Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MINI PROPOSAL SKRIPSI

“ PERLAKUAN PAJAK PADA KEGIATAN ENDORSEMENT YANG


DILAKUKAN SELEBGRAM BERDASARKAN UU NOMOR 36 TAHUN 2008
TENTANG PAJAK PENGHASILAN ”

Dosen pengampu : Dr. Sri Wahyuni, M.Si

Disusun Oleh :
Muntafa‟atul Lailiyah 16310325

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAHARDHIKA


AKUNTANSI 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fenomena internet telah menyebar ke seluruh dunia termasuk di Indonesia.


Beberapa tahun terakhir ini penggunaan jasa internet terutama di Indonesia
meningkat dengan pesat. Jika di dunia Indonesia menduduki peringkat
keempat dengan penduduk terbanyak di dunia, maka untuk pengguna internet
Indonesia menduduki peringkat keenam sebagai pengguna terbanyak. Data
tersebut sesuai dengan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara
Jaringan Internet Indonesia (APJII) mengungkap bahwa lebih dari setengah
penduduk Indonesia kini telah terhubung ke internet.
Sebagai upaya untuk mendapatkan pemasukan tambahan bagi negara,
pemerintah melalui Direktoran Jendral Pajak (DJP) memiliki rencana untuk
menarik pajak bagi pengguna akun media sosial atau para selebgram yang
menjual, dan mempromosikan produk di media sosial.
Selebriti Instagram, atau biasa disebut „Selebgram‟ sebutan untuk orang
yang mempunyai banyak penggemar atau Follower di Instagram, kerap
diminta untuk menjadi bintang iklan dan mempromosikan barang dagangan
dari toko online tertentu di akun Instagramnya, yang biasa disebut
Endorsement.
Endorsement tak hanya dilakukan oleh Brand besar yang sudah punya
nama, melainkan juga dipakai luas oleh online shop yang berhubungan
langsung dengan seorang Selebgram baik secara Pribadi ataupun Managerial
untuk melakukan Kesepakatan Endorsement. Tarif Endorsement juga bisa
beragam tergantung Permintaan Pihak online shop, atau adapula beberapa
Selebgram yang sudah mempunyai Ketentuan Sendiri untuk kegiatan
Endorsement nya.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, disebutkan bahwa siapapun yang memiliki penghasilan maka
mereka adalah objek pajak. Oleh sebab itu, selebriti media sosial tentu wajib
membayar pajak karena mendapatkan penghasilan dari produk yang
diiklankannya. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pajak Penghasilan
maka pemerintah telah memberikan banyak kemudahan kepada Wajib Pajak
untuk diberi kepercayaan dan kebebasan dalam menghitung pajak
terutangnya terhadap penerimaan pajak penghasilan yang didapat.
Pemungutan pajak di Indonesia saat ini sebagian besar menggunakan
sistem self assessment, yaitu suatu pemungutan di mana Wajib Pajak boleh
menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus
disetor. Dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat aktif sedangkan fiskus hanya
mengawasi. Oleh karena itu Wajib Pajak harus mengetahui kapan mulainya
suatu kewajiban pajak dan kapan berakhirnya kewajiban-kewajiban yang
menyertainya.3 Tidak dapat dipungkiri bahwa sulitnya fiskus melakukan
pemungutan pajak karena banyaknya Wajib Pajak yang tidak patuh dalam
membayar pajak yang merupakan suatu tantangan tersendiri bagi fiskus.
Pemerintah telah memberikan kelonggaran dengan memberikan peringatan
terlebih dahulu melalui Surat Pemberitahuan Pajak (SPT). Akan tetapi, tetap
saja banyak Wajib Pajak yang lalai untuk membayar pajak bahkan tidak
sedikit yang cenderung menghindari kewajiban tersebut.
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka hal tersebut mendorong penulis
untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “ Perlakuan
Pajak Pada Kegiatan Endorsement yang dilakukan Selebgram
berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan”
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah Kriteria Penetapan Subjek & Objek Pajak Endorsement ?


