Anda di halaman 1dari 7

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2022/23.1 (2022.2)

Nama Mahasiswa : Alviani Fitria Anastasya

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 044221789

Tanggal Lahir : 09 Januari 2002

Kode/Nama Mata Kulliah : HKUM4407/Hukum Pajak dan Acara Perpajakan

Kode/Nama Program Studi : 311/S1 Ilmu Hukum

Kode/Nama UPBJJ : 49/Banjarmasin

Hari/Tanggal UAS THE : Rabu/21 Desember 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Alviani Fitria Anastasya

NIM : 044221789

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4407/Hukum Pajak dan Acara Perpajakan

Fakultas : Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi : S1 Ilmu Hukum

UPBJJ-UT : Banjarmasin

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Simpang Empat, 21 Desember 2022

Yang Membuat Pernyataan

Alviani Fitria Anastasya


BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1. a. Secara umum, hukum pajak masuk kedalam hukum administrasi negara karena permasalahan yang diatur didalam hukum
pajak berkaitan dengan administrasi negara. Menurut Prof. P. J. A. Adriani, hukum pajak haruslah dipisahkan agar tidak menjadi
bagian dari hukum administrasi negara, karen ahukum pajak sendiri mempunyai fungsi yaitu ikut menentukan politik
perekonomian suatu negara, yang mana fungsi tersebut tidak dimiliki oleh hukum administrasi negara. Selain itu , disiplin ilmu
yang terdapat dalam hukum pajak sangatlah berbeda dengan disiplin ilmu yang terdapat dalam hukum administrasi negara.
Disiplin ilmu tersebut diantaranya:
1) Jangkauan pengaturan dari hukum pajak sangatlah luas, meliputi pemerintah daerah/kabupaten, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah pusat, pajak bilateral, serta pajak regional dan internasional.
2) Bahkan pengertian pajak dalam postur APBN adalah penerimaan perpajakan yang meliputi penerimaan pajak pusat,
penerimaan bea dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak
3) Hukum pajak tidak saja bersifat administrasi tetapi juga bersifat pengaturan (regulasi) dan hitung-hitungan (akuntansi).
Namun, hukum pajak termasuk kedalam hukum public karena mengatur kepentingan orang bersama.
b. Keadilan merupakan sebuah kebijakan utama dalam pemerintahan dan isntansi social, terlebih didalam pemungutan pajak
yanag mana memiliki daya paksa, meskipun penerimaannya digunakan Kembali untuk pembangunan negara, tapi tetaplah
harus adil bagi masyarakat yang dipungut sebagai pembayar pajak. Menurut penelitian lebih lanjut mengatakan mengenai
hukum pajak, terdapat hal penting yang menjadi pokok dari bahasannya, yaitu bahwa pungutan pajak haruslah adil bagi
pemerintah sebagai pemungutnya dengan wajib pajak sebagai pembayar pajak. Keadilan dalam hal yang berkenaan dengan
pajak merupakan hal yang luas dan pelik. Menurut John Rawls, terdapat dua prinsip mengenai keadilan, yakni pertama hak
perlakuan yang sama bagi setiap orang tanpa melihat status dan jabatan, kedua bagaimana pengaturan mengenai ketimpangan
social dan ekonomi sehingga dapat memberikan harapan dan keuntungan bagi semua orang.
Rochmat Sumitri dalam bukunya yang berjudul “Asas dan Dasar Perpajakan I” mengutip pendapat Adam Smith yang terdapat
dalam bukunya “Wealth of Nations” sebagai pedoman mengenai peraturan perpajakan yang adil harus memenuhi 4 syarat,
yaitu:
1) Equality dan equity
2) Certainty
3) Convenience of payment
4) Economics of collection
Keadilan sejajar maksudnya adalah kesamaan dalam besaran kewajiban membayar pajak terhadap orang yang mempunyai
kemampuan ekonomis yang sama.
2. a. Pajak menurut sifatnya terbagi atas 2 jenis, yakni:
1) Pajak Subjektif, yang mana pengenaan pajaknya didasarkan pada keadaan subjeknya. Missal, pengenaan Pajak
Penghasilan Orang Pribadi (PPhOP), di dalam penghitunganmpajak terutang memperhatikan status dari wajib pajak yang
bersangkutan. PPh OP terhadap penghasilan dengan status sudah kawin, kawin punya anak, dan bujangan, pengenaan
pajaknya berbeda. Hal ini disebabkan karena penghasilan yang dikebakan PPhOP adalah penghasilan neto setelah
dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang ditetapkan berdasarkan status wajib pajak yang bersangkutan.
PTKP penguran PPhOP yakni:
a) Rp 15.840.000,00 untuk diri WP pribadi
b) Rp 1.320.000,00 tambahan bagi WP yang kawin
c) Rp 15.840.000,00 tambahan seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
d) Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 orang
Kemudian terdapat tarif dalam pengenaan PPhOP dalam negeri, yaitu:
a) Penghasilan sampai dengan Rp 50.000.000,00 dikenakan pajak sebesar 5%
