.
6. Bapak/Ibu Staf Tata Usaha dan Staf Pegawai Jurusan Farmasi, yang selalu
membantu dalam administrasi penulis selama menempuh pendidikan di Jurusan
Farmasi Poltekkes Kemenkes Makassar.
7. Kepada seluruh Teman-teman Seangkatan Inhaler 2018 untuk kebersamaan
yang telah dilalui selama kurang lebih 4 tahun ini dan terkhusus teman-teman D4-
Malin yang selalu menemani penulis, bersama merasakan kesedihan, kekesalan,
kelelahan, dan juga semua kebahagiaan yang telah kalian berikan kepada penulis
selama ini.
8. Kepada sahabat sekaligus teman seperjuangan penulis Elias Madandan, Amelia
Nissy Teresia Jireh Dhara, Novita, Jessica Altin Suhardi, Wahyuningsih, dan
R.A Ami Wulandari Soedewo yang telah menemani, memberikan dukungan, dan
semangat kepada penulis selama menempuh pendidikan di Jurusan Farmasi
Poltekkes Kemenkes Makassar.
9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
dukungan, masukan serta perhatiannya kepada penulis.
Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak. Penulis berharap Tuhan yang Maha Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal itu disadari
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa Jurusan Farmasi Poltekkes
Kemenkes Makassar.

Makassar, Mei 2022

Maria Novita
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR JUDUL............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
I.1 Latar Belakang..............................................................................1
I.2 Rumusan Masalah.........................................................................4
I.3 Tujuan Penelitian...........................................................................4
I.4 Manfaat Penelitian.........................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................5
II.1 Uraian Tanaman...........................................................................5
II.2 Uraian Mikroba Endofit...............................................................7
II.3 Uraian Bakteri..............................................................................9
II.4 Uraian Antibakteri.......................................................................11
II.5 Metode Pengujian........................................................................12
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................14
III.1 Jenis Penelitian...........................................................................14
III.2 Waktu dan Tempat Penelitian.....................................................14
III.3 Alat dan Bahan Penelitian.........................................................14
III.4 Prosedur Kerja...........................................................................15
III.5 Pengamatan dan Pengumpulan Data.........................................19
III.6 Pengelolaan dan Analisis Data..................................................19
III.7 Pembahasan dan Kesimpulan....................................................19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................20
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman

2.1 Miana (Coleus scutellarioides (L) Benth) 5

2.2 Morfologi Streptococcus mutans 9

2.3 Morfologi Porphyromonas gingivalis

10
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

1. Karakteristik isolat fungi endofi Daun Miana (Coleus scutellarioides


(L.) Benth) secara makroskopik.......................................................... 26

2. Karakteristik isolat fungi endofit Daun Miana (Coleus scutellarioides


(L.) Benth) secara mikroskopik ......................................................... 27

3. Hasil Pengukuran Zona Hambat Isolat Fungi Endofit Daun Miana


(Coleus scutellarioides (L.) Benth) Terhadap Pertumbuhan
Porphyromonas gingivalis dan Streptococcus mutans....................... 28
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja Isolasi Fungi Endofit 22


Lampiran 2. Skema Kerja Aktivitas Isolat Fungi Endofit 23
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak jenis tanaman yang dapat dibudidayakan
karena bermanfaat dan kegunaannya besar bagi manusia dalam hal pengobatan.
Tanaman yang memiliki komponen kimia yang dapat digunakan sebagai obat.
Pada saat ini, banyak orang yang menggunakan bahan alam yang dalam
pelaksanaannya membiasakan hidup dengan menghindari bahan kimia sintesis
dan lebih mengutamakan bahan alami. Salah satu tumbuhan yang mengandung
senyawa obat yaitu Miana (Anita, et al., 2019)
Tanaman Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth) merupakan salah satu
jenis dari suku Lamiaceae yang sudah digunakan secara empiris untuk mengatasi
berbagai penyakit. Bagian dari tanaman Miana yang biasa dimanfaatkan sebagai
obat adalah daunnya. Hanya Miana dengan daun berwarna merah kecoklatan atau
kehitaman dengan tepian bergerigi yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Daun
Miana mengandung minyak atsiri, fenol, tanin, lemak, dan fitosterol. Selain itu,
daun Miana megandung alkaloid, flavonoid, dan polifenol yang bersifat
antibakteri (Kusumawati et al., 2014).
Saat ini para peneliti banyak melakukan penelitian pada tanaman-tanaman
obat sebagai alternatif bahan kimia yang sudah ada. Salah satu tumbuhan yang
dapat digunakan sebagai obat dan memiliki aktivitas antibakteri adalah daun
miana. Tumbuhan ini mempunyai khasiat untuk meredakan rasa nyeri, sebagai
antiinflamasi, antioksidan, anti-mikroba, antibakteri, dan dapat mempercepat
penyembuhan luka (Sakinah, et al., 2018)
Berdasarkan penelitian Auliawan dan Bambang (2014) mengenai uji
fitokimia terhadap ekstrak daun miana menunjukkan test positif terhadap
keberadaan alkaloid, flavonoid, saponin dan tannin serta negatif untuk uji
steroid/triterponoid. Mekanisme antibakteri dari flavonoid ada tiga macam, yaitu
dengan cara menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran
sitoplasma, dan menghambat metabolisme energi. Saponin memiliki kemampuan
antibakteri dengan memberikan perlindungan terhadap patogen potensial selain
itu saponin akan mengganggu tegangan permukaan dinding sel. Tanin memiliki
aktivitas antibakteri dengan cara dinding bakteri yang telah lisis akibat senyawa
saponin dan flavonoid, sehingga menyebabkan senyawa tanin dapat dengan
mudah masuk ke dalam sel bakteri dan mengkoagulasi protoplasma sel bakteri
(Sakinah, et al., 2018).
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mutia miftah (2013)
yaitu uji aktivitas antibakteri rebusan daun miana memperlihatkan bahwa rebusan
daun miana memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans
pada konsentrasi 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%.
Mikroba adalah makhluk hidup yang berukuran sangat kecil yang dapat
hidup di luar tubuh host (mikroba epifit) dan hidup di dalam tubuh host (mikroba
endofit). Dewasa ini mikroba endofit dari tanaman banyak diteliti untuk
mengetahui potensinya dalam pengobatan seperti antibakteri. Mikroba endofit
berupa bakteri, kapang dan khamir dapat diisolasi dari semua jaringan tanaman.
Hasil skrining menunjukkan bahwa setiap jaringan mengandung mikroba endofit
yang berbeda satu tanaman dengan tanaman lainnya. Jumlah isolat yang
diperoleh dari satu bagian tanaman inang biasanya amat banyak, tetapi hanya
beberapa mikroba saja yang dominan pada satu inang (Pakadang et al., 2021).
Fungi endofit merupakan fungi yang hidup secara internal dan berasosiasi
didalam jaringan tumbuhan dan mempunyai hubungan mutualistis dengan
tanaman inangnya sebagai proteksi terhadap herbivore, serangga dan pathogen.
Fungi endofit dapat menghasilkan berbagai senyawa seperti steroid, terpenoid,
fenolik, alkaloid yang berpotensi sebagai antioksidan, antikanker, antibakteri,
antivirus, antifungi. Keberadaan kapang endofit dalam jaringan karena
kemampuan penetrasi koloni kapang tanpa merusak sel inangnya dan senyawa
bioaktif yang paling sering ditemukan adalah alkaloid. Beberapa alkaloid
ternyata hanya dapat dihasilkan oleh tanaman yang terinfeksi jamur (Pakadang et
al., 2021).
Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder
sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan
dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit
yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Tanaman yang tumbuh di bumi
mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur,
sehingga apabila mikroba endofit yang diisolasi dari suatu tanaman obat dapat
menghasilkan metabolit sekunder sama dengan tanaman aslinya atau bahkan
dalam jumlah yang lebih tinggi, maka kita tidak perlu menebang tanaman aslinya
untuk diambil sebagai simplisia, yang kemungkinan besar memerlukan puluhan
tahun untuk dapat dipanen (Rolando, 2019)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Kusumawati et al., 2014) isolat
bakteri endofit daun Miana (Coleus scutellarioides (L) Benth) menunjukan
aktivitas sebagai antibakteri. Sebanyak 22 isolat bakteri endofit berhasil diisolasi
dari tanaman Miana. Berdasarkan hasil penelitian, isolat bakteri endofit mampu
menghambat pertumbuhan bakteri patogen.
Kesehatan gigi dan mulut merupakan hal yang penting, karena gigi dan
mulut yang sehat memungkinkan seseorang untuk makan, berbicara dan
bersosialisasi dengan nyaman tanpa mengalami rasa sakit. Namun pada
kenyataannya kondisi ini sulit dicapai. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi
masalah kesehatan yang cukup besar di Indonesia (Susanti et al., 2019).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 menyatakan bahwa
proporsi terbesar masalah gigi di Indonesia adalah gigi rusak/berlubang/sakit
sebesar 45% sedangkan masalah kesehatan mulut yang mayoritas dialami
penduduk Indonesia adalah gusi bengkak sebesarb14%. Penyakit gigi dan mulut
tersebut sebagian besar diakibatkan oleh infeksi mikroba. Hal ini disebabkan
rongga mulut paling banyak terlibat dalam terjadinya berbagai penyakit
diantaranya penyakit yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus mutans dan
Porphyromonas ginggivalis
Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang
khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhan. Bakteri ini
mempunyai kemampuan dalam proses pembentukan plak dan menyebabkan
karies gigi. Karies gigi merupakan suatu penyakit infeksi yang dapat menular dan
terutama mengenai jaringan keras gigi. Porphyromonas gingivalis adalah salah
satu bakteri gram negatif anaerob penyebab terjadinya peradangan yang
menghancurkan jaringan pendukung gigi sehingga menyebabkan kehilangan gigi
yang disebut dengan periodontitis. Penyakit ini menyerang jaringan periodontal
yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai penyangga gigi yang terdiri dari
gingiva, sementum, ligament periodontal, dan tulang alveolar (Susanti et al.,
2019).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai isolasi, identifikasi mikroba endofit dari daun Miana (Coleus
scutellarioides (L) Benth) yang berpotensi sebagai obat antibakteri secara
tradisional dan melakukan uji aktivitas antibakteri senyawa metabolik sekunder
yang diperoleh dari ekstrak fungi endofit terhadap bakteri pathogen
Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis.
I.2 Rumusan Masalah
1. Berapa jenis fungi endofit yang terkandung dalam daun Miana (Coleus
scutellarioides (L.) Benth)?
2. Apakah isolat fungi endofit yang terkandung dalam daun Miana berpotensi
sebagai antibakteri Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis?
I.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui jumlah isolat fungi endofit yang terkandung dalam daun miana
(Coleus scutellarioides (L.) Benth).
2. Mengetahui aktivitas antibakteri isolat fungi endofit daun miana (Coleus
scutellarioides (L.) Benth) terhadap Streptococcus mutans dan
Porphyromonas gingivalis.
I.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk menambah
informasi bahwa daun Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth) memiliki isolat
fungi endofit yang mempunyai daya hambat terhadap Streptococcus mutans dan
Porphyromonas gingivalis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1Klasifikasi Tanaman Miana

Gambar 2. 1 Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth). (Pakadang, 2015)


Nomenklatur original dari Coleus blumei (spesies dengan daun
berwarna hijau dan merah) tidak jelas, sejak beberapa nama diberikan pada
spesies yang sama, termasuk tanaman hibrida dan tanaman asli di Asia
Tenggara. Klasifikasi tanaman Miana berdasarkan LIPI UPT Balai Konservasi
Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi adalah:
Regnum : Plantae (Tumbuhan)
Sub Regnum : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta ( Tumbuhan Berbunga)
Class : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)
Sub Class : Asteridae
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Coleus
Spesies : Coleus scutellarioides (L.) (Pakadang, 2015)

5
6

II.1.2Nama Daerah
Miana (Coleus scutellarioides (L) Benth) adalah tanaman asli dari Asia
Tenggara. Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama yang berbeda-beda
tergantung daerah yang ditemukannya. Di Sumatra dikenal dengan Gresing
(Batak), Adong-Adong (Palembang), Miana atau Pilado (Sumatra Barat). Di
daerah jawa dikenal dengan Jawer Kotok atau Jengger Ayam (Sunda), Iler
(Jawa Tengah), Kentangan (Jawa Timur). Di Nusa Tenggara dikenal Janggar
Siap, Ndae Ana Sina di Bali, dan Bunak Manu Larit di Timur. Di Sulawesi
dikenal dengan Mayana (Manado), Ati-Ati (Bugis), Bunga Lali Manu
(Makassar) (Anita et al., 2018).
II.1.3Morfologi Tumbuhan
Tumbuhan Miana memiliki batang bersegi empat dengan alur yang agak
dalam pada masing-masing sisinya, berambut, percabangan banyak, daun
tunggal, helaian daun berbentuk bulat telur, ujung meruncing, tepi beringgit,
tulang daun menyirip jelas (berupa alur), permukaan daun agak mengkilap,
berambut halus, berwarna ungu kecoklatan sampai ungu kehitaman. Tumbuhan
Miana batangnya tegak atau berbaring pada pangkal dan ditempat itu berakar
banyak, menahun, harum; tinggi 0,5 - 1,5 m. Batang berambut, tangkai daun 2 -
9 cm; helaian daun bulat telur, dengan pangkal yang membulat atau bentuk baji
dan ujung yang menyempit, di atas pangkal yang bertepi rata beringgit kasar.
Tumbuhan Miana memiliki aroma bau yang khas dan rasa yang agak pahit,
sifatnya dingin. Jika seluruh bagian diremas akan mengeluarkan bau yang
harum (Qalbi BM et al., 2017).
II.1.4Kandungan Kimia Daun Miana
Telah diketahui beberapa studi tentang senyawa aktif antimikrobial daun
Miana (Coleus scutellarioides (L) Benth) yaitu berupa flavonoid, saponin,
steroid, tanin, minyak atsiri, eugenol, senyawa polifenol, alkaloid, etil salisilat,
kalsium oksalat, senyawa rosmarinic acid (RA) (Anita et al., 2018).
II.1.5Manfaat Daun Miana
7

Daunnya dimanfaatkan oleh masyarakat dalam bidang kesehatan seperti


ramuan untuk mengobati optahalmia dan dyspepsia, racikan untuk mengurangi
bengkak pada luka (inflamator), sakit kepala, asma, batuk, melancarkan siklus
menstruasi, penambah nafsu makan, mempercepat pematangan bisul, diare dan
obat cacing (Anita et al., 2018).
II.2 Karies Gigi
II.2.1Definisi Karies Gigi
Karies adalah hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak atau
biofilm, dan diet (khususnya komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan
oleh bakteri plak menjadi asam, terutama asam latat dan asetat) sehingga terjadi
demineralisasi jaringan keras gigi dan memerlukan cukup waktu untuk
kejadianya. (Listrianah, L., 2017)
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email,
dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam
suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi
jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.
Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran
infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun
demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang
sangat dini penyakit ini dapat dihentikan (Listrianah, L., 2017)
II.2.2Etiologi Karies Gigi
a. Faktor Saliva
Saliva mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga
kesehatan jaringan lunak dan keras rongga mulut. Saliva yang diproduksi
antara 1-1,5 liter setiap hari, atau 0,25-0,35 mililiter per menit. Saliva
berperan penting melindungi gigi dan mukosa mulut dari pengaruh asam,
dehidrasi atau iritasi.6,12 Kualitas saliva sebagai anti karies alami
ditentukan oleh pH, kandungan fluor dan bikarbonat saliva. Bila jumlah
8

saliva berkurang akan terjadi penurunan pH dan fungsi sistem dapar.


(Sibarani, M. R., 2014)
Saliva memberikan perlindungan dengan mempertahankan mikro-
organisme normal dalam mulut dan mempertahankan keutuhan permukaan
gigi, termasuk menghilangkan bakteri, aktivitas anti bakteri, sistem dapar
dan proses remineralisasi. Selain itu saliva mempunyai efek membersihkan,
melarutkan makanan, membantu pembentukan bolus makanan,
membersihkan makanan dan bakteri, lubrikasi mukosa rongga mulut,
membantu pengunyahan, penelanan dan bicara. Kemampuan saliva
melawan karies gigi, dibuktikan pada penderita serostomia yang
mengalami kerusakan gigi yang cepat dan hebat karena kelenjar air liur
tidak memproduksi saliva. Hal itu terjadi akibat berbagai penyakit,
penggunaan obat-obatan, terapi radiasi, dan lain-lain. (Sibarani, M. R.,
2014)
b. Faktor gigi (pejamu)
Permukaan gigi yang dilapisi oleh pelikel hasil pengendapan
glikoprotein saliva, enzim, dan immunoglobulin, menjadi tempat ideal
perlekatan bakteri Streptococcus. Jika tidak ada gangguan pada permukaan
gigi, maka plak akan segera terbentuk sampai ketebalan tertentu untuk
menghasilkan lingkungan yang bersifat anaerob. Daerah pits dan fissures,
permukaan email antara gingiva dan kontak proksimal, sepertiga servikal
permukaan labial/bukal dan lingual mahkota gigi, permukaan akar gigi
dekat garis servikal, daerah subgingiva, dan kelainan gigi seperti hipoplasi,
merupakan lokasi yang mudah untuk pembentukan plak. Pada lokasi
tersebut sering ditemukan karies. (Sibarani, M. R., 2014)
c. Faktor plak/bakteri
Plak yang terbentuk adalah lapisan polisakarida semi transparan yang
melekat erat pada permukaan gigi dan mengandung bakteri patogen. Plak
yang terbentuk di semua permukaan gigi setiap hari, dan tidak dipengaruhi
9

oleh jumlah makanan yang dikonsumsi. Bakteri S. mutans dan


Lactobacillus sebagai penyebab karies akan mendominasi populasi bakteri
dalam plak pada individu dengan karies aktif, dan dapat menghasilkan
asam dalam jumlah yang sangat banyak. Bila lesi bertambah luas, populasi
bakteri akan meningkat dan menambah kerusakan gigi. (Sibarani, M. R.,
2014)
d. Faktor substrat/diet
Diet yang mengandung sukrosa mempunyai dua pengaruh buruk
terhadap plak. Pertama, memberi kesempatan untuk membentuk kolonisasi
bakteri S. mutans dalam plak, yang dapat menyebabkan karies gigi. Kedua,
plak yang terus menerus terpajan sukrosa akan memetabolisir sukrosa
dengan cepat menjadi asam organik, dan menyebabkan pH plak turun. Hal
itu ditunjang kebiasaan pasien mengkonsumsi karbohidrat yang sangat
mempengaruhi kecepatan terjadinya karies. Selain itu, asam yang berasal
dari makanan dan minuman lain, misalnya minuman ringan dan jus,
menyebabkan kontak gigi dengan asam lebih lama, yang akan
mempercepat proses demineralisasi permukaan gigi. (Sibarani, M. R.,
2014)
e. Faktor kebersihan rongga mulut
Frekuensi dan efektifitas pembersihan gigi sangat penting untuk
mencegah timbulnya karies gigi. Penggunaan pasta gigi yang mengandung
fluor, efektif untuk menjaga cadangan fluor dalam rongga mulut. Untuk
menjaga kebersihan mulut diperlukan prosedur pembersihan gigi sekurang-
kurangnya dua kali sehari dengan cara membersihkan permukaan
proksimal menggunakan benang gigi/dental floss untuk mengangkat plak
dan debris. Penggunaan benang gigi sebelum menyikat gigi memberi
kesempatan fluor dalam pasta gigi melindungi bagian proksimal gigi.
Selain itu permukaan lidah juga harus dibersihkan. (Sibarani, M. R., 2014)
10

Proses demineralisasi dapat dihambat bila pH plak meningkat


menjadi lebih besar dari. Perubahan tersebut diperoleh melalui sistem dapar
saliva, jumlah saliva, komposisi ion saliva, konsentrasi fluor, modifikasi
diet, pembersihan plak atau fluoridasi, sehingga terjadi proses
remineralisasi. Kedua proses tersebut, demineralisasi dan remineralisasi
berlangsung silih berganti. (Sibarani, M. R., 2014)
II.2.3Patogenesis Karies Gigi
Karies gigi merupakan akibat interaksi beberapa faktor yaitu saliva, plak,
diet dan kebersihan rongga mulut, sehingga karies disebut penyakit
multifaktorial. Berbagai faktor tersebut tidak berdiri sendiri. Plak yang
mengandung bakteri S. mutans dan Lactobacillus segera memetabolisme
sukrosa, dan menghasilkan asam organik, terutama asam laktat. Akibatnya, pH
plak akan turun di bawah 5,5 dan menyebabkan demineralisasi permukaan gigi.
Apabila plak selalu terpajan sukrosa, pH plak akan tetap rendah dan proses
demineralisasi akan terus berlangsung. Untuk mengembalikan pH normal
dibutuhkan waktu sekitar 20 menit sampai satu jam setelah pajanan sukrosa.
(Sibarani, M. R., 2014)
Pada tahap awal demineralisasi, kavitas belum terbentuk di permukaan
email, namun mineral email sudah mulai larut, sehingga secara klinis terlihat
perubahan warna menjadi lebih putih. Lesi awal karies dapat kembali normal
melalui proses remineralisasi. Proses remineralisasi oleh ion fluor, tidak hanya
memperbaiki permukaan email, tetapi membuat email tahan terhadap serangan
karies berikutnya dan melindungi larutnya kristal hidroksiapatit pada email.
Bila kondisi lokal mengalami perubahan, yaitu bila pH cukup tinggi >5,5, maka
lebih banyak lagi hidroksiapatit, kalsium dan fosfat dari saliva dapat
diendapkan ke permukaan gigi. (Sibarani, M. R., 2014)
Kavitas pada permukaan gigi terjadi bila demineralisasi bagian dalam
email sudah sedemikian luas, sehingga permukaan email tidak mendapat
dukungan cukup dari jaringan dibawahnya. Bila sudah terjadi kavitas, maka
11

gigi tidak dapat kembali normal, dan proses karies akan berjalan terus. Hal itu
terjadi bila proses demineralisasi dan remineralisasi di dominasi oleh proses
demineralisasi. Bila proses demineralisasi tersebut tidak dapat diatasi, maka
kerusakan akan berlanjut lebih dalam lagi, bahkan dapat mempengaruhi
vitalitas gigi. (Sibarani, M. R., 2014)
II.2.4Klasifikasi Karies
a. Karies Berdasarkan Stadium (Kedalaman)
1. Karies Superfisialis (KME) Karies Superfisialis merupakan karies
yang baru mengenai atau mencapai bagian terluar gigi (Enamel) dan
belum mengenai dentin.
2. Karies Media (KMD) Karies media merupakan karies yang telah
mengenai atau mencapai dentin tetapi belum mengenai setengah
dentin.
3. Karies Profunda (KMP) Karies Profunda merupakan karies yang telah
mengenai atau mencapai setengah dentin bahkan hingga kepulpa
(Listrianah, L., 2017)
b. Karies Berdasarkan Lokalisasi
Menurut Parkin dalam G.V. Black bahwa klasifikasi karies gigi dapat
dibagi atas 5 kelas, yaitu :
1. Kelas I adalah karies yang mengenai permukaan oklusal gigi posterior.
2. Kelas II adalah karies gigi yang sudah mengenai permukaan oklusal
dan bagian aproksimal gigi posterior.
3. Kelas III adalah karies yang mengenai bagian aproksimal gigi anterior.
4. Kelas IV adalah karies yang sudah mengenai bagian aproksimal dan
meluas ke bagian incisal gigi anterior.
5. Kelas V adalah karies yang mengenai bagian servikal gigi (Listrianah,
L., 2017)
12

II.3 Periodontitis
II.3.1Definisi Periodontitis
Periodontitis adalah peradangan yang mengenai jaringan pendukung
gigi, disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat menyebabkan kerusakan yang
progresif pada ligamen periodontal, tulang alveolar dan disertai dengan
pembentukan poket. Periodontitis menyebabkan destruksi jaringan yang
permanen yang dikarakteristikkan dengan inflamasi kronis, migrasi epitelium
penyatu ke apikal, kehilangan jaringan ikat dan kehilangan tulang alveolar.
Gambaran klinis dari periodontitis adalah terjadinya perubahan warna
menjadi menjadi merah terang, disertai dengan pembengkakan margin.
Perdarahan saat probing dan terjadi kedalaman probing ≥ 4 mm disebabkan
oleh migrasi epitel penyatu ke apikal. Terjadi kehilangan tulang alveolar dan
kegoyangan gigi. (Quamilla, N., 2016)
II.3.2Etiologi Periodontitis
Penyebab utama penyakit periodontal adalah adanya mikroorganisme
yang berkolonisasi di dalam plak gigi. Plak gigi adalah substansi yang
terstruktur, lunak, berwarna kuning, yang melekat pada permukaan gigi.
Kandungan dari plak gigi adalah berbagai jenis mikroorganisme, khususnya
bakteri sisanya adalah jamur, protozoa dan virus. Plak yang mengandung
mikroorganisme patogenik ini berperan penting dalam menyebabkan dan
memperparah infeksi periodontal. Peningkatan jumlah organisme Gram negatif
di dalam plak subgingiva seperti Porphiromonas gingivalis, Actinobacillus
actinomycetemcomitans, Tannerela forsythia dan Treponema denticola
menginisiasi infeksi periodontal. (Quamilla, N., 2016)
II.3.3Patogenesis Periodontitis
Periodontitis adalah gangguan multifaktorial yang disebabkan oleh
bakteri dan gangguan keseimbangan pejamu dan parasit sehingga menyebabkan
destruksi jaringan. Proses terjadinya periodontitis melibatkan mikroorganisme
dalam plak gigi dan faktor kerentanan pejamu. Faktor yang meregulasi
13

kerentanan pejamu berupa respon imun terhadap bakteri periodontopatogen.


(Quamilla, N., 2016)
Tahap awal perkembangan periodontitis adalah inflamasi pada gingiva
sebagai respon terhadap serangan bakteri. Periodontitis dihubungkan dengan
adanya plak subgingiva. Perluasan plak subgingiva ke dalam sulkus gingiva
dapat mengganggu perlekatan bagian korona epitelium dari permukaan gigi.
Mikroorganisme yang terdapat di dalam plak subgingiva seperti
Porphiromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Tannerela
forsythia, Provotella intermedia dan Treponema denticola akan mengaktifkan
respon imun terhadap patogen periodontal dan endotoksin tersebut dengan
merekrut neutrofil, makrofag dan limfosit ke sulkus gingiva untuk menjaga
jaringan pejamu dan mengontrol perkembangan bakteri. (Quamilla, N., 2016)
Faktor kerentanan pejamu sangat berperan dalam proses terjadinya
periodontitis. Kerentanan pejamu dapat dipengaruhi oleh genetik, pengaruh
lingkungan dan tingkah laku seperti merokok, stres dan diabetes. Respon
pejamu yang tidak adekuat dalam menghancurkan bakteri dapat menyebabkan
destruksi jaringan periodontal. Tahap destruksi jaringan merupakan tahap
transisi dari gingivitis ke periodontitis. (Quamilla, N., 2016)
Destruksi jaringan periodontal terjadi ketika terdapat gangguan pada
keseimbangan jumlah bakteri dengan respon pejamu, hal ini dapat terjadi akibat
subjek sangat rentan terhadap infeksi periodontal atau subjek terinfeksi bakteri
dalam jumlah yang besar. Sistem imun berusaha menjaga pejamu dari infeksi
ini dengan mengaktifasi sel imun seperti neutrofil, makrofag dan limfosit untuk
memerangi bakteri. Makrofag distimulasi untuk memproduksi sitokin matrix
metalloproteinases (MMPs) dan prostaglandin E2 (PGE2). Sitokin MMPs
dalam konsentrasi tinggi di jaringan akan memediasi destruksi matriks seluler
gingiva, perlekatan serat kolagen pada apikal epitel penyatu dan ligamen
periodontal. Sitokin PGE2 memediasi destruksi tulang dan menstimulasi
14

osteoklas dalam jumlah besar untuk meresorbsi puncak tulang alveolar.


(Quamilla, N., 2016)
Kehilangan kolagen menyebabkan sel epitelium penyatu bagian apikal
berproliferasi sepanjang akar gigi dan bagian korona dari epitelium penyatu
terlepas dari akar gigi. Neutrofil menginvasi bagian korona epitelium penyatu
dan memperbanyak jumlahnya. Jaringan akan kehilangan kesatuan dan terlepas
dari permukaan gigi. Sulkus akan meluas secara apikal dan pada tahap ini
sulkus gingiva akan berubah menjadi poket periodontal. (Quamilla, N., 2016)
II.4 Uraian Mikroba Endofit
Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman
pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam
jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya (simbiosis mutalisme atau
simbiosis komensalisme). Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung
beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau
metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik
(genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit
(Rolando, 2019).
Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder
sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan
dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit
yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Tanaman yang tumbuh di bumi
mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur,
sehingga apabila mikroba endofit yang diisolasi dari suatu tanaman obat dapat
menghasilkan metabolit sekunder sama dengan tanaman aslinya atau bahkan
dalam jumlah yang lebih tinggi, maka kita tidak perlu menebang tanaman aslinya
untuk diambil sebagai simplisia, yang kemungkinan besar memerlukan puluhan
tahun untuk dapat dipanen (Rolando, 2019).
Fungi adalah suatu mikroorganisme heterogen yang memerlukan senyawa
organik untuk nutrisinya. Sebagian besar tubuh fungi terdiri dari benang-benang
15

yang disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala yang disebut
miselium. Pada fungi ada dua istilah, yaitu mold (kapang) dan khamir (Kumala,
2014)
Fungi endofit merupakan fungi yang hidup secara internal dan berasosiasi
didalam jaringan tumbuhan dan mempunyai hubungan mutualistis dengan
tanaman inangnya sebagai proteksi terhadap herbivore, serangga dan pathogen.
Fungi endofit dapat menghasilkan berbagai senyawa seperti steroid, terpenoid,
fenolik, alkaloid yang berpotensi sebagai antioksidan, antikanker, antibakteri,
antivirus, antifungi. Keberadaan kapang endofit dalam jaringan karena
kemampuan penetrasi koloni kapang tanpa merusak sel inangnya dan senyawa
bioaktif yang paling sering ditemukan adalah alkaloid. Beberapa alkaloid
ternyata hanya dapat dihasilkan oleh tanaman yang terinfeksi jamur (Rolando,
2019).
Fungi endofit telah banyak berhasil diisolasi dari tanaman inangnya, dan
telah dibiakkan dalam media perbenihan yang sesuai. Demikian pula metabolit
sekunder yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut telah berhasil diisolasi
dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya. Sebagai contoh
fonsecinone A dan (R)-3-hydroxybutanonitrile adalah antifungi dan antibakteri
yang diisolasi dari fungi endofit Aspergillus sp. pada tumbuhan Melia azedarach
yang efektif menghambat fungi fitopatogenik (Gibberella saubinetti,
Magnaporthe grisea, Botrytis cinerea, Colletotrichum gloeosporioides dan
Alternaria solani) dengan rentang MIC sebesar 6.25-50 μM dan bakteri patogenik
(Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphyloccocus aureus dan Bacillus cereus)
dengan rentang MIC sebesar 25-100 μM (Rolando, 2019).
16

II.5 Uraian Bakteri


II.5.1Streptococcus mutans
a. Klasifikasi

Gambar 2.2 Streptococcus mutans (Rosdiana et al., 2016)


Menurut Rolando (2019) klasifikasi Streptococcus mutans adalah
sebagai berikut:
Kerajaan : Monera
Divisi : Firmicutes
Class : Bacili
Ordo : Lactobacilalles
Famili : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus mutans.
b. Morfologi
Streptococcus mutans merupakan bakteri Gram positif, non-motil,
dan bersifat anaerob. Bakteri ini termasuk dalam kelompok Streptococcus
hemolitik alfa, atau disebut juga Streptococcus viridians, karena dapat
menimbulkan hemolisis sel darah merah yang berakibat pemudaran warna
hijau kecoklatan disekitar koloni. Pemudaran warna hijau disebabkan
pembentukan produk hemoglobin. Dinding sel bakteri terdiri dari protein,
karbohidrat, dan peptidoglikan. Bakteri ini tumbuh dengan baik pada suhu
37 °C (Rolando, 2019).
17

II.5.2Porphyromonas gingivalis
a. Klasifikasi

Gambar 2.3 Porphyromonas gingivalis (Fitriyana et al., 2013).

Klasifikasi Porphyromonas gingivalis adalah sebagai berikut (Damayanti,


2019).
Kingdom : Bacteroidetes
Class : Bacteroidetes
Ordo : Bacteroidales
Famili : Porphyromonadacaece
Genus : Porphyromonas
Spesies : Porphyromonas gingivalis
b. Morfologi
Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri anaerob Gram negatif
yang tidak berspora (non - spore forming) dan tak punya alat gerak (non
motile). Bakteri ini berbentuk coccobacilli dengan panjang 0,5 – 2 μm
Koloni bakteri ini bila terdapat pada agar darah tampak lembut, berkilauan,
dan terlihat cembung (Ulpiyah, 2018). Bakteri ini dapat tumbuh optimum
pada suhu 36,8-39°C dengan pH antara 7,5-8,0 (Pratiwi, 2012). Pada kultur
laboratorin Porphyromonas gingivalis akan tampak berpigmen hitam ketika
18

tumbuh pada media agar darah, hal ini terjadi karena penyimpanan besi
pada permukaan bakteri dalam bentuk protoheme (Damayanti, 2019).
II.6 Uraian Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang menekan pertumbuhan atau reproduksi
bahkan membunuh bakteri. Antibakteri terbagi atas dua berdasarkan mekanisme
kerjanya, yaitu bakteriostatika yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri
dan bakterisida yang bersifat membunuh bakteri. Antibakteri dapat memiliki
aktivitas bakteriosatika menjadi aktivitas bakterisida apabila kadarnya
ditingkatkan melebihi kadar hambar minimal (KHM) (Rolando, 2019). Target
mekanisme antibakteri adalah sebagai berikut:
a. Perusakan dinding sel Struktur sel dirusak dengan menghambat pada saat
pembentukan atau setelah proses pembentukan dinding sel. Seperti
antibiotika penisilin yang menghambat pembentukan dinding sel dengan
cara menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis
dinding sel mikroba.
b. Pengubahan permeabilitas sel Kerusakan pada membran sitoplasma akan
mengambat pertumbuhan sel, karena membran sitoplasma berfungsi
mempertahankan bagian-bagian tertentu dalam sel serta mengatur aktivitas
difusi bahan-bahan penting, dan membentuk integritas komponen seluler.
c. Penghambatan kerja enzim Penghambatan enzim akan menyebabkan
aktivitas selular tidak berjalan normal. Seperti sulfonamid yang bekerja
dengan bersaing dengan PABA, sehingga dapat menghalangi sintesis asam
folat yang merupakan asam amino essensial yang berfungsi dalam sintesis
purin dan pirimidin.
d. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein DNA dan RNA yang
mempunyai peran yang sangat penting sebagai bahan baku pembentukan sel
bakteri. Penghambatan DNA dan RNA akan mengakibatkan kerusakan pada
sel.
19

e. Pengubahan molekul protein dan asam nukleat Suatu sel hidup tergantung
pada terpeliharanya molekulmolekul protein dan asam nukleat daam keadaan
alamiahnya. Suatu antibakteri dapat mengubah keadaan ini dengan
mendenaturasi protein adan asam nuklet sehingga merusak sel secara
permanen.
II.7 Uji Aktivitas Antibakteri
II.7.1Metode Dilusi
Metode ini adalah metode untuk menguji daya antibakteri berdasarkan
penghambatan pertumbuhan mikroorganisme pada media cair setelah diberi zat
antimikroba atau pada media padat yang dicairkan setelah dicampur dengan zat
antimikroba dengan pengamatan pada dilusi cair dilihat kekeruhanya dan pada
dilusi padat dengan pengamatan pada konsentrasi terendah yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Biasanya metode ini digunakan untuk zat
antimikroba yang dapat larut sempurna (Rolando, 2019).
II.7.2Metode Difusi
Metode ini adalah suatu metode untuk menguji daya antibakteri
berdasarkan berdifusinya zat antimikroba dalam media padat dengan
pengamatan pada daerah pertumbuhan. Biasanya metode ini digunakan untuk
zat antimikroba yang larut dan tidak larut. Metode difusi berdasarkan
pencadangnya terdiri atas metode difusi dengan sumuran, metode difusi dengan
silinder/cakram dan metode dengan parit (Rolando, 2019).
Disk Diffusion (Kirby-Bauer test) dilakukan dengan cara meletakkan
piringan (disk) yang mengandung senyawa antimikroba pada permukaan media
terinokulasi mikroba uji. Selama inkubasi, senyawa antimikroba tersebut akan
berdifusi ke dalam media agar. Kecepatan difusi melewati media agar tidak
secepat kecepatan ekstraksi senyawa antimikroba dari disk. Oleh karena itu,
konsentrasi senyawa antimikroba terbesar adalah yang paling dekat dengan disk
dan berkurang secara logaritmik dengan bertambahnya jarak dari disk.
Efektifitas senyawa antimikroba ditandai dengan adanya zona hambat yang
20

terbentuk disekeliling disk setelah inkubasi. Semakin luas zona hambatnya


semakin sensitif senyawa tersebut (Rolando, 2019).
Metode difusi dilakukan dengan melubangi media yang telah
diinokulasi dengan perforator dan zat uji diletakan didalamnya. Metode difusi
parit adalah metode dengan membuat parit sepanjang diameter media padat dan
zat uji diletakan pada parit tersebut kemudian diinkulasi dengan bakteri pada
bagian kiri dan kanan parit, metode ini digunakan untuk sediaan uji dalam
bentuk krim atau salep (Rolando, 2019).
II.7.3Metode Bioautografi
Bioautografi adalah teknik laboratorium sederhana yang sangat berguna
karena cepat mendeteksi senyawa-senyawa yang mempengaruhi tingkat
pertumbuhan organisme. Bioautografi memadukan KLT dengan bioassay
secara in situ dan memberi peluang lokalisasi senyawa-senyawa aktif dalam
bentuk fraksi atau ekstrak (Kumala, 2014).
Bioautografi dapat di kelompokkan menjadi bioautografi lansung, agar
overlay/imersi, dan difusi agar/kontak. Teknik overlay (yang merupakan suatu
hibrida dari metode lansung dan metode kontak) dapat digunakan ketika
bioautografi lansung tidak bisa dilakukan. Zona inhibisi bioautografi dilihat
melalui deteksi aktivitas dehydrogenase dengan menggunakan garam
tetrazolium (MTT) (Kumala, 2014).
BAB III
METODE KERJA
III.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental di
laboratorium untuk melakukan Isolasi, dan Aktivitas Antibakteri Fungi Endofit
Daun Miana (Coleus scutellarioides (L) Benth) Terhadap Streptococcus mutans
dan Porphyromonas gingivalis.
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan
Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar dan waktu penelitian
dimulai pada bulan Januari 2022 – Maret 2022
III.3 Alat-Alat dan Bahan Penelitian
III.3.1 Alat-Alat Yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Autoklaf, Batang
pengaduk, Cutter, Cawan petri, Deck glass, Erlenmeyer, Gelas kimia, Gelas
ukur, Gunting, Inkubator, Jarum ose, Label, Laminar air flow (LAF), Lampu
spiritus, Mikroskop, Objek glass, Oven, Pencadang, Penggaris, Pinset, Pipet
tetes, Rak tabung, Spoit, Tabung reaksi, dan Timbangan analitik.
III.3.2 Bahan Penelitian dan Bakteri Uji
a. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Aluminum foil, Daun
Miana segar, Etanol 75%, Kertas cakram, Kloramfenikol, Larutan NaCl
0.9%, Larutan NaOCl 5%, Media Nutrient Agar (NA), Paper disk, Media
Potato Dextrose Agar (PDA), Spiritus, Swab steril dan Tissue.
b. Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah Streptococcus mutans
dan Porphyromonas gingivalis.
III.4 Prosedur Kerja
III.4.1 Sterilisasi Alat

14
15

Alat-alat yang digunakan dicuci dengan detergen dan dibilas di air


mengalir, kemudian disterilkan dengan menggunakan oven pada suhu 180°C
selama 2 jam untuk alat-alat gelas dan tahan terhadap pemanasan tinggi.
Sedangkan untuk alat-alat yang tidak tahan terhadap pemanasan tinggi
disterilkan menggunakan autoklaf pada tekanan 1 atmosfir dengan suhu
121°C selama 15 menit, alat-alat logam disterilkan dengan cara dipijarkan
menggunakan lampu spiritus.
III.4.2 Pembuatan Media
a. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Pembuatan media Potato Dextrose Agar (PDA) dilakukan dengan
cara menimbang media Potato Dextrose Agar (PDA) sebanyak 9,75 gram
dilarutkan dengan 250 mL aquadest (39 g/1000 mL) dalam Erlenmeyer.
Kemudian, dipanaskan menggunakan kompor sehingga mendidih dan
diperoleh larutan jernih. Disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121°C
selama 15 menit.
b. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
Pembuatan media Nutrient Agar (NA) dilakukan dengan cara
menimbang media Nutrient Agar (NA) sebanyak 46 gram dilarutkan
dalam 2,3 L aquadest (28 g/1000 mL) menggunakan Erlenmeyer. Setelah
itu dipanaskan dengan kompor sampai mendidih dan diperoleh larutan
jernih. Kemudian, disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15
menit.
III.4.3 Pengambilan dan Pengolahan Bahan Uji
a. Pengambilan Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan adalah Daun Miana (Coleus
scutellarioides (L) Benth) yang diambil dari Lembang Karre Penanian,
Kecamatan Nanggala, Kabupaten Toraja Utara dan Provinsi Sulawesi
Selatan.
b. Pengolahan Bahan Uji
16

Daun Miana (Coleus scutellarioides (L) Benth) dicuci bersih


dengan air mengalir kemudian dilakukan sterilisasi permukaan secara
aseptis.
III.4.4 Isolasi dan Pemurnian Fungi Endofit Dari Tanaman Daun Miana (Coleus
scutellarioides (L) Benth) (Pakadang et al., 2021).
Daun Miana dicuci bersih dengan air mengalir selama 10 menit.
Kemudian dilakukan sterilisasi permukaan dengan merendam secara berturut-
turut kedalam alkohol 75% selama 1 menit, natrium hipoklorit (NaOCl) 5%
selama 5 menit, dan alkohol 75% selama 30 detik. Selanjutnya daun tersebut
dikeringkan dalam cawan petri steril yang diberi kertas saring steril. dipotong
dengan ukuran ± 1 cm di atas objek gelas steril. Lalu potongan daun tersebut
diinokulasikan pada medium PDA (Potato Dextrose Agar yang telah
ditambahkan kloramfenikol 0,005%) dalam cawan petri. Diinkubasi pada
suhu 25°C selama 3 hari.
Hasil isolasi fungi endofit yang tumbuh pada medium PDA,
dimurnikan dengan cara menginokulasi kembali koloni tunggal pada media
PDA dan diinkubasi selama 3 hari pada suhu 25°C. Hasil inkubasi ditemukan
beberapa jenis kapang murni berdasarkan pengamatan bentuk dan warna
koloni pada medium PDA. Setiap koloni yang berbeda bentuk atau warna
dikultur kembali berulang-ulang hingga diperoleh isolate koloni murni fungi
endofit.
III.4.5 Identifikasi Fungi Endofit Penghasil Antibakteri
Hasil isolat fungi endofit selanjutnya diidentifikasi berdasarkan
makroskopik dan mikroskopik. Pengamatan makroskopik meliputi bentuk dan
warna koloni dan mikroskopik meliputi (bentuk dan ukuran hifa, konidia,
spora dengan mikroskop). Fungi diidentifikasi dengan mencocokkan
spesifikasi mikroskopik dengan pustaka.
Adapun cara mengidentifikasi fungi adalah sebagai berikut:
17

a. Medium SDA (Sabouraud Dextrosa Agar) diambil dari cawan petri


dengan jarum ose,
b. Potongan agar dipindahkan secara aseptic ke atas objek glass,
c. Fungi dari biakan murni diambil dengan jarum ose,
d. Sisi agar diinokulasi dengan fungi, kemudian ditutup dengan cover
glass,
e. Preparat tersebut diletakkan di atas kertas saring yang telah dilembabkan
dengan air dan diinkubasi pada suhu 25°C selama 2-3 hari,
f. Morfologi fungi (bentuk dan ukuran hifa, konidia, spora) yang terbentuk
diamati dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 400x,
g. Fungi yang didapat diidentifikasi dengan cara mencocokkan dengan
tabel GBIF identifikasi fungi.
III.4.6 Penyiapan Bakteri Uji
Sebagai Bakteri Uji diambil 1 ose biakan murni Streptococcus mutans
dan Porphyromonas gingivalis diinokulasi pada masing-masing medium NA
miring, lalu di inkubasi selama 1 × 24 jam pada suhu 37°C. Dari hasil
peremajaan biakan bakteri yang diperoleh, diambil 1 ose, lalu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan aquadest steril, dikocok sampai
homogen.
III.4.7 Pengujian Diameter Zona Hambatan Metabolit Sekunder Fungi Endofit
Daun Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth) Terhadap Streptococcus
mutans dan Porpyromonas gingivalis dengan Metode difusi agar
menggunakan pencadang.
a. Suspensi fungi endofit disiapkan.
b. Diletakkan pencadang pada media NA
c. Swab steril dicelupkan ke dalam suspensi bakteri uji dan diinokulasikan
ke permukaan media NA steril dengan metode taburan / sebaran (bakteri
uji dioleskan merata pada permukaan media menggunakan swab steril)
18

d. Sediaan bahan uji suspensi fungi endofit yang telah disiapkan,


dimasukkan kedalam pencadang secara aseptis dengan menggunakan
spoit sebanyak 0,1-03 ml. (setiap pencadang diisi bahan uji dengan
jumlah yang sama).
e. Diinkubasikan pada suhu 37°C selama 1 x 24 jam, selanjutnya diamati
dan diukur diameter hambatan yang terjadi
III.5 Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatan data berdasarkan diameter zona hambatan yang dilakukan
setelah inkubasi 1 × 24 jam pada suhu 37ºC, kemudian diukur zona hambatan
yang terbentuk.
III.6 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengukuran diameter zona hambatan
ditabulasi kemudian dirata-ratakan lalu dianalisis secara statistic
menggunakan SPSS.
III.7 Pembahasan dan Kesimpulan
Data yang diperoleh dikumpulkan kemudian dilakukan pembahasan
lalu ditarik kesimpulan.
19

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Isolasi Fungi Endofit dari Daun Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth)
Hasil isolasi fungi endofit yang berhasil ditumbuhkan dari Daun
Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth) pada media PDA (Potato Dextrose
Agar) diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1 Karakteristik Isolasi Fungi Endofit Daun Miana (Coleus
scutellarioides (L.) Benth) secara makroskopik

Hari Makroskopik
Keterangan
ke (Dlm cawan)

koloni berwarna putih,


struktur koloni halus
dengan tinggi beberapa cm

1. menyerupai permen kapas.

iIsolat Putih

Warna koloni hitam dengan


putih sekeliling, bentuk
koloni bulat, sebaran
memusat, permukaan
2. koloni kasar.

iIsolat Hijau

3. koloni berwarna hijau


20

dengan pinggiran putih,


bentuk koloni tidak
beraturan, menyebar,
permukaan koloni halus
seperti tepung.

bentuk dari koloni datar,


berserabut, beludru atau
seperti tekstur kapas.
Koloni awalnya adalah
4.
putih dan berubah menjadi
abu-abu

iIsolat Abu

Tabel 4.2 Karakteristik Isolat Fungi Endofit Daun Miana (Coleus


scutellarioides (L.) Benth) secara mikroskopik
Makroskopik
Hari ke Keterangan
(Dlm cawan) 21

Memiliki ciri-ciri konidia


berbentuk semibulat hingga
bulat. Hifa tidak berseptat
IV.1.2
c kadang-kadang membentuk
c
c cabang, sporangiospora
tumbuh pada seluruh
iIsolat Putih bagian miselium, kolumela
1.
a. Sporangium berbentuk bulat,dan tidak
b. Sporangiofor membentuk stolon
c. Hifa

Konidia berukuran besar,

b berbentuk bulat sampai


a lonjong berwarna hitam,
konidia berangkai-rangkai
c menjadi banyak. Fungi ini
2.
mempunyai konidiofor
iIsolat Hitam
panjang, berdinding tipis.
a. Vesikel
b. Konidia Pada ujungnya membesar
c. Konidiofor membentuk bulatan.
Konidia berangkai-rangkai
berbentuk banyak. Fungi
ini mempunyai konidiofor
berdinding tipis.

iIsolat Hijau

3.
c
a

b
iIsolat Hijau
22

Aktivitas Antibakteri Isolat Fungi Endofit Daun Miana (Coleus


scutellarioides (L.) Benth) terhadap Streptococcus mutans dan
Porphyromonas gingivalis
Dari hasil penelitian yang diperoleh berupa Pengukuran Zona
Hambat Isolat Fungi Endofit Daun Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth)
terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis
selama 1 x 24 jam pada suhu 37°C diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Zona Hambat Isolat Fungi Endofit Daun
Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth) Terhadap Pertumbuhan
Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis menggunakan
metode sumuran
Diameter Zona Hambat (mm)
Inkubasi 1 x 24 Jam Pada Setiap Rata-
Sampel Perlakuan Total
Replikasi rata
Cawan 1 Cawan 2 Cawan 3
Putih 10 11 11 32 10,6
Hitam 12 12 13 37 12,3
Streptococcus Hijau 13 14 14 41 13,3
mutans Abu-abu 12 13 14 39 13
Kontrol
8 8 8 24 8
Negatif
Putih 14,5 10 10 34,5 11,5
Hitam 12,5 12 11,5 36 12
Porphyromonas Hijau 12,5 14 12 38,5 12,8
gingivalis Abu-abu 13 11 11,5 35,5 11,8
Kontrol
8 8 8 24 8
Negatif
23

IV.2 Pembahasan
Fungi endofit merupakan fungi yang hidup didalam jaringan tumbuhan
tanpa memperlihatkan timbulnya penyakit pada tumbuhan tersebut. (Bara, dkk
2017)
Hasil penelitian menemukan empat isolat murni fungi endofit dari
daun miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth). Berdasarkan pengamatan
makroskopik koloni isolat putih memiliki warna koloni putih, strukturnya
halus dengan tinggi beberapa cm menyerupai permen kapas. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Wangge et al. (2012) warna putih menjadi penanda adanya
Mucor sp. Adapun secara mikroskopis memiliki ciri-ciri konidia berbentuk
semibulat hingga bulat dengan warna merah kecoklatan hingga coklat cerah.
Hifa tidak berseptat kadang-kadang membentuk cabang, sporangiospora
tumbuh pada seluruh bagian miselium, kolumela berbentuk bulat,dan tidak
membentuk stolon, berdasarkan ciri tersebut diduga sama seperti fungi Mucor
sp. Hal ini berdasarkan pernyataan Wangge et al. (2012)
Pada isolate hitam memiliki makroskopik terlihat koloni jamur
berbentuk bulat, berwarna coklat kehitaman dengan tepi merata dan agak
kasar. Secara mikroskopis hifanya tak bersepta, setiap konidiofora
menyongkong satu konidia. Konidia memiliki ciri yaitu berbentuk bulat
dengan konidiofora panjang berbentuk silinder, serta tidak berwarna (hialin)
Berdasarkan makroskopiknya, Isolat hitam memiliki Warna koloni
hitam dengan putih sekeliling, bentuk koloni bulat, sebaran memusat,
permukaan koloni kasar, Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhidayat (2018)
Warna hitam menjadi penanda adanya Aspergillus niger. Pada pengamatan
mikroskopiknya Konidia berukuran besar, berbentuk bulat sampai lonjong
berwarna hitam, konidia berangkai-rangkai menjadi banyak. Fungi ini
mempunyai konidiofor panjang, berdinding tipis. Pada ujungnya membesar
membentuk bulatan. Berdasarkan ciri tersebut diduga sama seperti fungi
24

Aspergillus niger. Hal ini berdasarkan pernyataan Gandjar (2000) Kepala


konidia berwarna hitam, berbentuk bulat, dan cenderung merekah menjadi
kolom-kolom pada koloni berumur tua. Stipe dari konidiofor berdinding halus,
berrwarna hialin, tetapi dapat juga kecoklatan. Vesikula berbentuk bulat
hingga semibulat, dan berdiameter 50-100 µm. Konidia berbentuk bulat
hingga semibulat berukuran 3,5-5,0 µm, berwarna coklat memiliki
ornamentasi berupa tonjolan dan duri-duri yang tidak beraturan.
Pengamatan pada isolat hijau secara makroskopik berupa koloni
berwarna hijau kekuningan, bentuk koloni tidak beraturan, menyebar,
permukaan koloni halus seperti tepung. Pengamatan mikroskopik berupa
konidia berangkai-rangkai berbentuk banyak. Fungi ini mempunyai
konidiofor berdinding tipis. Ciri-ciri tersebut diduga sama dengan ciri-ciri
fungi Aspergillus flavus. Hal ini berdasarkan pernyataan Nurul (2017) yaitu
koloni dari Aspergillus flavus umumnya tumbuh dengan cepat dan mencapai
diameter 6-7 cm dalam 10-14 hari. Kapang ini memiliki warna permulaan
kuning yang akan berubah menjadi kuning kehijauan atau coklat dengan
warna inverse keemasan atau tidak berwarna sedangkan koloni yang sudah tua
memiliki warna hijau tua. Menurut Gandjar (2000) kepala konidia khas
berbentuk bulat, kemudian merekah menjadi beberapa kolom, dan berwarna
hijau kekuningan hingga hijau tua kekuningan. Konidiofor berwarna hialin,
kasar, dan dapat mencapai panjang 1,0 mm (ada yang sampai 2,5 mm).
Vesikula berbentuk bulat hingga semibulat, konidia berbentuk bulat hingga
semi bulat.
hasil pengamatan isolat abu-abu menunjukan mirip dengan Rhizopus
sp yang diduga mirip dengan penelitian Sine & Soetarto (2018). Kapang
Rhizopus sp berwarna putih abu-abu dan saat lebih dari 72 jam berwarna
hitam abu-abu. Sporagium berbentuk bulat, sporagiofor tunggal muncul
berlawanan arah dengan Rhizoid yang sangat pendek, tekstur sporangiofor
25

halus, kolumela berbentuk globose, bentuk hifa tidak bersekat dan bentuk
kepala spora bulat.
Hasil isolat fungi endofit daun miana yang diperoleh setelah dilakukan
pengujian antibakteri terhadap Streptococcus mutans dan Porphyromonas
gingivalis. Hasil penelitian memperlihatkan adanya zona hambat isolat putih,
hitam, hijau dan abu-abu fungi endofit daun miana terhadap pertumbuhan
Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis. Pada isolat putih fungi
endofit daun miana yang diujikan pada bakteri uji Streptococcus mutans
memiliki diameter zona hambat rata-rata 10,6 mm dan untuk Porphyromonas
gingivalis memiliki diameter zona hambat rata-rata 11,5 mm. Untuk isolat
hitam fungi endofit daun miana yang diujikan pada Streptococcus mutans
memiliki zona hambat rata-rata 12,3 mm dan untuk Porphyromonas gingivalis
memiliki zona hambat rata-rata 12 mm. untuk isolate hijau fungi endofit daun
miana yang diujikan pada Streptococcus mutans memiliki zona hambat rata-
rata 13,3 mm dan untuk Porphyromonas gingivalis memiliki zona hambat
rata-rata 12,8 mm. Untuk isolat abu-abu fungi endofit daun miana yang
diujikan pada Streptococcus mutans memiliki zona hambat rata-rata 13 mm
dan untuk Porphyromonas gingivalis memiliki zona hambat rata-rata 11,8
mm. Data tersebut menunjukkan bahwa fungi endofit yang tumbuh pada daun
miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth) dapat menghambat pertumbuhan
Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis. Terbentuknya zona
bening menandakan bahwa fungi endofit tersebut memiliki kemampuan untuk
memproduksi senyawa ekstraseluler yang bersifat antibakteri. Potensi
antibakteri ini disebabkan oleh kandungan metabolit sekunder yang ada dalam
tanaman seperti steroid, terpenoid, fenolik, alkaloid (Rollando, 2019;
Kumala, 2014; Wignyanto, 2016 ).
Isolat putih diidentifikasi sebagai Mucor sp. (berwarna putih), isolat
hitam diidentifikasi sebagai Aspergillus niger (berwarna hitam), isolat hijau
diidentifikasi sebagai Aspergillus fumigatus (berwarna hijau) dan isolat abu-
26

abu diidentifikasi sebagai Rhizopus sp (berwarna abu-abu). Hasil pengukuran


diameter zona hambat isolat putih, hitam, hijau dan abu-abu fungi endofit
terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis,
dianalisis secara SPSS. Uji normalitas untuk Streptococcus mutans
menunjukkan nilai sig 0,000 - 1,000 yang berarti ada data yang berdistribusi
tidak normal. Uji homogenitas menunjukkan nilai sig 0,005 < 0,05 yang
berarti data tidak homogen. Sehingga analisis selanjutnya dilakukan Uji non
parametrik. Uji Kruskal Wallis menunjukkan nilai sig 0,093 > 0,05 yang
berarti semua isolat memberikan daya hambat yang tidak berbeda dalam
menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans. Analisis lanjutan dengan
Mann Whitney untuk menentukan pengaruh antar perlakuan, pengaruh antar
perlakuan menunjukkan perlakuan putih, hitam, hijau, dan abu-abu berbeda
dengan kontrol negatif yang berarti mempunyai efek sebagai antibakteri
terhadap Streptococcus mutans. Uji normalitas untuk Porphyromonas
gingivalis menunjukkan nilai sig 0,000 - 1,000 yang berarti ada data yang
berdistribusi tidak normal. Uji homogenitas menunjukkan nilai sig 0,171 <
0,05 yang berarti data homogen. Sehingga analisis selanjutnya dilakukan Uji
non parametrik. Uji Kruskal Wallis menunjukkan nilai sig 0,015 > 0,05 yang
berarti semua isolat memberikan daya hambat yang tidak berbeda dalam
menghambat pertumbuhan Porphyromonas gingivalis. Analisis lanjutan
dengan Mann Whitney untuk menentukan pengaruh antar perlakuan, pengaruh
antar perlakuan menunjukkan perlakuan putih, hitam, hijau, dan abu-abu
berbeda dengan kontrol negatif yang berarti mempunyai efek sebagai
antibakteri terhadap Porphyromonas gingivalis.
27

BAB V
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada Daun Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth) didapatkan empat
isolat fungi endofit yaitu Isolat Putih diduga Mukor sp, Isolat Hitam
diduga Aspergillus niger, Isolat Hijau diduga Aspergillus fumigatus, dan
Isolat Abu-abu diduga Rhizopus sp.
2. Isolat fungi endofit dari Daun Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth)
memiliki aktvitas antibakteri terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans
dan Porphyromonas gingivalis
IV.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji efek antibakteri
isolate fungi endofit Daun Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth) dengan
pengujian yang berbeda untuk mengetahui lebih lanjut senyawa biokimia yang
28

terkandung dalam fungi endofit Daun Miana (Coleus scutellarioides (L.)


Benth).
DAFTAR PUSTAKA

Anita, Arisanti, D., & Fatmawati, A. (2018). Isolasi Dan Identifikasi Senyawa
Flavonoid Estrak Etanol Daun. Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M),
2018, 199–203.

Anita, A., Basarang, M., & Rahmawati, R. (2019). Uji Daya Hambat Ekstrak Daun
Miana (Coleus atropurpureus) Terhadap Escherichia coli. Jurna Media Analis
Kesehatan, 10(1), 72-78

Damayanti Harahap, L. E. N. I. (2019). Daya Hambat sarang lebah Trigona sp


terhadap Pertumbuhan Porphyromonas gingivalis.

Fitriyana, N., Arina, Y. M., Harmono, H., & Susilawati, I. (2013). Pemaparan bakteri
Porphyromonas gingivalis mempengaruhi produksi superoksid netrofil The
effect of Porphyromonas gingivalis induction on neutrophil’s superoxide
production. Journal of Dentomaxillofacial Science, 12(3), 152.
https://doi.org/10.15562/jdmfs.v12i3.370

Kumala S, 2014. Mikroba Endofit Pemanfaatan Mikroba Endofit dalam Bidang


Farmasi. ISFI Penerbit. Jakarta Barat.

Kusumawati, D. E., Pasaribu, F. H., & Bintang, M. (2014). Aktivitas Antibakteri


Isolat Bakteri Endofit dari Tanaman Miana (Coleus scutellariodes [L.] Benth.)
terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Current Biochemistry,
1(1), 45–50. https://doi.org/10.29244/cb.1.1.45-50

Listrianah, L. (2017). Indeks Karies Gigi Ditinjau Dari Penyakit Umum dan Sekresi
Saliva Pada Anak di Sekolah Dasar Negeri 30 Palembang 2017. JJP (Jurnal
Kesehatan Poltekkes Palembang), 12(2), 136-148

Nova Rosdiana, & Abdillah Imron Nasution. (2016). GAMBARAN DAYA


HAMBAT MINYAK KELAPA MURNI DAN MINYAK KAYU PUTIH
DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Streptococcus mutans. Journal
of Syiah Kuala Dentistry Society, 1(1), 43–50.

Pakadang, S. R., Marsus, I., & Ihsanawati, I. (2021). Antibacterial Activity of


Endophytic Fungus Isolates of Mangrove Fruit (Sonneratia alba) Against
Staphylococcus aureus and Esherichia coli. Jurnal Info Kesehatan, 19(1), 55–63.
https://doi.org/10.31965/infokes.vol19.iss1.416

20
21

Pratiwi, L. C. (2012). Adhesi Porphyromonas gingivalis pada netrofil yang diinkubasi


ekstrak kelopak bunga rosella (Hubiscus sabdariffa L.). Skripsi. Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember. Jember.

Qalbi BM, A. N., Djangi, J. &, & Muhaedah. (2017). Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Kloroform Daun Tumbuhan Iller (Coleus
scutellarioides, Linn, Benth). Jurnal Chemica, 18(1), 48–55.

Quamilla, N. (2016). Stres dan kejadian periodontitis (Kajian Literatur). Journal of


Syiah Kuala Dentistry Society, 1(2), 161-168

Rianto, A., Isrul, M., Anggarini, S., & Saleh, A. (2018). Isolasi Dan Identifikasi
Fungi Endofit Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale L.) Sebagai
Antibakteri Terhadap Salmonella typhimurium. Jurnal Mandala Pharmacon
Indonesia, 4(02), 109–121. https://doi.org/10.35311/jmpi.v4i02.34

Riset Kesehatan Dasar 2018, badan penelitian dan pengembangan kesehatan


kementrian kesehatan 2018.

Rizal, N. M., Nurhaeni, N., & Ridhay, A. (2018). AKTIVITAS ANTIBAKTERI


EKSTRAK DAUN MAYANA (Coleus atropurpureus [L] Benth)
BERDASARKAN TINGKAT KEPOLARAN PELARUT. KOVALEN: Jurnal
Riset Kimia, 4(2), 180–189. https://doi.org/10.22487/kovalen.2018.v4.i2.10001

Rollando, 2019. Senyawa Antibakteri Dari Fungi Endofit. CV Seribu Bintang.


Malang Sumampow OJ, 2019. Mikrobiologi Kesehatan. Deepublish Publisher.
Yogyakarta

Sakinah, Nur, et al. Uji Aktivitas Sediaan Obat Kumur Ekstrak Daun Miana (Coleus
scutellarioides (L.) Benth) Terhadap Streotococcus mutans. (2018)

Sibarani, M. R. (2014). Karies: Etiologi, Karakteristik Klinis, dan Tatalaksana.


Majalah Kedokteran UKI, 30(1): 14-22.

Susanti, L., Simanjuntak, S., Harriman, N. A., Lage, M. D., Ningsih, P., Sakung, J.,
Zuhrawati, Z., Asmilia, N., Rizky, A., Zuraidawati, Z., Nazaruddin, N., Adam,
M., Muttaqien, M., Rosidah, I., Zainuddin, Z., Agustini, K., Bunga, O.,
Pudjiastuti, L., Fadliya, F., Lumb, A. B. (2019). ANALISIS BIOAUTOGRAFI
DAN KARAKTERISASI DENGAN FTIR PADA FRAKSI DAUN LABU
SIAM (Sechium edule (jacq).SW) TERHADAP Porphyromonas gingivalis DAN
Streptococcus mutans Analysis Of Bioautography And Characterization With
Ftir In Siam (Sechium edule(jacq) .SW). Continuing Education in Anaesthesia,
Critical Care and Pain, 9(1), 13–20.
22

Ulpiyah, Zakiyyah, 2018. Daya Hambat Ekstrak Daun Namnam (Cynometra


caulifloraL.) Terhadap Pertumbuhan Porphyromonas gingivalis.

Walpajri, F., Rohyani, & Umayah, S. (2014). Mikroba Endofit “Si Pembunuh”
Escherichia coliWalpajri, F., Rohyani, & Umayah, S. (2014). Mikroba Endofit
“Si Pembunuh” Escherichia coli. Prosiding Elektronik (e-Proceeding) PIMNAS
PKM-P 2014, 1–7. Prosiding Elektronik (e-Proceeding) PIMNAS PKM-P 2014,
1–7.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja

1. Isolasi Fungi Endofit

Daun Miana (Coleus scutellarioides (L.) Benth)

- Pencucian air mengalir


- Perendaman pada etanol 75% selama 1 menit
- Perendaman pada larutan NaOCl 5% 5 menit
- Perendaman pada etanol 75% selama 30 menit
- Pengeringan
- Pemotongan + 1 cm

Penanaman pada Medium PDA

Inkubasi pada suhu 25°C selama 7 hari

Isolasi Fungi Endofit

Pemurnian fungi endofit

Isolat Murni

Fungi dimurnikan berdasarkan ciri-ciri


mikroskopiknya yang ditumbuhkan
pada medium PDA
Kultur Tunggal

Gambar 1. Skema Kerja Isolasi Fungi Endofit Daun Miana (Coleus scutellarioides
(L.) Benth)

22
23

2. Uji Antagonis

Kultur Tunggal Bakteri Streptococus mutans dan


Porphyromonas gingivalis
Disuspensikan dengan
aquades steril Diinokulasi 1 ose pada
Medium NA miring dan
Suspensi Fungi Endofit Diinkubasi pada suhu
37oC selama 24 jam
Dilakukan penanaman
Hasil Peremajaan Bakteri
pada medium
menggunakan paper disk
Medium NA Diambil 1 ose dan
15 ml Disuspensikan dengan
NaCl 0,9 %

Inkubasi Pada Suhu 37oC Selama 1 × 24 Jam

Pengamatan /Pengukuran Zona Hambatan

Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 2. Skema Kerja Aktivitas Isolat Fungi Endofit Daun Miana (Coleus
scutellarioides (L.) Benth) Terhadap Streptococcus mutans dan
Porphyromonas gingivalis.
24

Lampiran 2. Perhitungan Statistik SPSS

Analisis efektivitas isolat putih, hitam, hijau dan abu-abu terhadap Streptococcus
mutans dan Porphyromonas gingivalis

Case Processing Summary


Cases
Bahan Uji Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Putih 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%
Hitam 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%
Porphyromonas Hijau 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%
gingivalis Abu-abu 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%
Kontrol 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%
negative
Putih 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%

Hitam 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%

Streptococcus mutans Hijau 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%

Abu-abu 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%


Kontrol 3 100,0% 0 0,0% 3 100,0%
negative

b ,c , d , e, f , g
Tests of Normality
a
Kolmogorov−Smirnov Shapiro-Wilk
Bahan uji
statistic df Sig. statistic Df Sig.
Jamur putih ,385 3 . ,750 3 ,000
Porphyromonas Jamur hitam ,175 3 . 1,000 3 1,000
gingivalis Jamur hijau ,292 3 . ,923 3 ,463
Jamur abu-abu ,292 3 . ,923 3 ,463
Streptococcus Jamur putih ,385 3 . ,750 3 ,000
25

Jamur hitam ,385 3 . ,750 3 ,000


mutans Jamur hijau ,385 3 . ,750 3 ,000
Jamur abu-abu ,175 3 . 1,000 3 1,000
a. Lilliefors Significance Correction

Data jamur putih terhadap Porphyromonas gingivalis dan data jamur putih, jamur
hitam dan jamur hijau terhadap Streptococcus mutans berkontribusi tidak sempurna

Test of Homogeneity of Variances


Levene Statistic df1 df2 df3
Porphyromonas gingivalis 7,266 4 10 ,005
Streptococcus mutans 2,000 4 10 ,171

Data tidak homogeny


Analisis dilanjutkan secara non parametri

Kruskal-Wallis Test

Ranks
bahan uji N Mean Rank
jamur putih 3 8,00
jamur hitam 3 9,50
Porphyromonas jamur hijau 3 11,67
gingivalis jamur abu-abu 3 8,83
kontrol negatif 3 2,00
Total 15
Streptococcus mutans jamur putih 3 5,00
jamur hitam 3 9,00
jamur hijau 3 13,00
jamur abu-abu 3 11,00
kontrol negatif 3 2,00
26

Total 15

Test Statisticsa,b
Porphyromonas Streptococcus
gingivalis mutans
Chi-Square 7,972 12,376
Df 4 4
Asymp. Sig. ,093 ,015

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: bahan uji

Analisis Kruskal Wallis menunjukkan ada pengaruh isolate terhadap pertumbuhan


Porphyromonas gingivalis dan Streptococcus mutans

Mann-Whitney Test

Ranks
Sum of
bahan uji N Mean Rank
Ranks
jamur putih 3 3,00 9,00
Porphyromonas
jamur hitam 3 4,00 12,00
gingivalis
Total 6
jamur putih 3 2,00 6,00
Streptococcus
jamur hitam 3 5,00 15,00
mutans
Total 6

Test Statisticsa
Porphyromonas
Streptococcus mutans
gingivalis
Mann-Whitney U 3,000 ,000
Wilcoxon W 9,000 6,000
Z -,664 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,507 ,043
27

Exact Sig. [2*(1-tailed


,700b ,100b
Sig.)]
a. Grouping Variable: bahan uji
b. Not corrected for ties.

Mann-Whitney Test

Ranks
bahan uji N Mean Rank Sum of Ranks
jamur putih 3 3,00 9,00
Porphyromonas
jamur hijau 3 4,00 12,00
gingivalis
Total 6
jamur putih 3 2,00 6,00
Streptococcus
jamur hijau 3 5,00 15,00
mutans
Total 6

Test Statisticsa
Porphyromonas
Streptococcus mutans
gingivalis
Mann-Whitney U 3,000 ,000
Wilcoxon W 9,000 6,000
Z -,664 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,507 ,043
Exact Sig. [2*(1-tailed
,700b ,100b
Sig.)]

a. Grouping Variable: bahan uji


b. Not corrected for ties.

Mann-Whitney Test
28

Ranks
Mean Sum of
bahan uji N
Rank Ranks
jamur putih 3 3,00 9,00
Porphyromonas
jamur abu-abu 3 4,00 12,00
gingivalis
Total 6
jamur putih 3 2,00 6,00
Streptococcus
jamur abu-abu 3 5,00 15,00
mutans
Total 6

Test Statisticsa
Porphyromonas
Streptococcus mutans
gingivalis
Mann-Whitney U 3,000 ,000
Wilcoxon W 9,000 6,000
Z -,664 -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,507 ,046
Exact Sig. [2*(1-tailed
,700b ,100b
Sig.)]

a. Grouping Variable: bahan uji


b. Not corrected for ties.

Mann-Whitney Test

Ranks
Mean Sum of
bahan uji N
Rank Ranks
Porphyromonas jamur putih 3 5,00 15,00
gingivalis kontrol 3 2,00 6,00
29

negatif
Total 6
jamur putih 3 5,00 15,00
Streptococcus kontrol
3 2,00 6,00
mutans negatif
Total 6

Test Statisticsa
Porphyromonas
Streptococcus mutans
gingivalis
Mann-Whitney U ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000
Z -2,121 -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034 ,034
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b
Sig.)]

a. Grouping Variable: bahan uji


b. Not corrected for ties.

Mann-Whitney Test

Ranks
Mean
bahan uji N Sum of Ranks
Rank
jamur hitam 3 2,67 8,00
Porphyromonas
jamur hijau 3 4,33 13,00
gingivalis
Total 6
Streptococcus jamur hitam 3 2,17 6,50
mutans jamur hijau 3 4,83 14,50
30

Total 6

Test Statisticsa
Porphyromonas Streptococcus
gingivalis mutans
Mann-Whitney U 2,000 ,500
Wilcoxon W 8,000 6,500
Z -1,124 -1,826
Asymp. Sig. (2-tailed) ,261 ,068
Exact Sig. [2*(1-tailed
,400b ,100b
Sig.)]

a. Grouping Variable: bahan uji


b. Not corrected for ties.

Mann-Whitney Test

Ranks
Sum of
bahan uji N Mean Rank
Ranks
jamur hitam 3 3,83 11,50
Porphyromonas
jamur abu-abu 3 3,17 9,50
gingivalis
Total 6
jamur hitam 3 2,83 8,50
Streptococcus
jamur abu-abu 3 4,17 12,50
mutans
Total 6

Test Statisticsa
Porphyromonas Streptococcus mutans
31

gingivalis
Mann-Whitney U 3,500 2,500
Wilcoxon W 9,500 8,500
Z -,443 -,943
Asymp. Sig. (2-tailed) ,658 ,346
Exact Sig. [2*(1-tailed
,700b ,400b
Sig.)]
a. Grouping Variable: bahan uji
b. Not corrected for ties.

Mann-Whitney Test

Ranks
Sum of
bahan uji N Mean Rank
Ranks
jamur hitam 3 5,00 15,00
Porphyromonas kontrol
3 2,00 6,00
gingivalis negatif
Total 6
jamur hitam 3 5,00 15,00
Streptococcus kontrol
3 2,00 6,00
mutans negatif
Total 6

Test Statisticsa
Porphyromonas Streptococcus
gingivalis mutans
Mann-Whitney U ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000
Z -2,087 -2,121
32

Asymp. Sig. (2-tailed) ,037 ,034


Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b
Sig.)]

a. Grouping Variable: bahan uji


b. Not corrected for ties.

Mann-Whitney Test

Ranks
Mean Sum of
bahan uji N
Rank Ranks
jamur hijau 3 4,33 13,00
Porphyromonas
jamur abu-abu 3 2,67 8,00
gingivalis
Total 6
jamur hijau 3 4,17 12,50
Streptococcus
jamur abu-abu 3 2,83 8,50
mutans
Total 6

Test Statisticsa
Porphyromonas Streptococcus
gingivalis mutans
Mann-Whitney U 2,000 2,500
Wilcoxon W 8,000 8,500
Z -1,091 -,943
Asymp. Sig. (2-tailed) ,275 ,346
Exact Sig. [2*(1-tailed ,400b
,400b
Sig.)]
33

a. Grouping Variable: bahan uji


b. Not corrected for ties.

Mann-Whitney Test

Ranks
Mean
bahan uji N Sum of Ranks
Rank
jamur hijau 3 5,00 15,00
Porphyromonas kontrol
3 2,00 6,00
gingivalis negatif
Total 6
jamur hijau 3 5,00 15,00
Streptococcus kontrol
3 2,00 6,00
mutans negatif
Total 6

Test Statisticsa
Porphyromonas Streptococcus
gingivalis mutans
Mann-Whitney U ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000
Z -2,087 -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,037 ,034
Exact Sig. [2*(1-tailed ,100b ,100b
Sig.)]

a. Grouping Variable: bahan uji


b. Not corrected for ties.
Mann-Whitney Test
34

Ranks
Mean Sum of
bahan uji N
Rank Ranks
jamur abu-abu 3 5,00 15,00
Porphyromonas kontrol
3 2,00 6,00
gingivalis negatif
Total 6
jamur abu-abu 3 5,00 15,00
Streptococcus kontrol
3 2,00 6,00
mutans negatif
Total 6

Test Statisticsa
Porphyromonas Streptococcus
gingivalis mutans
Mann-Whitney U ,000 ,000
Wilcoxon W 6,000 6,000
Z -2,087 -2,087
Asymp. Sig. (2-tailed) ,037 ,037
Exact Sig. [2*(1-tailed
,100b ,100b
Sig.)]

a. Grouping Variable: bahan uji


b. Not corrected for ties.

Tabel hasil analisis Mann Whitney


35

Porphyromonas gingivalis

1. 2. 3. 4. N
1. -
2. 0,507 -
3. 0,507 0,261 -
4. 0,507 0,658 0,75 -
N 0,034 0,037 0,037 0,037 -

Streptococcus mutans

1. 2. 3. 4. N
1. -
2. 0,043 -
3. 0,043 0,068 -
4. 0,046 0,346 0,346 -
N 0,034 0,034 0,034 0,037 -

Lampiran 3. Dokumentasi
36

Daun Miana (Coleus scutellarioides Sterilisasi alat di oven pada suhu


(L.) Benth) 180°C selama 2 jam

Bahan-bahan yang digunakan untuk


pembuatan media Penimbangan Media PDA (Potato
Dextrose Agar)
37

Akohol 75% dan larutan natrium


hipoklorit (NaOCl)
Mencuci sampel pada air mengalir
selama 10 menit

Perendaman sampel pada etanol Perendaman sampel pada NaOCl


75% 5%
38

Mengeringkan sampel yang telah


Memotong sampel ± 1 cm
di rendam

Menanamsampel pada media PDA Diinkubasi pada suhu 25°C


(Potato Dextrose Agar) selama 3 hari pada inkubator
39

Memindahkan hasil isolasi ke media


Hasil isolasi sampel hari ke-3
PDA (Potato Dextrose Agar)

Hasil pemurnian isolate putih hari ke-3 Hasil pemurnian isolate hijau hari ke-3
40

Hasil pemurnian isolate hitam hari Hasil pemurnian isolate abu-abu hari
ke-3 ke-3

Pengamatan di bawah mikroskop


41

Penimbangan medium NA (Nutrient Peremajaan Bakteri


Agar)

Bakteri Porphyromonas gingivalis dan Membuat suspensi fungi endofit daun


Streptococcus mutans miana
42

Pembuatan sumuran pada media NA Mengoles bakteri uji pada media NA


(Nutrient Agar) (Nutrient Agar)

Penanaman suspensi fungi endofit


menggunakan metode sumuran pada Diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 x
medium NA (Nutrient Agar) 24 jam pada inkubator
43
44

Diameter Zona Hambat Dari Cawan 2 Diameter Zona Hambat Dari Cawan 3
Fungi Endofit Daun Miana Terhadap Fungi Endofit Daun Miana Terhadap
Porphyromonas gingivalis Porphyromonas gingivalis

Anda mungkin juga menyukai