2. Bagaimanakah penerapan pemungutan pajak penghasilan kepada
kegiatan Endorsement selebgram dengan tarif yang ditetapkan Undang-
Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan?
3. Bagaimana kendala dan upaya yang dihadapi Dirjen Pajak dalam
mengupayakan pembayaran pajak penghasilan kepada kegiatan
Endorsement selebgram ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pembayaran


pajak penghasilan oleh Selebgram yang melakukan kegiatan Endorsement
disesuaikan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan serta menganalisa kendala apa saja yang dihadapi dan Upaya
yang dilakukan oleh Dirjen Pajak dalam mengupayakan pembayaran pajak
penghasilan oleh Selebgram.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teori
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan
sumbangan konseptual bagi peneliti sejenis maupun penelitian
selanjutnya dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan untuk
perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan
informasi bagi peneliti lain yang akan meneliti masalah yang sama atau
yang berkaitan dengan masalah ini.
2. Manfaat Praktis
Bagi instansi yang terkait hasil penelitian ini di harapkan dapat
berguna dalam pengambilan keputusan untuk menyusun kebijakan
perpajakan khususnya pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang
melakukan pekerjaan Endorsement.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PAJAK

1. Pengertian Pajak
Pajak (dari bahasa Latin taxo; "rate") adalah iuran rakyat kepada
negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan,
dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung.
Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup
biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan
umum. Penolakan untuk membayar, penghindaran, atau perlawanan
terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum.
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. MJH. Smeets dalam buku De
Economische Betekenis Belastingen (terjemahan): Pajak adalah
prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma
umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi
yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan
untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-
ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,
yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan
untuk membiayai public investment.
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu
mengatur.

2. Teori Pemungutan Pajak


Teori pemungutan pajak memberikan penjelasan mengenai hak
Negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain:
1) Teori Asuransi
Teori ini mengibaratkan pembayaran pajak seperti pembayaran
premi dalam perjanjian asuransi. Hal tersebut ditujukan untuk
mengganti biaya yang dikeluarkan Negara dalam melaksanakan
kewajibannya yaitu melindungi keselamatan dan harta benda warga
negaranya. Teori ini banyak ditentang karena Negara tidak boleh
disamakan dengan perusahaan asuransi.
2) Teori Kepentingan
Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya
kepentingan dari masing-masing warga Negara, termasuk
kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi
tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak
yang harus dibayarkan.
3) Teori Daya Pikul
Beban Pajak yang dibayar harus disesuaikan dengan daya pikul
masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat
digunakan dua pendekatan: (1) Unsur objektif, dilihat dari besarnya
penghasilan dan kekayaan yang dimiliki seseorang, (2) Unsur
subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuha materiil yang
harus dipenuhi.
4) Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai warga Negara yang berbakti, rakyat
harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai
suatu kewajiban.
5) Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya,
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga Negara. Selanjutnya Negara akan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian,
kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

3. Jenis- Jenis Pajak


Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan
menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak
yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian
dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak – Departemen Keuangan.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh
Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak
meliputi:
1) Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau bdan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun
Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Dengan demikian, maka penghasilan itu dapat berupa
keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang
Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak akan dikenakna PPN.
Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak, keculai ditentukan lain oleh Undang-undang
PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal
ekspor,, tariff PPN adalah 0%. Yang dimaksud dengan Daerah
Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan, dan ruang udara di atasnya.
3) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Selain dikenakan PPN, barang-barang kena pajak tertentu yang
tergolong mewah akan dikenakan juga PPnBM. Yang dimaksud
dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah:
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral
masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4) Bea Materai
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti
surat perjanjian, akta notaris, serta kuitansi pembayaran, surat
berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal di atas
jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
5) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau
pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak
Pusat, namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB
diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik provinsi maupun
Kabupaten/Kota.
B. UU NO 36 TAHUN 2008: PERUBAHAN PENTING PERATURAN
PAJAK PENGHASILAN

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap


orang pribadi maupun badan berdasarkan jumlah penghasilan yang
diterima selama satu tahun. Ketentuan mengenai PPh pertama kali
diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1983.
Untuk mewujudkan sistem perpajakan yang netral, stabil, adil,
sederhana, serta memiliki kepastian hukum dan transparansi,
dilakukan sejumlah perubahan dan penyempurnaan terhadap Undang-
Undang Pajak Penghasilan.
Perubahan terakhir mengenai peraturan PPh dapat dilihat dalam
UU No 36 Tahun 2008. Berikut beberapa poin perubahan penting
yang harus dipahami wajib pajak :

1. Subjek Pajak
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang diwajibkan
membayar pajak berdasarkan kemampuan dan kondisinya. Dalam
Pasal 2, subjek pajak adalah orang pribadi atau perseorangan dan
warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan.
Badan yang berbentuk perseroan terbatas, perseroan komanditer,
yayasan, badan usaha milik negara atau daerah, dan persekutuan
lainnya, juga termasuk sebagai subjek pajak. Selain kedua pihak
tersebut, bentuk usaha tetap juga dimasukkan dalam kelompok
subjek pajak.
2. Objek Pajak
Selain subjek pajak, ada pula yang disebut objek pajak, yaitu
penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh
wajib pajak. Penghasilan yang dimaksud dapat dipakai untuk
kegiatan konsumsi atau menambah kekayaan. Berikut ini contoh
objek pajak:
 Gaji, upah, tunjangan, honorarium, uang pensiun, gratifikasi,
komisi, bonus, dan imbalan lainnya atas pekerjaan atau jasa.
 Laba usaha, keuntungan yang berasal dari penjualan atau
pengalihan harta, keuntungan atas pembebasan utang, dan
keuntungan selisih kurs mata uang.
 Tambahan kekayaan neto dari penghasilan yang belum terkena
pajak, dan sebagainya.
Perubahan yang dimuat dalam UU No 36 Tahun 2008 adalah
dihapusnya poin pada huruf j ayat (3). Poin ini membahas tentang
bagian yang tidak termasuk objek pajak. Awalnya, bagian ini
berbunyi, “Penghasilan yayasan dari modal sepanjang
penghasilan itu semata-mata digunakan untuk kepentingan
umum.”

3. Penghasilan Kena Pajak


Dalam UU No 36 Tahun 2008, ada beberapa perubahan yang
terkait Penghasilan Kena Pajak. Umumnya, perhitungan
penghasilan itu didasarkan pada penghasilan bruto dikurangi
biaya mendapatkan, menagih, atau memelihara penghasilan.
Biaya tersebut meliputi biaya untuk kegiatan usaha, baik secara
langsung maupun tidak langsung, iuran dana pensiun, penyusutan
atau pengeluaran, dan kerugian akibat penjualan atau pengalihan
harta.
Pada ketentuan terbaru, ada beberapa biaya tambahan lain yang
dimasukkan dalam poin ini, yaitu sumbangan dalam rangka
penanggulangan bencana nasional, sumbangan untuk penelitian
dan pengembangan di Indonesia, sumbangan fasilitas pendidikan,
sumbangan pembinaan olahraga, dan biaya pembangunan
infrastruktur sosial.
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurangan
terhadap penghasilan bruto Wajib Pajak. Besar PTKP ditentukan
oleh pemerintah, khususnya Menteri Keuangan, berdasarkan
perkembangan ekonomi dan harga kebutuhan pokok di Indonesia.
Selain aturan yang tertera dalam pasal 7 UU No 36 Tahun 2008,
terdapat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No.
101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian PTKP. Dalam aturan
baru ini, jumlah PTKP untuk wajib pajak orang pribadi adalah
Rp54.000.000.
5. Ketentuan Mengenai Penghasilan Suami Istri
Dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983, ketentuan
tentang pajak dari penghasilan suami istri belum ditetapkan secara
detail. Oleh karena itu, poin ini disempurnakan dalam UU No 36
Tahun 2008, khususnya pada ayat (2) dan (3).
Dalam ayat (2) tertulis bahwa penghasilan suami istri akan
dikenakan pajak secara terpisah apabila suami istri hidup secara
terpisah berdasarkan putusan hakim, dikehendaki secara tertulis
oleh keduanya, atau dikehendaki oleh istri yang memilih untuk
membayar pajak sendiri.
Sementara itu, dalam ayat (3) tertulis bahwa penghasilan neto
suami dan istri dalam ayat (2) adalah berdasarkan penggabungan
penghasilan neto keduanya. Besar pajak akan dihitung
berdasarkan perbandingan penghasilan neto tersebut. Ketentuan
pada ayat (3) ini tidak berlaku untuk suami istri yang hidup secara
terpisah.
6. Ketentuan Penting Lain
Ketentuan lain yang diatur dalam UU No 36 Tahun 2008 adalah
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap.
Dalam ayat (1) ditetapkan poin apa saja yang tidak boleh
dikurangkan pada PKP wajib pajak di dalam negeri seperti
pembagian laba, biaya yang dibebankan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, serta pembentukan dan pemupukan
dana cadangan.

C. ENDORSEMENT

Endorsement berasal dari kata dalam Bahasa Inggris yang artinya


mendukung atau memberi saran. Namun jika diartikan secara luas,
Endorsement merupakan sebuah bentuk dukungan dari seseorang
terhadap suatu produk/jasa dan menyarankan kepada orang lain untuk
menggunakan produk/jasa tersebut. Biasanya Endorsement hasil kerja
sama antara dua belah pihak yaitu pemilik produk dan orang yang
menjalankan Endorse. Pemilik produk adalah orang yang menawarkan
sebuah produk kepada penerima Endorse untuk memakai produknya
dan memberikan kesan-kesan positif tentang produk tersebut sekaligus
menyarankan kepada orang lain untuk menggunakan produk tersebut.
Endorsement ini lebih banyak dijalankan secara online, dan yang
paling banyak adalah melalui social media Instagram. System
Endorsement saat ini memang menjadi salah satu strategy marketing
online yang terbukti mampu meningkatkan penjualan suatu produk.
Strategy marketing produsen produk, pemilik toko online maupun
pelaku bisnis lainnya saat ini mulai banyak yang menggunakan system
Endorsement. Selain lebih murah, cara ini juga mampu menjangkau
konsumen lebih luas lagi. Target dari para pelaku bisnis adalah akun
Instagram maupun media social lainnya yang memiliki follower
hingga jutaan, oleh karena itu yang paling banyak menjadi
Endorsement adalah akun Instagram seorang artis atau selebritis. Tapi
banyak juga dari kalangan bukan artis dengan follower jutaan dan
viral yang menjadi Endorsement.
Pelaku bisnis sebagai pemilik produk akan menghubungi pemilik
akun social media untuk menjalin kerja sama dengan menjadikannya
seorang Endorsement untuk produknya. Mereka juga akan
menawarkan bayaran dengan nilai tertentu dan untuk jangka waktu
yang disepakati. Jika antara kedua belah pihak terjadi kesepakatan,
maka seorang pemilik akun social media tersebut akan memposting
gambar dirinya beserta produk dari pelaku bisnis dan menuliskan
kalimat promosi. Biasanya menuliskan kesan-kesan setelah
menggunakan produk tersebut, kemudian ada kata-kata untuk
menyarankan menggunakan produk tersebut.
Bagi seorang Endorsement, mereka akan menerima bayaran dari
pemberi Endorse atau pelaku bisnis sesuai denga kesepakatan kerja
sama. Biasanya kisaran bayarannya mulai dari 50ribu Rupiah, Ratusan
ribu Rupiah, Jutaan Rupiah hingga puluhan juta untuk sekali posting.
Semakin terkenal dari figur seorang Endorsement tersebut, biasanya
bayarannya akan semakin tinggi. Bahkan ada yang sudah mematok
harga karena sudah tenarnya orang tersebut sebagai seorang
Endorsement.

D. PENGENAAN PAJAK PADA KEGIATAN ENDORSEMENT

Secara spesifik Peraturan Menteri Keuangan Nomor


210/PMK.010/2018 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas
Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik/ E-Commerce
(“Permenkeu 210/PMK.010/2018”) mengatur mekanisme tentang
perlakuan perpajakan atas transaksi e-commerce melalui platform
marketplace dan platform selain marketplace, yang meliputi Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak
Penghasilan (“PPh”) atas transaksi di dalam daerah pabean, dan Bea
Masuk dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) atas impor
barang.
Khusus untuk kegiatan dari jenis pekerjaan YouTuber, Selebgram,
atau reseller di media sosial; menurut Permenkeu 210/PMK.010/2018
termasuk kegiatan pada platform selain marketplace. Sedangkan untuk
ojek online atau reseller di marketplace termasuk kegiatan pada
platform marketplace. Jenis pekerjaan-pekerjaan tersebut dapat
dikenakan PPh atas penghasilan (tambahan ekonomi) yang mereka
peroleh.
Dikutip dari tirto.Id, Brian, bukan nama sebenarnya, dapat
mengantongi Rp10 juta per bulan hasil monetisasi YouTube.
Sementara terkait pajak, ia mengaku tak begitu paham
penghitungannya jika berprofesi sebagai YouTuber.
“Bukannya tidak mau bayar. Tapi kami tidak tahu mekanismenya
bagaimana,” ujar dia.
Sejak muncul sebagai tren dan melahirkan bisnis baru di dunia
digital dengan perputaran uang yang menggiurkan, pemerintah
Indonesia mulai melirik industri kreatif Youtube sebagai sumber
penerimaan pajak untuk negara. Namun, hingga kini pemerintah
belum memiliki mekanisme pemungutan pajak yang tepat terhadap
para influencer tersebut.

Jika pada YouTube hal ini dapat dilakukan dengan monetisasi


otomatis dari Google, tetapi bagaimana soal Endorsement ?

Endorsement tak hanya dilakukan oleh brand besar yang sudah


punya nama, melainkan juga dipakai luas oleh online shop. Pajak bisa
jadi adalah nomor kesekian di bawah orientasi laba. Terlebih
mekanisme pajak Indonesia menggunakan metode self-assessment,
alias wajib pajak harus secara aktif melaporkan sendiri besaran
pajaknya.
Di sisi lain, pemerintah tak bisa memelototi semua kegiatan
transaksi di dunia maya, kecuali ada mekanisme lain yang ditopang
oleh teknologi. Jelas, ini berbeda dari perilaku bisnis konvensional.

E. HIPOTESIS

Berdasarkan tinjauan pustaka yang di uraikan berkaitan dengan


masalah penelitian yang penulis teliti, maka penulis dapat
mengemukakan hipotesis pada penelitian ini yakni:
1. Diduga bahwa sesuai UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan, Maka kegiatan Endorsement yang dilakukan
Selebgram memang seharusnya dikenai pajak.
2. Diduga bahwa peraturan perpajakan terhadap kegiatan
Endorsement masih abu - abu dalam artian lain pemerintah belum
dapat mengawasi kegiatan transaksi di dunia maya secara berkala.
3. Diduga bahwa para influencer yang melakukan kegiatan
Endorsement memerlukan sistem pajak yang lebih mudah dan
Relevan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS DAN SUMBER DATA

Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam


penelitian ini, penulis mendapatkan data yang berasal dari dokumen
maupun keterangan secara lisan yang diberikan dari hasil wawancara
pihak Direktorat Jenderal Pajak. Adapun jenis data yang berkaitan
dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data Primer; Data yang diperoleh langsung dari para
responden, terutama yang berkaitan dengan pengenaan pajak
pada kegiatan endorsement yang di jadikan pengamatan
penelitian
b. Data sekunder; Data yang diperoleh dari bahan-bahan laporan
berbagai sumber yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis lakukan adalah


dengan cara :
1. Interview atau wawancara, dimana penulis melakukan
wawancara langsung dengan pihak Direktorat Jenderal Pajak
yang berkaitan langsung dengan objek penelitian.
2. Quesioner, yaitu dengan mengajukan suatu pertanyaan kepada
nara sumber yang ditemui dan diharapkan dapat memberikan
jawaban yang penulis butuhkan.
C. ANALISIS DATA

Menurut Miles dan Huberman, terdapat tiga teknik analisis data


kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Proses ini berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung,
bahkan sebelum data benar-benar terkumpul.
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan salah satu dari teknik analisis data
kualitatif. Reduksi data adalah bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir
dapat diambil.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan salah satu dari teknik analisis data
kualitatif. Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan
informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya
penarikan kesimpulan. Bentuk penyajian data kualitatif berupa teks
naratif, matriks, grafik, jaringan dan bagan.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan salah satu dari teknik analisis
data kualitatif. Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang
dapat digunakan untuk mengambil tindakan.
Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode
pengumpulan data di atas, maka peneliti akan menganalisis data
tersebut dengan menggunakan pendekatan interpretif. Pendekatan
interpretif merupakan suatu teknik menginterpretasikan arti data-data
yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam
sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga
memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan
sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bohari. 2004. Pengantar Hukum Pajak. PT. Raja Grafindo Persada.


Jakarta.

Gunadi. 2002. Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan. Jakarta. Selemba


Empat.

https://www.cermati.com/artikel/siap-siap-selebgram-dan-youtubers-juga-
dikenakan-wajib-bayar-pajak

https://elmaliawati.wordpress.com/2015/10/07/teori-konsep-dan-inti-
perpajakan/

https://id.scribd.com/doc/166181264/Proposal-Bab-I-s-d-III

https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak

https://kumparan.com/@kumparannews/membidik-pajak-dari-seleb-
media-sosial-yang-terima-endorsement

https://spa-febui.com/menungkap-eksistensi-pajak/

https://tirto.id/urusan-pajak-yang-masih-abu-abu-pada-bisnis-youtuber-
cEXj

https://www.intanblog.com/pengertian-endorse-atau-endorsement/

https://www.online-pajak.com/uu-no-36-tahun-2008

http://www.pajak.go.id/article/selebgram-sudah-seharusnya-bayar-pajak

Teguh,M. 2001. Metodelogi Penelitian Ekonomi, Jakarta: PT Paja


Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai