Anda di halaman 1dari 11

Nama

: Narisa Ramadhani

NPM

: 20040119032

Tugas

: Hukum Pajak

Dosen

: Dr. Rini Irianty Sundary, S.H., M.H.

Prodi

: Magister Kenotariatan

1. Jelaskan 3 macam yurisdikasi pemajakan dan manakah yang berlaku di Indonesia?


a. Asas Tempat Tinggal
Negara behak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat
tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negri.
Asas
ini berlaku bagi waji b pajak dalam negri.
b. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara, misalnya pajak bangsa
asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia
yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku bagi wajib pajak luar negri.
c. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negaranya
tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
Yang dianut di Indonesia menurut pasal 4 ayat 1 UU Pajak Penghasilan Indonesia
dapat
dilihat bahwa Indonesia menganut worldwide income sehingga todak membedakan sumber
penghasilan dalam mengenakan pajak kepada wajib pajak dalam negri. Tetapi untuk
wajib
pajak pajak luar negri Indonesia menganut asas sumber, sehingga setiap wajib pajak
luar
negri yang memperoleh penghasillan di Indonesia akan dikenakan PPh Pasal 26.
2. Sebutkan jenis-jenis pajak di Indonesia !
a. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak
di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia).
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Pajak yang dikenakan terhadap barang mewah.
d. Bea Meterai (BM)
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat
perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang
memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
3. Jelaskan 3 sistem pemungutan pajak di Indonesia , dan manakah yang berlaku di
Indonesia?
a. Official Assesment
Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang membebankan
wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat
perpajakan sebagai pemungut pajak kepada seorang wajib pajak.
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak Official Assessment:
1. Wewenang berada di tangan pemerintah (fiscus) untuk menentukan besar pajak
yang terutang.
2. Wajib pajak bersifat pasif.
3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiscus.
b. Self Assesment
Self Assessment System adalah sistem penentuan pajak yang membebankan penentuan
besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan secara
mandiri.
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak self assesment :
1.Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu secara mandiri.
2. Wajib pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban pajaknya mulai dari
menghitung, membayar, hingga melaporkan pajak.
3. Utang pajak timbul tanpa menunggu surat ketetapan pajak
c. Witholding System
With Holding System merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang menyatakan
bahwa jumlah pajak yang terutang dihitung oleh pihak ketiga (bukan wajib pajak dan
juga
bukan aparat pajak/fiskus)
Ciri-ciri Witholding Sistem :
1. Wewenang berada dimpihak ketiga yang ditetapkan oleh peraturan perpajakan untuk
melaksanakan pemotongan dan pemungutan pajak.
2. Utang pajak timbul tanpa menunggu surat ketetapan pajak.
4. Jelaskan teori-teori pemungutan pajak manakah yang sesuai untuk diberlakukan di
Indonesia? Mengapa?
a. Teori Asuransi
Menurut teori asuransi, pembayaran pajak diibaratkan seperti membayar premi dalam
perusahaan asuransi dengan harapan mendapatkan perlindungan dari kejadian tidak
terduga di masa yang akan datang.Premi asuransi harus dibayarkan oleh setiap
peserta
asuransi. Dana tersebut kemudian akan digunakan untuk menjamin kehidupan setiap
peserta asuransi yang mengalami kejadian tidak terduga yang bisa mengganggu
keuangan
pribadi.Dengan logika yang sama, seperti itulah teori asuransi. Masyarakat membayar
premi
sama dengan masyarakat yang membayar pajak untuk subsidi, keamanan dan lain
sebagainya.
b. Teori Kepentingan
Dalam teori kepentingan, ibarat dua belah pihak yang saling membutuhkan dan saling
menguntungkan. Negara harus melindungi harta dan jiwa masyarakat agar
kepentingannya
bisa terlaksana dengan baik. Untuk melakukan itu semua pastinya diperlukan biaya
yang
cukup banyak, biaya yang cukup banyak tersebut dibebankan kepada masyarakat. Biaya
yang dikeluarkan masyarakat itu sama dengan masyarakat yang membayar pajak.

c. Teori Gaya Pikul


Dalam teori gaya pikul, pajak yang harus dibayarkan oleh masyarakat harus sesuai
gaya pikul
dan ukuran yang sesuai dengan pengeluaran dan penghasilan, baik perorangan atau
sebuah
badan usaha. Gaya pikul yang digunakan untuk membayar pajak akan muncul apabila
kebutuhan primer dari individu sudah terpenuhi. Jika individu masih memiliki
penghasilan di
bawah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) maka belum memiliki gaya pikul.

d. Teori Bakti
Teori bakti mengatakan jika suatu negara memiliki hak mutlak untuk mengambil pajak
dari
rakyat. Rakyat sudah memahami bahwa membayar pajak merupakan sebuah kewajiban dan
tanda bakti kepada negara. Hal tersebut dilakukan agar sistem pemerintahan negara
bisa
terus berjalan dengan baik. Rakyat sudah mulai mengerti bahwa uang pajak yang
dibayarkan
akan dikelola pemerintah untuk banyak hal, seperti membangun infrastruktur.

e. Teori Daya Beli


Teori daya beli ini sangat erat berkaitan dengan kemampuan masyarakat saat
melakukan
transaksi jual beli. Masyarakat yang banyak dengan kebutuhan yang berbeda-beda
tentu
membutuhkan berbagai barang untuk memenuhi setiap kebutuhannya.
Pada transaksi jual beli, jenis pajak yang dikenakan adalah pajak PPN (Pajak
Pertambahan
Nilai dan PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah). Jadi semakin mewah atau
semakin
mahal barang yang dimiliki masyarakat, maka nominal pajaknya semakin besar pula.
Untuk Indonesia justifikasi yang paling tepat adalah pembangunan, pajak dipungut
untuk
pembangunan. Dalam kata pembangunan terkandung pengertian tentang masyarakat yang
adil, makmur, sejahtera lahir batin, yang jika dirinci lebih lanjut akan meliputi
semua bidang
dan aspek kehidupan seperti ekonomi, hukum, pendidikan sosial budaya dst. Karena
dana
yang dipungut yang berasal dari pajak dipergunakan untuk pembangunan yang membuat
rakyat menjadi lebih adil, lebih makmur dan lebih sejahtera, maka di sinilah letak
justifikasinya. Pajak dipergunakan untuk pembangunan, sehingga dapatlah dikatakan
adanya
suatu teori pembangunan disamping teori gaya beli dan teori lainnya yang disebut di
atas.
5.Carilah data APBN Tahun Anggaran 2018 dan 2019, dan analisislah berapa
prosentasenya
penerimaan pajak dibandingkan total penerimaan di APBN?

Pokok-Pokok Kebijakan APBN 2018


Pendapatan Negara
Dalam postur APBN 2018, pendapatan negara diproyeksikan sebesar Rp1.894,7 triliun.
Jumlah ini berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.618,1 triliun, Penerimaan
Negara Bukan
Pajak sebesar Rp275,4 triliun dan Hibah sebesar Rp1,2 triliun. Untuk mencapai
target tersebut,
Pemerintah akan melakukan berbagai upaya penguatan reformasi di bidang perpajakan
serta
Kepabeanan dan Cukai, antara lain melalui:
Dukungan Automatic Exchange of Information (AEoI) agar dapat meningkatkan basis
pajak
serta mencegah praktik penghindaran pajak dan erosi perpajakan;
Penguatan data dan Sistem Informasi Perpajakan agar lebih up to date dan
terintegrasi, melalui efiling, e-form dan e-faktur;
Membangun kepatuhan dan kesadaran pajak (sustainable compliance);
Perbaikan kemudahan dan percepatan pelayanan di pelabuhan dan bandara serta,
penegakan
pemberantasan penyelundupan.
Sedangkan di bidang PNBP, pencapaian target didukung dengan langkah efisiensi dan
efektivitas pengelolaan sumber daya alam, peningkatan kinerja BUMN, perbaikan
regulasi PNBP
serta perbaikan pengelolaan PNBP di Kementerian/Lembaga.[3]

Belanja Negara
Belanja negara dalam APBN 2018, pemerintah dan DPR RI menyepakati belanja sebesar
Rp2.220,7 triliun. Besaran ini meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.454,5
triliun, serta
transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp766,2 triliun.
Anggaran infrastruktur diarahkan untuk mengejar ketertinggalan (gap) Indonesia
terhadap
penyediaan infrastruktur, baik diperkotaan dan daerah, maupun di perbatasan dan
daerah terluar.
Adapun sasaran pembangunan (sementara) antara lain jalan baru sepanjang 865 km,
jalan tol
sepanjang 25 km, jembatan sepanjang 8.695 m, dan pembangunan rumah susun sebanyak
13.405
unit.
Pemerintah juga melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan dengan memenuhi
belanja dalam APBN 2018 (mandatory spending), seperti anggaran pendidikan dalam
APBN 2018
tetap dijaga sebesar 20%. Bidang pendidikan diarahkan untuk meningkatkan akses,
distribusi, dan
kualitas pendidikan, diantaranya melalui peningkatan akses program Indonesia Pintar
yang
menjangkau 19,7 juta siswa, dan pemberian beasiswa bidik misi kepada 401,5 ribu
mahasiswa dalam
rangka sustainable education.
Mandatory spending lainnya ialah anggaran bidang kesehatan tetap dijaga sebesar 5%.
Dalam APBN 2018, anggaran kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan, baik dari sisi supply side maupun layanan, upaya kesehatan promotif
preventif, serta
menjaga dan meningkatkan kualitas program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN) bagi
penerima
bantuan iuran (PBI) hingga menjangkau 92,4 juta jiwa.
Sementara itu, transfer ke daerah dan dana desa dalam APBN 2018 dialokasikan
sebesar
Rp766,2 triliun. Alokasi ini diarahkan untuk meningkatkan pemerataan kemampuan
keuangan
antardaerah, meningkatkan kualitas dan mengurangi ketimpangan layanan publik
antardaerah, serta
mendukung upaya percepatan pengentasan kemiskinan di daerah.
Adapun kebijakan dan output yang menjadi sasaran alokasi transfer ke daerah dan
dana desa
sebagai berikut:
DAU diarahkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan antar daerah dengan sasaran
membaiknya indeks pemerataan menjadi 0,5947.
DAK Fisik diarahkan untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur layanan publik
dengan sasaran
antara lain sarana dan prasarana puskesmas 15,7 Ribu unit, irigasi 51 Ribu ha,
rehabilitasi jaringan
irigasi 771,9 Ribu ha, stimulan pembangunan perumahan baru 225,8 Ribu rumah tangga.
DAK non fisik diarahkan untuk mengurangi beban masyarakat terhadap layanan publik
dengan
sasaran BOS 47,4 Juta siswa, tunjangan profesi guru (TPG) 1,2 Juta guru, dan
bantuan operasional
kesehatan (BOK) 9.785 puskesmas.
Dana Desa diarahkan untuk pengentasan kemiskinan melalui penurunan porsi alokasi
yang dibagi
merata dan peningkatan alokasi formula, pemberian bobot yang lebih besar kepada
jumlah
penduduk miskin dan afirmasi kepada daerah tertinggal dan sangat tertinggal dengan
jumlah
penduduk miskin tinggi, dengan alokasi per desa rata rata Rp1,15 Miliar untuk
74.958 desa.[3]
Pengelolaan Pembiayaan
Berdasarkan perkiraan pendapatan negara dan rencana belanja negara, maka defisit
anggaran pada APBN tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp325,9 triliun (2,19 persen
PDB). Besaran
ini lebih rendah dibandingkan outlook APBN Perubahan tahun 2017 sebesar 2,67%
terhadap PDB.
Keseimbangan primer juga turun menjadi negatif Rp87,3 triliun dari outlook tahun
2017 sebesar
negatif Rp144,3 triliun.
Defisit anggaran tersebut akan ditutup dengan sumber-sumber pembiayaan anggaran
yang
mengacu pada kebijakan untuk mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas
aman dan
efisiensi pembiayaan anggaran agar tercapai fiscal sustainability. Selain itu,
pembiayaan anggaran
tahun 2018 juga diarahkan untuk pembiayaan investasi dalam rangka mendukung
pembangunan
infrastruktur, perbaikan kualitas pendidikan, dan UMKM.
APBN 2019
Pajak penghasilan (PPh), yang mana merupakan salah satu pos pendapatan pajak
negara,
per 31 Juli 2019 telah terkumpul sebesar Rp 440,17 triliun atau 49,21% dari target
APBN dan tumbuh
4,66% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Pertumbuhan pendapatan PPh ditopang oleh kinerja PPh Nonmigas yang tumbuh sebesar
5,27% YoY menjadi Rp 404,67 triliun. Porsi PPh Nonmigas terhadap total PPh per
akhir Juli 2019
mencapai 91,9%, sehingga akan mempengaruhi kinerja pendapatan PPh secara umum.
Prosentase penerimaan pajak dibandingkan total penerimaan di APBN
Penerimaan Pajak 2019 Hanya Capai 84,4 Persen dari Target
Jika dirinci, penerimaan pajak untuk Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas tercatat
sebesar Rp
711,2 triliun atau 85,9 persen dari target Rp 828,3 triliun. Sektor penerimaan PPh
non migas
mengalami pertumbuhan sebesar 3,8 persen meski lebih rendah dari pertumbuhan 14,9
persen di
2018.
Tiga faktor yang menjadi penyebab realisasi penerimaan perpajakan pada 2019
tersebut melambat :
Pertama adalah akibat restitusi atau pengembalian pajak yang dipercepat
Faktor kedua yaitu keadaan ekonomi global sedang melemah sehingga mempengaruhi
aktivitas
ekspor dan impor dalam negeri yang ikut menurun secara signifikan.
Faktor ketiga yakni harga komoditas masih belum menunjukkan perbaikan yang
signifikan meskipun
sudah ada perbaikan pada harga komoditas sawit.
JAWABAN PILIHAN GANDA
BAB 1
1.
2.
3.
4.
5.

A
C
E
A
B

BAB 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

E
B
A
A
E
A
C
D
B
B

BAB 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

E
C
E
A
B
A
D
C
D
E
BAB 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

A
D
D
E
A
E
B
D
E
C

Anda mungkin juga menyukai