Anda di halaman 1dari 94

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

FRAKSI ETANOL DAUN PAGODA (Clerodendrum


paniculatum L.) TERHADAP Bacillus cereus,
Bacillus subtilis, DAN Escherichia coli

SKRIPSI

Oleh:

ROSLIANI
1601011191

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2020
SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
FRAKSI ETANOL DAUN PAGODA (Clerodendrum
paniculatum L.) TERHADAP Bacillus cereus,
Bacillus subtilis, DAN Escherichia coli

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendididkan


Program Studi S1 Farmasi Dan Memperoleh
Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

ROSLIANI
1601011191

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Skirining Fitokimia Dan Uji Aktivitas


Antibakteri Fraksi Etanol Daun Pagoda
(Clerodendrum paniculatum L.) TERHADAP
Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Dan Escherichia
coli
Nama Mahasiswa : Rosliani
Nomor Induk Mahasiswa : 1601011191
Minat Studi : S1 Farmasi

Medan, Oktober 2020

Menyetujui

Komisi Pembimbing :

Pembimbing I Pembimbing II

(apt. Ihsanul Hafiz, S.Farm., M.Si) (apt. Pricella Ginting, S.Farm., M.Si)

Mengetahui:
Ka. Prodi Sarjana Farmasi
Fakultas Farmasi dan Kesehatan
Institut Kesehatan Helvetia Medan

(apt. Adek Chan, S.Si., M.Si)


Telah diuji pada tanggal :

PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Ketua : apt. Ihsanul Hafiz, S.Farm., M.Si


Anggota : 1. apt. Pricella Ginting, S.Farm., M.Si
2. apt. Yettri Bess C. Simarmata, S.Farm., M.Si
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah di ajukan untuk mendapatkan
gelar akademik Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi dan
Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia Medan.
2. Skripsi ini murni adalah gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan bimbingan dan masukanTim
Penguji.
3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
di publikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan menerima sanksi akademik berupa
pencabutan gelar yang telah diproleh karena karya ini, serta lainnya sesuai
dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Medan, Oktober 2020


Yang membuat pernyataan

Rosliani
1601011191
RIWAYAT HIDUP PENULIS

IDENTITAS
Nama Lengkap : Rosliani
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Kota Tinggi, 23 Maret 1997
Agama : Islam
Nama Ayah : Muhammad Nur
Nama Ibu : Duma Sari
Anak Ke : 2 dari 4 bersaudara
No. Hp : 081260590206

PENDIDIKAN FORMAL
Tahun 2003 – 2009 : SD Negeri 142671 Bandar Panjang
Tahun 2009 – 2012 : MTS Negeri 1 Muara Sipongi
Tahun 2012 – 2015 : SMA Negeri 1 Kota Nopan
Tahun 2016 – 2020 : S1 Farmasi Institut Kesehatan helvetia
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim, segala puji dan syukur kehadirat ALLAH


SWT, atas rahmat dan karunia-Nya telah memberi kesempatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sesuai dengan waktu yang
direncanakan.
Skripsi ini berjudul Skirining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri
Fraksi Etanol Daun Pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) Terhadap
Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia coli.
Adapun maksud dan tujuan menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk
memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi S-1 Farmasi
Fakultas Farmasi Dan Kesehatan Umum Institut Kesehatan Helvetia Medan.
izinkanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Dr.dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes., selaku Pembina
Yayasan Helvetia.
2. Bapak Iman Muhammad, S.E., S.Kom., M.M., M.Kes., selaku Ketua
Yayasan Helvetia.
3. Bapak Dr.H. Ismail Efendy, M.Si., selaku Rektor Institut Kesehatan
Helvetia.
4. Bapak apt. Darwin Syamsul, S.Si., M.Si, selaku Dekan Fakultas Farmasi
dan Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia Medan
5. Ibu apt. Adek Chan, S.Si., M.Si, selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi
Institut kesehatan Helvetia Medan.
6. Bapak apt. Ihsanul Hafiz, S.farm., M.Si, selaku dosen pembimbing I yang
telah menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memberikan
arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi.
7. Ibu apt. Pricella Ginting, S.farm., M.Si, selaku dosen pembimbing II yang
telah menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memberikan
arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi
8. Ibu apt. Yettri Bess C. Simarmata S.Farm., M.Si, selaku dosen penguji
memberikan masukan yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini
9. Staf Dosen Sarjana Farmasi dan Para Staf Institut Kesehatan Helvetia
Medan yang telah banyak memberikan ilmu selama penulis mengikuti
pendidikan
10. Teristimewa sekali kepada kedua Orang tua saya, yang terhormat Ayahanda
Muhammad Nur,dan Ibunda Duma Sari, sebagai rasa hormat, sayang dan
rasa terimakasih yang tak terhingga atas semua pengorbanan, dukungan dan
doa yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Kepada saudara-saudara saya yang saya sayangi dan kasihi, Abangku
Bripda Hasmar Rifai, Rio Sandy, S.H, Dan kepada teman-teman sekalian.

Medan, Februari 2020


Penulis

Rosliani

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi

BAB I PENDAHULUAN
vi
1.1. Latar Belakang................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah........................................................... 5
1.3. Hipotesis Penelitian............................................................ 5
1.4. Tujuan Penelitian............................................................... 6
1.5. Manfaat Penelitian............................................................. 6
1.6. Kerangka Pikir Penelitian.................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


8
2.1. Bunga Pagoda.................................................................... 8
2.1.1. Taksonomi.............................................................. 8
2.1.2. Morfologi............................................................... 9
2.1.3. Sinonim.................................................................. 9
2.1.4. Nama Asing............................................................ 9
2.1.5. Kandungan Metabolit Sekunder............................. 9
2.1.6. Manfaat Tumbuhan Bunga Pagoda........................ 10
2.2. Ekstrak............................................................................... 10
2.2.1. Ekstraksi................................................................. 11
2.2.2. Metode-metode ekstraksi....................................... 12
2.2.3. Fraksinasi............................................................... 14
2.2.4. Skrining Fitokimia................................................. 15
2.3. Senyawa Bioaktif............................................................... 15
2.3.1. Flavonoid................................................................ 15
2.3.2. Alkaloid.................................................................. 16
2.3.3. Triterpenoid/Steroid............................................... 16
2.3.4. Saponin................................................................... 17
2.3.5. Glikosida................................................................ 17
2.3.6. Tanin...................................................................... 17

ii
2.3.7. Pelarut.................................................................... 17
2.4. Penyakit.............................................................................. 18
2.4.1. Agen Patogen Penyebab Penyakit.......................... 18
2.4.2. Penularan Penyakit................................................. 19
2.4.3. Infeksi..................................................................... 20
2.4.4. Bakteri.................................................................... 20
2.4.5. Penggolongan Bakteri............................................ 20
2.4.6. Komponen Struktur Bakteri................................... 22
2.4.7. Penyakit Bakterial.................................................. 24
2.4.8. Bacillus cereus........................................................ 25
2.4.9. Bacillus subtilis...................................................... 26
2.4.10. Eschericia Coli....................................................... 26
2.5. Antibakteri......................................................................... 27
2.5.1. Bakterisid............................................................... 27
2.5.2. Bakteriostatik......................................................... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


28
3.1. Jenis Penelitian................................................................... 28
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian............................................ 28
3.2.1. Tempat Penelitian................................................... 28
3.2.2. Waktu Penelitian.................................................... 28
3.3. Penyiapan Sampel.............................................................. 28
3.4. Alat dan Bahan Yang Digunakan....................................... 29
3.4.1. Alat yang digunakan............................................... 29
3.4.2. Bahan yang Digunakan.......................................... 29
3.5. Prosedur Kerja.................................................................... 29
3.5.1. Penyiapan Bahan Untuk Ekstraksi......................... 29
3.5.2. Ekstraksi dengan bahan pelarut.............................. 30
3.5.3. Fraksinasi Ekstrak Secara Cair-Cair...................... 30
3.5.4. Pembuatan Pereaksi................................................ 31
3.5.5. Skrining Fitokimia Terhadap Hasil Fraksinasi....... 32
3.5.6. Sterilisasi Alat Dan Bahan..................................... 34
3.6. Pengujian Aktivitas Antibakteri......................................... 35
3.6.1. Pembuatan Media................................................... 35
3.6.2. Pembiakan Bakteri................................................. 36
3.7. Rencana Analisis Data....................................................... 38
3.7.1. Teknik Pengumpulan Data..................................... 38
3.7.2. Pengolahan Data..................................................... 38

BAB IV PEMBAHASAN
39
4.1. Hasil Penelitian.................................................................. 39
4.2. Hasil Ekstraksi Dan Fraksinasi.......................................... 39
4.3. Hasil Dan Pembahasan Fraksinasi Ekstrak Daun Pagoda. 40
4.4. Hasil Skrining Fitokimia.................................................... 40

iii
4.5. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri............................... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


47
5.1. Kesimpulan........................................................................ 47
5.2. Saran................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA
48

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman


1.1 Kerangka Pikir Penelitian............................................................ 7
2.1 Tumbuhan Daun Pagoda (Clerodendrum panculatum L)........... 8

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman


Tabel 4.1 Tabel Hasil Skrining Fitokimia Fraksi Etanol Daun Pagoda
40
Tabel 4.2 Tabel Hasil Uji Aktivitas Anti Bakteri terhadap Bacillis
cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia coli.......................
43

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengajuan Judul Skripsi...................................................


50
Lampiran 2. Lembar Bimbingan Pembimbing 1.................................
51
Lampiran 3. Lembar Bimbingan Pembimbing 2..................................
52
Lampiran 4. Lembar Revisi Proposal...................................................
53
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian.........................................................
54
Lampiran 6. Hasil Skrining Fitokimia USU .......................................
55
Lampiran 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian ...............................
57
Lampiran 8. Perhitungan ....................................................................
58
Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian...................................................
59
Lampiran 10. Hasil Skrining Fitokimia Fraksi Etanol Daun Pagoda.....
64
Lampiran 11. Hasil Zona Bening Antibakteri Fraksi Etanol Daun
Pagoda Terhadap Bacillis cereus, Bacillus subtilis, dan
Escherichia coli. .............................................................
65
Lampiran 12. Hasil Zona Bening Antibakteri K (+) Cefixime
Terhadap Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan
Escherichia coli...............................................................
66
Lampiran 13. Hasil Pengukuran Zona bening........................................
67
Lampiran 14. Hasil Uji Statistic Aktivitas Antibanteri .........................
69

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya pola hidup masyarakat mengakibatkan munculnya

bermacam-macam penyakit yang biasanya diakibatkan oleh mikroorganisme.

Jenis penyakit yang sering diderita adalah infeksi yang semakin meningkat dalam

beberapa tahun terakhir (1). Infeksi merupakan penyakit yang banyak terjadi

seluruh bagian dunia, insiden penyakit infeksi merupakan pola yang selalu

berubah sehingga menjadi salah satu alasan studi tentang penyakit infeksi sangat

menarik. Dinegara berkembang yang miskin sumber daya, infeksi menyebabkan

morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) yang signifikan (2).

Infeksi gastrointestinal merupakan peradangan traktus gastrointestinal

(GTI) yang disebabkan oleh mikroorganisme. Penyebaran terutama melalui rute

fekal-oral, baik secara langsung atau melalui vektor misalnya makanan dan air.

Gejala berupa diare, muntah, nyeri perut dan demam (3). Diare dapat disebabkan

oleh infeksi maupun non infeksi. Penyakit infeksi yang menyerang saluran

pencernaan hampir selalu di jumpai oleh dokter dalam praktik sehari-hari. Infeksi

ini ditandai dengan timbulnya diare dengan onset yang akut (serangan datang tiba-

tiba) yang kadang disertai atau tanpa rasa nyeri di perut dan muntah (4). Prinsip

dasar pemeriksaan mikrobiolgi pada infeksi gastrointestinal adalah, agen infeksi

saluran cerna dapat ditemukan pada tinja, dan usap rektum, pada feses akut

penyakit saluran cerna menggunakan tehnik khusus, agen infeksi saluran cerna

dapat dilihat secara mikroskopik (5).

1
2

Spora Bacillus cereus bersifat tahan panas, tersebar luas, dan mencemari

beras dan sereal lainnya, menyebabkan muntah-muntah dengan onset cepat

(dalam 1-5 jam) dan dapat menyebabkan diare. Bacillus subtilis memiliki bentuk

morfologi berupa batang dan merupakan bakteri yang dapat ditemukan di saluran

pencernaan seperti didalam usus, apabila jumlah bakteri Bacillus subtilis terlalu

banyak didalam usus maka mampu menyebabkan penyakit diare yang ditularkan

melalui kontaminasi makanan. E. coli menjadi patogen jika jumlahnya dalam

saluran pencernaan meningkat seperti mengkonsumsi air maupun makanan yang

terkontaminasi. Beberapa strain E. coli seperti EPEC (Entero Phatogenic E. coli)

dan ETEC (Entero Toxigenic E.Coli) bersifat patogenik maupun toksigenik

sehingga dapat menyebabkan diare (6).

Menurut data dari kemenkes 2011, menjelaskan bahwa penyakit diare

masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Negara berkembang seperti di

Indonesia. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen

Kesehatan dari tahun 2000-2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun

2000 IR (indeks radius) penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik

menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan

tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. KLB (Kejadian Luar Biasa) diare juga

masih sering terjadi, dengan CFR (Case Fatality Rate) yang masih tinggi. Pada

tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang,

kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 jumlah kasus 5.756 orang,

kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare

dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %) (7).
3

Tubuh manusia secara kontiniu terpajan pada berbagai macam organisme

mikroba yang berpotensi patogenik baik dalam lingkungannya maupun didalam

dirinya sendiri, namun sebagian besar orang tidak mengalami infeksi yang

berulang atau terus-menerus. Antibiotik merupakan kelompok obat tersering

kedua yang digunakan. Satu dari tiga pasien rumah sakit mendapat antibiotik,

mencakup 25% dari total biaya obat (1). Pengobatan dengan antibiotik yang tepat

biasanya sangat efektif dan aman. Walaupun semua anti mikroba berpotensi

menimbulkan efek yang tidak di inginkan, Dosis yang menyebabkan efek yang

tidak diinginkan jauh lebih besar dibandingkan dosis untuk menghambat

pertumbuhan bakteri. Resistensi muncul jika organisme yang sebelumnya rentan

tidak lagi terhambat oleh antibiotik pada kadar yang dapat dicapai dengan aman

secara klinis. Hal ini terjadi karena gen bakteri mengalami perubahan, difasilitasi

oleh pembelahan selnya yang cepat, dan genom haploid (8).

Indonesia dikenal sebagai sumber bahan baku obat-obatan tropis yang

dapat dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai macam penyakit. Indonesia

merupakan salah satu negara pengguna tumbuhan obat terbesar di dunia bersama

negara lain di Asia, seperti Cina dan India (9). Penggunaan tanaman untuk

mengobati berbagai macam penyakit telah dilakukan sejak dahulu kala di seluruh

dunia (10). Bunga pagoda merupakan salah satu spesies tanaman yang termasuk

dalam genus Clerodendrum yang memiliki jumlah spesies yang berbeda sejumlah

580 spesies. Dan tersebar merata di Asia, Afrika, Amerika, dan Australia.

Sejumlah spesies dari genus ini telah digunakan dalam pengobatan tradisional di

kawasan Asia dan Afrika. India, China, Korea, Thailan, dan Jepang merupakan
4

Negara-negara yang telah menggunakan beberapa spesies dari genus ini dalam

praktik pengobatan. Penelitian menunjukkan genus Clerodendrum mengandung

senyawa kimia golongan steroid, terpen, flavonoid, minyak menguap, glikosida

sianogenik, dan beberapa karbohidrat (11).

Khasiat berdasarkan hasil penelitian yang pernah di lakukan terhadap daun

Clerodendrum paniculatum L. diantara lain: aktivitas antibakteri daun pagoda

yang di ekstrak dengan pertolium eter terhadap Escherichia coli tidak memiliki

efek antibakteri, Salmonella Newport tidak memiliki efek antibakteri,dan pada

Vibrio parahaemoliycus daya hambat sebesar 23 mm. Ekstrak dengan kloroform

terhadap Escherichia coli tidak memiliki efek antibakteri, Salmonella Newport

tidak memilki efek antibakteri, dan pada Vibrio parahamoliycus 22 mm. Ekstrak

dengan etil asetat, terhadap Escherichia coli tidak memiliki efek, Salmonella

Newport daya hambat sebesar 13 mm, Vibrio parahaemoliycus 21 mm. dan

ekstrak dengan alcohol terhadap Escherichia coli 14 mm, Salmonella Newport 17

mm, Vibrio parahaemoliycus 18 mm (12).

Dari uraian diatas, peneliti merasa penting untuk melakukan uji aktivitas

antibakteri fraksi daun pagoda (Cloredendrum paniculatum L.) terhadap Bakteri

Bacillus Cereus, Bacillus subtilis, Esherichia coli, dalam penelitian ini akan

berfokus kepada pengaruh fraksi etanol daun pagoda terhadap pengukuran daya

hambat bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Eschericia coli.


5

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan, adapun rumusan masalah

yang terkait sebagai berikut :

a. Apakah golongan senyawa kimia yang terkandung dalam fraksi etanol

daun pagoda ?

b. Apakah fraksi etanol daun pagoda memiliki aktivitas anti bakteri terhadap

bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia colli ?

c. Apakah terdapat perbedaan aktivitas antibakteri fraksi daun pagoda

terhadap bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia coli

dengan kontrol positif cefixime ?

1.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

a. Senyawa kimia pada fraksi etanol daun pagoda adalah alkaloid,

steroid/triterpenoid, tannin, glikosida, flavonoid, dan saponin.

b. Fraksi etanol daun pagoda memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia coli.

c. Terdapat perbedaan hasil uji aktivitas antibakteri fraksi etanol daun pagoda

terhadap bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis ,dan Escherichia coli

dengan kontrol positif cefixime.


6

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

a. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui golongan senyawa kimia yang

terkandung dalam fraksi etanol daun pagoda.

b. Mengetahui apakah fraksi etanol daun pagoda memiliki daya antibakteri,

yang akan diuji pada bakteri (Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan

Escherichia coli).

c. Mengetahui apakah terdapat perbedaan aktivitas antibakteri fraksi etanol

daun pagoda terhadap bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis dan

Escherichia coli dengan kontrol positif cefixime.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan menjadi media informasi tentang golongan

senyawa kimia pada fraksi etanol daun pagoda.

b. Dapat memberi informasi tentang uji aktivitas antibakteri fraksi etanol

terhadap bakteri patogen pada saluran cerna Bacillus Cereus, Bacillus

subtilis, Dan Esherichia coli.

c. Memberikan informasi kepada pembaca tentang perbedaan aktivitas

antibakteri fraksi etanol daun pagoda terhadap Bacillus Cereus, Bacillus

subtilis, Dan Esherichia coli dengan kontrol positif cefixime.

d. Sebagai referensi kedepannya untuk melanjutkan penelitian

pengembangan daun pagoda di bidang farmasi sebagai obat infeksi

saluran cerna yang disebabkan bakteri.


7

1.6. Kerangka Pikir Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat parameter

Ekstraksi simplisia
daun pagoda
dengan metode
maserasi 1. Alkaloid
2. Steroid/triterpe
noid
Fraksi ekstrak daun 3. Tannin
Golongan senyawa
pagoda kimia 4. Glikosida
5. Flavonoid
6. saponin

Daya hambat fraksi Zona bening


Fraksi etanol daun etanol daun pagoda pertumbuhan
pagoda konsentrasi terhadap Bacillus bakteri Bacillus
1%, 3%, 5%, 10%, cereus, Bacillus cereus, Bacillus
subtilis, dan subtilis, dan
15%, dan 20%
Escherichia coli Escherichia coli

Kontrol (+) :
Cefixime

Kontrol (-) :
DMSO

Gambar 1.1 Kerangka Konsep


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bunga Pagoda

2.1.1. Taksonomi

Klasifikasi dari tanaman bunga pagoda (Clerodendrum paniculatum L.)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheophyta

Division : Spermatophyta

Class : Magnoliophyta

Ordo : Lamiales

Family : Perbenaceae

Genus : Clerodendrum L.

Species : Clerodendrum paniculatum L (13).

Gambar 2.1 . Tumbuhan Daun Pagoda (Clerodendrum paniculatum L.)

8
9

2.1.2. Morfologi

Bunga pagoda adalah salah satu tanaman yang termasuk dalam famili

Verbenaceae, biasa ditanam di taman, pekarangan rumah, atau tepi jalan daerah

luar kota sebagai tanaman hias. Tanaman ini merupakan jenis tanaman semak

dengan tinggi 1-4 meter dengan percabangan 4 sisi. Batangnya dipenuhi rambut

halus. panjang tangkai daun 0,5-15 cm, berdaun tunggal, letak berhadapan dengan

bentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk hati, ukuran daun 8-36 cm x 6-24

cm. Bunganya majemuk berwarna merah. Terdiri dari bunga kecil-kecil yang

berkumpul membentuk piramida keluar dari ujung tangkai (14).

2.1.3. Sinonim

C. kaempferi (Jacq) Sleb. C. paniculatum L. Volkameria japonica Thunb

(14).

2.1.4. Nama Asing

Pagoda flower di Inggris dan bai jek hong atau he bao hua di Cina (14).

2.1.5. Kandungan Metabolit Sekunder

Dari penelitian sebelumnya telah didapat bahwa daun pagoda memiliki

senyawa metabolit sekunder. Hasil dari skirining fitokimia terhadap simplisia dan

ekstrak etanol daun pagoda, dimana penelitian melakukan skiring fitokimia pada

berbagai spesies dalam genus clorodendrum termasuk didalamnya C.

paniculatum. khusus pada C. paniculatum hasil penelitian tersebut menunjukkan

adanya kandungan alkaloid yang teridentifikasi pada larutan air, proteulen eter

dan aseton. Senyawa flavonoid teridentifikasi pada seluruh larutan yang

digunakan yaitu air, petroleum ether, kloroform, etanol, dan aseton. Senyawa
10

glikosida dapat di identifikasi pada pelarut air, ether dan kloroform. Senyawa

saponin hanya dapat pada pelarut ether dan kloroform. Senyawa steroid dalam

larutan ether, kloroform, dan etanol. Senyawa terpenoid sama halnya dengan

steroid, selain itu juga teridentifikasi pada larutan aseton (15).

2.1.6. Manfaat Tumbuhan Bunga Pagoda

Akar dari tumbuhan bunga pagoda berkhasiat sebagai antiradang, peluruh

kencing (diuretik), menghilangkan bengkak, dan menghancurkan darah beku.

Daun berkhasiat sebagai antiradang dan mengeluarkan nanah. Bunga berkhasiat

sebagai sedatif dan menghentikan perdarahan (14).

Ekstrak etanol daun pagoda memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai

IC50 27,73376 mcg/ml. Nilai IC 50 yang diperoleh dari penelitian ini

menunjukkan aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan Clerodendrum paniculatum

L. lebih kuat dibandingkan dengan tanaman genus Clerodendrum lainnya. Daun

pagoda juga berkhasiat sebagai anti inflamasi, dari penelitian sebelumnya

berdasarkan pengukuran jaringan granular yang terbentuk dari uji EEDP. dosis 50

mg/kg dan 100 mg/kg memberikan aktifitas dalam menekan dalam terbentuknya

jaringan granular (15).

2.2. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan cair, kental atau kering merupakan hasil proses

ekstraksi atau penyarian suatu matriks atau simplia menurut cara yang sesuai.

Ekstra cair diperoleh dari ekstraksi yang masih mengandung sebagian besar cairan

penyari. Ekstrak kental bisa didapat apabila sebagian cairan penyari sudah

diuapkan, sedangkan ekstrak kering bisa diperoleh jika sudak tidak mengandung
11

cairan penyari. Tingtur (tincture) merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara

maserasi atau perkolasi suatu simplisia dengan pelarut yang tertera pada masing-

masing monografi (16).

2.2.1. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Umumnya

ekstraksi dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat-zat yang berkhasiat

atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu. Simplisia yang digunakan umumnya

sudah dikeringkan, tetapi kadang simplisia segar digunakan simplisia yang

dihaluskan lebih dahulu agar proses difusi zat yang berkhasiatnya lebih cepat (17).

Efektifitas ekstraksi senyawa kimia tumbuhan tergantung pada :

1. Bahan-bahan tumbuhan yang diperoleh.

2. Keaslian dari tumbuhan yang digunakan

3. Proses ekstraksi

4. Ukuran partikel

Macam-macam perbedaan ekstraksi yang akan mempengaruhi kuantitas

dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak, antara lain :

1. Tipe ekstraksi

2. Waktu ekstraksi

3. Suhu ekstraksi

4. Konsentrasi pelarut

5. Polaritas pelarut (17).


12

2.2.2. Metode-metode ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah menarik atau memisahkan senyawa dari

campurannya atau simplisia. Ada berbagai cara ekstraksi yang telah diketahui.

Masing-masing cara tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya. Pemilihan

metode dilakukan dengan memperhatikan antara lain sifat senyawa, pelarut yang

digunakan, dan alat tersedia. Struktur untuk setiap senyawa, suhu, dan tekanan

merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan ekstraksi. Beberapa

metode ekstraksi yang umum digunakan adalah :

a. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan merendam dalam pelarut

pada suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi metabolit dapat

diminimalisasi. Pada maserasi, terjadi proses keseimbangan konsentrasi antara

larutan diluar dan didalam sel sehingga diperlukan penggantian pelarut secara

berulang. Kinetika adalah secara ekstraksi, seperti maserassi yang dilakukan

dengan pengadukan, sedangkan digesti adalah cara maserasi yang dilakukan pada

suhu yang lebih tinggi dan suhu kamar, yaitu 40-600 C (18).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia menggunakan pelarut yang selalu

baru, dengan mengalirkan pelarut melalui simplisia hingga senyawa tersari

sempurna. Cara ini memerlukan waktu lebih lama dan pelarut yang lebih banyak

(18).
13

c. Refluks

Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Agar hasil penyarian lebih sempurna, refluks umumnya

dilakukan berulang-ulang (3-6 kali) terhadap residu pertama. Cara ini

memungkinkan terjadinya penguraian senyawa yang tidak tahan panas (18).

d. Soxhletasi

Soxhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik pada suhu

didih dengan alat soxhlet. Pada soxhletasi, simplisia dan ekstrak berada pada labu

berbeda. Pemanasan mengakibatkan pelarut menguap, dan uap masuk dalam labu

pendingin. Hasil kondensasi jatuh bagian simplisia sehingga ekstraksi

berlangsung terus-menerus dengan jumlah pelarut relatif konstan. Ekstrasi ini

dikenal sebagai ekstraksi sinambung (18).

e. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut air, pada suhu 96-

980C selama 15-20 menit (dihitung setelah 960C tercapai). Bejana infusa tercelup

dalam tagas air. Cara ini sesuai untuk simplisia yang bersifat lunak, seperti bunga

dan daun (18).

f. Dekok

Dekok adalah cara ekstraksi yang mirip dengan infusa, hanya saja waktu

eksraksinya lebih lama yaitu 30 menit dan suhunya mencapai titik didih air (18).
14

g. Destilasi (penyulingan)

Destilasi merupakan cara ekstraksi untuk menarik atau menyari senyawa

yang ikut menguap dengan air sebagai pelarut. Pada proses pendinginan,

penyulingan senyawa dan uap air akan terkondensasi dan terpisah menjadi

destilasi air dan senyawa yang diesktraksi. Cara ini umum digunakan untuk

menyari minyak atsiri dari tumbuhan (18).

h. Lawan arah (counter current)

Cara ekstrasi ini merupakan serupa dengan cara perkolasi, tetapi simplisia

bergerak berlawanan arah dengan pelarut yang digunakan. Cara ini banyak

digunakan untuk ekstraksi herbal dalam skala besar (18).

i. Ultrasonik

Ekstaksi ultrasonik melibatkan pengguanaan gelombang ultrasonik

frekuenzi 20-2000 kHz sehingga permebialitas dinding sel meningkat dan sel

keluar. Frekuensi memepengaruhi hasil ekstraksi (18).

j. Gelombang mikro

Eksrtaksi menggunakan gelombang mikro (2450 MHz) merupakan

ekstraksi yang selektif digunakan untuk senyawa yang memiliki dipol polar. Cara

ini dapat menghemat waktu ekstraksi dibandingkan dengan cara konvensional

seperti maserasi, dan menghemat pelarut (18).

2.2.3. Fraksinasi

Fraksinasi adalah metode pemisahan campuran menjadi beberapa fraksi

yang berbeda susunannya. Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan golongan

utama kandungan satu dari golongan utama yang lainnya. Fraksinasi merupakan
15

suatu proses pemisahan senyawa berdasarkan perdedaan kepolaran. Fraksinasi

secara kromatografi dapat memisahkan suatu campuran berdasarkan perbedaan

perpindahan. Senyawa dalam fase gerak dan fase diam. Pemeriksaan fraksi

menggunakan kromatografi lapis tipis dengan fase diam silika gel (19).

2.2.4. Skrining Fitokimia

Fitokimia merupakan ilmu pengatahuan yang menguraikan aspek kimia

suatu tanaman, kajian fitokimia meliputi uraian yang mencakup aneka ragam

senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh mikroorganisme, yaitu struktur

kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara

alamiah dan fungsi biologinya, isolasi dan perbandingan komposisi senyawa

kimia dari bermacam-macam jenis tanaman. Analisi fitokimia dilakukan untuk

menentukan ciri komponen bioaktif suatu estrak kasar yang mempunyai efek

racun atau efek farmakologis lain yang bermanfaat bila diujikan dengan sistem

biologi atau bioassay. Alasan lain melakukan fitokimia adalah untuk menentukan

ciri senyawa aktif penyebab racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukkan

oleh ekstrak tumbuhana kasar apabila di ujikan dengan sisitem biologis.

Pemanfaat prosedur fitokimia telah memliki peranan yang mapan dalam semua

cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini penting dalam semua kimia dan

biokimia juga telah dimanfaatkan dalam kajian biologis (16).

2.3. Senyawa Bioaktif

2.3.1. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang memilki struktur C6-

C3-C6 yaitu dua cincin aromatik oleh 3 atom C, biasanya dengan ikatan atom O
16

yang berupa ikatan oksigen heterosiklik. Senyawa ini dapat dimasukkan sebagai

senyawa polifenol karena mengandung dua atau lebih gugus hindrosik, bersifat

agak asam sehingga dapat larut dalam basa (18).

2.3.2. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang mengandung unsur

nitrogen (N) biasanya pada cincin heterosiklik dan bersifat basa. Senyawa alkaloid

kebanyakan berbentuk padatan dan berwarna putih, tetapi ada juga yang berupa

cairan berupa nikotin. Ada juga yang berwarna Kuning, seperti berbenin dan

serpeti kolkisin dan risinin merupakan alkaloid yang bersifat tidak basa. Senyawa

efebrin dan meskalin merupakan contoh alkaloid dengan unsur N pada rantai

alifatik yang sering disebut dengan istilah aminalkaloid atau protoalkaloid, antara

lain asam amino, amina, asam nukleat, nukleotida, porfirin, senyawa nitro dan

nitroso (18).

2.3.3. Triterpenoid/Steroid

Triterpenoid/steroid merupakan senyawa yang terdiri dari beberapa unit

isoprene. Kebanyakan terpenoid mempunyai struktur siklik dan mempunyai satu

gugus fungsi atau lebih. Terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat

dalam sitoplasma sel tumbuhan. Senyawa terpenoid terdiri atas bahan alam yang

digunakan beberapa kelompok. Senyawa terpenoid ini adalah salah satu senyawa

kimia yang banyak digunakan sebagai obat. Sudah banyak peran terpenoid dari

tumbuh-tumbuhan yang diketahui seperti pertumbuhan tumbuhan pesaingnya dan

sebagai insektisida (18).


17

2.3.4. Saponin

Saponin adalah suatu senyawa yang memiliki bobot molekul tinggi atau

besar, terbesar dalam beberapa tumbuhan, merupkan bentuk dari glikosida dengan

molekul gula yang terikat dengan aglikon triterpen atau steroid (18).

2.3.5. Glikosida

Glikosida merupakan salah satu senyawa aktif tanaman yang termasuk

dalam kelompok metabolit sekunder. Senyaawa ini mengandung komponen gula

dan bukan gula. Komponen gula dikenal dengan nama glikon dan komponen

bukan gula dikenal dengan nama aglikon (18).

2.3.6. Tanin

Tanin merupakan senyawa polifenol yang tersebar luas dalam tumbuhan,

dan pada beberapa tanaman terdapat turunan dalam beberapa jaringan kayu seperti

kulit batang, daun, dan buah.beberapa pustaka mengelompokkan tanin dalam

senyawa golongan fenol. Tanin yang berbentuk amorf yang menyebabkan

terjadinya keloid dalam air, memiliki rasa sepat, dengan protein membentuk

endapan yang menghambat kerja enzim proteolitik (18).

2.3.7. Pelarut

Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau

gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut yang paling umum digunakan

dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan

bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik.

Pelarut ini biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap

meninggalkan subtansi terlarut yang didapatkan. Membedakan perbedaan antara


18

pelarut dan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih

besar (20).

Pelarut memenuhi beberapa fungsi dalam reaksi kimia, dimana pelarut

melarutkan reaktan dan reagen agar keduanya bercampur, sehingga hal ini akan

memudahkan penggabungan antara reaktan dan reagen yang seharusnya terjadi

agar dapat merubah reaktan menjadi produk. Pelarut menggunakan prinsip like

dissolve like, dimana reaktan yang non polar akan larut dalam pelarut non polar

sedangkan reaktan yang polar akan larut dalam pelarut polar. Pelarut juga

bertindak sebagai kontrol suhu, salah satunya untuk meningkatkan energi dari

tubrukan partikel sehingga partikel-partikel tersebut dapat bereaksi lebih cepat,

atau untuk menyerap panas yang dihasilkan selama reaksi eksotermik (20).

2.4. Penyakit

Penyakit akan terjadi jika mekanisme pertahanan tubuh hospes (hewan

penjamu) lemah, sehingga organisme dapat menimbulkan kerusakan pada tubuh

hospes. kerusakan jaringan hospes terjadi karena mikroorganisme mengeluarkan

toksin yang dapat menyebabkan kelumpuhan atau paralisis otot (21).

2.4.1. Agen Patogen Penyebab Penyakit

Infeksi yang menetap (peresisten) terjadi jika tubuh tidak mampu

membersihkan semua organisme sesudah terjadi infeksi, dalam keadaan patogen

infektif selalu dapat ditemukan, sering kali sebagai infeksi laten yang mengalami

kekambuhan berulang pada infeksi sedang aktif (21).


19

2.4.2. Penularan Penyakit

Penyakit dapat ditularkan dari penderita ke orang lain melalui :

a) Kontak langsung, menyentuh hospes terinfeksi, termasuk melalui

hubungan seksual.

b) Kontak tidak langsung, menyentuh permukaan benda tercemar

c) Kontak droplet, batuk dan bersin

d) Jalur fekal-oral, tertelan makanan atau minuman tercemar

e) Penularan melalui udara, penularan spora patogen

f) Penularan oleh vector, organisme membawa patogen dari satu hospes ke

hospes lain

g) Penularan fomite, objek atau subtansi pembawa organisme infektif atau

parasite.

h) Penularan lingkungan, infeksi nosocomial.

Penularan penyakit dari penderita ke orang lain terjadi melalui berbagai

jalan, melalui kontak langsung atau kontak tidak langsung. Kontak secara

langsung terjadi karena adanya paparan dengan sumber penularan, misalnya

denggan karena minum air yang tercemara. Infeksi kontak langsung juga terjadi

karena terhirup organisme infektif yang terdapat pada partikel aerosol yang

tersebar melalui batuk dan bersin (21).

Kontak tidak langsung terjadi jika organisme mampu bertahan lama

berada di lingkungan diluar tubuh hospes, dalam keadaan tetap infektif. Benda-

benda mati yang sering tercemar agen patogen adalah perabot rumah, pegangan

pintu, atau produk perawatan badan dari individu yang terinfeksi (21).
20

Selain itu mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar melalui

makanan atau minuman kontak dengan organisme yang terinfeksi juga termasuk

penularan penyakit melalui kontak tidak langsung. Penularan penyakit dari orang

ke orang lain yang berasal dari satu generasi yang sama disebut penularan

horizontal (horizontal transmission), sedangkan penularan dari ibu ke bayi yang

dikandung disebut penularan vertikel (verticel transmission) (21).

2.4.3. Infeksi

Infeksi adalah invasi jaringan tubuh hospes oleh organisme penyebab

penyakit, di ikuti perbanyakan diri, dan reaksi jaringan hospes terhadap organisme

atau racun yang dihasilkannya. Infeksi dapat disebabkan oleh agen infektif, antara

lain virus, bakteri, jamur, dan parasit (21).

2.4.4. Bakteri

Bakteri adalah sel prokariotik yang berukuran sekitar 0,1-10,0 μm. Bakteri

memiliki bentuk yang beragam, seperti bulat (coccus), melengkung (kurva),

spiral, dan batang (basil). Bentuk-bentuk ini menjadi dasar untuk klasifikasi.

Bakteri secara umum dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu gram-positif

dan gram-negatif (3).

2.4.5. Penggolongan Bakteri

a. Berdasarkan pewarnaan

1. Bakteri Gram Positif

Bakteri gram positif adalah bakteri yang dinding selnya terdiri atas 60-100

persen peptidoglikan dan semua bakteri gram positif memiliki polimer lurus asam

N-asetil muramat N-asetil glokosamin dinding sel beberapa bakteri gram positif
21

mengandung subtansi asam terikoat yang dikaitkan dengan asam muramat dari

lapisan peptidoglikan. Asam terikoat ini berbentuk dalam dua bentuk utama yaitu

asam terikoat ribitoil dan asam terikoat gliserol fungsinya adalah mengatur

pembelahan sel normal. Apabila diberi pewarna menghasilkan warna ungu.

2. Bakteri gram Negatif

bakteri gram negatif mengandung 10-20% peptidoglikan diluar lapisan

peptidoglikan ada struktur membran yang tersusun dari protein fostolipida dan

lipopolisakarida. Apabila diberi pewarna gram menghasilkan warna merah.

b. Bakteri berdasarkan kebutuhan oksigen

Bakteri dikemlompokkan dalam aerob dan anaerob. Bakteri aerob dan

anaerob dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :

1. Obligat aerob

Aerob adalah bakteri yang memerlukan oksigen (O 2) untuk hidup dan

berkembang.

2. Anaerob

Anaerob adalah bakteri yang tidak memerlukan oksigen untuk hidup dan

berkembang biak.

3. Anaerob fakultif

Anaerob fakultif adalah bakteri yang hidup pada kondisi ada atau tidak

adanya oksigen contoh bakteri subtilis.


22

c. Bakteri berdasarkan kemampuan tumbuh dalam jaringan hidup

1. Saprofit, bakteri yang hidup dalam bahan organik yang mati.

2. Parasite, bakteri yang hidup dengan mengambil makanan dari organisme

hidup.

2.4.6. Komponen Struktur Bakteri

Dinding sel bakteri yang kaku dapat mempertahankan bentuknya dan

melindungi sel dari perubahan tekanan osmotik antara sel dengan

lingkungannya.berbagai struktur sel yang penting adalah antara lain:

a. Kapsul

Dari beberapa bakteri kapsul yang terletak disebelah luar dari dinding sel.

Kapsul ini terikat erat dengan sel bakteri dan memiliki struktur padat dan batas

yang tegas. Kapsul ini biasanya terdiri dari polisakarida dengan molekul tinggi.

Kapsul merupakan penentu vilurensi yang penting pada bakteri gram-positif dan

bakteri gram-negatif karena struktur ini dapat melindungi bakteri dari pertahanan

pejamu dan, sebagian bakteri membantu perlekatan ke pejamu (3).

b. Fimbria Atau Pili

Fimbria atau pili adalah apendiks tipis mirip rambut pada permukaan

banyak bakteri gram-negatif dan beberapa bakteri gram-positif. Ukurannya kurang

lebih separuh dari lebar flagella dan terdiri dari protein yang disebut pili. Pada

sebagian bakteri fimbria tersebar di seluruh bagian sel (3).

c. Flagella

Flagela bakteri memiliki panjang 3-14 μm dan diameter 0,02 μm. Flagella

adalah pilamen berbentuk spiral yan terutama yang terdiri dari protein, flagelin.
23

Flagella dapat tunggal (monotrikosa) atau jamak (peritrikosa). Flagella dapat

mempermudah pergerakan bakteri. Struktur dapat dilihat di bawah mikroskop (3).

d. Lendir

Beberapa bakteri menghasilkan lapisan ekstrasel. Lapisana ini terikat

kepermukaan sel lebih longgar dibandingkan dengan kapsul dan juga larut dalam

air. Lapisan lendir ini terutama terdiri dari polisakarida kompleks (glikokaliks)

yang juga dapat berperan sebagai faktor virulensi, misalnya dalam mempermudah

melekatnya Sthapylacoccus epidermis ke permukaan artificial (3).

e. Spora

Adalah bentuk non reproduktif bakteri yang terbentuk di dalam sel,

berdinding tabal, aktifitas metabolismenya sangat rendah, dan sangat tahan

terhadap perubahan lingkungan, misalnya suhu yang tinggi, radiasi, asam kuat,

dan desinfektan (21).

f. Membran sitoplasma

Membran sitoplasma merupakan selaput tipis (plasma membrane) yang

terdiri dari pospolipid dan protein, meliputi bagian dalam bakteri, mengatur keluar

masuknya material ke luar dan dalam sel (21).

g. Ribosom

Merupakan struktur granuler ini tersebar bebas di semua bagian dari

sitoplasma dan banyak mengandung sel RNA (ribonucleic acid) (21).


24

2.4.7. Penyakit Bakterial

Bakteri patogen adalah adalah bakteri yang dapat menyebabkan infeksi

bakterial. Sebagaian besar bakteri tidaka berbahaya karena tidak menyebabkan

penyakit. Beberapa diantaranya bahkan berguna untuk manusia.

a. Pathogenesis Penyakit Bakterial

Bakteri dalam keadaan tertentu menjadi bersifat patogen, misalnya jika

terdapat luka yang memungkinkan bakteri masuk kedalam darah dan terjadi

penurunan fungsi kekebalan tubuh. Organisme-organisme yang hidup sebagai

parasite intraseluler obligat, misalnya Chlamydophila, Ecshricia, dan Rickettsia,

mampu hidup dan berkembang biak didalam sel organisme lainnya. Infeksi oleh

bakteri intraseluler pada masa inkubasi tidak menunjukkan gejala atau

asimtomatik.

b. Infeksi Bakterial Berdasar Tempat Infeksi

Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, infeksi bakterial dikelompokkan

menjadi :

1) Vaginosis bakterial, infeksi vagina terjadi karena adanya gangguan

keseimbangan flora normal bakteri. Tidak termasuk dalam vaginosis

bacterial adalah kandidiasis yang disebabkan oleh jamur dan trikomoniasis

yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.

2) Menginitis bakterial. Radang selaput otak (mengines) yang melindungi

otak dan sumsum tulang belakang (spinal cord)

3) Infeksi saluran kemih. Hampir semua infeksi di saluran kemih disebabkan

oleh bakteri, terutama Escherichia coli. Gejala klinis yang sering terjadi
25

adalah berupa disuri, poliuri, atau piuri. Bakteriuri tidak selalu terjadi.

Infeksi saluran kemih atau ginjal berkembang biak di dalam organ-organ

tersebut dan menyebabkan infeksi saluran kemih (urinary tract infection).

4) Gastroenteritis bakterial. Infeksi disebabkan oleh bakteri enteric patogen

yang bisa dibedakan dari bakteri flora normal usus. Escherichia coli,

Bacillus cereus, dan Bacillus subtilis yang bersifat sebagai flora usus

normal dapat berubah menjadi bakteri enterik patogen (21).

2.4.8. Bacillus cereus

Klasifikasi bakteri Bacillus cereus menurut Usman et al (1994) dan Jawetz

et al (2004) adalah:

Ordo : Bacillales

Famili : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus cereus

Bacillus cereus bersifat aerob, berbentuk batang dan berukuran 0,3-2,2 x

1,2-7,0 μm. Bakteri Bacillus cereus ini dapat meyebabkan keracunan makanan,

pneumonia, bronkopneumonia dan luka (22) . Spora Bacillus cereus bersifat tahan

panas, tersebar luas, dan mencemari makanan. Spora dapat bertahan hidup

meskipun beras sudah direbus, tetapi akan bertunas jika dibiarkan pada suhu

kamar. Organisme kemudian menghasilkan toksin tahan panas yang dapat

bertahan dari proses penggorengan singkat serta menyebabkan muntah-muntah.

Toksin tidak tahan panas yang dihasilkan setelah ingesti organisme dapat

menyebabkan diare (6).


26

2.4.9. Bacillus subtilis

Klasifikasi bakteri Bacillus subtilis menurut Usman et al (1994) dan

Jawetz et al (2004) adalah:

Ordo : Bacillales

Famili : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus subtilis

Genus bacillus sebagian besar aerob, Gram-positif, berbentuk batang dan

berantai. Selnya berbentuk khas, berukuran 1 x 3-4 μm. Dapat menyebabkan

meningitis, endokartis, infeksi mata dan lain-lainnya (22). Bacillus subtilis

memiliki bentuk morfologi berupa batang dan merupakan bakteri yang dapat

ditemukan di saluran pencernaan seperti didalam usus (6).

2.4.10. Eschericia Coli

Sistematika bakteri Escheciria coli adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobakteria

Kelas : Gamma Protobakteria

Ordo : Entorobacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Eschericia

Spesies : Eschericia coli.

Eschericia coli ditemukan oleh Escherich tahun 1885. Bakteri ini

berbentuk batang, gram negatif, fakultatif anaerob, tumbuh baik pada media
27

sederhana. Dapat melakukan fermentasi lactosa dan fermentasi glokosa, serta

menghasilkan gas. Eschericia coli merupakan flora normal, hidup komensal

didalam kolon manusia dan diduga membantu pembuatan vitamin K yang penting

dalam pembekuan darah. Eschericia coli dapat menimbulkan Pneumonia,

endocarditis, infeksi pada luka-luka dan abses pada berbagai organ. Jenis tertentu

dari Eschericia coli (Enteropathogenic Eschericia coli) dapat menyebabkan

penyakit diarrhea pada anak-anak. Bakteri ini sering menimbulkan wabah diarrhea

pada anak-anak yang sedang dirawat dirumah sakit (nosocomial infection).

Eschericia coli yang dapat menyebabkan diare akut dapat dikelompokkan menjadi

tiga kategori yaitu, enteropatogenik, enteroinvasif, enterotoksigenik (23).

2.5. Antibakteri

2.5.1. Bakterisid

Bakterisid adalah suatu antibiotik yang membunuh mikroba, contoh

antibiotik yang bersifat bakterisid adalah aminoglikosida, beta-laktam,

metronidazole, kuinolon, rimfampisin, pirazinamid, vancomisin, izoniasid, dan

bakitransin (24).

2.5.2. Bakteriostatik

Bakteriostatik adalah suatu antibiotik yang menghambat pertumbuhan

mikroba. Adapun contoh bakteriostatik adalah kloramfenikol, klindamisin,

ethambutol, makroloid, tetrasiklin dan trimethoprim (24).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksperimental, meliputi

penyiapan bahan uji, pengambilan ekstrak daun pagoda, pengujian karateristik

simplia dan ekstrak, uji daya hambat ekstrak daun pagoda terhadap bakteri

patogen saluran cerna (Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Esherichia coli)

dengan perbandingan antibiotik cefixime.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Fitokima dan Laboratorium

Mikrobilogi Farmasi Institut Kesehatan Helvetia.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan mulai Juni- Agustus 2020.

3.3. Penyiapan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan serupa dari daerah lain. Sampel penelitian ini

adalah daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) yang diperoleh dari sekitar

Brastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

28
3.4. Alat dan Bahan yang Digunakan

3.4.1. Alat yang Digunakan

Alat yang dipergunakan untuk melakukan penelitian ini adalah: api

bunsen, asbes, autoclave, blender, ayakan, batang pengaduk, cawan petri,

enlemeyer, gelas ukur, corong pisah, incubator, jangka sorong, kassa, kapas,

kawat ose, kertas cakram, perkamen kajang, pinset, pipet tetes, pipet volume, rak

tabung, tabung reaksi, timbangan analitik, labu ukur, rotary evapotor.

3.4.2. Bahan yang Digunakan

Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: Aquadest, Etanol

96%, bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Eshericia coli, antibiotik

cefixime, ekstrak daun pagoda, media nutrient agar, MHA, larutan Mc Farlan,

larutan raksa (II), klorida, kalium yodida, larutan bismuth nitrat, larutan n-heksan,

pereaksi asam sulfat, pereaksi besi (III) klorida1%, timbal (II) asetat, asam klorida

2 N, natrium sulfat anhidrat, methanol, pereaksi libermann burchardat, pereaksi

molish, asam sulfat pekat, larutan fehling A, dan fehling B.

3.5. Prosedur Kerja

3.5.1. Penyiapan Bahan Untuk Ekstraksi

Bahan berupa tanaman pagoda (Cloredendrum paniculatum L.) dalam

keadaan segar dikumpulkan dari daerah Brastagi, Kabupaten Karo, Sumatera

Utara. Kemudian dibersihkan dengan air, daun yang bagus diseleksi lalu

dikeringkan menggunakan wadah pengering dengan suhu 50-60o selama 6 hari

setelah kering, daun pagoda diserbukkan, kemudian ditimbang kembali.

29
30

Banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 kg daun

pagoda segar (Cloredendrum panioculatum L.).

3.5.2. Ekstraksi dengan Bahan Pelarut

Pada penelitian ini dilakukan maserasi sebagai proses ekstraksi dari

sampel yang digunakan. Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan. Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia dalam

cairan penyari. Cairan akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif (25).

Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara: 10 bagian simplisia

dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari

etanol 96%, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil

berulang-ulang diaduk setelah 5 hari sari diserkai, ampas diperas. Ampas

ditambah cairan penyari 25 bagian dan dibiarkan Selama 2 hari perlakuan sama

seperti sebelumnya, setelah 2 hari sari diserkai sehingga diperoleh seluruh sari

sebanyak 100 bagian. Maserat yang dihasilkan kemudian dipekatkan dengan

menggunakan alat rotary evaporator hingga didapat ekstrak kental (25).

3.5.3. Fraksinasi Ekstrak Secara Cair-Cair

Proses fraksianasi kasar yang dilakukan mengacu pada metode Canake et

al. (2004) yaitu proses partisi menggunakan pelarut etanol, n-heksan, dan etil

asetat. Sebanyak 5 g ekstrak kasar dilarutkan dengan etanol sebanyak 50 ml,

larutan selanjutnya dipartisi dengan menambahkan 150 ml pelarut n-heksan,

selama 30-60 menit dan dipisahkan lapisan yang terbentuk (lapisan etanol air
31

dibagian bawah, lapisan n-heksan dibagian atas) proses penambahan n-heksan

dilakukan beberapa kali sampai lapisan n-heksan menjadi bening (menandakan

tidak ada lagi senyawa yang dapat tertarik) dan lapisan n-heksan yang diperoleh

digabungkan menjadi satu fraksi heksan. Lapisan etanol dari sisa partisi n-heksan

dipartisi lanjut dengan etil asetat, Sebanyak 150 ml pelarut etil asetat ditambahkan

dalam lapisan etaanol air, dikocok dalam labu pemisanh, dan di diamkan selama

30-60 menit dan dipisahkan lapisan yang terbentuk (lapisan etanol air bagian

bawah, dan lapisan etil asetat bagian atas). Proses penambahan etil asetat pada

seperti fraksi n-heksan yaitu sampai lapisan etil asetat menjadi bening, dan lapisan

etil asetat yang diperoleh digabunggakan menjadi satu sebagai fraksi etil asetat.

Lapisan etanol sisa setelah proses partisi pelarut etil asetat dipisahkan jadi fraksi

etanol. Masing-masing fraksi yang diperoleh dipisahkan pelarutnya menggunakan

rotary evaporator pada suhu 500 C hingga diperoleh eksrak kental dan dikeringkan

dengan pengeringgan beku selama 24 jam hingga diperoleh fraksi ekstrak (26).

3.5.4. Pembuatan Pereaksi

a. Pereaksi Mayer

Campuran 60 ml larutan raksa (II) klorida P 2.266% b/v dan 10 ml larutan

kalium yodida P 50% b/v, tambahkan air secukupnya hingga 100 ml (27).

b. Bouchardat

Larutkan 2 g yodium P dan 4 g kalium yodida P dalam air secukupnya

hingga 100 ml (27).


32

c. Dragendorff

Campur 20 ml larutan bismuth nitrat P 40% b/v dalam asam nitrat P 50 ml

larutan dengan larutan kalium yodida p 54,4% b/v, diamkan sampai

memisah sempurna. ambil larutan jernih dan encerkan dengan air

secukupnya hingga 100 ml (27).

d. Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan aquades sampai

100 ml (28).

e. Besi (III) Klorida 1% B/V

Sebanyak 1 gram besi (III) klorida dilarutkan dalam aquades sampai 100

ml (28).

f. Besi (II) Asetat 0,4 M

Timbal (II) Asetat sebanyak 15,7 gram dilarutkan di dalam aquades bebas

CO2 hingga 100 ml (28).

g. Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g alfa-naftol dilarutkan dalam asam sitrat 0,5 N secukupnya

dan ditambahkan aquades hingga 100 ml (28).

3.5.5. Skrining Fitokimia terhadap Hasil Fraksinasi

a. Pemeriksaan Alkaloid

Diambil 3 tabung reaksi, kemudian dimasukkan 0,5 ml filtrat fraksi. Pada

masing-masing tabung reaksi :

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat


33

c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff.

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan

diatas (29).

b. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Fraksi daun pagoda ditambahakan pereaksi asam sulfat pekat melalui

dinding cawan. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi

biru ungu biru hijau menunjukkan adanya steroid/triterpenoid (28).

c. Pemeriksaan Tanin

Fraksi daun pagoda ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%

b/v, jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya

tannin (29).

d. Pemeriksaan Glikosida

Fraksi daun pagoda disari dengan 20 ml campuran kloroform-isopropanol

(3:2) sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari ditambahkan natrium sulfat anhidrat,

disaring, dan diuapkan pada suhu tidak lebih dari 500 C. Sisanya dilarutkan dengan

2 ml metanol.Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut:

1. Diuapkan 0,1 ml larutan percobaan diatas penangas air, pada sisa

ditambahkan pereaksi Liebermann Burchard, terjadi warna biru atau hijau

yang menunjukkan adanya glikosida.

2. Dimasukkan 0,1 ml larutan percobaan dalam tabung reaksi, diuapkan di atas

penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish.

Ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat, terbentuk cincin berwarna

ungu pada batas cairan menunjukkan adanya ikatan gula.


34

3. Percobaan terhadap gula pereduksi yaitu sampel disari dengan cara merebus

dalam air, didinginkan dan disaring. Ditambahkan larutan fehling A dan

fehling B sama banyak kemudian dipanaskan, terbentuk endapan berwarna

merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi (28).

e. Pemeriksaan Flavonoid

Fraksi daun pagoda ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam

klorida pekat dan 2 ml amil alkohol. Dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid

positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol

(29).

f. Pemeriksaan saponin

Fraksi daun pagoda ditambakan10 ml air panas, didinginkan, kemudian

dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang

stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes

asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (28).

3.5.6. Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam suatu uji aktivitas antibakteri

disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam suatu percobaan. Media

pertumbuhan disterilkan di autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit dan alat-

alat gelas yang digunakan disterilkan di oven pada suhu 160-170o C selama 1-2

jam. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan cara dibakar dengan nyala Bunsen

kemudian diangin-anginkan lalu digunakan dalam percobaan (30).


35

3.6. Pengujian Aktivitas Antibakteri

3.6.1. Pembuatan Media

a. Pembuatan Agar Miring

Sepuluh ml media agar yang telah masak dimasukkan kedalam tabung

reaksi, ditutup dan dibungkus lalu disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit

pada suhu 121o C pada tekanan 15 psi. kemudian tabung yang berisi media agar

diletakkan pada kemiringan 30-45o. Diperhatikan bahwa agar tidak menyentuh

tutup tabung. Agar dibiarkan menjadi dingin dan keras (30).

b. Pembuatan Media nutrient agar

Komposisi :

Pepton from meat 2,5 g

Meat extract 1,5 g

Agar-agar 6,0 g

Air suling ad 500 ml

Cara pembuatan: Sebanyak 10 g nutrient agar ditimbang, kemudian

disuspensikan ke dalam air suling sebanyak 500 ml, lalu dipanaskan sampai bahan

larut sempurna, lalu disterilkan di dalam otoklaf pada suhu 121 o C selama 15

menit (31).

3.6.2. Biakan Bakteri

a. Biakan Bakteri Dalam Bentuk Agar Miring

Koloni bakteri tersebut kemudian ditanamkan pada media nutrient agar

miring dimana kemiringannya media tersebut yaitu 45o dengan cara menggores,

setelah itu di inkubasi dalam inkubator pada suhu 36 ± 1o C selama 18 jam (27).
36

b. Peremajaan Bakteri

Satu koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu

ditanam pada media NA miring dengan cara menggores. Kemudian diinkubasi

dalam inkubator pada suhu 36-37o C selama 18-24 jam. Peremajaan ini dilakukan

sebanyak 3 kali (28).

c. Penyiapan Inokulum Bakteri

Koloni bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Dan Escherichia coli

masing-masing perlakuan sama dimana, diambil dari stok kultur dengan jarum ose

steril, lalu disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan NaCl

0,9%, sampai didapat kekeruhan yang sama dengan larutan Standar Mc.Farland

no.0,5 berarti konsentrasi bakteri adalah 108 CFU/ml. Kemudian dilakukan

pengenceran suspensi bakteri dengan memipet 0,1 ml inokulum bakteri

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan nutrient broth (NB)

sebanyak 9,9 ml dan diinkubasi hingga keruh maka suspense bakteri

konsentrasinya sama dengan 106 CFU/ml (32).

d. Penimbangan Dan Pembuatan Pengenceran Ekstrak Daun Pagoda

Ditimbang masing-masing ekstrak dengan konsentrasi 1%, 3%, 5%, 10%,

15%, dan 20% . sebelumnya dibuat larutan konsentrasi induk dimana ekstrak

konsentrasi 20% dengan melarukan 1 g ekstrak pental dan dalam 5 ml DMSO,

yang nantinya akan menjadi C1 (konstrasi awal). Kemudian pengenceran

selanjutnya menggunakan rumus: V1.C1 = V2.C2

Masing-masing konsentrasi 1%, 3%, 5%, 10%, 15%, dan 20% yang telah

ditimbang dilarutkan dengan 2 ml DMSO dalam vial, di beri label. cefixime


37

sebagai kontrol positif di buat seperti pengenceran ekstrak. Dilarutkan dengan

DMSO dalam vial dan DMSO sebagai kontrol negatif.

e. Pengujiaan Uji Daya Hambat Ekstak Daun Pagoda

Sebanyak 0,1 ml dari inokulum bakteri Bacillus cereus dan Bacillus

subtilis dimasukkan dalam cawan petri steril, kemudian dituang MHA sebanyak

15 ml dengan suhu 40-50o C, sedangakan inokulum bakteri Escherichia coli

terlebih dahulu dimasukkan MHA kedalam cawan petri setelah itu dituangkan

inoculum bakteri Escherichia coli dengan suhu 40-50o C. Cawan petri digoyang di

atas permukaan meja agar media dan suspensi bakteri tercampur rata dan

dibiarkan memadat. Pencadang kertas yang telah direndam kedalam larutan uji

pada berbagai konsentrasi, diletakkan di atas permukaan media padat yang telah

diinokulasi bakteri, kemudian diinkubasi dalam incubator pada suhu 36-37o C

selama 18-24 jam, selanjutnya diameter daerah hambat disekitar pencadang kertas

diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali

(1).

3.7. Rencana Analisis Data

3.7.1. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu diameter zona bening.

Pengukuran zona bening dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.

3.7.2. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitiian dilaboratorium di olah dengan

statistik Analysis of varians (ANOVA).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian tentang hasil skrining fitokimia dan uji

aktivitas antibakteri fraksi etanol terhadap Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan

Escherichia coli. Penelitiaan ini dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2020 di

laboratorium fitokimia Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Institut

Kesehatan Helvetia Medan.

4.2. Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi

Pada penelitian ini kegiatan ekstraksi menggunakan metode maserasi,

proses keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel terjadi

selama maserasi sehingga diperlukan penggantian pelarut secara berulang (18).

Senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia akan larut dalam pelarut selama

proses maserasi karena aktivitas dari pelarut tersebut, pelarut yang digunakan

selama ekstraksi akan menembus dinding sel san masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif sehingga zat aktif akan larut, karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan pelarut sehingga larutan

terpekat akan didesak keluar (1). Berat basah daun pagoda sebanyak 5 kg dan

utuk proses maserasi sebanyak 800 g serbuk simplisia daun pagoda menggunakan

pelarut etanol 96% sebanyak 8 liter, rendemen simplisia yang didapat adalah 16%

menghasilkan ekstrak kental sebanyak 73 g, rendemen ekstrak sebesar 9,13%

pada proses penyarian, lama ekstraksi sangat berpengaruh terhadap hasil yang

38
39

diperoleh. Menurut mardiana tahun 2011, menyatakan bahwa semakin tinggi

waktu ekstraksi, semakin tinggi rendemen yang diperoleh, karena kesempatan

bereaksi bahan dengan pelarut semakin lama sehingga proses penetrasi pelarut ke

dalam semakin baik yang menyebabkan semakin banyak senyawa yang berdifusi

ke luar sel (33).

Fraksi yang dilakukan dengan menggunakan pelarut dengan tingkat

kepolaran yang berbeda-beda. Fraksinasi bertujuan untuk menarik semua

senyawa-senyawa kimia dalam tumbuhan berdasarkan kepolaran dari setiap

senyawa. Ekstrak yang di fraksi sebanyak 10 gram difraksi dengan menggunakan

pelarut n-heksan dan etil asetat menghasil fraksinasi etanol sebanyak 1.41g

berwarna hijau kecoklatan.

Senyawa yang berasal dari tumbuhan memiliki kepolaran yang berbeda-

beda yang disebabkan perbedaan stuktur dan ikatan kimia yang dimilikinya,

senyawa yang polar dapat diikaat oleh pelarut yang polar dan semipolar seperti

etanol, sedangkan senyawa non-polar dapat di ikat oleh pelarut yang non-polar

seperti n-heksa dan etil asetat (34).

4.3. Hasil Skrining Fitokimia

Skrining fitokima terhadap frakasi etanol daun pagoda dilakukan untuk

memperoleh informasi golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat

didalamnya. Pemeriksaan skrining fitokimia terhadap fraksi etanol daun pagoda

terdiri dari pemeriksaan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, safonin,

tannin, dan triterpenoid/steroid. Hasil dari pemeriksaan skrining fitokimia

terhadap fraksi etanol daun pagoga terdapat pada table 4.1.


40

Tabel 4.1. Hasil skrining fitokimia fraksi etanol daun pagoda

No Metabolit Sekunder Pereaksi Hasil

1 Alkaloid Dragendrof -
Bouchardat -
Meyer -
2 Flavonoid Serbuk Mg + Amil +
Alkohol + HCLp
3 Glikosida Molish +H2SO4 +
4 Sapononin Air Panas/Dikocok +
5 Tannin FeCl3 +
6 Triterpenoid/Steroid Lieberman-Bourchat -

Keterangan: (+) : ada

(-) : tidak ada

Hasil skrining fitokima yang telah didapatkan sejalan dengan hasil yang

ditulis oleh Srivasvata Dan Patel tahun 2007, yang menyatakan bahwa senyawa

yang terkandung dalam genus Clorodendrum adalah steroid, terpenoid, flavonoid

dan glikosida (11).

Menurut harbone 2006, senyawa fenol seperti flavonoid, tanin, ligin, dan

melanin mempunyai cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih

hidroksil sehingga bersifat polar, sedangkan senyawa terpenoid umumnya

mempunyai struktur siklik dan mempunyai satu gugus fungsi atau lebih (hidroksil,

karbonil, dll) sehingga bersifat nonpolar dan dapat larut dalam lemak atau

senyawan non-polar seperti n-heksan dan etil asetat (34).

Penelitian yang dilakukan ihsanul hafiz pada tahun 2016, peneliti

melakukan skiring fitokimia simplisia dan ekstrak etanol daun pagoda


41

(Clrodendrum paniculatum L.). Hasil penelitian tersebut menunjukkan pada

simplisia dan eksrtak etanol terdapat kesamaan hasil, dimana tidak terdapat

metabolit sekunder alkaloid dan saponin.

Kandung metabolit sekunder alkaloid yang di identifikasi menggunakan

pereaksi Meyer, Bouchardat, dan Dragendrof. Senyawa flavonoid teridentifikasi

pada pereaksi serbuk Mg Ditambah Amil Alkohol dan penambahan HCl p

terbetuknya warna merah atau kuning jingga pada lapisan amil alkohol. Senyawa

triterpenoid teridentifikasi menggunakan pereaksi liberman-bourchat dimana

terbentuk warna ungu atau merah berubah menjadi biru ungu atau hijau. Senyawa

tannin teridentifikasi menggunkan pereaksi FeCl3 dimana terbentuknya warna biru

kehitaman atau hijau kehitaman. Senyawa saponin tidak teridentifiksi

menggunakan air panas kemudian kikocok, dimana tidak terbentuk busa. Dan

senyawa glikosida teridentifikasi menggunakan pereaksi molish ditambah H 2SO4

menunjukkan adanya ikatan gula, dan percobaan pada gula pereduksi

menggunakan pereaksi fehling A dan fehling B dimana terbentuknya endapan

merah bata (15).

Pada hasil skrining fitokima terhadap fraksi etanol daun pagoda yang

dilakukan penulis terdapat perbedaan hasil dari skrining fitokimia terhadap

simplisia dan ekstrak etanol daun pagoda yang dilakukan oleh Ihsanul Hafiz.

Perbedan ini terjadi karena peulis telah melakukan fraksi pada ekstrak etanol,

dimana perbedaan hasil ini juga tidak berpengaruh besar pada nilai penelitian.

Menurut robinson tahun 1995, senyawa metabolit sekunder yang yang

dimiliki tumbuhan seperti saponin, Flavonoid, tannin dan glikosida merupakan


42

senyawa kimia yang memiliki potensi sebagai antibakteri dan antivirus (35).

Senyawa saponin, steroid dan triterpeonoid bersifat antibakteri dengan cara

merusak membran sel, rusaknya membran sel menyebabkan subtansi penting

keluar dari sel dan juga dapat mencegah masuknya bahan-bahan penting kedalam

sel (36).

4.4. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri

Penentuan Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi etanol daun pagoda

terhadap bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Dan Ecsherichia coli

dilakukan dengan metode difusi agar dengan menggunakan kertas cakram. Zona

diameter bening yang berada disekitar kertas cakram dapat diukur dengan tujuan

mengukur kekuatan antibakteri dari sampel terhadap bakteri yang di uji.

Diagram Hasil Zona bening Bakteri Dari Fraksi Etanol Daun Pagoda
(Clorodendrum paniculatum L.)
35

30

25
B.cereus
20
B.subtilis
15 E.coli

10

0
k(-) k(+) fraksi fraksi fraksi fraksi fraksi fraksi
1% 3% 5% 10% 15% 20%

Gambar 4.1: Hasil uji antibakteri fraksi etanol daun pagoda


43

Tabel 4.2: Hasil Pengujian Fraksi Etanol Daun Pagoda Terhadap bakteri
Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia coli

Diameter zona bening (mm)

No Bacillus Bacillus Escherichia Kategori zona


Kelompok
cereus subtilis coli bening

1 Kontrol (+) 30,00 ± 0,00 19,30 ± 0,00 25,20 ± 0,00 Sangat kuat

2 Kontrol (-) 6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00 6,00 ± 0,00


3 Fraksi 1% 6,00 ± 0,00 6,53 ± 0.53* 6,00 ± 0,00 Lemah

4 Fraksi 3% 6,00 ± 0,00 6,63 ± 0,63* 6,00 ± 0,00 Lemah

5 Fraksi 5% 6,00 ± 0,00 8,20 ± 0,36* 7,33 ± 0,69* Sedang

6 Fraksi 10% 9,26 ± 0,55* 8,73 ± 0,23* 8,43 ± 0,52* Sedang

7 Fraksi 15% 9,77 ± 0,55* 9,13 ± 0,14* 9,00 ± 0,36* Sedang

8 Fraksi 20% 11,13 ± 0,69* 9,53 ± 0,08* 9,47± 0,29* Sedang

Keterangan: *(berbeda signifikan terhadap kontrol positif p ≤ (0,05)

Pada penelitian ini, nilai rata-rata dari masing-masing konsentrasi 1%-

20% menunjukkan adanya perbedan yang signifikan atau berbeda nyata dengan

nilai rata-rata kontrol positif yaitu cefixime dimana nilai p ≤0,05, berdasarkan uji

statistik ANOVA yang merupakan uji statistik parametrik yang mensyaratkan data

terdistribusi normal, uji One Way Anova untuk menguji apakah variable X

(kategorik) mempunyai hubungan dengan variable Y (numerik), pada hasil nilai p

ANOVA dapat diketahui dari tabel ANOVA kolom sig, jika nilai p signifikan ≥

0,05 maka rata-rata sama, namun jika nilai p signifikan ≤ 0,05 maka rata-rata

berbeda (37).
44

Kontrol negatif yang digunakan adalah larutan DMSO, karena DMSO

tidak memberikan aktivitas antibakteri terhadap bakteri. Dimetil sulfoksida

(DMSO) adalah senyawa organosulfur, yang dapat melarutkan baik senyawa polar

dan non-polar, serta larut dalam berbagai pelarut organik maupun air, selain itu

DMSO tidak bersifat toksik sehingga tidak mengganggu pengamatan (38).

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan besarnya zona

bening antibakteri yang terbentuk, berdasarkan tabel 4.2 dapat diperoleh bahwa

percobaan terhadap bakteri Bacillus cereus, fraksi etanol daun pagoda 1% , 3% ,

dan 5% tidak memilki aktivitas antibaktri, pada konsentrasi 10% memiliki

aktivitas antibakteri sebesar (9,2 mm), 15% sebesar (9.7 mm) termasuk pada

kategori sedang dan 20% memilki aktivitas antibakteri sebesar (11,1 mm)

termasuk pada kategori kuat. Kemudian pada hasil percobaan terhadap bakteri

Bacillus subtilis diperoleh adanya aktivitas kategori sedang pada semua

konsentrasi, dimana konsentrasi 1% memiliki zona bening sebesar (6,5 mm), 3%

sebesar (6,6 mm), 5% sebesar (8,2 mm), 10% sebesar (8,7 mm), 15% sebesar (9,1

mm) dan konsentrasi 20% sebesar (9,5mm). Hasil percobaan terhadap bakteri

Escherichia coli diperoleh hasil pada konsentrasi 1%, 3% tidak memiliki aktivitas

antibakteri sedangkan pada konsentrasi 5% memilki aktivitas antibakteri sebesar

(7.3 mm), 10% sebesar (8,4 mm), 15% sebesar (9 mm), dan 20% memilki

aktivitas antibakteri sebesar (9,5 mm) termasuk pada kategori sedang. Hasil

kategori aktivitas antibakteri penelitian ini berdasarkan Davis dan stout (2009),

yang membagi kekuatan daya antibakteri menjadi empat kategori, yaitu


45

menghambat lemah (<5 mm), sedang (5-10 mm), kuat (10-20 mm), dan sangat

kuat (>20 mm) (39).

Gambar 4.2. Zona Bening Yang Terbentuk Pada Bakteri Bacillus cereus,
Bacillus subtilis, Dan Escherichia coli, Menggunakan Difusi Agar dan
Pencadang Kertas Cakram.

Hasil zona bening yang terbentuk pada penelitian ini terjadi peningkatan

dimulai dari konsentrasi 1% sampai 20% pada Bacillus cereus, Bacillus subtilis,

dan Escherichia coli. Menurut penelitian rastina dkk. (2015), kemampuan suatu

antimikroba dalam menghambat mikroorganisme tergantung pada konsentrasi

bahan antimikroba dan jenis bahan antimikroba yang dihasilkan. Semakin besar

konsentrasi suatu antibakteri, maka semakin banyak zat aktif yang terkandung

didalamnya sehingga efektivitas dalam menghambat bakteri akan semakin

meningkat dan menghasilkan zona bening yang lebih luas (40).

Pada konsentrasi yang rendah maka zat antibakteri yang terdapat di

dalam suatu bahan antibakteri akan semakin sedikit, sehingga aktivitasnya

semakin berkurang (41). Senyawa antibakteri tertentu akan meningkatkan

aktivitas dari bakteriostatik menjadi bakteriosidal bila konsentrasi senyawa


46

antibakteri tersebut ditingkatkan. Semakin jenuh konsentrasi suatu zat antibakteri

maka semakin kuat aktivitas kerjanya sehingga, kemampuan fraksi etanol daun

pagoda dalam menghambat dan membunuh bakteri disebabkan oleh senyawa-

senyawa antibakteri yang terkandung didalamnya (42).

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa uji statistik yang

menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap kelompok kontrol negatif.

Hasil pengukuran zona bening dapat dilihat pada lampiran. Kemudian hasil

perbandingan konsentrasi fraksi etanol daun pagoda dengan obat cefixime, bahwa

hasil daya hambat cefixime lebih besar, obat antibiotik cefixime merupakan obat

sintetik, yang dapat membunuh bakteri dengan cara menghambat sintesa dinding

sel bakteri, karena tanpa adanya dinding sel bakteri akan mati, selain itu cefixime

juga memliki spektrum kerja yang lebih luas dan aktif terhadap bakteri gram

positif dan gram negatif (43).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

a. Berdasarkan hasil skrining fitokimia fraksi etanol daun pagoda maka

diperoleh senyawa kimia yaitu flavonoid, glikosida, saponin, dan tanin.

b. Berdasarkan uji aktivitas antibakteri maka dipeloreh hasil bahwa fraksi etanol

daun pagoda memilki aktivitas antibakteri pada Basillus cereus, Bacillus

subtilis dan Escherichia coli.

c. Terdapat perbedaan yang signifikan pada uji aktivitas antibakteri fraksi etanol

daun pagoda dengan cefixime terhadap Bacillus cereus, Basillus subtili, dan

Escherichia coli, dimana nilai p ≤0,05.

5.2. Saran

Disarankan pada penelitian selanjutnya :

a. Untuk melakukan penelitian lebih lanjut fraksi etanol daun pagoda dengan

menghitung kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum

(KBM) pada bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia coli.

b. Penelitian selanjutnya bisa menghitung nilai antioksidan pada fraksi etanol

daun pagoda karena mengandung golongan senyawa kimia yang berfungsi

sebagai antioksidan yaitu saponin.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Purwanto S. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Aktif Ekstrak Daun Senggani.


2015;2(2355):84–92.
2. Mandal BKD. Infeksi Penyakit. 6th ed. Jakarta: Erlangga; 2008.
3. Eliiot TD. Mikrobilogi Kedokteran dan Infeksi. Jakarta: EGC; 2013.
4. Sofro MA. Praktis dan Jitu Atasi Penyakit Infeksi dan Problematika
kesehatam. Yogyakarta: Rhapa Publising; 2018.
5. Alimsardjono L. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada Penyakit Infeksi. Jakarta:
Sagung Seto; 2015.
6. Jawetz E D. Mikrobiologi Kedokteran. Ke-25. Jakarta: EGC; 2013.
7. Triwulan I. Situasi Diare di Indonesia. In Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia; 2011.
8. Bamford, B. Kathleen dan Sthepen HG. Mikrobiologi Medis dan Infeksi.
Erlangga; 2009.
9. Widjaja EAD. Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia. 1st ed. Jakarta:
LIPI Prees; 2014.
10. Sofowora A, Ogunbodede E, Onayade A, Dentistry C. The Rolee Place and
of Medical Plants The Strategies For Diases. 2013;10:210–29.
11. Shrivastava N, Patel T, Maxim C, Thomas B, Gurke C, Don CG.
Clerodendrum and Heathcare : An Overview. 2007;(Moldenke 1985).
12. Joseph, J., Bindhu, A.R.,dan Aleykutty NA. Available online through.
2014;(November).
13. EOL (Encycloppedia of Life). Clerodendrum Paniculatum L, Pagoda
Flower. In: EOL (Encylopedia of Life). Dinas kesehatan; 2019.
14. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwdya
The Mcgraw-Hill Compaines,Inc; 2008.
15. Hafiz I, Utara US. Uji Aktivitas Antioksidan Dan Antiinflamasi Ekstrak
Etanol Daun Pagoda ( Clerodendrum Paniculatum L .) terhadap Tikus Putih
Jantan ( Rattus Novergicus ). 2016;
16. Mukhiriani. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa
Aktif. 2011;
17. Ditjen POM. Parameter Standar Ekstrak Tumbuhan Obat. ke 2. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2000.
18. Hanani E. Analisi Fitokimia. Jakarta: EGC; 2016.
19. Harbone JB. Metode Fitokimia. 1996.
20. Ariyani, F.Laurentia, E.S., dan Felycia ES. Ekstraksi Minyak Atsiri dari
Tanaman Sereh Dengan Menggunakan Pelarut Methanol, Aseton, dan N-
Heksan. 2008;
21. Soedarto. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto; 2015.
22. Arisman. keracunan makanan. Jakarta: Buku Ajar Ilmu Gizi; 2015.
23. Rianto S. Farmakologi dan Theraphy. Ke V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2008.
24. Amin LZ. Pemilihan Antibiotik yang Rasional. 2014;

48
49

25. Depkes RI. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik


Indonesia; 1986.
26. Marjoni R. Dasar-dasar Fitokimia Untuk Diploma III Farmasi. Jakarta:
CV.Trans InfonMedia; 2016.
27. Ditjen POM. Farmakope Indonesia. Ke IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 1995. 891-898 p.
28. Depkes RI. Materia Medika Indonesia. Jilid ke 5. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 1995. 333-337 p.
29. Farnsworth N. Biological and Phytochemical Screening of Plants. J Pharm
Sci. 1966;
30. Lay, B.W. dan Sugiyo H. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT.
Grafindo Persada; 1994. 72-73 p.
31. Merck. Microbiologyl Manual. ke 10. Berlin: Merck; 2005. 370-371 p.
32. Difco dan BBL M. Manual of Microbiological Culture Media. 2nd ed.
Sparks: Dinkinsob and Company7 Lovefon Circle; 2009.
33. Mardiana P. Pengaruh Kecepatan Putar Pengaduk dan Waktu Operasi pada
Ekstraksi. 2011;5(2):125–32.
34. Harbone JB. Metode Fitokimia Penuntun Cara Moderen Menganalisis
Tumbuhan. III. Bandung: ITB; 2006.
35. Robinson T. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. keempat. Jakarta:
EGC; 1995. 193 p.
36. Monalisa,D,.Handayani, T. dan S. Uji Daya Antibakteri Ekstrak Daun
Tapak Liman (Elepantopus scaber L.) Terhadap Staphylacoccus aureus dan
Salmonella typhi. Bioma. 2011;9(2).
37. Muhammad I. Pemanfaatan SPSS Dalam Penelitian Sosial Dan Kesehatan.
Ke 6. Bandung: Citapustaka Media Perintis; 2016. 91 p.
38. kusumawati E. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kecombrang
( Etlingera elatior ) Terhadap Bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli
Menggunakan Metode Difusi Sumur. 2016;4(1).
39. Davis WW and stout TR. Disc Plate Method Of Microbiological Antibiotic
Assay. Vol. 22. Applied and Enviromental Microbiology; 2009. 666-670 p.
40. Rastina, Sudarwanto M WI. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Kari (Murraya koenigii) Terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
dan Pseudomanas sp. 2015;9(2):185–8.
41. Pratiwi S. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Cincau Hijau Rambat (Cyclea
miers) Sebagai Antibakteri Terhadap Baciilus cereus dan Shigella
dysentriae. 2016;
42. Muliyati E. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Ciremai
(Pillantus acidus L) Terhadap Staphylacoccus aureus dan Escherichia coli
dan Bioautografinya. 2009;
43. Tjay TH dan KR. Obat-obat penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek
Sampingnya. In: VI. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo; 2007.
50

Lampiran 1. Pengajuan Judul Skripsi


51

Lampiran 2. Lembar Bimbingan Pembimbing 1


52

Lampiran 3. Lembar Bimbingan Pembimbing 2


53

Lampiran 4. Lembar Revisi Proposal


54

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian


55

Lampiran 6. Hasil Skrining Fitokimia USU


56

Lampiran 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian


57

Lampiran 8. Perhitungan

Berat kering
1. Rendemen simplisia = x 100%
Berat basa h
800 g
= x 100%
5000 g
= 16%
Berat ekstrak
2. Rendemen ekstrak = x 100%
Berat segar
73 g
= x 100%
800 g
= 9,13%
3. Pembuatan larutan stok fraksi 20%

20 g 2g 1g
Larutan 20% = = =
100 ml 10 ml 5 ml

Jadi pembuatan larutan stok 20% Fraksi etanol daun pagoda dibuat dengan cara
1g fraksi dilarutkan dalam 5 ml DMSO.

4. Pembuatan konsentrasi fraksi


a. Konsentrasi 1%
Dik: C1 = 20%
C2= 1%
V2 = 2 ml
Dit: V1 = ……?
Jawab: C1.V1 = C2.V2
20%. V1 = 1%.2ml
2
V1=
20
V1= 0,1ml
Jadi dipipet 0,1ml larutan fraksi 20% kemudian ditambahkan DMSO
hingga volumenya 2ml.
b. Konsentrasi 3%
Dik: C1 = 20%
C2= 3%
V2 = 2 ml
Dit: V1 = ……?
Jawab: C1.V1 = C2.V2
20%.V1 = 3%.2ml
58

6
V1=
20
V1= 0,3ml
Jadi dipipet 0,3ml larutan fraksi 20% kemudian ditambahkan DMSO
hingga volumenya 2ml.
c. Konsentrasi 5%
Dik: C1 = 20%
C2= 5%
V2 = 2 ml
Dit: V1 = ……?
Jawab: C1.V1 = C2.V2
20%.V1 = 5%.2ml

10
V1=
20

V1= 0,5ml
Jadi dipipet 0,5ml larutan fraksi 20% kemudian ditambahkan DMSO
hingga volumenya 2ml.
d. Konsentrasi 10%
Dik: C1 = 20%
C2= 10%
V2 = 2 ml
Dit: V1 = ……?
Jawab: C1.V1 = C2.V2
20%. V1 = 10%.2ml
20
V1=
20
V1= 1ml
Jadi dipipet 1ml larutan fraksi 20% kemudian ditambahkan DMSO hingga
volumenya 2ml.
Konsentrasi 15%
Dik: C1 = 20%
C2= 10%
V2 = 2 ml
Dit: V1 = ……?
Jawab: C1.V1 = C2.V2
20%.V1 = 10%.2ml
20
V1=
20
V1= 1ml
59

Jadi dipipet 1ml larutan fraksi 20% kemudian ditambahkan DMSO hingga
volumenya 2ml.
60

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

Daun segar daun pagoda Proses perajangan daun pagoda

Daun pagoda setelah dirajang proses pengeringan daun pagoda

Serbuk simplisia daun pagoda Proses maseserasi


61

Proses merotary ekstrak Ekstrak etanol daun pagoda

Proses fraksinasi menggunakan pemisahan larutan


corong pisah

Filtrat yang akan didestilasi proses destilasi filtrat


62

Proses penguapan filtrat fraksi aktif etanol

Hasil fraksi etanol 1.41 g 10 g ekstrak untuk fraksinasi

Proses skring fitokimia


63

Bakteri B.cereus, B.subtilis dan E. coli Sterilisasi mengunakan autoqlaf

Sterilisasi menggunakan oven

Proses kerja aseptis di LAF Pemanasan media MHA


64

Proses pengenceran fraksi fraksi yang telah diencerkan

Proses meletakkan kertas cakram pada difusi agar

Pengukuran zona bening antibakteri menggunakan jangka sorong digital


65

Lampiran 10. Hasil Skrining Fitokimia Fraksi Etanol Daun Pagoda

Hasil triterpenoid/steroid Hasil uji glikosida

Hasil uji saponin Hasil uji tanin

Hasil uji flavonoid Hasil uji alkaloid


66

Lampiran 11. Hasil Zona Bening Antibakteri Fraksi Etanol Daun Pagoda
Terhadap Bacillis cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia coli.

Hasil zona bening antibakteri B. cereus, B. subtilis, dan E. coli perlakuan 1

Hasil zona bening antibakteri B. cereus, B. subtilis, dan E. coli perlakuan 2

Hasil zona bening antibakteri B. cereus, B. subtilis, dan E. coli perlakuan 3


67

Lampiran 12. Hasil Zona Bening Antibakteri K (+) Cefixime Terhadap Bacillus
cereus, Bacillus subtilis, dan Escherichia coli

Hasil zona bening k(+) cefixime pada E.coli

Hasil zona bening (+) cefixime pada B. subtilis

Hasil zona bening k(+) pada B. cereus


68

Lampiran 13. Hasil Pengukuran Zona bening


1. Hasil Antibakteri Fraksi Etanol Daun Pagoda Terhadap Bakteri Escherichia
coli

Hasil daya antibakteri fraksi etanol daun pagoda terhadap bakteri Ecsherichia
coli dengan kode bakteri ATCC R 25922TM terdapat pada tabel berikut:

N Konsentrasi Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rata-rata


O fraksi
_ _ _ _
1 1%
_ _ _ _
2 3%

3 5% 6.0 mm 7,7 mm 8,3 mm 7,3 mm

4 10% 7,5 mm 8,5 mm 9,3 mm 8,4 mm

5 15% 8,5 mm 8,8 mm 9,7 mm 9,0 mm

6 20% 9,4 mm 9,0 mm 10,0 mm 9,5 mm

2. Hasil Antibakteri Fraksi Etanol Daun Pagoda (Clorodendrum Paniculatum L.)


Terhadap Bakteri Bacillus cereus

Hasil daya antibakteri fraksi etanol daun pagoda terhadap bakteri Bacillus
cereus dengan kode bakteri ATCC R 14579TM terdapat pada tabel berikut :

NO Konsentrasi Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rata-rata


Fraksi
_ _ _ _
1 1%
_ _ _ _
2 3%
_ _ _ _
3 5%

4 10% 8,4 mm 10,3 mm 9,1 mm 9,3 mm

5 15% 8,9 mm 10,8 mm 9.6 mm 9,8 mm

6 20% 10,0 mm 11,1 mm 12,4 mm 11,2 mm


69

3. Hasil Antibakteri Fraksi Etanol Daun Pagoda (Clorodendrum Paniculatum


L.) Terhadap Bakteri Bacillus subtilis

Hasil daya antibakteri fraksi etanol daun pagoda terhadap bakteri Bacillus
subtilis dengan kode bakteri ATCC R 6051TM terdapat pada tabel berikut :

N Konsentrasi
O Fraksi Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rata-rata
1%
1 6,0 mm 6,0 mm 7,6 mm 6,5 mm

2 3% 6,0 mm 6,0 mm 7,9 mm 6,6 mm

3 5% 7.5 mm 8,4 mm 8,7 mm 8,2 mm

4 10% 8,3 mm 8,8 mm 9,1 mm 8,7 mm

5 15% 9.1 mm 8,9 mm 9,4 mm 9,1 mm

6 20% 9,4 mm 9,7 mm 9,5 mm 9,5 mm

4. Hasil Daya Antibakteri kontrol positif (cefixime) dan kontrol negatif


(DMSO)

N Kontrol Eschericia coli Bacillus cereus Bacillus subtilis


O
1 Positif (cefixime 25,2 mm 30 mm 19,3mm
1%)
2 Negatif (DMSO) _ _ _
70

Lampiran 14. Hasil Uji Statistic Aktivitas Antibanteri

Descriptives

Bacillus cereus

95% Confidence Interval


for Mean

Lower Upper
N Mean Std. Deviation Std. Error Bound Bound

kontrol (+) 3 30.000 .0000 .0000 30.000 30.000

Kontrol (-) 3 .000 .0000 .0000 .000 .000

1% 3 .000 .0000 .0000 .000 .000

3% 3 .000 .0000 .0000 .000 .000

5% 3 .000 .0000 .0000 .000 .000

10% 3 9.267 .9609 .5548 6.880 11.654

15% 3 9.767 .9609 .5548 7.380 12.154

20% 3 11.133 1.2055 .6960 8.139 14.128

Total 24 5.021 7.2748 1.4850 1.949 8.093

ANOVA

Bacillus cereus

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 610.620 7 87.231 2.301 .079

Within Groups 606.600 16 37.913

Total 1217.220 23
71

Multiple Comparisons

Tukey HSD

95% Confidence Interval


(J)
konsentra Mean Lower Upper
(I) konsentrasi si Difference (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound

kontrol (+) Kontrol 10.0000 5.0274 .517 -7.406 27.406


(-)

1% 10.0000 5.0274 .517 -7.406 27.406

3% 10.0000 5.0274 .517 -7.406 27.406

5% 10.0000 5.0274 .517 -7.406 27.406

10% .7333 5.0274 1.000 -16.672 18.139

15% .2333 5.0274 1.000 -17.172 17.639

20% -1.1333 5.0274 1.000 -18.539 16.272

Kontrol (-) kontrol -10.0000 5.0274 .517 -27.406 7.406


(+)

1% .0000 5.0274 1.000 -17.406 17.406

3% .0000 5.0274 1.000 -17.406 17.406

5% .0000 5.0274 1.000 -17.406 17.406

10% -9.2667 5.0274 .603 -26.672 8.139

15% -9.7667 5.0274 .544 -27.172 7.639

20% -11.1333 5.0274 .393 -28.539 6.272

1% kontrol -10.0000 5.0274 .517 -27.406 7.406


(+)

Kontrol .0000 5.0274 1.000 -17.406 17.406


(-)

3% .0000 5.0274 1.000 -17.406 17.406

5% .0000 5.0274 1.000 -17.406 17.406

10% -9.2667 5.0274 .603 -26.672 8.139

15% -9.7667 5.0274 .544 -27.172 7.639

20% -11.1333 5.0274 .393 -28.539 6.272

3% kontrol -10.0000 5.0274 .517 -27.406 7.406


72

(+)

Kontrol .0000 5.0274 1.000 -17.406 17.406


(-)

1% .0000 5.0274 1.000 -17.406 17.406

5% .0000 5.0274 1.000 -17.406 17.406

10% -9.2667 5.0274 .603 -26.672 8.139

15% -9.7667 5.0274 .544 -27.172 7.639

20% -11.1333 5.0274 .393 -28.539 6.272

5% kontrol -10.0000 5.0274 .517 -27.406 7.406


(+)

Kontrol .0000 5.0274 1.000 -17.406 17.406


(-)

1% .0000 5.0274 1.000 -17.406 17.406

3% .0000 5.0274 1.000 -17.406 17.406

10% -9.2667 5.0274 .603 -26.672 8.139

15% -9.7667 5.0274 .544 -27.172 7.639

20% -11.1333 5.0274 .393 -28.539 6.272

10% kontrol -.7333 5.0274 1.000 -18.139 16.672


(+)

Kontrol 9.2667 5.0274 .603 -8.139 26.672


(-)

1% 9.2667 5.0274 .603 -8.139 26.672

3% 9.2667 5.0274 .603 -8.139 26.672

5% 9.2667 5.0274 .603 -8.139 26.672

15% -.5000 5.0274 1.000 -17.906 16.906

20% -1.8667 5.0274 1.000 -19.272 15.539

15% kontrol -.2333 5.0274 1.000 -17.639 17.172


(+)

Kontrol 9.7667 5.0274 .544 -7.639 27.172


(-)

1% 9.7667 5.0274 .544 -7.639 27.172

3% 9.7667 5.0274 .544 -7.639 27.172


73

5% 9.7667 5.0274 .544 -7.639 27.172

10% .5000 5.0274 1.000 -16.906 17.906

20% -1.3667 5.0274 1.000 -18.772 16.039

20% kontrol 1.1333 5.0274 1.000 -16.272 18.539


(+)

Kontrol 11.1333 5.0274 .393 -6.272 28.539


(-)

1% 11.1333 5.0274 .393 -6.272 28.539

3% 11.1333 5.0274 .393 -6.272 28.539

5% 11.1333 5.0274 .393 -6.272 28.539

10% 1.8667 5.0274 1.000 -15.539 19.272

15% 1.3667 5.0274 1.000 -16.039 18.772


74

Homogeneous Subsets

Pengulangan

Tukey HSDa

Subset for alpha


= 0.05

Konsentrasi N 1

Kontrol (-) 3 .000

1% 3 .000

3% 3 .000

5% 3 .000

10% 3 9.267

15% 3 9.767

kontrol (+) 3 10.000

20% 3 11.133

Sig. .393
75

Descriptives

Bacillus subtilis

95% Confidence
Interval for Mean

Std. Lower Upper


N Mean Deviation Std. Error Bound Bound Minimum Maximum

kontrol (+) 3 19.300 .0000 .0000 19.300 19.300 .0 19.3

kontrol (-) 3 6.000 .0000 .0000 6.000 6.000 6.0 6.0

1% 3 6.533 .9238 .5333 4.239 8.828 6.0 7.6

3% 3 6.633 1.0970 .6333 3.908 9.358 6.0 7.9

5% 3 8.200 .6245 .3606 6.649 9.751 7.5 8.7

10% 3 8.733 .4041 .2333 7.729 9.737 8.3 9.1

15% 3 9.133 .2517 .1453 8.508 9.758 8.9 9.4

20% 3 9.533 .1528 .0882 9.154 9.913 9.4 9.7

Total 24 7.650 3.5804 .7308 6.138 9.162 .0 19.3

ANOVA

Bacillus subtilis

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 41.120 7 5.874 .370 .906

Within Groups 253.720 16 15.858

Total 294.840 23
76

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Bacillus subtilis Tukey HSD

95% Confidence Interval


(I) (J) Mean Difference
konsentrasi konsentrasi (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

kontrol (+) kontrol (-) .4333 3.2514 1.000 -10.824 11.690

1% -.1000 3.2514 1.000 -11.357 11.157

3% -.2000 3.2514 1.000 -11.457 11.057

5% -1.7667 3.2514 .999 -13.024 9.490

10% -2.3000 3.2514 .995 -13.557 8.957

15% -2.7000 3.2514 .988 -13.957 8.557

20% -3.1000 3.2514 .975 -14.357 8.157

kontrol (-) kontrol (+) -.4333 3.2514 1.000 -11.690 10.824

1% -.5333 3.2514 1.000 -11.790 10.724

3% -.6333 3.2514 1.000 -11.890 10.624

5% -2.2000 3.2514 .997 -13.457 9.057

10% -2.7333 3.2514 .988 -13.990 8.524

15% -3.1333 3.2514 .974 -14.390 8.124

20% -3.5333 3.2514 .951 -14.790 7.724

1% kontrol (+) .1000 3.2514 1.000 -11.157 11.357

kontrol (-) .5333 3.2514 1.000 -10.724 11.790

3% -.1000 3.2514 1.000 -11.357 11.157

5% -1.6667 3.2514 .999 -12.924 9.590

10% -2.2000 3.2514 .997 -13.457 9.057

15% -2.6000 3.2514 .991 -13.857 8.657

20% -3.0000 3.2514 .979 -14.257 8.257

3% kontrol (+) .2000 3.2514 1.000 -11.057 11.457

kontrol (-) .6333 3.2514 1.000 -10.624 11.890

1% .1000 3.2514 1.000 -11.157 11.357

5% -1.5667 3.2514 1.000 -12.824 9.690


77

10% -2.1000 3.2514 .997 -13.357 9.157

15% -2.5000 3.2514 .993 -13.757 8.757

20% -2.9000 3.2514 .983 -14.157 8.357

5% kontrol (+) 1.7667 3.2514 .999 -9.490 13.024

kontrol (-) 2.2000 3.2514 .997 -9.057 13.457

1% 1.6667 3.2514 .999 -9.590 12.924

3% 1.5667 3.2514 1.000 -9.690 12.824

10% -.5333 3.2514 1.000 -11.790 10.724

15% -.9333 3.2514 1.000 -12.190 10.324

20% -1.3333 3.2514 1.000 -12.590 9.924

10% kontrol (+) 2.3000 3.2514 .995 -8.957 13.557

kontrol (-) 2.7333 3.2514 .988 -8.524 13.990

1% 2.2000 3.2514 .997 -9.057 13.457

3% 2.1000 3.2514 .997 -9.157 13.357

5% .5333 3.2514 1.000 -10.724 11.790

15% -.4000 3.2514 1.000 -11.657 10.857

20% -.8000 3.2514 1.000 -12.057 10.457

15% kontrol (+) 2.7000 3.2514 .988 -8.557 13.957

kontrol (-) 3.1333 3.2514 .974 -8.124 14.390

1% 2.6000 3.2514 .991 -8.657 13.857

3% 2.5000 3.2514 .993 -8.757 13.757

5% .9333 3.2514 1.000 -10.324 12.190

10% .4000 3.2514 1.000 -10.857 11.657

20% -.4000 3.2514 1.000 -11.657 10.857

20% kontrol (+) 3.1000 3.2514 .975 -8.157 14.357

kontrol (-) 3.5333 3.2514 .951 -7.724 14.790

1% 3.0000 3.2514 .979 -8.257 14.257

3% 2.9000 3.2514 .983 -8.357 14.157

5% 1.3333 3.2514 1.000 -9.924 12.590

10% .8000 3.2514 1.000 -10.457 12.057

15% .4000 3.2514 1.000 -10.857 11.657


78

Homogeneous Subsets

Bacillus subtilis
a
Tukey HSD

Subset for alpha =


0.05

konsentrasi N 1

kontrol (-) 3 6.000

kontrol (+) 3 6.433

1% 3 6.533

3% 3 6.633

5% 3 8.200

10% 3 8.733

15% 3 9.133

20% 3 9.533

Sig. .951
79

Descriptives

Escherichia coli

95% Confidence
Interval for Mean

Std. Lower Upper


N Mean Deviation Std. Error Bound Bound Minimum Maximum

kontrol (+) 3 25.200 .0000 .0000 25.200 25.200 .0 25.2

kontrol (-) 3 6.000 .0000 .0000 6.000 6.000 6.0 6.0

1% 3 6.000 .0000 .0000 6.000 6.000 6.0 6.0

3% 3 6.000 .0000 .0000 6.000 6.000 6.0 6.0

5% 3 7.333 1.1930 .6888 4.370 10.297 6.0 8.3

10% 3 8.433 .9018 .5207 6.193 10.674 7.5 9.3

15% 3 9.000 .6245 .3606 7.449 10.551 8.5 9.7

20% 3 9.467 .5033 .2906 8.216 10.717 9.0 10.0

Total 24 7.779 5.3728 1.0967 5.510 10.048 .0 30.0

ANOVA

Escherichia coli

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 58.180 7 8.311 .220 .975

Within Groups 605.760 16 37.860

Total 663.940 23
80

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Escherichia coli
Tukey HSD

95% Confidence Interval


(I) (J) Mean Difference
konsentrasi konsentrasi (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

kontrol (+) kontrol (-) 4.0000 5.0239 .991 -13.394 21.394

1% 4.0000 5.0239 .991 -13.394 21.394

3% 4.0000 5.0239 .991 -13.394 21.394

5% 2.6667 5.0239 .999 -14.727 20.060

10% 1.5667 5.0239 1.000 -15.827 18.960

15% 1.0000 5.0239 1.000 -16.394 18.394

20% .5333 5.0239 1.000 -16.860 17.927

kontrol (-) kontrol (+) -4.0000 5.0239 .991 -21.394 13.394

1% .0000 5.0239 1.000 -17.394 17.394

3% .0000 5.0239 1.000 -17.394 17.394

5% -1.3333 5.0239 1.000 -18.727 16.060

10% -2.4333 5.0239 1.000 -19.827 14.960

15% -3.0000 5.0239 .998 -20.394 14.394

20% -3.4667 5.0239 .996 -20.860 13.927

1% kontrol (+) -4.0000 5.0239 .991 -21.394 13.394

kontrol (-) .0000 5.0239 1.000 -17.394 17.394

3% .0000 5.0239 1.000 -17.394 17.394

5% -1.3333 5.0239 1.000 -18.727 16.060

10% -2.4333 5.0239 1.000 -19.827 14.960

15% -3.0000 5.0239 .998 -20.394 14.394

20% -3.4667 5.0239 .996 -20.860 13.927

3% kontrol (+) -4.0000 5.0239 .991 -21.394 13.394

kontrol (-) .0000 5.0239 1.000 -17.394 17.394

1% .0000 5.0239 1.000 -17.394 17.394

5% -1.3333 5.0239 1.000 -18.727 16.060


81

10% -2.4333 5.0239 1.000 -19.827 14.960

15% -3.0000 5.0239 .998 -20.394 14.394

20% -3.4667 5.0239 .996 -20.860 13.927

5% kontrol (+) -2.6667 5.0239 .999 -20.060 14.727

kontrol (-) 1.3333 5.0239 1.000 -16.060 18.727

1% 1.3333 5.0239 1.000 -16.060 18.727

3% 1.3333 5.0239 1.000 -16.060 18.727

10% -1.1000 5.0239 1.000 -18.494 16.294

15% -1.6667 5.0239 1.000 -19.060 15.727

20% -2.1333 5.0239 1.000 -19.527 15.260

10% kontrol (+) -1.5667 5.0239 1.000 -18.960 15.827

kontrol (-) 2.4333 5.0239 1.000 -14.960 19.827

1% 2.4333 5.0239 1.000 -14.960 19.827

3% 2.4333 5.0239 1.000 -14.960 19.827

5% 1.1000 5.0239 1.000 -16.294 18.494

15% -.5667 5.0239 1.000 -17.960 16.827

20% -1.0333 5.0239 1.000 -18.427 16.360

15% kontrol (+) -1.0000 5.0239 1.000 -18.394 16.394

kontrol (-) 3.0000 5.0239 .998 -14.394 20.394

1% 3.0000 5.0239 .998 -14.394 20.394

3% 3.0000 5.0239 .998 -14.394 20.394

5% 1.6667 5.0239 1.000 -15.727 19.060

10% .5667 5.0239 1.000 -16.827 17.960

20% -.4667 5.0239 1.000 -17.860 16.927

20% kontrol (+) -.5333 5.0239 1.000 -17.927 16.860

kontrol (-) 3.4667 5.0239 .996 -13.927 20.860

1% 3.4667 5.0239 .996 -13.927 20.860

3% 3.4667 5.0239 .996 -13.927 20.860

5% 2.1333 5.0239 1.000 -15.260 19.527

10% 1.0333 5.0239 1.000 -16.360 18.427

15% .4667 5.0239 1.000 -16.927 17.860


82

Homogeneous Subsets

Escherichia coli
a
Tukey HSD

Subset for alpha =


0.05

konsentrasi N 1

kontrol (-) 3 6.000

1% 3 6.000

3% 3 6.000

5% 3 7.333

10% 3 8.433

15% 3 9.000

20% 3 9.467

kontrol (+) 3 10.000

Sig. .991

Anda mungkin juga menyukai