Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah alergi digunakan pertama kali digunakan oleh Clemens tahun 1906

diartikan sebagai ”reaksi pejamu yang berubah” bila terpajan dengan bahan

yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. Alergi adalah reaksi hipersensitivitas

yang diinisiasi oleh mekanisme imunologis spesifik yang diperantarai oleh

imunoglobulin E (IgE). Imunoglobulin E (IgE) merupakan mediator pada

hipersensitivitas tipe cepat termasuk asma, rhinitis, alergik, urtikaria dan

dermatitis atopik (Paramita, 2013). Reaksi alergi juga melibatkan antibodi,

limfosit dan sel-sel lainnya yang merupakan komponen dalam sistem imun yang

berfungsi sebagai pelindung yang normal pada sistem kekebalan (Hikmah dan

Dewanti, 2010).

Alergi termasuk jenis penyakit yang paling sering dijumpai dalam

masyarakat (Widjaja, 2008). Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian

alergi terus meningkat tajam baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Diperkirakan lebih dari 20% populasi di seluruh dunia mengalami manifestasi

alergi yang diperantarai oleh IgE seperti asma, rinokonjungtivitis, dermatitis

atopi atau eksema dan anafilaksis (Uthari, 2015). Prevalensi rinitis alergi di

Indonesia mencapai 1,5-12,4% dan cenderung mengalami peningkatan setiap

tahunnya (Rafi M, Adnan A & Masdar H, 2015). Prevalensi penyakit alergi

lainnya, yaitu penyakit asma di Indonesia dengan persentase tertinggi terdapat

1
2

di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI

Yogyakarta (6,9%), dan Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan, prevalensi

penyakit alergi di Jawa Timur adalah sebesar 51% (RISKESDAS, 2013).

Berkaitan dengan penyakit alergi yang diperantarai oleh IgE dengan

prevalensinya yang semakin meningkat, saat ini flavonoid menjadi bahan yang

sangat menarik untuk diteliti karena kemampuannya dalam menjaga kesehatan

manusia. Komposisi flavonoid dalam beberapa spesies buah-buahan yang

berbeda sangat beragam. Salah satu buah yang mengandung flavonoid adalah

buah apel (Maulana, 2010). Apel dalam ilmu botani disebut (Malus sylvestris

Mill). Di Indonesia, apel telah ditanam sejak tahun 1934 hingga saat ini (Irawan,

2007). Sejak saat itu, apel menjadi salah satu buah yang banyak dikonsumsi di

Indonesia. Berdasarkan Biro Pusat Statistik, rata-rata konsumsi apel penduduk

Indonesia adalah 0,6 kg perkapita pertahun, dan mengalami peningkatan rata-

rata 0,02% tiap tahun dari tahun 1985 sampai tahun 1987 (Cempaka, Santoso &

Tanuwijaya, 2014).

Buah apel mengandung banyak serat, vitamin C, fitokimia, dan flavonoid

seperti quercetin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cempaka,

Santoso & Tanuwijaya, tahun 2014, didapatkan bahwa pada buah apel (Malus

sylvestris) segar terdapat rata-rata kadar quercetin yang tertinggi (340.99 ± 4.9

mg/L), sedangkan olahan buah apel yang memiliki rata-rata kadar quercetin

paling tinggi adalah jus apel (165.23 ± 4.9 mg/L).

Quercetin merupakan salah satu jenis flavonoid yang terdapat dalam buah

apel. Menurut Lakhanpal dan Rai (2007), quercetin mampu menghambat


3

produksi dan pelepasan histamin maupun substansi alergi atau inflamasi lainnya

dengan cara menstabilkan membran sel dari sel mast. Itu sebabnya antioksidan

ini mampu mengurangi kemungkinan seseorang terinfeksi dengan berbagai

alergen dan juga membantu penyembuhan dari alergi.

Terdapat banyak zat yang dapat menyebabkan alergi. Salah satunya,

ovalbumin (OVA) yang merupakan alergen spesifik dari protein putih telur,

apabila disuntikkan secara intraperitoneal pada hewan coba dan dilanjutkan

melalui inhalasi terbukti meningkatkan aktivasi TH2 dominan dan produksi IgE

spesifik(Cahiadewi, Santosa & Suprihati, 2016).

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui tentang khasiat

perasan buah apel (Malus sylvestris) sebagai salah satu pencegahan terhadap

alergi. Maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian perasan

buah apel (Malus sylvestris) terhadap kadar Imunoglobulin E pada tikus putih

(Rattus norvegicus strain wistar) yang diinduksi ovalbumin.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah perasan buah apel (Malus sylvestris) berpengaruh terhadap kadar

Imunoglobulin E tikus putih (Rattus norvegicus strain wistar) yang diinduksi

ovalbumin?
4

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian Umum

Mengetahui pengaruh pemberian perasan buah apel (Malus

sylvestris) terhadap kadar Imunoglobulin E tikus putih (Rattus

norvegicus strain wistar) yang diinduksi ovalbumin.

1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus

1. Mengetahui hubungan antara pemberian perasan buah apel (Malus

sylvestris) terhadap kadar Imunoglobulin E tikus putih (Rattus

norvegicus strain wistar) yang diinduksi ovalbumin.

2. Mengetahui dosis pemberian perasan buah apel (Malus sylvestris)

yang berpengaruh untuk mencegah reaksi alergi yang ditunjukkan

dari penurunan kadar Imunoglobulin E tikus putih (Rattus

norvegicus strain wistar) yang diinduksi ovalbumin.

3. Mengetahui besar pengaruh pemberian perasan buah buah apel

(Malus sylvestris) terhadap kadar Imunoglobulin E tikus putih

(Rattus norvegicus strain wistar) yang diinduksi ovalbumin.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademik

1. Sebagai bahan acuan untuk penelitian perasan buah apel (Malus

sylvestris) untuk mencegah reaksi alergi yang ditunjukkan dari

penurunan kadar Imunoglobulin E tikus putih.


5

1.4.2 Manfaat Klinik

1. Membuktikan pengaruh perasan buah apel (Malus sylvestris) untuk

mencegah reaksi alergi yang ditunjukkan dari penurunan kadar

Imunoglobulin E tikus putih.

2. Membuktikan bahwa perasan buah apel (Malus sylvestris) dapat

digunakan sebagai alternatif pencegahan alergi.

1.4.3 Manfaat Masyarakat

1. Menambah ilmu pengetahuan tentang manfaat buah apel.

2. Informasi ilmiah tentang perasan buah apel (Malus sylvestris) dapat

digunakan sebagai alternatif pencegahan alergi.

Anda mungkin juga menyukai