b) Penghasilan diatas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00 dikenakan pajak sebesar 15%
c) Penghasilan diatas Rp 250.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00 dikenakan pajak sebesar 25%
d) Penghasilan diatas Rp500.000.000,00 dikenakan pajak sebesar 35%
2) Pajak Objektif, merupakan pajak yang hanya memperhatikan pada objek pajaknya, tanpa memperhatikan status dari
subjek pajak yang bersangkutan. Missal Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN &
PPnBM) yang dikenai pajak setiap terjadi penyerahan tanpa melihat status yang menyerahkan. Terhadap penyerahan
barang kena pajak dalam negeri akan dikenakan tarif PPN sebesar 10% dari harga jual.
b. Perhitungan PPh Tuan Khumaedi (Kawin, punya 3 anak)
Penghasilan neto Rp 250.000.000,00
PTKP:
• WP sendiri Rp 15.840.000,00
• Status Kawin Rp 1.320.000,00
• Anak 3 Rp 4.500.000,00x3 = Rp 3.960.000,00 Rp 21.120.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 271.120.000,00
Tarif PPh
5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp 221.120.000,00 Rp 33.168.000,00
Rp 35.668.000,00
3. A. Hukum pajak berdasarkan sifatnya:
1) Jangkauan Pengaturan Hukum Pajak sangat luas, meliputi:
a. Pajak daerah, yakni pajak yang pungutannya ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda), namun jeni, subjek,
objek dan tarifnya tidak boleh bertentangan dengan UNdang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana
ditetapkan dalam UU No. 28 Tahun 2009. Pajak daerah sendiri dibedakan menjadi pajak daerah provinsi dimana
berlakunya hanya dalam provinsi yang bersangkutan dan pajak daerah kabupaten/kota yang wilaayahnya hanya sebatas
kabupaten/kota yang bersangkutan. Penerimaan pajak dari provinsi akan dibagi hasil kepada daerah kabupaten/kota
dimana pajak tersebut dipungut.
b. Pajak Pusat, merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintahan negara Republik Indonesia, melalui APBN. Dari
perubahan dari Otonomi Daerah sejak ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 maka penerimaan pajak pusat dari
Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh Pasal 25 dan Pasal 29) dan Pajak Penghasilan Karyawan (PPh Pasal 21)
yang hasilnya dibagikan kepada daerah.
c. Pajak Bilateral, merupakan pemberlakuan hukum pajak atas dasar kesepakatan antar dua negara berdasarkan perjanjian
bilateral yang dikenal dengan tax treaty dimanan yang diperjanjikan anatar kedua negara mengenai subjek,
objek dan tarif pajak maupun hal-hal lain yang disepakati mengenai pengenaan pajak antarnegara.
d. Pajak Regional, merupakan kesepakatan dasar dan lingkup pengenaan pajak di antara negara-negara
dalam masing-masing regional, misalnya negara ASEAN, Schengen, dan lain-lain.
e.Pajak Internasional, merupakan kesepakatan dasar dan lingkup pengenaan pajak atas dasar keputusan
internasional.
2) Pajak dalam Postur APBN, merupakan perpajakan yang memiliki makna luas. Secara garis besar dalam postur APBN
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan. Pendapatan negara meliputi
pendapatan perpajakan, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan pendapatan hibah. Perndapat perpajakan sendiri
meliputi penerimaan pajak pusat, penerimaan bea dan cukai. Yang termasuk kedalam lingkup APBN perpajakan meliputi
segala pungutan negara selain Penerimaan Negara Bukan Pajak.
3) Sebagai Instrumen Politik Perekonomian Suatu Negara, yang mana memang benar bahwa pajak merupakan instrument
politik perekonomian dalam suatu negara karena penerimaan pajak sangatlah dominan sebagai penerimaan negara guna
membiayai roda pemerintahan. Karena itu hukum pajak memiliki daya paksa yang kuat , ketetapannya langsung dapat
dilaksanakan walaupun pambayar pajak sedang mengajukan upaya hukum.
4) Tidak Hanya Bersifat Administratif, pajak juga berkaitan dengan regulasi dan akuntansi . pajak sendiri bersifat
administrative karena penetapan dan ketetapan pajak sangat berkaitan dengan kompetensi yang menetapkan berdasarkan
jabatan dan wilayah administrasi.
5) Memiliki aturan dan istilah khusus yang tidak lazim digunakan dalam ketentuan lain. Misalnya, pajak dikenakan terhadap
penghasilan tanpa membedakan dari sebab yang dibenarkan maupun bertentangan dengan Undang-Undang.
6) Sanksi yang diberikan sangat luas, baik kepda pembayar pajak maupun aparatur pajak dan pihak ketiga berkaitan dengan
kewajiban dalam bidang perpajakan. Khusus terhadap wajib pajak, terdapat sanksi administrasi berupa denda, bunga, dan
kenaikan serta sanksi pidana.
7) Hukum pajak memiliki fungsi untuk menjadi acuan dalam menciptakan sistem pemungutan pajak yang berlandaskan pada

keadilan, efisiensi, dan diatur dengan jelas dalam Undang-Undang yang berkaitan dengan hukum pajak tersebut.

8) Hukum pajak memiliki fungsi sebagai sumber yang dapat menjelaskan mengenai subjek dan objek pajak yang perlu atau

tidak perlu untuk dijadikan sebagai sumber pemungutan pajak demi peningkatan potensi pajak secara keseluruhan.

B. Hukum Pajak Formal

Hukum ini memuat sejumlah ketentuan dalam mewujudkan hukum pajak material menjadi sebuah kenyataan. Norma -

norma yang terkandung dalam hukum ini, yaitu:

o Tata cara penyelenggaraan atau prosedur terkait penetapan pada suatu utang pajak.

o Hak fiskus/pemerintah selaku pengelola pajak untuk mengadakan pengawasan terhadap Wajib Pajak yang berkaitan

dengan keadaan, perbuatan, dan suatu peristiwa yang menimbulkan utang pajak.

o Kewajiban bagi Wajib Pajak untuk dapat menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, serta hak-hak Wajib Pajak,

misalnya adalah untuk mengajukan keberatan atau banding yang berkaitan dengan perpajakan.

Pada dasarnya, hukum pajak formal mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan prosedur yang berkaitan

dengan perpajakan. Contoh dari hukum pajak formal ini adalah Tata Cara Perpajakan.

4. A. Dalam kasus pengadilan pajak, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai beri kut:

1) Pemeriksaan dengan Acara Biasa

2) Pemeriksaan dengan Acara Cepat

Pemeriksaan yang digunakan dalam kasus tersebut ialah apaemeriksaan dengan Acara Biasa karena diperiksa

oleh Majelis yang terdiri atas 3 hakim.

Seperti yang tercantum dalam Pasal 31

(1) Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.

(2) Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan,

kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak

atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2)

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku..

Kemudian disebutkan dalam Pasal 49

Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh Majelis.


Serta yang tercantum dalam Pasal 50

(1) Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum.

(2) Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Majelis melakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan

dan/atau kejelasan Banding atau Gugatan.

(3) Apabila Banding atau Gugatan tidak lengkap dan/atau tidak jelas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

sepanjang bukan merupakan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1)

dan ayat (4), dan Pasal 40 ayat (1) dan/atau ayat (6), kelengkapan dan /atau kejelasan dimaksud dapat

diberikan dalam persidangan

Demikian juga yang terdapat dijelaskan dalam Pasal 54

(1) Hakim Ketua menjelaskan masalah yang disengketakan kepada pihak -pihak yang bersengketa.

(2) Majelis menanyakan kepada terbanding atau tergugat mengenai hal -hal yang dikemukakan pemohon

Banding atau penggugat dalam Surat Banding atau Surat Gugatan dan dalam Surat Bantahan.

(3) Apabila Majelis memandang perlu dan dalam hal pemohon Banding atau penggugat hadir dalam

persidangan, Hakim Ketua dapat meminta pemohon Banding atau penggugat untuk memberikan

keterangan yang diperlukan dalam penyelesaian Sengketa Pajak.

B. Berdasarkan Pasal 66 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

(1) Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap:

a. Sengketa Pajak tertentu;

b. Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2);

c. tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 4 ayat (1) atau

kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dalam putusan Pengadilan Pajak;

d. sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak.

(2) Sengketa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah Sengketa Pajak yang

Banding atau Gugatannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimak sud dalam Pasal 35 ayat (1) dan

ayat (2), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 37 ayat (1), Pasal 40 ayat (1) dan/atau ayat (6).

Disebutkan dalam Pasal 58, Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dapat menolak permintaan

Hakim Ketua untuk memberikan keterangan.

Sumber Referensi:
Ismail, Tjip. 2022. Hukum Pajak dan Acara Perpajakan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai