Anda di halaman 1dari 12

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2022/23.1 (2022.2)

Nama Mahasiswa : ZULFAN FITRA

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 044914054

Tanggal Lahir : 22 Desember 2000

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4407 / Hukum Pajak Dan Acara Perpajakan

Kode/Nama Program Studi : 311/ Ilmu Hukum

Kode/Nama UPBJJ : 11/ Banda Aceh

Hari/Tanggal UAS THE : Rabu/ 21 Desember 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Zulfan Fitra


NIM : 044914054
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4407 / Hukum Pajak Dan Acara Perpajakan
Fakultas : FHISIP
Program Studi : Ilmu Hukum
UPBJJ-UT : Banda Aceh

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.

Subulussalam, 21 Desember 2022


Yang Membuat Pernyataan

ZULFAN FITRA
Jawaban

1. Jawab:
A. Pungutan pajak merupakan kebijakan pemerintah atau kebijakan publik. Setiap kebijakan
publik yang ditetapkan sebagai sebuah dokumen formal dan berlaku mengikat kehidupan
bersama maka pada saat itu pula kebijakan publik menjadi hukum. Dengan demikian,
hukum merupakan salah satu bentuk atau wujud dari kebijakan publik atau dengan istilah
lain, hukum merupakan bagian dari kebijakan publik. Namun demikian, tidak selamanya
bahwa kebijakan publik merupakan hukum publik, apabila tidak didokumenkan secara
formal. Hukum pajak yang disebut juga hukum fiskal merupakan kebijakan publik yang
ditetapkan sebagai sebuah dokumen formal, yaitu dalam konstitusi UUD negara Republik
Indonesia 1945 dan di dalam konstitusi tersebut mengamanatkan bahwa regulasi pungutan
pajak harus ditetapkan dalam bentuk undang-undang. Oleh karena itu, kebijakan pungutan
pajak masuk bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan antara negara dan
orangorang atau badan (hukum) yang mempunyai kewajiban membayar pajak
(selanjutnya disebut wajib pajak). Dengan demikian, kedudukan hukum pajak ditinjau dari
substansinya termasuk dalam kategori hukum publik (hukum negara), yaitu hukum yang
mengatur hubungan antara negara denganperseorangan (warga negara), bukan hukum
privat (hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur antara orang yang satu dengan orang
yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Jadi, walaupun hukum pajak adalah sebagai disiplin ilmu tersendiri yang terlepas dari
hukum administrasi negara, namun tetap kelompok dari hukum publik. Akan tetapi,
merupakan suatu disiplin ilmu tersendiri dengan alasan sebagai berikut:
1. jangkauan pengaturan hukum pajak sangat luas, meliputi pemerintah daerah
kabupaten/kota (pajak daerah kabupaten/kota), pemerintah daerah provinsi (pajak
daerah provinsi), pemerintah pusat (pajak pusat), pajak bilateral (tax treaty), dan pajak
regional dan pajak internasional;
2. bahkan pengertian pajak dalam postur APBN adalah penerimaan perpajakan yang
meliputi penerimaan pajak pusat, penerimaan bea dan cukai, serta Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP);
3. hukum pajak secara langsung dapat digunakan sebagai instrumen politik
perekonomian suatu negara;
4. hukum pajak tidak saja bersifat administrasi, tetapi juga bersifat pengaturan (regulasi)
dan hitung-hitungan (akuntansi);
5. hukum pajak memiliki aturan dan istilah yang khusus;
6. hukum pajak mengatur sanksi lebih luas baik dalam jenis maupun objeknya.

B. Pemungutan keadilan sejajar yang menjadi dasar pemungutan pajak sesuai hukum di
Indonesia yang dijadikan landasan pemungutan pajak adalah Pasal 23 ayat (2) Undang
Undang Dasar 1945. Kemudian, pemungutan pajak lainnya juga diatur dalam undang-
undang, seperti:

 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang diubah dengan UU


Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan
 UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
 UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
 UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, serta
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2021
tentang Harmonisasi Perpajakan
Pada keadilan sejajar atau keadilan horizontal menegaskan perlakuan prinsip yang
sama terhadap kondisi yang sama pula. Keadilan horizontal tersebut sesungguhnya dapat
dipahami sebagai tahap-tahap dalam produksi. Sesuai dengan teori kepentingan yang
ungkapkan oleh Roscoe Pound ini menjelaskan bahwa “ibarat dua belah pihak yang saling
membutuhkan dan saling menguntungkan. Negara harus melindungi harta dan jiwa
masyarakat agar kepentingannya bisa terlaksana dengan baik”. Teori yang dapat disebut
takonomi kepentingan ini, termasuk kategori teori klasik. Ia membedakan kepentingan
menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) kepentingan individual, (2) kepentingan publik, dan (3)
kepentingan sosial. Kelompok kepentingan pertama berada dalam lingkup kepentingan
kedua, dan pada akhirnya kedua kelompok tersebut berada dalam koridor kepentingan
terakhir. Di mata Pound, hukum harus berperan untuk menyeimbangkan kepentingan-
kepentingan yang saling berkompetisi di dalam masyarakat guna mencapai keuntungan
terbesar (balancing of competing interest within the society for the greatest benefit).
Dari penjelasan teori tersebut jelas bahwa keadilan dan kesetaraan pemungutan pajak
memang harus sesuai dengan UU dan juga asas-asas yang menanunginya, agar sesuai
dengan kepentingan-kepentingan dari kedua belah pihak yang saling membutuhkan.

2. Jawab:

A. Penggolongan pajak:
 Pajak menurut lembaga pemungutan terbagi menjadi 2 jenis pajak yaitu adalah Pajak
pusat yang biasanya dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Direktorat
jendral pajak yang dibawah naungan Kementrian keuangan. Yang kedua adalah pajak
daerah. Pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut dan dikelola oleh dinas
pendapatan daerah.
 Pengelompokan jenis pajak menurut golongan dibagi menjadi dua yaitu pajak
langsung dan pajak tidak langsung,
 Jenis Pajak menurut sifatnya:
Untuk pajak menurut siftanya juga menjadi terbagi 2 jenis pajak, yaitu pajak subyektif
dan pajak objektif, untuk perbedaannya adalah:

Pajak Subyektif

Pajak Subyektif ( Pajak yang Bersifat Perorangan ) yaitu jenis pajak yang dalam
pengenaannya memperhatikan keadaan atau kondisi pribadi wajib pajak ( status kawin atau
tidak kawin, mempunyai tanggungan keluarga atau tidak ). Jadi pada dasarnya setiap orang
yang menghuni wilayah di Indonesia memiliki kewajiban untuk membayar pajak tersebut.
Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Sementara bagi warga negara asing yang
tinggal di Indonesia dikenakan wajib pajak jika memiliki keterikatan ekonomis dengan
Indonesia, Contohnya jika WNA tersebut memiliki usaha di Indonesia maka akan
dikenakan wajib pajak. Contoh pajak subyektif adalah Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak objektif

pajak Obyektif ( Pajak yang Bersifat Kebendaan ) yaitu jenis pajak yang dalam
pengenaannya hanya memperhatikan sifat obyek pajaknya saja, tanpa memperhatikan
keadaan atau kondisi diri wajib pajak. Lebih tepatnya pajak objektif dikenakan pada
seorang warga negara Indonesia jika penghasilan yang dimiliki sudah memenuhi syarat
sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Ada beberapa golongan warga negara Indonesia yang terkena wajib pajak jenis ini.
Pertama, adalah mereka yang menggunakan benda atau alat yang menurut ketentuan
dikenai pajak. Kedua, pajak yang diambil terkait kekayaan yang dimiliki, kepemilikan
barang-barang mewah dan pemakaiannya. dan yang terakhir adalah jika seseorang
melakukan pemindahan harta dari Indonesia ke suatu negara lain, maka aktivitas tersebut
akan dikenai wajib pajak. Untuk contoh pajak objektif sendiri adalah : Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM)

B. Menghitung penghasilan kena pajak dan jumlah pajak penghasilan yang harus dibayarkan
Khumaedi:

1. Hitung penghasilan bersih (Penghasilan Bruto - beban tanggungan)= 250.000.000


2. Hitung PTKP (PTKP = Pribadi + Istri + Anak k1 + Anak k2 + Anak k3)
=Rp54.000.000 + Rp4.500.000 + Rp4.500.000 + Rp4.500.000 = Rp67.500.000
3. Hitung PKP (PKP = Penghasilan bersih - PTKP) = Rp250.000.000 - Rp67.500.000 =
Rp183.000.000
4. Hitung PPh (PKP x Persentase PPh) Karena PKP Khumaedi Rp183.000.000, maka
pajak yang harus ia bayarkan adalah 15% dari PKP-nya Rp183.000.000 x 15% =
Rp27.450.000
5. Maka, PPh yang harus dibayarkan Aditia selama setahun adalah sebesar
Rp27.450.000.

3. Jawab:
A. pajak mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelangsungan pembangunan
nasional, oleh karena itu berbagai upaya dilakukan untuk menarik pajak dari masyarakat,
namun demikian dalam penarikan pajak harus dilakukan hati-hati dan memenuhi rasa
keadilan. Pembebankan pajak kepada masyarakat yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah
pembangunanpun tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan
berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu: (1)
Pemungutan pajak harus adil; (2) Pengaturan Pajak harus berdasarkan Undang-Undang;
(3) Pemungutan Pajak harus efisien; (4) Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak.
Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung besarnya beban
pajak yang harus dibayar, sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib
pajak untuk meningkatkan kesadaran pembayaran pajak.
Kepastian hukum sistem perpajakan yang menentukan objek, subjek pajak
mengidentifikasi basis perpajakan, tarif, dan administrasi perpajakan. Dari dasar
kewenangan pemungutan pajak oleh pemerintah yang mencakup bestuur. Dalam
menjalankan UU ada pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Kemudian regelgeving yaitu adanya ada pembagian kewenangan dalam
pemungutan pajak. Serta rechtspraak yaitu pemerintah harus melaksanakan upaya
administrasi apabila ada masyarakat yang mengajukan gugatan administratif terhadap
SKP. terdapat hubungan hukum antara wajib pajak dan pemungutnya sehingga memberi
hak dan kewajiban antara negara dan masyarakat. Antara penegakan hukum dengan
penerapan sanksi administrasi dan pidana. serta perlindungan hukum yang diatur dalam
UU KUP dan UU No 14 Tahun 2020 tentang Pengadilan Pajak. fungsi lainnya adalah
stabilisasi yaitu pajak digunakan untuk mengurangi siklus ekonomi, menjaga stabilitas
perekonomian negara. Misalnya pada masa resesi yaitu masa ketika kegiatan ekonomi
lumpuh, pemerintah mengeluarkan dana untuk mendorong kegiatan ekonomi, dengan
menyelenggarakan program padat karya, mengadakan pemberian intensif pajak, dll. guna
meningkatkan perekonomian Negara.Artinya untuk mendanai kehidupan negara, dananya
itu didanai oleh masyarakat itu sendiri melalui pemungutan pajak dan pungutan lainnya,
sehingga terwujud APBN yang sehat dari kita, oleh kita, dan untuk kita.
B. Dalam Hukum formal, sistem yang diterapkan dalam perpajakan di Indonesia masih
terikat dengan dasar UU yang berlaku. Sebuah kebijakan yang mengatur mengenai
perpajakan di Indonesia dibuat dan disahkan melalui Undang-Undang (UU) yang
dimana kebijakan tersebut berlandaskan pada hukum yang kuat untuk mengaturnya.
Pada dasarnya, hukum pajak merupakan sekumpulan dari per aturan-peraturan yang
mengatur mengenai hak dan kewajiban, serta hubungan antara Wajib Pajak dan juga
pemerintah atau pemungut pajak yang bersangkutan. Pemerintah dalam hal ini akan
diwakilkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang memiliki kewenangan u ntuk
mengatur atau mengelola hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan.
Hukum pajak formal ini memuat tentang tata cara atau prosedur penetapan jumlah
utang pajak, hak-hak fiskus untuk pengadaan monitoring dan evaluasi. Selain itu,
dalam menentukan kewajiban wajib pajak untuk mengadakan pembukuan,
pencatatan, dan prosedur pengajuan surat keberatan ataupun banding.
Berikut contoh bentuk dari hukum pajak formil ialah Ketentuan dan Tata Cara
Perpajakan. Bentuknya ialah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 mengenai perubahan atas Undang-Undang


Nomor 19 Tahun 1997 mengenai penagihan pajak dengan surat paksa
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 mengenai perubahan kedua atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Hukum pajak formil menerangkan mengenai hak dan kewajiban wajib pajak
serta hak dan kewajiban fiskus. Hak wajib pajak dapat dilihat dalam UUKUP yaitu
mengajukan keberatan, meminta restitusi, dan mengajukan banding.
Adapun, kewajiban pajak sesuai dengan yang diuraikan dalam UUKUP ialah
mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP; mengisi, melaporkan, dan
menandatangani Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) atau Surat Pemberitahuan
Obyek Pajak (SPOP); melakukan pencatatan atau pembukuan; dan membayar pajak
terutang bagi wajib pajak yang terutang.
Kemudian, hak fiskus diatur dalam UUKUP untuk melakukan pemeriksaan,
mengeluarkan Surat Tagihan Pajak, mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak, dan
mengeluarkan Surat Paksa. Kewajiban fiskus yang ditetapkan dalam UUKUP ialah
untuk memberikan keputusan atas keberatan pajak dari wajib pajak; merahasiakan
wajib pajak; dan mengembalikan kelebihan pembayaran pajak pada wajib p ajak.

4. Jawab:
A. Proses persidangan kasus di Pengadilan Pajak, dapat dilakukan melalui Pemeriksaan
dengan Cara Biasa dan juga pemeriksaan dengan cara cepat.
 Pemeriksaan dengan Cara Biasa
Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari
Hakim Ketua, Anggota dan Panitera dan dihadiri oleh terbanding dan apabila
dipandang perlu, pemohon Banding atau penggugat atau Kuasa Hukumnya.
Pemeriksaan dengan cara biasa dilakukan oleh majelis. Untuk keperluan
pemeriksaan, hakim ketua membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum.
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, majelis melakukan pemeriksaan
mengenai kelengkapan dan/atau kejelasan banding atau gugatan.
Hakim ketua memanggil terbanding atau tgergugat dan dapat memanggil
pemohon banding atau penggugat untuk memberikan keterangan lisan. Dalam hal
pemohon banding atau penggugat memberitahukan akan hadir dalam persidangan,
hakim ketua memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada pemohon banding atau
penggugat. Hakim ketua menjelaskan masalah yang disengketakan kepada pihak-
pihak yang bersengketa. Majelis menanyakan kepada terbanding atau tergugat
mengenai hal-hal yang dikemukakan pemohon banding atau penggugat dalam surat
banding atau surat gugatan dan dalam surat bantahan. Apabila majelis memandang
perlu dan dalam hal pemohon banding atau penggugat hadir dalam persidangan,
hakim ketua dapat meminta pemohon banding atau penggugat memberikan
keterangan yang diperlukan dalam penyelesaian sengketa pajak. Apabila suatu
sengketa tidak dapat diselesaikan pada 1 (satu) hari persidangan, pemeriksaan
dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya yang ditetapkan. Hari persidangan
berikutnya diberitahukan kepada terbanding atau tergugat dan dapat diberitahukan
kepada pemohon banding atau penggugat. Dalam hal terbanding atau tergugat tidak
hadir pada persidangan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, sekalipun ia
telah diberitahu secara patut, persidangan dapat dilanjutkan tanpa dihadiri oleh
terbanding atau tergugat

 Pemeriksaan dengan Cara Cepat

Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh majelis atau hakim tunggal.
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap:
a. Sengketa pajak tertentu;
b. Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan (Pasal 81 ayat
(2));
c. Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan dalam muatan (format) putusan (Pasal
84 ayat (1)) atau kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam putusan
pengadilan pajak;
d. Sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang
pengadilan pajak.

Pemeriksaan dengan acara cepat terhadap sengketa pajak tersebut dilakukan


tanpa surat uraian banding atau surat tanggapan dan tanpa surat bantahan. Semua
ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk pemeriksaan
dengan acara cepat.
Dalam kasus di atas masuk dalam pemeriksaan acara biasa, karena sidang pada
kasus tersebut melibatkan 3 hakim, dimana salah satu syarat dalam pemeriksaan
acara biasa yaitu Biasa dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari Hakim Ketua,
Anggota dan Panitera. Berbeda dengan acara cepat dimana hanya hakim tunggal
sebagai syarat sidang.
B. Hal-hal yang mengharuskan dilakukan pemeriksaan cepat oleh Pengadilan Pajak
Pemeriksaan dengan acara cepat di Pengadilan Pajak merupakan proses
pemeriksaan/persidangan yang dilaksanakan oleh Majelis terhadap hal-hal berikut
1. Sengketa (baik Banding maupun Gugatan) yang tidak memenuhi ketentuan formal
sebagai berikut:
a. diajukan dalam Bahasa Indonesia;
b. diajukan sebelum jangka waktu/jatuh tempo berakhir;
c. satu Keputusan diajukan dengan satu surat banding; dan
d. diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya.
2. Kesalahan tulis atau kesalahan hitung pada putusan Pengadilan Pajak.
3. Sengketa yang diajukan bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak.
 Biasanya, Wajib Pajak dapat tidak setuju/menolak adanya pemeriksaan
yang dilakukan oleh DJP/KPP karena merasa telah memenuhi
kewajibannya dengan benar atau alasan beban administrasi karena
panjangnya proses pemeriksaan yang harus dijalankan.
Berdasarkan Pasal 36 dan 37 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.
17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara pemeriksaan yang telah diubah terakhir dengan
PMK No. 18/PMK.03/2021, ketentuan penolakan pemeriksaan lapangan sebagai
berikut:
1. Jika Wajib Pajak menolak menyatakan menolak untuk dilakukan pemeriksaan,
termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan,
Wajib Pajak harus menandatangani Surat pernyataan penolakan pemeriksaan.
2. Kemudian, bila Wajib pajak menolak menandatangani Surat Pernyataan
penolakan pemeriksaan, tim pemeriksa akan membuat Berita Acara Penolakan
Pemeriksaan.
3. Jika Wajib Pajak yang menjadi tujuan pemeriksaan tidak berada di tempat, maka
ada dua konsekuensi yang menanti: Pertama, Pemeriksaan tetap dapat dilakukan
sepanjang terdapat pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib
Pajak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili Wajib Pajak,
terbatas untuk hal yang berada dalam kewenangannya. Kedua, Pemeriksaan
ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya. Untuk keperluan
pengamanan pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan, pemeriksa pajak dapat
melakukan penyegelan.
4. Jika pegawai atau anggota keluarga dari Wajib Pajak menolak membantu
kelancaran pemeriksaan, pemeriksa akan meminta pegawai atau anggota
keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, untuk menandatangani Surat
Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan. Jika mereka menolak,
pemeriksa pajak akan membuat Berita Acara Penolakan.
Sementara, ketentuan penolakan pemeriksaan di kantor sebagai berikut:
● Bila Wajib Pajak yang menjadi tujuan pemeriksaan menyatakan menolak untuk
dilakukan pemeriksaan kantor, maka Wajib Pajak yang bersangkutan harus
menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan.
● Bila Wajib Pajak menolak menandatangani Surat Pernyataan Penolakan
Pemeriksaan, tim pemeriksa juga akan membuat Berita Acara Penolakan
Pemeriksaan.
● Bila dalam jangka waktu paling lama satu bulan Surat Panggilan Dalam Rangka
Pemeriksaan Kantor tidak dikembalikan dan Wajib Pajak tidak memenuhi
panggilan pemeriksaan kantor, pemeriksa pajak akan membuat Berita Acara
Tidak Dipenuhinya Panggilan Pemeriksaan oleh Wajib Pajak
● Pemeriksa pajak dapat melakukan penetapan pajak secara jabatan atau
mengusulkan pemeriksaan bukti permulaan. Hal ini dilakukan berdasarkan pada
Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan, Berita Acara Penolakan Pemeriksaan,
Berita Acara Tidak Dipenuhinya Panggilan Pemeriksaan, Surat Penolakan
Membantu Kelancaran Pemeriksaan, atau Berita Acara Penolakan Membantu
Kelancaran Pemeriksaan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, wajib paajak dapat mengajukan penolakan


terhadap adanya pemeriksaan pajak, tetapi penolakan ini tidak serta-merta
menghentikan proses pemeriksaan. Sebab DJP/KPP memiliki kewenangan untuk
menetapkan pajak terutang secara jabatan dan/atau mengusulkan dilakukannya
pemeriksaan bukti permulaan.

Anda mungkin juga menyukai