SKRIPSI
PENELITIAN PRA-EXPERIMENTAL
Oleh:
SKRIPSI
PENELITIAN PRA-EXPERIMENTAL
Oleh:
SURAT PERNYATAAN
Saya bersumpah bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah
dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang
pendidikan di Perguruan Tinggi manapun
ii
HALAMAN PERNYATAAN
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
Eksklusif ini Universitas Airlangga berhak menyimpan, alih media/format,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
iii
SKRIPSI
Oleh:
Ardilah Dwiagus Safitri
NIM. 131511123020
Oleh
Pembimbing Ketua
Pembimbing
Mengetahui
a.n. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Wakil Dekan I
iv
SKRIPSI
Oleh:
Ardilah Dwiagus Safitri
NIM. 131511123020
Telah diuji
PANITIA PENGUJI
Mengetahui,
a.n. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Wakil Dekan I
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
judul “Pengaruh Pendidikan Seks Dengan Metode Buzz Group Terhadap Peran
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Universitas Airlangga.
Universitas Airlangga.
skripsi ini.
Universitas Airlangga atas segala bantuan yang diberikan dari awal pembuatan
vi
8. Orang tua/wali murid di Pos PAUD Kuncup Bunga Surabaya yang telah
9. Bayu Febriandhika Hidayat, Amd. Kep. dan Rihmaningtyas, Amd. Kep. yang
pengambilan data.
10. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada saya dalam
11. Teman-teman B18 yang telah menemani dalam berjuang dan memberikan
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan proposal
Semoga Allah membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
Saya sadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi saya berharap skripsi ini
Penulis
vii
MOTO
Life is hard so you must try harder if you don’t want to fail.
viii
ABSTRACT
EFFECT OF SEX EDUCATION USING BUZZ GROUP METHOD ON
PARENT EDUCATOR’S ROLE IN PREVENT CHILD SEXUAL ABUSE
IN SURABAYA
Introduction: Child abuse is one of the worldwide problems that carries a mental,
psychical, and psychological consequences to its victims. Parents hold a central
role to educate children about sex and related matter to make them aware from the
abuse. This study analyzed the influence of sex education for parents through buzz
group to improve their roles in preventing child abuse. Method: The design used
in this study was a one-group pre-experimental with pre-post test. This study
involved 30 parents to students who went to Pos PAUD Kuncup Bunga, one of
the preschool in Surabaya, as respondents. The data were collected using self-
administered questionnaire by Chen & Chen (2005) and then analyzed using
Wilcoxon signed rank test with significance level of α=0,05. Result: The result
shows that the buzz group method is effective to increase parent educator‟s role in
prevent child sex abuse in Surabaya (p= 0,014). Discussion: The sex education
stimulates parents‟ awareness and roles in prevent their child from becoming the
victim of sexual abuse. This result suggest that buzz group is effective as method
to improve parents‟ role to educate their children in preventing sexual abuse.
Further studies are suggested to involve control group and observe the impact of
the education.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul dan Prasyarat Gelar ......................................................................... i
Lembar Pernyataan.................................................................................................. ii
Halaman Pernyataan............................................................................................... iii
Lembar Persetujuan ................................................................................................ iv
Lembar Penetapan Panitia Penguji.......................................................................... v
Ucapan Terima Kasih ............................................................................................. vi
Moto ..................................................................................................................... viii
Abstract .................................................................................................................. ix
Daftar Isi.................................................................................................................. x
Daftar Tabel .......................................................................................................... xii
Daftar Gambar ...................................................................................................... xiii
Daftar Lampiran ................................................................................................... xiv
Daftar Singkatan.................................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................ 6
1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 6
1.4 Manfaat ............................................................................................. 6
1.4.1 Teoritis ................................................................................... 6
1.4.2 Praktis..................................................................................... 7
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR SINGKATAN
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
seksual yang berguna untuk melindungi anak dari ancaman kekerasan seksual,
salah satunya melalui pendidikan seks usia dini. Sebagai sumber informasi
pertama bagi anak, orang tua memiliki peran yang penting dalam memberikan
pendidikan mengenai tubuh, seksualitas, dan keselamatan anak (Brown dan Saied-
Tessier, 2015). Namun, 46,3% orang tua diketahui cenderung tidak berperan aktif
dalam memberikan pendidikan seks kepada anak (Fisnawati, Indriati dan Elita,
2015).
dalam kekerasan seksual anak. Namun, 55% orang tua memiliki pengetahuan
yang kurang mengenai kekerasan seksual pada anak (Kelrey, 2013). Dengan
orang tua sebagai pendidik untuk pencegahan kekerasan seksual belum diketahui.
Tabachnick dan Pollard (2016) menemukan bahwa lebih dari 38% orang
Afrika Amerika, hampir 50% orang Kaukasia, dan lebih dari 40% orang Latin
pada tahun 2011, laporan mengenai kekerasan seksual anak mencapai 329 kasus.
Sexual Pusposes Indonesia (ECPAT, 2016) pada tahun 2014 melaporan bahwa
kekerasan seksual anak meningkat menjadi 1.217 kasus. Jawa Timur dilaporkan
sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki angka kejadian kekerasan
seksual yang cukup tinggi. Pada tahun 2012, Polda Jawa Timur melaporkan pada
tahun 2012 terdapat 76 kasus kekerasan seksual pada anak, kemudian pada tahun
2013 meningkat menjadi 198 kasus dan tahun 2014 menjadi 47 kasus (Anggono,
2015). Kota Surabaya tercatat sebagai daerah dengan kasus kekerasan seksual
anak tertinggi di provinsi ini dengan jumlah 58 kasus terjadi pada tahun 2011, 70
kasus pada tahun 2012, 76 kasus pada tahun 2013, 75 kasus pada tahun 2014, 60
kasus pada tahun 2015 dan hingga November 2016 terdapat 74 kasus (Polrestabes
Surabaya, 2016).
kekerasan seksual pada anak mulai terjadi pada usia 0-5 tahun dengan pravalensi
sebesar 7,7%. Pravalensi kejadian kekerasan seksual anak meningkat kepada usia
yang lebih dewasa, hal ini ditunjukkan bahwa korban kekerasan seksual anak pada
usia 6-12 tahun meningkat menjadi 33%. Dengan demikian, upaya pencegahan
kepada kelompok orang tua yang memiliki anak usia dini dapat mencegah
Tidak ada suatu ukuran yang dapat memahami alasan orang yang melakukan
kekerasan seksual pada anak. Namun, umunya interaksi kompleks dari faktor
kekurangan dalam keintiman, kesepian, marah, stress, dan tertarik pada seksual
kurangnya pendidikan agama yang kuat pada anak, kurangnya perhatian orang
seks pada anak sesuai usia, kemiskinan, pengangguran, pergaulan bebas, gaya
Kekerasan seksual pada anak dapat memberikan dampak yang serius bagi
korban juga bisa mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, terinfeksi oleh
kotor, berdosa, dan malu kepada tetangga. Hal ini juga memengaruhi aktualisasi
diri dan relasi interpersonal korban dengan lingkungan sosial cenderung kurang
baik.
Seksual Anak (GN Aksa) dengan memberikan pelatihan kepada para guru dan
para kader Bina Keluarga Bahagia telah dilakukan oleh pemerintah kota Surabaya
Orang tua sebagai pendidik memiliki peran yang sangat penting dalam
kurangnya interaksi dan komunikasi antara orang tua dan anak menjadi faktor
keluarga (Safita, 2013). Oleh karena itu, peningkatkan pengetahuan orang tua
dapat terjadi pada anak. Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk
peran aktif peserta, salah satunya adalah metode buzz group (Nuristia, 2014).
Buzz group merupakan salah satu metode pendidikan kesehatan yang efektif
Selain itu, buzz group juga dinilai lebih efektif jika dibandingkan metode
bahwa metode buzz group memiliki pengaruh yang lebih baik dalam
ditentukan oleh keyakinan pribadi dari persepsi tentang penyakit dan strategi yang
atau hal-hal yang membuat orang merubah perilakunya (Hayden, 2014). Dalam
pendidikan seks melalui metode buzz group diberikan kepada orang tua dengan
harapan orang tua akan merasa adanya ancaman (perceived threat) kekerasan
seksual yang dapat terjadinya kepada anak, sehingga orang tua akan
kekerasan seksual anak. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sangat penting
konsep teori HBM dapat terwujud peran pendidik orang tua yang dapat
peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual anak berdasarkan
peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual anak berdasarkan
Surabaya.
Surabaya.
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
kekerasan seksual pada anak melalui pendidikan seks dengan metode buzz group
1.4.2 Praktis
Teknik dan materi dalam penelitian ini memberikan dasar bagi tenaga
pengajar Pos PAUD untuk dapat memberikan pendidikan seks kepada orang
2. Responden
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
yang pendek dan panjang, kemampuan berinteraksi secara kerja sama dengan anak
lain dan orang dewasa, penggunaan bahasa untuk simbolisasi mental, dan
1. Perkembangan biologis
semakin stabil. Berat badan rata-rata pada anak usia 3 tahun adalah 14,6 kg,
dan anak usia 4 tahun adalah 16,7 kg, dan pada usia 5 tahun adalah 18,7 kg.
Pertambahan berat badan rata-rata per tahun sekitar 2,3 kg. Pertumbuhan
tinggi badan juga terus berlangsung pada anak prasekolah. Tinggi badan
rata-rata anak usia 3 tahun adalah 95 cm, pada usia 4 tahun adalah 103 cm,
dan pada usia 5 tahun adalah 110 cm. Pertambahan tinggi badan rata-rata per
dicapai oleh anak. Selain itu anak-anak memiliki kontrol otot dengan baik
anak mulai mengalami penghalusan koordinasi mata, tangan dan otot dalam
beberapa area. Pada usia 3 tahun anak mampu mengendarai sepeda roda tiga,
berjalan jinjit, berdiri dengan satu kaki selama beberapa detik dengan
seimbang, dan lompat jauh. Pada usia 4 tahun anak mampu melakukan
loncatan dan lompatan dengan satu kaki dengan lancar serta menangkap bola
dengan baik. Pada usia 5 tahun anak mampu melompat tali dengan kaki
2. Perkembangan psikososial
moralitas. Selain itu, anak berada dalam stadium belajar energik dimana
belajar adalah hal yang menyenangkan, anak juga suka mencoba aktivitas
dan pengalaman yang baru. Konflik timbul ketika inisiatif anak dikritik atau
diberi hukuman, hal ini akan mengembangkan rasa bersalah pada anak yang
3. Perkembangan kognitif
melihat sudut pandang selain yang mereka miliki (Price dan Gwin, 2014).
berasumsi bahwa setiap orang berpikir seperti yang mereka pikirkan dan
anak. Salah satu kesalahpahaman yang terjadi pada anak prasekolah adalah
yaitu berpikiran bahwa dunia dan semua yang ada didalamnya diciptakan
4. Perkembangan moral
paling dasar. Pada usia 2 sampai 4 tahun, anak berada pada tahap orientasi
hukuman dan kepatuhan dimana anak menilai baik atau buruknya tindakan
bergantung pada hasil yang didapat berupa hukuman atau penghargaan. Pada
usia 4 sampai 7 tahun, anak berada pada tahap orientasi instrumental naïf
5. Perkembangan spiritual
orang lain yang bermakna dalam lingkungannya, seperti orang tua. Pada
periode ini, pemahaman anak mengenai ritual agama masih terbatas. Namun,
anak dapat mengerti kisah sederhana dari kitab suci dan menghapal doa-doa
singkat (Wong et al., 2008). Anak memiliki pemikiran yang konkret dimana
perbedaan warna kulit dan identitas rasial. Selain itu, anak mulai mengetahui
makna kata “cantik” atau “buruk” dan menyadari bahwa penampilan mereka
7. Perkembangan seksualitas
periode ini, anak membentuk keintiman yang kuat dengan orang tua yang
sama. Eksplorasi seksual dapat ditemukan lebih menonjol pada periode ini,
8. Perkembangan sosial
terhadap orang asing dan ketakutan akan perpisahan. Anak mulai dapat
menoleransi perpisahan singkat dari orang tua dengan sedikit atau tanpa
persetujuan dari orang tua. Pada perpisahan lama, anak masih merasa
mainan, boneka. Anak dapat mengatasi ketakutan, fantasi, dan ansietas yang
permainan yang tepat. Pada anak prasekolah juga mulai dapat dipercaya
perbuatan pemaksaan hubungan seksual melalui cara yang tidak wajar dan/atau
tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
seksual anak adalah keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang belum mereka
persetujuan, dan melanggar norma sosial. Wong et al. (2008) mengartikan bahwa
kekerasan seksual adalah penggunaan rayuan atau pemaksaan pada anak untuk
atau inses dengan anak-anak. IDAI (2014) menyatakan bahwa kekerasan seksual
adalah setiap perilaku yang melibatkan anak dalam kegiatan seksual yang tidak
antara lain:
1. Kontak fisik
1. Inses, yaitu setiap aktivitas seksual fisik yang dilakukan oleh anggota
5. Prostitusi anak, yaitu tindakan seks yang melibatkan anak dengan tujuan
pasangan.
yang merupakan pilihan orang dewasa terhadap anak prapuber sebagai cara
seksual.
panjangnya jam kerja orang tua, stress, isoloasi sosial, kurangnya pengawasan
adanya beberapa perubahan, yaitu meliputi sulit tidur, mimpi buruk, takut
terhadap orang dewasa tertentu, rewel tidak jelas, kembali mengompol, tiba-tiba
keluarga tertentu, terlihat terus menyimpan rahasia, dan sakit di area intim
(Maharani et al., 2015). Menurut IDAI (2016), terdapat beberapa tanda dini anak
yang mengalami kekerasan seksual yang perlu dicurigai oleh orang tua
menjadi sering melamun, cara jalan yang menjadi aneh, enggan membersihkan
alat kelaminnya ketika mandi, enggan memakai celana dalam, dan ketakutan
diceritakan oleh anak. Umumnya, kekerasan seksual dapat dikenali jika ditemukan
cedera pada vagina, penis atau anus yang tidak dapat dijelaskan atau terdeteksinya
infeksi menular seksual. Luka genital sering ditemukan pada anak yang
mendapatkan perawatan medis dalam waktu 72 jam dari kejadian terakhir dan
anak mengalami perdarahan genital. Namun, hal ini hanya terjadinya pada 5-10%
anak. Anak yang dirawat dalam waktu 72 jam dari kejadian terakhir harus
diidentifikasi adanya cedera akut, darah atau sperma pada anak. Beberapa gejala
akut atau ekimosis pada selaput dara yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan,
pada forniks posterior, atau anus, transeksi lengkap selaput dara, jaringan parut
anogenital yang penyebabkan tidak dapat jelaskan, atau kehamilan pada remaja
yang tidak mempunyai riwayat aktivitas seksual. Sebagian besar anak yang
saat evaluasi medis, karena anak mengalami jenis kekerasan seksual yang tidak
1. Dampak psikis
rendah diri, penakut, menarik diri, merasa iri dan enggan untuk bangkit.
2. Dampak sosial
3. Dampak kesehatan
1. Jangka pendek
a. Fisik
Luka lecet pada daerah vagina atau dubur, gatal di alat kelamin, sulit
b. Psikis
Traumatik, rasa takut (takut tidur sendiri, takut masuk kamar), cemas,
mudah marah, tiba-tiba begitu lengket kepada orang tua dan bersikap
2. Jangka panjang
a. Pertumbuhan
b. Perkembangan
umumnya pelaku adalah orang yang dikenal oleh korban. Pelaku dapat berasal
dari berbagai tingkat sosial. Beberapa pelaku merupakan orang yang memiliki
pengaruh di dalam komunitas dan memiliki posisi kerja yang dekat dengan anak,
terutama dalam kasus pedofilia. Pelaku dalam kasus pornografi dan prostitusi
dapat melibatkan orang asing, maupun orang tua dari anak (Wong et al., 2008).
Menurut Marcdante et al. (2014), kebanyakan pelaku adalah orang dewasa atau
remaja yang dikenal akrab oleh anak dan memiliki atau merasa memiliki
kekuasaan atas anak. Namun, kekerasan seksual juga dapat dilakukan oleh orang
asing meski pun jarang terjadi. Pelakunya kebanyakan adalah lelaki yang meliputi
orang tua, saudara, kerabat keluarga, guru, anggota sekte keagamaan tertentu, dan
individu lain yang mempunyai akses kepada anak. Anak dengan perilaku
sebagian anak tersebut dipangaruhi oleh paparan perilaku seksual yang tidak
pantas di televisi, video atau melihat langsung aktivitas seksual orang dewasa.
memeluk dan mencium anak, sangat tertarik pada perkembangan seksual anak,
bersikeras untuk meminta waktu berduaan bersama anak, kurang tertarik dengan
orang dewasa dan hanya tertarik kepada anak, memaksa menawarkan diri untuk
menjaga anak, sering memberi hadiah kepada anak tanpa alasan yang jelas, serta
beberapa tahapan yang dilakukan oleh pelaku untuk membuat korban mau
1. Accessing
2. Silenting
verbal.
diantaranya:
4. Pelaku menekan anak yang telah dijadikan korban kekerasan seksual untuk
dari pelaku, ketakutan akan diulangi lagi tindakan yang dilakukan jika anak
Sekitar 80% korban kekerasan seksual anak adalah anak perempuan. Anak
seksual (Marcdante et al., 2014). Anak lelaki dapat menjadi korban kekerasan
seksual yang terjadi di dalam atau di luar keluarga. Namun, anak lelaki umumnya
tidak melaporkan kekerasan seksual yang dialami dan mungkin menderita dampak
emosional yang lebih besar dari hubungan inses daripada anak perempuan. Anak
laki-laki dapat menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah, ayah
angkat, atau pacar ibu. Kekerasan seksual yang dilakukan cenderung berupa
tindakan penetrasi anal dan kontal oral-genital dimana memiliki bukti fisik yang
Hal-hal yang harus dilakukan jika mengira bahwa ada anak yang menjadi
korban kekerasan seksual yaitu menciptakan lingkungan yang aman agar anak
dapat berbicara kepada orang dewasa yang dipercaya, merahasiakan kejadian dan
data pribadi anak agar tidak menjadi rumor yang meningkatkan beban dan
penderitaan mental anak, meyakinkan anak bahwa anak tidak bersalah dan tidak
melakukan apapun yang salah, mencari bantuan untuk menolong kesehatan mental
dan fisik, mengkonsultasikan cara menolong anak dengan aparat negara yang
dipercaya serta laporkan kejadian pada Komisi Anak Nasional (Maharani et al.,
2015).
yaitu:
3. Anak yang dirawat dirumah sakit dan keluarganya akan dipersiapkan untuk
pemulangan.
orang disekelilingnya, terutama orang tua. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh
anak dengan kekerasan seksual meliputi perawatan medis untuk cedera dan
Hal ini penting untuk mengetahui gangguan emosi yang mungkin dialami
anak, dan agar anak segera mendapatkan terapi yang sesuai (Maharani et al.,
2015)
Usahakan agar anak tidak berada di lingkungan yang sama dengan pelaku
Hal ini penting dilakukan untuk menjauhkan anak dari trauma kekerasan
seksual sesaat, terutama bila kasus telah menjadi konsumsi publik (Maharani
et al., 2015).
Orang tua diharapkan untuk tidak menyalahkan anak atas kejadian yang
kejadian tersebut tidak akan terulang lagi disertai dengan memberi dukungan
kepada anak untuk bersikap waspada agar anak bisa merasa aman (Maharani
et al., 2015). Selain itu, orang tua harus mendapatkan informasi mengenai
konsep „zona pribadi‟ dan bagian tubuh yang menjadi „privasi‟; mengajarkan
berbagai sentuhan yang pantas dan tidak pantas untuk dialami anak;
yang boleh dan tidak boleh menyentuh tubuh mereka; serta mengajari anak
untuk berkata “tidak” atau lari dan memberitahu orang dewasa yang
dipercaya jika anak berada dalam situasi dimana seseorang menyentuh anak
yang membuat anak tidak nyaman atau bertentangan dengan keinginan anak.
anak; mengajari anak untuk selalu bercerita kepada orang dewasa yang
dipercaya jika ada seseorang menyentuh anak dengan cara yang membuat
anak tidak nyaman; menginformasikan kepada anak bahwa anak tidak harus
akan tetap dipercaya dan tetap dicintai jika mereka bercerita mengenai
tubuh sehingga anak dapat melaporkan apa yang telah terjadi kepada anak
dengan akurat.
kekerasan seksual, salah satunya adalah peran dalam mengajarkan anak bagian
tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain. Anak sebaiknya diberi pemahaman
bahwa diri dan tubuhnya adalah sesuatu yang berharga baginya, bagi orang tua
dan bagi seluruh keluarga. Orang tua memiliki tugas untuk mengajarkan anak
bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain yaitu daerah mulut, leher, dada,
alat kelamin (vagina/penis dan sekitar paha), dan anus. Bagian tersebut hanya
boleh disentuh oleh orang tua ketika memandikan atau membersihkan sehabis
buang air, dokter dan pengasuh dengan didampingi orang tua (Maharani et al.,
2015).
Pada anak usia 0-5 tahun dapat diajari mengenai jenis sentuhan sebagai
tua dapat mengajarkan anak bahwa terdapat 3 jenis sentuhan, yakni sentuhan yang
boleh, membingungkan dan tidak boleh. Sentuhan boleh adalah sentuhan pada
bagian bahu ke atas atau pada bagian lutut ke bawah, sentuhan ini biasanya
merupakan suatu bentuk kasih sayang dari teman/sahabat sejenis. Sentuhan yang
membingungkan adalah sentuhan pada bagian bahu sampai atas lutut yang mana
bagian ini hanya keluarga yang boleh menyentuh, sentuhan ini dapat merupakan
bentuk kasih sayang dan nafsu. Sentuhan tidak boleh adalah sentuhan pada bagian
yang ditutup pakaian renang yaitu paha, dada dan bagian yang dekat dengan
kemaluan yang mana hanya diri sendiri yang boleh menyentuh (Maharani et al.,
2015). Jenis sentuhan pada anak 0-5 tahun dijelaskan pada gambar 2.1.
Orang tua mengajarkan anak untuk berkata “tidak”, berlari, berteriak minta tolong,
atau segera laporkan ke orang dewasa yang dipercaya ketika ada orang lain
Selain itu, orang tua memiliki tugas dalam memberikan asuhan yang baik
kepada anak untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual. Orang tua sebaiknya
mulai mandi dan berpakian sendiri saat berusia 3-5 tahun, memakaikan anak
pakaian yang sopan, selalu memeriksa kondisi tubuh anak, sering berbicara dan
memarahi dan menyalahkan anak, berkata baik dan lemah lembut kepada anak
Pada anak usia 5-7 tahun dapat dikenalkan perbedaan mengenai orang asing,
teman, sahabat, dan muhrim. Selain itu, anak dapat diajarkan untuk mempercayai
perasaannya, bersikap tegas dan judes jika merasa terancam, berkata “tidak”.
Orang tua harus dapat meyakinkan anak untuk bisa berbagai rahasia dengan orang
Maharani et al. (2015) membentuk suatu panduan untuk orang tua dalam
memberikan pendidikan seks kepada anak agar anak mudah mengingatnya dan
dapat terhindar dari bahaya kejahatan seksual melalui jargon TANGKIS, yakni:
bentuk dan rupa tubuh anak, anak harus menyayanginya. Anak diajarkan
bahwa tidak ada yang boleh melakukan sesuatu yang membuat anak malu,
Orang tua mengajarkan anak bahwa segala sesuatu yang ditutupi baju adalah
rahasia sehingga tidak ada yang boleh melihat atau menyentuh, kecuali
seseorang yang memberi penjelasan yang tepat dan meminta izin anak
Orang tua harus mengajarkan anak untuk dapat berkata “Tidak” jika anak
anak untuk mampu menolak meski pun kepada orang yang dikenal,
kepada anak. Hal ini berguna agar anak tidak menjadi bingung serta untuk
orang tua membiarkan anak melakukan hal yang dilarang maka akan
Orang tua patut mengajarkan anak untuk melawan seseorang yang memaksa
untuk menyakiti tubuh dan perasaan anak. Anak diajarkan untuk berteriak
Anak diajari bahwa tidak semua rahasia baik untuk disembunyikan. Rahasia
yang membuat anak sedih dan gelisah adalah rahasia yang harus
Orang tua sebaiknya mengajari anak untuk selalu bercerita kepadanya, baik
anak sedih atau marah. Orang tua menanamkan kepercayaan kepada anak
bahwa orang dewasa yang anak percaya akan dapat mendengarkan dan
membantu anak.
orang tua sebagai tindakan pencegahan kekerasan seksual kepada anak melalui
underwear rule. Underwear rule adalah sebuah prinsip untuk mengarahkan anak
bahwa bagian tubuh yang dilindungi oleh celana dalam sebaiknya tidak disentuh
oleh orang lain. Terdapat 5 aspek yang termasuk ke dalam underwear rule,
diantaranya:
Anak sebaiknya diajari bahwa tubuhnya adalah miliknya dan tidak ada orang
tubuh pribadi”, serta menggunakan nama yang benar untuk alat kelamin dan
bagian tubuh lainnya. Hal ini akan membantu anak untuk memahami
sebuah ciuman atau sentuhan, bahkan dari orang yang mereka cintai. Anak
kontak fisik yang tidak pantas dan menjauh dari situasi yang tidak aman,
serta diajari untuk bercerita mengenai hal yang dialami kepada orang dewasa
yang dipercaya.
Anak belum sepenuhnya mengenali sentuhan yang pantas dan tidak pantas.
Orang tua sebaiknya memberitahu anak bahwa tidak baik jika ada seseorang
yang melihat atau memegang bagian tubuh pribadi anak atau meminta anak
untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh pribadi orang lain. Underwear
rule membantu anak mengenali batasan dengan jelas yaitu: celana dalam
(underwear ). Hal ini juga membantu orang tua untuk berdiskusi dengan
anak. Jika anak tidak yakin apakah perilaku seseorang bisa diterima,
pastikan anak tahu untuk meminta bantuan kepada orang dewasa yang
dipercaya.
Kerahasiaan adalah taktik utama dari pelaku kekerasan seksual. Hal ini yang
buruk. Setiap rahasia yang membuat anak merasa cemas, tidak nyaman,
takut atau sedih adalah hal yang tidak baik dan sebaiknya tidak disimpan, hal
Ketika anak menjadi korban kekerasan seksual, anak akan merasa malu,
bersalah dan takut. Anak mungkin merasa ada sesuatu yang salah. Orang tua
Orang tua harus memastikan anak tahu kepada siapa anak harus beralih jika
anak merasa khawatir, cemas atau sedih. Terdapat banyak alasan mengapa
anak menolak kontak dengan orang dewasa lain atau dengan anak lain. Hal
ini harus dihormati. Anak sebaiknya selalu merasa bahwa mereka dapat
diantaranya:
dewasa yang dapat dipercaya yang bersedia dan siap untuk mendengar
dan membantu. Hanya satu anggota dari jaringan keamanan anak yang
lingkaran keluarga dekat. Anak harus tahu cara untuk mencari bantuan
yang dikenal oleh anak. Hal ini merupakan hal yang sulit bagi anak
Pada beberapa kasus, pelaku adalah orang asing. Anak perlu diajari
d. Pertolongan
sekolah, atau polisi. Selain itu, anak juga sebaiknya tahu bahwa
melalui telepon.
2013) membantu orang tua untuk berbicara kepada anak usia 5-11 tahun mengenai
untuk berkata “tidak”, dan meminta anak untuk menceritakan kekhawatiran dan
kegelisahan yang dirasakan kepada orang dewasa. Orang tua dapat mendiskusikan
mengenai underwear rules kepada anak melalui istilah “PANTS” (celana dalam).
kalimat mencakup bagian yang berbeda dari underwear rules dan menyediakan
pelajaran sederhana yang dapat menjaga anak untuk tetap aman dari kekerasan
seksual, yakni:
Segala hal yang dilindungi oleh celana dalam adalah hal pribadi. Tidak ada
seseorang yang boleh untuk melihat atau menyentuh bagian tubuh yang
dilindungi oleh celana dalam. Tidak ada yang boleh meminta anak untuk
melihat atau menyentuh bagian tubuhnya yang dilindungi oleh celana dalam.
Jika ada seseorang yang mencoba melakukan hal tersebut, anak harus
keluarga, dokter atau perawat perlu untuk menyentuh bagian pribadi anak.
Jelaskan kepada anak bahwa hal itu boleh dilakukan jika memiliki alasan
yang jelas.
2. Always remember your body belongs to you (Selalu ingat tubuhmu hanya
milikmu)
Anak harus memahami bahwa tubuhnya adalah miliknya, dan bukan milik
orang lain. Tidak ada satu orang pun yang berhak untuk melakukan sesuatu
terhadap tubuh anak dan membuat anak merasa tidak nyaman. Jika ada
Anak memiliki hak untuk berkata “tidak” bahkan kepada anggota keluarga
atau orang yang dicintai. Hal ini menunjukkan bahwa anak mampu
Ada saat-saat tertentu orang tua dapat menolak anak untuk menjamin
keamanan anak, seperti ketika menyebrang jalan. Namun, orang tua harus
menjelaskan mengapa orang tua harus menolak keputusan anak. Jika seorang
4. Talk about secret that upset you (Ceritakan rahasia yang membuatmu
gelisah)
Namun, jika hal itu dirasakan, ajari anak untuk menceritakannya kepada
sering menjadi senjata ampuh pelaku kekerasan seksual. Kalimat “itu rahasia
kecil kita” adalah cara membuat anak merasa khawatir atau takut untuk
menceritakan. Bantu anak untuk mengerti dan yakin mengenai hal-hal yang
dijaga untuk ditukarkan dengan sesuatu, dan sebaiknya tidak membuat anak
Jika anak merasa sedih, cemas atau takut, anak dapat berbicara kepada orang
Ingatkan anak bahwa apapun masalahnya, itu bukanlah kesalahan anak dan
anak tidak akan mendapatkan masalah. Orang dewasa yang dipercaya tidak
harus berasal dari anggota keluarga. Guru, kakak, adik, atau teman orang tua
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2016), orang tua artinya
1) ayah ibu kandung; 2) (orang tua) orang yang dianggap tua (cerdik pandai, ahli,
Menurut Abdullah (2007), orang tua merupakan pusat kehidupan yang sikap dan
tingkah lakunya dijadikan contoh oleh anak sehingga memengaruhi setiap reaksi
emosi, pemikiran dan tingkah laku anak. Berdasarkan pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa orang tua adalah ayah dan ibu dari anak yang menjadi pusat
kehidupan dan memengaruhi setiap reaksi emosi, pemikiran dan tingkah laku
anak.
Peran adalah suatu perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi
sosial tertentu. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial dan bersifat stabil. Peran
orang tua menurut Mubarok, Chayatin dan Santoso (2006), antara lain:
1. Pengasuh
Orang tua berperan dalam memberi asuhan kepada anak sesuai dengan
pada anak.
2. Pendidik
3. Pendorong
diketahui.
4. Pengawas
terjadinya suatu penyakit atau kejadian yang tidak diinginkan. Orang tua
juga ikut terlibat dalam program home visit yang dilakukan perawat untuk
5. Konselor
Orang tua berperan untuk bersikap terbuka dan dapat dipercayai dalam
a) Lingkungan yang positif dalam keluarga, perasaan baik dalam diri ibu
membuat keputusan;
maksimal
Orang tua berperan dalam memberikan pengalaman melalui pola asuh yang
temperamen yang reaktif, dan dapat memunculkan potensi baru bagi anak.
Orang tua berperan dalam memberi perubahan kepada anak untuk dapat
Orang tua berperan sebagai contoh untuk anak dalam bertingkah laku karena
orang tua memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan anak dimana
upaya terencana yang bertujuan untuk merubah perilaku kelompok, keluarga, dan
suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok atau masyarakat
optimal.
membina serta melestarikan perilaku hidup sehat serta berperan aktif dalam usaha
Menurut Efendi dan Makhfudli (2009) metode yang dapat digunakan dalam
situasi dimana narasumber tidak dapat bertemu langsung dengan sasaran. Terdapat
2 media yang dapat digunakan dalam situasi ini, yaitu media elektronik, meliputi
media cetak, meliputi majalah, koran, selebaran (leaflet dan flyer ), booklet, papan
besar (billboard), spanduk, poster, flannelgraph, dan bulletin board (Efendi dan
Makhfudli, 2009).
promosi kesehatan juga dapat digunakan sebagai alat peraga dalam pendidikan
kesehatan secara langsung. Beberapa media yang dapat digunakan sebagai alat
flannelgraph, bulletin board, lembar balik (flip chart), dan flashcard (Efendi dan
Makhfudli, 2009).
diberi permasalahan yang sama atau berbeda antar-buzz group untuk didiskusikan
Menurut Winancy, Raksanagara dan Fuadah (2015), metode buzz group adalah
sejumlah 2-5 peserta yang akan melakukan diskusi dalam waktu singkat mengenai
sebuah metode pengumpulan umpan balik dengan cepat dan efisien tentang suatu
topik atau menanggapi pertanyaan tertentu selama pleno (sebuah sesi yang
kecil yang terdiri dari 2 atau 3 orang tanpa berpindah dari tempat duduk mereka,
dan terlibat dalam diskusi bebas atau „buzz‟ atas pertanyaan yang diberikan dalam
beberapa menit.
kelompok kecil (buzz group) yang terdiri dari 2-5 orang untuk mendiskusikan
1. Fasilitator
2. Flip chart
4. 10-20 menit (± 5 menit untuk berdiskusi dan 5-15 menit untuk memberikan
dengan cepat, atau untuk menfasilitasi keterlibatan dalam suatu topik, tanpa
melepaskan diri dari pleno. Melalui buzz group, diskusi menjadi lebih singkat dan
mudah serta berguna dalam waktu yang terbatas. Buzz group berguna sebagai
tindak lanjut untuk presentasi (terutama jika presentasi sangat kompleks). Buzz
group membantu untuk keluar dari sesi ceramah, dan membuat partisipan
memiliki diskusi yang cepat untuk memeriksa fakta, memikirkan apa yang telah
lokakarya. Buzz group dapat pula dijadikan cara untuk mendorong orang pendiam
sebuah presentasi.
atau tiga dengan peserta lain yang duduk berdekatan, tanpa berpindah
pada sesi yang lebih kecil, dan kelompok dengan tiga peserta pada sesi
yang lebih besar. Tujuan inti dari metode buzz group adalah untuk
dalam pleno.
d. Saat sampai pada 3-5 menit, akhiri diskusi dan minta presenter setiap
dengan topik.
a. Minta peserta untuk membentuk buzz group yang terdiri dari 2-3
orang.
The Health Belief Model (HBM) adalah teori yang paling umum digunakan
pada promosi kesehatan. HBM dikembangkan pada tahun 1950 sebagai sebuah
cara untuk menjelaskan alasan program skirining kesehatan yang ditawarkan oleh
U.S. Public Health Service, terutama tuberkulosis, tidak berhasil. Konsep yang
pribadi dari persepsi tentang penyakit dan strategi yang tersedia untuk mencegah
model telah diperluas meliputi cues to action, motivating factors, dan self-efficacy
(Hayden, 2014).
1. Perceived seriousness
sering didasari oleh informasi medis atau pengetahuan, hal ini juga dapat
2. Perceived susceptibility
Risiko pribadi atau kerentanan adalah salah satu persepsi yang kuat dalam
mengarah pada penyakit yang serius dimana terdapat risiko yang nyata,
3. Perceived benefits
Perceived benefits adalah sebuah opini seseorang yang bernilai dan berguna
sehat ketika mereka percaya bahwa perilaku baru akan menurunkan peluang
4. Perceived barriers
5. Modifying variable
6. Cues to action
HBM menilai bahwa perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor pemicu (cues to
action). Pemicu tersebut adalah peristiwa, tokoh, atau hal-hal yang membuat
anggota keluarga yang sakit, laporan media, kampanye media masa, nasihat
orang lain, kartu pos pengingat dari pemberi layanan kesehatan, atau label
7. Self-efficacy
bahwa perilaku baru adalah hal yang bermanfaat (perceived benefit), namun
Perceived
Susceptibility / Perceived Likelihood
Perceived Threat Behavior
Severity
Cues to Self-efficacy
Action
Alternatif kata kunci pada tabel 2.1 digunakan peneliti untuk mencari artikel
Pada database Elsevier, Oxford University, Journal of Child Sexual Abuse, Journal
yang berhubungan dengan penelitian ini, namun berdasarkan dengan kesesuaian dengan
penelitian, peneliti hanya menemukan 5 jurnal yang sesuai dengan jumlah 1 jurnal di
setiap database. Pada database google scholar, peneliti memasukkan kata kunci
menggunakan Bahasa Indonesia yaitu kekerasan seksual anak, peran edukator orang tua,
pendidikan seks dan buzz group serta peneliti membatasi tahun dengan rentang 2006-
2016 didapatkan 6 jurnal yang sesuai dengan penelitian ini. Jurnal yang peneliti dapatkan
disusun menjadi sebuah tabel keaslian penelitian yang dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Keaslian Penelitian Pengaruh Pendidikan Seks Dengan Metode Buzz
Group Terhadap Peran Pendidik Orang Tua Dalam Pencegahan
Kekerasan Seksual Anak Di Surabaya
Metode
Judul Artikel;
No. (Desain, Sampel, Variabel, Hasil Penelitian
Penulis; Tahun
Instrumen, Analisis)
1. Dampak Kesehatan Desain: Persepsi korban
Mental Pada Anak Kualitatif terhadap tindak
Korban Kekerasan Sampel: kekerasan yang
Seksual Kepala Bidang dialaminya yakni
(Kusumaningtyas, Pemberdayaan korban menilai
Rokhmah dan Perempuan BPPKB, 4 bahwa mereka
Nafikadini, 2013). korban kekerasan sudah ternodai,
seksual, pendamping kotor, dosa, dan
korban dan orang tua merasa malu dengan
korban di Kabupaten tetangga.
Jember. Pertumbuhan dan
Variabel Independen: aktualisasi diri
Kesehatan mental anak korban masih
Variabel Dependen: rendah. Relasi
Kekerasan seksual interpersonal korban
Instrumen: dengan lingkungan
Wawancara sosialnya kurang
Analisis: baik. Namun,
Teknik Deskriptif korban masih
tematik memiliki tujuan
hidup yang ingin
dicapai.
2. Early Prevention Desain: Program prevensi
Toward Sexual Kualitatif dini terhadap
Abuse on Children Sampel: kekerasan seksual
(Paramastri, 40 siswa SD, 40 orang anak sangat perlu
Supriyati dan tua, 7 pakar. dan harus segera
Priyanto, 2010). Variabel Independen: dilakukan. Program
Pendapat, pandangan, prevensi dini
bentuk media promosi terhadap kekerasan
prevensi dini seksual anak
Variabel Dependen: sebaiknya
Kekerasan seksual anak menggunakan alat
Instrumen: bantu, seperti
Wawancara mendalam, gambar, komik,
Metode
Judul Artikel;
No. (Desain, Sampel, Variabel, Hasil Penelitian
Penulis; Tahun
Instrumen, Analisis)
DKT
karikatur, mau pun
Analisis:
menggunakan
Miles and Huberman’s
audiovisual.
data reduction
3. Hubungan Desain: Ada hubungan
Pengetahuan Orang Deskriptif korelasi antara pengetahuan
Tua Tentang Sampel: orang tua tentang
Kesehatan Seksual 369 orang tua di 5 SD kesehatan seksual
Pada Anak Usia 7- Negeri di Kecamatan pada anak usia 7-12
12 Tahun Dengan Sukajadi Pekanbaru. tahun dengan sikap
Sikap Orang Tua Variabel Independen: orang tua dalam
Dalam Pencegahan Pengetahuan kesehatan pencegahan
Kekerasan Seksual seksual pada anak usia 7- kekerasan seksual di
(Fisnawati, Indriati 12 tahun Kecamatan Sukajadi
dan Elita, 2015). Variabel Dependen: Pekanbaru.
Sikap pencegahan
kekerasan seksual
Instrumen:
Kuesioner
Analisis:
Uji chi-square
4. Hubungan Desain: Ada hubungan
Karakteristik Orang Kuantitatif korelatif antara peran orang
Tua Dengan Sampel: tua, pendidikan,
Pengetahuan Orang 120 orang tua. status pernikahan,
Tua Tentang Variabel Independen: dan pendapatan
Kekerasan Seksual Karakteristik orang tua dengan pengetahuan
Pada Anak Usia Variabel Dependen: orang tua tentang
Prasekolah (3-5 Pengetahuan kekerasan kekerasan seksual
Tahun) Di seksual anak usia pada anak
Kelurahan Grogol prasekolah (3-5 tahun) prasekolah.
Selatan Kebayoran Instrumen:
Jakarta Selatan Kuesioner
(Kelrey, 2013). Analisis:
Uji chi-square
5. Peran Ibu Dalam Desain: Terdapat korelasi
Penerapan Analysis correlational signifikan antara
Pendidikan cestional tingkat pendidikan,
Seksualitas Pada Sampel: pengetahuan dan
Anak Usia Pra 60 ibu sikap ibu tentang
Sekolah Variabel Independen: pendidikan seksual
(Ambarwati, 2013). Peran Ibu terhadap penerapan
Variabel Dependen: pendidikan seksual
Penerapan pendidikan pada anak usia
seksualitas sekolah.
Metode
Judul Artikel;
No. (Desain, Sampel, Variabel, Hasil Penelitian
Penulis; Tahun
Instrumen, Analisis)
Instrumen:
Kuesioner
Analisis:
Pearson Product Moment
6. Prevention of Child Desain: Lebih dari 95%
Sexual Abuse in Deskriptif kuantitatif responden setuju
China: Knowledge, Sampel: bahwa SD
Attitudes, and 652 orang tua seharusnya
Communication Variabel Independen: menyediakan
Practices of Parent Pengetahuan, sikap, dan program untuk
of Elementary praktik komunikasi pencegahan
School Children terhadap kekerasan kekerasan seksual.
(Chen, Dunne dan seksual anak Orang tua memiliki
Han, 2007) Variabel Dependen: kemungkinan kecil
Pencegahan kekerasan untuk bicara secara
seksual anak khusus mengenai
Instrumen: kekerasan seksual.
Kuesioner Banyak orang tua
Analisis: tidak mempunyai
Tidak disebutkan pengetahuan dasar
tentang karakteristik
pelaku, kekerasan
seksual anak laki-
laki, dan
konsekuensi
nonfisik dari
kekerasan seksual
anak. Sekitar 46,8%
menyatakan
khawatir
pencegahan
kekerasan seksual
dapat menyebabkan
anak mengetahui
terlalu banyak
tentang seks.
7. Parental Knowledge Desain: Orang tua
of Child Sexual Deskriptif kuantitatif mengenali beberapa
Abuse Symptoms Sampel: gejala kekerasan
(Pullins dan Jones, 150 orang tua seksual anak, namun
2006) Variabel Independen: orang tua cenderung
Pengetahuan mengetahuan reaksi
Variabel Dependen: emosional atau
Gejala kekerasan seksual perilaku yang bisa
anak disugestif oleh
Metode
Judul Artikel;
No. (Desain, Sampel, Variabel, Hasil Penelitian
Penulis; Tahun
Instrumen, Analisis)
Instrumen: banyak stress
Tidak disebutkan kehidupan lainnya.
Analisis:
Tidak disebutkan
8. Kendala Penyidik Desain: Kendala penyidik
Dalam Mengungkap Deskriptif kualitatif dalam mengungkap
Tindak Pidana Sampel: tindak pidana
Kekerasan Seksual Penyidik PPA kekerasan seksual
Pada Anak (Studi Di Variabel Independen: pada anak adalah
Unit Perlindungan Kendala dan Upaya sulitnya menemukan
Perempuan dan Penyidik pelaku yang telah
Anak Polrestabes Variabel Dependen: melarikan diri,
Surabaya) Mengungkap Tindak terbatas dalam
(Anggono, 2015) Pidana Kekerasan waktu penyelesaian
Seksual Pada Anak berkas perkara,
Instrumen: kekurangan personel
Deep interview penyidik, kurang
Analisis: mendapatkan
Tidak disebutkan informasi si pelaku,
sulitnya
mendapatkan
keterangan dari
korban trauma berat,
mengalami kesulitan
dalam membayar
visum, kurangnya
sarana dan prasarana
yang memadai.
9. Education of Desain: Kebanyakan orang
Children About Cross-sectional tua (95,5%)
Sexual Abuse, How analytical study. berharap ada
Far Parents Agree? Sampel: program pengenalan
(Eljaaly dan 400 orang tua pendidikan di
Bakarman, 2015) mengunjungi Primary sekolah mengenai
Health Care (PHC) pencegahan
Center kekerasan seksual.
Variabel Independen: Namun, 27,1%
Pendidikan seks anak orang tua merasa
tentang kekerasan takut jika materi
seksual kekerasan seksual
Variabel Dependen: dapat membuat anak
Persetujuan orang tua tau banyak tentang
Instrumen: seks.
Kuesioner
Metode
Judul Artikel;
No. (Desain, Sampel, Variabel, Hasil Penelitian
Penulis; Tahun
Instrumen, Analisis)
Analisis:
Tidak disebutkan
10. Efektivitas Metode Desain: Metode Buzz Group
Buzz Group Quasy-eksperiment Discussion efektif
Discussion untuk Sampel: dalam
Meningkatkan 18 orang kelompok meningkatkan
Perilaku eksperimen dan 18 orang perilaku
Pemberantasan kelompok kontrol pemberantasan
Sarang Nyamuk Ibu- Variabel Independen: sarang nyamuk pada
Ibu PKK Kelurahan Buzz group dan ceramah Ibu PKK di
Sragen Tengah Variabel Dependen: kelurahan Sragen
(Nuristia, 2014). Perilaku pemberantasan Tengah, Kabupaten
sarang nyamuk Sragen.
Instrumen:
Kuesioner
Analisis:
Uji analisis t-test
11. Perbandingan Desain: Peningkatan nilai
Penerapan Metode Quasi Experiment median pengetahuan
Brainstorming dan Sampel: responden pada
Buzz Group 63 responden kelompok kelompok buzz
Terhadap brainstorming dan 61 group lebih baik
Peningkatan responden buzz group dibandingkan
Pengetahuan Suami Variabel Independen: brainstorming
Ibu Hamil Tentang Metode brainstorming namun keduanya
Tanda Bahaya dan buzz group mempengaruhi
Kehamilan, Variabel Dependen: pengetahuan
Persalinan, dan Pengetahuan suami ibu responden tentang
Nifas (Studi Kasus hamil tentang tanda bahaya kehamilan,
di Bogor) (Winancy, bahaya kehamilan, persalinan, dan
Raksanagara dan persalinan, dan nifas. nifas.
Fuadah, 2015). Instrumen:
Kuesioner
Analisis:
Uji Wilcoxon dan Mann-
Whitney
12. Change of Heart: Desain: Pelacakan emosi
Emotion Tracking to Quasi Experiment yang dilakukan
Promote Behavior Sampel: selama 21 hari dapat
Change (Hollis et al. 35 responden meningkatkan
2015) Variabel Independen: terjadinya
Pelacakan emosi perubahan perilaku.
Variabel Dependen:
Perubahan perilaku
Metode
Judul Artikel;
No. (Desain, Sampel, Variabel, Hasil Penelitian
Penulis; Tahun
Instrumen, Analisis)
Instrumen:
Interview dan kuesioner
Analisis:
Welch’s t-test dan Mann-
Whitney
seks dengan metode buzz group terhadap peran pendidik orang tua dalam
Belief Model (HBM). Hasil penulusuran peneliti, belum menemukan hasil yang
orang tua berharap adanya pendidikan seks anak mengenai kekerasan seksual.
Hasil penelitian Fisnawati, Indriati dan Elita (2015), Kelrey (2013), Chen, Dunne
dan Han (2007), Ambarwati (2013), dan Pullins dan Jones (2006) menunjukkan
bahwa pengetahuan orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual masih kurang
adanya penelitian tentang pengaruh pendidikan seks terhadap peran orang tua
buzz group dapat meningkatkan perilaku dan pendidikan secara lebih efektif
mendukung peneliti menggunakan metode buzz group dalam penelitian ini. Hasil
berubah setelah dilakukan pelacakan emosi dalam waktu 21 hari. Hal ini menjadi
dasar bagi peneliti dalam menetapkan waktu 21 hari pasca intervensi untuk
melakukan post-test.
BAB 3
Modifikasi
Persepsi Modifikasi
Persepsi Kemungkinan
Individu
Faktor Individu
Faktor Perilaku
Keterangan :
: Variabel yang diukur : Variabel yang tidak diukur
Gambar 3.1 Bagan kerangka konseptual pengaruh pendidikan seks dengan metode buzz group
terhadap peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual anak di
Surabaya berbasis teori Health Belief Model.
55
seks terhadap peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual
anak. Orang tua memiliki peran pendidik dalam pencegahan kekerasan anak
individu). Ada pun pelaksanaan peran pendidik orang tua dalam pencegahan
(perceived threat) terhadap kekerasan seksual yang mungkin terjadi kepada anak.
Perasaan terancam dapat dipicu oleh adanya cues to action sebagai isyarat untuk
3.2 Hipotesis
Surabaya.
BAB 4
METODE PENELITIAN
menentukan pengaruh pendidikan seks dengan metode buzz group terhadap peran
Rancangan penelitian one-group pre-post test design ini dapat dilihat di Tabel 4.1.
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua/wali murid di Pos
PAUD Kuncup Bunga Surabaya pada tahun 2016 yang berjumlah 30 orang.
4.2.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh orang tua/wali murid di Pos
57
4.2.3 Sampling
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah total sampling.
Hal itu karena jumlah populasi pada penelitian ini relatif kecil dan mudah
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah peran pendidik orang tua
Tabel 4.2 Definisi Operasional Pengaruh Pendidikan Seks dengan Metode Buzz Group terhadap Peran Pendidik Orang Tua dalam
Pencegahan Kekerasan Seksual Anak di Surabaya Tanggal 22 Desember 2016 – 12 Januari 2017.
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor
Independen Kegiatan pemberian Pendidikan seks yang diberikan dalam SAK - -
Pendidikan Seks pengetahuan dan mencegah kekerasan seksual, meliputi: diadaptasi
dengan metode informasi mengenai 1. Pengertian kekerasan seksual anak dari teori
buzz group pendidikan seks 2. Jenis kekerasan seksual anak Arivananthan,
dalam mencegah 3. Tanda dan gejala korban kekerasan (2015) dan
kekerasan seksual seksual anak (Maharani et
pada anak melalui 4. Dampak kekerasan seksual anak al., 2015)
metode diskusi 5. Pelaku kekerasan seksual anak
kelompok kecil dan potensial
media lembar balik 6. Tata laksana kekerasan seksual anak
serta booklet 7. Pencegahan kekerasan seksual anak
sebanyak 1 kali
pertemuan.
Dependen Seperangkat tindakan Penilaian peran pendidik orang tua dalam Kuesioner Ordinal 0 = Iya
Peran pendidik orang tua untuk pencegahan kekerasan seksual anak, peran 1= Tidak
orang tua dalam memberikan meliputi: pendidik
pencegahan informasi kepada 1. Konsep bagian pribadi anak. dalam Kategori Nilai:
kekerasan anak mengenai 2. Konsep tubuh anak adalah milik anak pencegahan Baik (51%-100%)
seksual pendidikan seks guna dan tidak ada satu orang yang boleh kekerasan Kurang Baik (0%-
mencegah kekerasan menyentuh bagian pribadi anak kecuali seksual oleh 50%)
seksual anak. untuk alasan kesehatan. Chen & Chen
3. Kemampuan anak dalam menghadapi (2005)
situasi yang mungkin mengarah ke
kekerasan seksual.
59
60
Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah SAK
berisi tentang pendidikan seks dalam pencegahan kekerasan seksual anak dengan
metode buzz group dan media flip chart serta booklet. Sementara kuesioner yang
digunakan terdiri atas 2 (dua) bagian yaitu data tentang demografi responden dan
Ren dan Zhang (2005). Kuesioner ini telah melalui uji reliabilitas dengan nilai
pertanyaan tertutup. Skala yang digunakan dalam kuesioner ini adalah skala
guttman yang bila dijawab „Ya‟ maka skor 1 dan bila menjawab „Tidak‟ maka
skor 0. Kriteria penilaian peran pendidik orang tua dibagi menjadi 2 kategori
berdasarkan nilai median, yaitu baik dengan nilai 51%-100% dan kurang baik
1. Lokasi
2. Waktu
pendidikan dengan peneliti, yaitu diploma III keperawatan. Hal ini bertujuan
2. Prosedur administrasi
lulus uji etik, peneliti melakukan proses pengumpulan data dan penelitian.
langsung oleh peneliti dengan menggunakan metode buzz group dan media
secara kolektif selama 60 menit dengan berpedoman pada SAK. Pada saat
penelitian. Data yang diperoleh penliti dianalisis dengan dua metode, yakni:
1. Analisis deskriptif
dan meringkas data secara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik (Nursalam,
2015). Variabel yang termasuk ke dalam data ketegorik adalah umur orang
tua, jenis kelamin orang tua, agama orang tua, suku orang tua, pendidikan
terakhir orang tua, pekerjaan orang tua, jumlah anak yang dimiliki orang tua,
�
�= × 100
�
n = Jumlah subjek
kriteria:
Baik = 51-100%
2. Analisis inferensial
dilakukan scoring, kemudian perbandingan nilai antara pra dan post akan
diuji dengan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test untuk mengetahui
ada pengaruh. Tetapi jika nilai p ≥ 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak
Menentukan Populasi
Orang tua/wali di di Pos PAUD Kuncup Bunga Surabaya
sejumlah 30 orang
Total sampling
Pre-test:
Mengukur peran orang tua menggunakan
kuesioner peran orang tua
Post-test:
Mengukur peran orang tua menggunakan
kuesioner peran orang tua pada 21 hari
pasca pemberian intervensi
Analisa statistik:
Uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test
Menarik kesimpulan
Penyajian hasil
Gambar 4.1 Kerangka kerja pengaruh pendidikan seks dengan metode buzz group
terhadap peran orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual anak
di Surabaya berbasis teori Health Belief Model (HBM) tanggal 22
Desember 2016 – 12 Januari 2017.
dilakukan penelitian selama dan sesudah pengumpulan data. Penelitian ini sudah
Airlangga sehingga bisa dilaksanakan. Namun, sertifikat etik penelitian ini belum
terbit sehingga peneliti belum dapat melampirkannya dalam laporan penelitian ini.
menjadi responden yang disertai oleh penjelasan peneliti mengenai maksud dan
lembar persetujuan jika bersedia dan setuju untuk menjadi responden. Jika calon
Penelitian ini tidak mencantumkan nama dan hanya menuliskan kode pada
dan pengisian kuesioner. Oleh karena itu, tidak ada bahaya potensial, risiko
penelitian atau kerugian ekonomi dan fisik yang diakibatkan oleh keterlibatan
4.11 Keterbatasan
secara hati-hati.
BAB 5
pendidikan seks dengan metode buzz group terhadap peran pendidik orang tua
pada tanggal 22 Desember 2016-12 Januari 2017. Hasil penelitian ini menyajikan
data umum yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian dan karakteristik
responden sebagai subyek penelitian. Selain itu, pada bab ini secara khusus akan
Penelitian ini dilakukan di Pos PAUD Kuncup Bunga yang terletak di Jalan
PAUD Kuncup Bunga merupakan kelompok bermain swasta yang didirikan sejak
tahun 2006. Kondisi Pos PAUD ini hanya memiliki 1 ruangan kelas yang
Tenaga pendidik dan murid berasal dari anggota masyarakat setempat. Tenaga
pendidik yang dimiliki oleh Pos PAUD Kuncup Bunga memiliki latar belakang
pendidikan SMA dan perguruan tinggi, serta telah mengikuti pelatihan PAUD
yang terakreditasi.
69
Senin, Selasa, dan Rabu. Program kegiatan yang dikembangkan berdasar kepada
memberikan pendidikan langsung kepada anak, Pos PAUD turut serta dalam
seminar dan field trip. Namun, diantara program parenting yang telah
dilaksanakan, belum ada kegiatan parenting yang terkait dengan pendidikan seks
meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, jumlah anak, dan
memiliki anak kurang dari dua, dan 56% pernah menerima informasi mengenai
Tabel 5.2 Distribusi peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan
seksual anak sebelum dan setelah diberikan pendidikan seks dengan
metode buzz group di Pos PAUD Kuncup Bunga Surabaya tanggal 22
Desember 2016-12 Januari 2017.
Pre Intervensi Post Intervensi
Peran Pendidik Orang Tua Ya Tidak Ya Tidak
f % f % f % f %
Berbicara kepada anak tentang 25 83 5 7 27 90 3 10
bagian pribadi mereka (bagian yang
tertutup oleh baju renang/baju
mandi) dan berkata bahwa bagian
pribadi anak tidak boleh disentuh
oleh orang lain.
Berbicara kepada anak jika 23 77 7 23 26 87 4 13
seseorang ingin melihat atau
menyentuh bagian pribadi anak,
anak harus mengatakan „tidak‟ dan
pergi meninggalkan orang tersebut.
Berbicara kepada anak jika terjadi 23 77 7 23 28 93 2 7
kekerasan seksual, orang tua atau
orang yang dipercaya harus
diberitahu.
Berbicara kepada anak untuk tidak 30 100 0 0 30 100 0 0
pergi dengan orang lain, bahkan
orang dewasa yang akrab, kecuali
diberi izin oleh orang tua.
Berbicara kepada anak untuk tidak 30 100 0 0 30 100 0 0
menerima hadiah dari orang asing,
kecuali diberi izin oleh orang tua.
Berbicara kepada anak jika 19 63 11 37 29 97 1 3
seseorang yang tidak dikenal
meminta anak untuk
memperlihatkan jalan menuju toko
terdekat, anak tidak harus pergi
bersamanya.
Menyediakan buku atau tayangan 10 33 20 67 18 60 12 40
mengenai pencegahan kekerasan
seksual anak untuk anak.
p = 0,000
Uji Statistik Wilcoxon Signed Rank Test
p ≤ 0,05
berbicara kepada anak untuk tidak pergi dengan orang lain dan tidak menerima
hadiah dari orang asing, kecuali diberi izin oleh orang tua. Selain itu, data pada
Tabel 5.3 Distribusi kategori peran pendidik orang tua dalam pencegahan
kekerasan seksual anak sebelum dan sesudah diberikan pendidikan
seks dengan metode buzz group di Pos PAUD Kuncup Bunga
Surabaya tanggal 22 Desember 2016–12 Januari 2017.
Pre Intervensi Post Intervensi
Peran Pendidik
f % f %
Baik 23 77 29 3
Kurang Baik 7 23 1 97
Total 30 100 30 100
p = 0,014
Uji Statistik Wilcoxon Signed Rank Test
� = 0,05
seks dengan metode buzz group, 77% responden memiliki peran pendidik yang
baik. Sedangkan setelah diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group,
97% responden memiliki peran pendidik yang baik. Hasil uji statistik
menggunakan wilcoxon signed rank test diperoleh nilai p = 0,014 (� = 0,05). Hal
ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan peran pendidik orang tua yang
signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi. Hal ini berarti H1 diterima
yakni ada pengaruh pendidikan seks dengan metode buzz group terhadap peran
5.2 Pembahasan
sebagian besar responden telah memiliki peran pendidik yang baik. Peran
pendidik sendiri memiliki pengertian sebagai peran orang tua dalam memberikan
Chayatin dan Santoso, 2006). Peran pendidik yang baik adalah dilakukannya
kepada anak mengenai pendidikan seks guna mencegah kekerasan seksual anak.
Sedangkan peran pendidik yang kurang baik adalah tidak dilakukannya atau
peran pendidik baik merupakan ibu rumah tangga. Sedangkan, seluruh responden
yang bekerja sebagai PNS memiliki peran pendidik kurang baik. Hal ini sesuai
dengan penelitian Kelrey (2013) yang menemukan bahwa orang tua yang bekerja
banyak di luar rumah. Hal ini dapat disebabkan karena panjangnya jam kerja dan
tugas yang berlimpah sehingga waktu bersama anak dan waktu untuk
terbatas, selain itu lingkungan kerja yang tidak memadai untuk mendapatkan
tindakan pencegahan kekerasan seksual pada anak. Namun, hal ini tidak berarti
semua orang tua yang bekerja tidak memberikan pendidikan seks kepada anak.
Hal ini dibuktikan dengan peran pendidik baik yang dimiliki oleh responden yang
pendidik kurang baik mendapatkan informasi dari buku. Hal ini sesuai dengan
penyataan Nursalam dan Efendi (2008) yang menyatakan bahwa seseorang yang
mendapatkan informasi dengan teknik dan media membaca akan mengingat 10%
karena tidak disertai dengan ilustrasi, selain itu bahan bacaan pada buku terbatas
sehingga informasi yang didapatkan oleh tidak luas. Sedangkan responden yang
mendapatkan informasi dari televisi dapat menerima informasi secara audio dan
televisi juga salah satu media yang paling mudah ditemui dan paling sering
digunakan di rumah.
pertanyaan nomor 4 dan nomor 5. Hal ini berarti mayoritas responden pernah
mengarah kepada kekerasan seksual dan taktik orang dewasa yang mungkin
mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eljaaly dan
anak untuk tidak pergi dengan orang lain dan tidak menerima hadiah dari orang
asing, kecuali diberi izin oleh orang tua. Banyaknya orang tua yang
mengintruksikan anak untuk tidak pergi dengan orang lain dan tidak menerima
hadiah dari orang asing dapat disebabkan karena hal ini memang hal yang sudah
biasa dilakukan oleh orang tua untuk mencegah anaknya menjadi korban dalam
kasus penculikan atau tindak kriminal yang lain. Pemberian instruksi diharapkan
kriminalitas.
sedikit adalah pertanyaan nomor 7. Hal ini berarti hanya sebagian kecil responden
seksual untuk anak. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Eljaaly dan Bakarman (2015) dimana hanya sebagian kecil orang tua yang
kekerasan seksual anak ini dapat disebabkan karena buku atau tayangan yang
relevan untuk anak-anak tersebut tidak banyak, padahal pemberian buku dan
5.2.2 Peran Pendidik Orang Tua Setelah Diberikan Pendidikan Seks Dengan
pendidikan seks dengan metode buzz group. Sebagian besar responden tidak
mengalami perubahan kategori, namun hal ini disebabkan karena responden telah
berada pada kategori peran pendidik baik. Sebagian kecil responden mengalami
kenaikan dari peran pendidik kurang baik menjadi peran pendidik baik dan
sebagian kecil responden lainnya tetap berada dalam kategori peran pendidik
kurang baik. Namun, sebagian besar responden telah mengalami peningkatan skor
dari skor pre intervensi. Responden yang tetap memiliki peran pendidik kurang
pantas untuk diberikan pendidikan seks, merasa masalah mengenai seks adalah
hal yang tabu, merasa malu untuk memberikan pendidikan seks kepada anak,
merasa bosan karena anak sering menpertanyakan masalah terkait seks, merasa
Selain itu, hal-hal penting yang menyebabkan tidak terlaksananya peran pendidik
dengan baik adalah kurangnya keyakinan orang tua akan adanya ancaman
kekerasan seksual anak, merasa tidak nyaman dan tidak mampu untuk melakukan
hampir 50% respoden dengan peran pendidik kurang baik memiliki latar belakang
berpendidikan tinggi tidak mutlak memiliki pengetahuan tinggi pula, hal ini
saja, namun juga pendidikan non formal. Kurangnya paparan informasi dan
mengalami peningkatan peran pendidik dari kategori kurang baik menjadi baik.
menghadapi situasi yang mungkin mengarah kepada kekerasan seksual dan taktik
orang dewasa yang mungkin menggunakan sesuatu dalam menarik perhatian anak
agar anak menemani mereka. Sedangkan pertanyaan dengan skor terendah masih
ditempati oleh pertanyaan nomor 7 yaitu domain untuk menyediakan buku atau
anak. Hal ini dapat disebabkan karena responden belum menemukan buku atau
mencari buku atau materi audiovisual tentang kekerasan seksual anak, atau
metode buzz group berpengaruh dalam meningkatkan peran pendidik orang tua
dalam pencegahan kekerasan seksual anak . Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nuristia (2014) mengenai efektivitas metode buzz
Berdasarkan hal tersebut, tenaga pengajar Pos PAUD dan perawat komunitas
dengan metode buzz group kepada orang tua sebagai langkah pencegahan
2015). Buzz group digunakan untuk mendapatkan umpan balik partisipan dengan
waktu singkat dan untuk mendorong orang pendiam untuk terlibat dalam diskusi
Nursalam dan Efendi (2008) menyatakan bahwa seseorang yang ikut turut
dengan buzz group yang membuat responden dapat lebih mengingat informasi
dibekali rasa percaya diri yang kuat dalam pribadinya untuk memicu perubahan
ke arah positif secara nyata, menyeluruh, dan berkesinambungan. Selain itu, orang
untuk mengembangkan kepribadian mereka. Hal ini sesuai dengan proses diskusi
yang dilakukan responden dengan metode buzz group. Proses diskusi yang
dilakukan melalui kelompok besar dalam buzz group dapat meningkatkan harga
lain. Hal ini yang kemudian memicu kesadaran responden bahwa kekerasan
seksual mungkin dapat terjadi kepada anak sehingga peran pendidik responden
menjadi meningkat.
merupakan suatu kemungkinan perilaku yang diharapkan terjadi kepada orang tua
setelah diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group. Peran pendidik
orang tua dalam pencegahan kekerasan seksual dapat dipengaruhi oleh perasaan
adanya cues to action (isyarat untuk bertindak) melalui pendidikan seks dengan
ancaman yang dirasakan dapat meningkatkan peran pendidik orang tua dalam
optimis yang diwujudkan dalam suatu perbuatan nyata dengan didukung oleh
beberapa tahap yakni: (1) persepsi (persection), yaitu kondisi dimana seseorang
mengenal dan memilih objek yang berhubungan dengan tindakan yang akan
diambil; (2) Responsi terpimpin (guide response), yaitu kondisi dimana seseorang
dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang sesuai; (3) Mekanisme (mecanisme),
yaitu kondisi dimana seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu tersebut sudah menjadi suatu kebiasaan; (4) Adopsi
(Adoption), yaitu suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik dengan
dalam penelitian ini diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group.
mencegah kekerasan seksual. Hal ini berkaitan dengan perkembangan anak yang
mulai melakukan eksplorasi seksual yang lebih menonjol pada periode ini (Wong
et al., 2008). Sehingga pemberian pendidikan seks kepada orang tua dalam
pendidik yang kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa program pendidikan seks
meningkatkan kewaspadaan orang tua dan tindakan orang tua dalam mencegah
kekerasan seksual anak. Selain itu, karena kekerasan seksual merupakan suatu
topik yang bersifat sensitif maka dibutuhkan dukungan dari sekolah, masyarakat,
seksual anak.
BAB 6
KESIMPULAN
Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian pengaruh
pendidikan seks dengan metode buzz group terhadap peran pendidik orang tua
6.1 Kesimpulan
1. Sebagian besar orang tua memiliki peran pendidik yang baik sebelum
6.2 Saran
pendidikan seks dengan metode buzz group kepada orang tua dengan
pendidikan seks.
83
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Y., 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, Jakarta: Amzah.
Alhamda, S. & Sriani, Y., 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Yogyakarta: Deepublish.
Ambarwati, R., 2013. Peran Ibu Dalam Penerapan Pendidikan Seksualitas Pada
Anak Usia Pra Sekolah (Di TK SBI Kroyo, Karangmalang, Sragen).
Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah 2013, pp.197–201.
Brooks, J., 2011. The Process of Parenting 8th ed., Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Brown, J. & Saied-Tessier, A., 2015. Preventing child sexual abuse. pp.1–48.
Chen, J., Dunne, M.P. & Han, P., 2007. Prevention of child sexual abuse in China:
knowledge, attitudes, and communication practices of parents of elementary
school children. Child abuse & neglect, 31(7), pp.747–55.
Chen, J.Q. & Chen, D.G., 2005. Awareness of child sexual abuse prevention
education among parents of Grade 3 elementary school pupils in Fuxin City,
China. Health Education Research, 20(5), pp.540–544.
Council of Europe, 2011. Teach Your Child The Underwear Rule. , pp.1–7.
Available at: http://www.underwearrule.org/ [Accessed October 20, 2016].
Dworkin, E. & Martyniuk, H., 2011. Child Sexual Abuse Prevention. In Child
Sexual Abuse Prevention Information Packet. National Sexual Violence
Resource Center.
Eljaaly, Z.O. & Bakarman, M.A., 2015. Education Of Children About Sexual
Abuse, How Far Parents Agree. Science International, 27(4), pp.3579–3581.
Fisnawati, S., Indriati, G. & Elita, V., 2015. Hubungan Pengetahuan Orang Tua
Tentang Kesehatan Seksual Pada Anak Usia 7-12 Tahun dengan Sikap Orang
Tua Dalam Pencegahan Kekerasan Seksual. Jurnal Online Mahasiswa
(JOM) Bidang iImu Keperawatan, 2, pp.638–646.
Hastono, S.P. & Sabri, L., 2010. Statistik Kesehatan, Jakarta: Rajawali Press.
Hayden, J., 2014. Introduction to Health Behavior Theory 2nd ed., United States
of America: Jones & Barlett Learning.
Hollis, V., Konrad, A. & Whittaker, S., 2015. Change of Heart: Emotion Tracking
to Promote Behavior Change. Proceedings of the 33rd Annual ACM
Conference on Human Factors in Computing Systems - CHI ’15, pp.2643–
2652..
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2016. Apa Yang Perlu Diketahui Orang
Tua Tentang Pelecehan Seksual Pada Anak. Available at:
http://www.idai.or.id/ [Accessed October 20, 2016].
Ita, 2016. Risma: Bekali Anak Dengan Empati dan Kasih. Available at:
http://puanpertiwi.com/ [Accessed October 20, 2016].
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2016. Arti Kata Orang. Available at:
http://kbbi.web.id/ [Accessed October 20, 2016].
Maharani, F.D., Setia, F., Ranadireksa, A., Raharjo F.D., Simatupang, D.F.,
Susilowati, A. & Rosmiati, 2015. Anak adalah Anugerah: STOP Kekerasan
terhadap Anak. Jakarta: Kementerian Komunikasi Dan Informatika Republik
Indonesia.
Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H. & Behrman, R.E., 2014. Nelson
Ilmu Kesehatan Anak Esensial 6th ed., Singapore: Elsevier.
Mubarok, W.I., Chayatin, N. & Santoso, A.B., 2006. Buku Ajar Keperawatan
Komunitas, Pengantar dan Teori, Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S., 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka
Cipta.
NSPCC, 2013. Simple Conversation To Keep Your Child Safe From Abuse.
Available at: http://www.nspcc.org.uk/ [Accessed October 20, 2016].
Nursalam & Efendi, F., 2008. Pendidikan Dalam Keperawatan, Jakarta: Salemba
Medika.
Paramastri, I., Supriyati & Priyanto, M., 2010. Early prevention toward sexual
abuse on children. Jurnal Psikologi, 37. No 1(1), pp.1–12.
Polrestabes Surabaya, 2016. Data Kasus Perlindungan Anak Unit PPA Satreskrim
Polrestabes Tahun 2011, Tahun 2012, Tahun 2013, Dan Tahun 2014 Sampai
2016, Surabaya.
Price, D.L. & Gwin, J.F., 2014. Pediatric Nursing: An Introductory Text 11th ed.,
Philadelphia: Elsevier.
Pullins, L.G. & Jones, J.D., 2006. Parental Knowledge of Child Sexual Abuse
Symptoms. Journal of Child Sexual Abuse, 15(4), pp.1–18.
Romantika, P., 2014. Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Anak Oleh
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A)
Di Kabupaten Wonogiri. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Safita, R., 2013. Peranan Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seksual pada
Anak. Edu-Bio, 4(2), pp.32–40.
Salim, A., Bakar, A. & Pradanie, R., 2014. Buzz Group Dalam Meningkatkan
Pengetahuan dan Sikap Remaja Dalam Pencegahan Kehamilan Tidak
Diinginkan. Pediomaternal Nursing Journal, 3(1), pp.128–135.
Wong, D.L., Hockenberry-Eation, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L. & Schwartz,
P., 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Vol.1 6th ed. Jakarta:
EGC.
Lampiran 1 Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dilakukan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh
pendidikan seks dengan metode buzz group terhadap peran pendidik orang tua
dalam pencegahan kekerasan seksual anak berdasarkan pendekatan Health Belief
Model (HBM) di Surabaya.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan
seksual anak sebelum diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group di
Surabaya.
2. Mengidentifikasi peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan
seksual anak setelah diberikan pendidikan seks dengan metode buzz group di
Surabaya.
3. Menganalisis pengaruh pendidikan seks dengan metode buzz gorup terhadap
peran pendidik orang tua dalam pencegahan kekerasan anak di Surabaya.
Manfaat
Ibu yang berkenan untuk ikut serta dalam penelitian ini akan memperoleh
pengetahuan mengenai pendidikan seks dalam pencegahan kekerasan seksual
anak.
Bahaya potensial
Tidak ada bahaya potensial atau risiko penelitian yang diakibatkan oleh
keterlibatan ibu dalam penelitian ini, hal ini dikarenakan penelitian ini hanya
berupa pemberian pendidikan seks dan pengisian kuesioner.
Pernyataan Kesediaan
Apabila ibu telah memahami penjelasan dan setuju sebagai responden dalam
penelitian ini, mohon menandatangani surat pernyataan bersedia berpartisipasi
sebagai responden penelitian.
Informasi Tambahan
Ibu dapat menanyakan semua hal yang berkaitan dengan penelitian ini
dengan menghubungi peneliti.
Peneliti, Saksi,
Lampiran 5
SURAT PERNYATAAN
BERSEDIA MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
(INFORMED CONCENT)
Saya telah diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian ini, oleh
karena itu saya telah memahami tujuan yang nantinya akan bermanfaat bagi saya.
Saya mengerti bahwa penelitian ini akan menghormati hak-hak saya sebagai
partisipan dan saya berhak menghentikan keikutsertaan saya dalam penelitian ini
jika merasa keberatan.
Persetujuan ini saya buat dengan sadar dan tanpa paksaan dari siapa pun.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Peneliti Responden
Saksi
(……………………..)
Lampiran 6
Kode Responden
KUESIONER
PENGARUH PENDIDIKAN SEKS DENGAN METODE BUZZ GROUP
TERHADAP PERAN PENDIDIK ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN
KEKERASAN SEKSUAL ANAK
PERTUNJUK PENGISIAN:
Beri tanda centang () pada pilihan jawaban yang menurut Anda paling benar,
tepat, dan sesuai dengan diri Anda. Pada pertanyaannya ini tidak ada jawaban
benar atau salah. Kami menjamin jawaban yang anda berikan akan sangat
dirahasiakan dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja. Kerjakan
kuesioner ini dengan sejujurnya tanpa khawatir dengan jawaban teman atau tanpa
perlu melihat jawaban teman yang duduk di sebelah anda.
KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Umur :
17 – 25 tahun
26 – 35 tahun
36 – 45 tahun
46 – 55 tahun
56 – 66 tahun
65 tahun ke atas
2. Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
3. Pendidikan terakhir anda
SD
SMP
SMA/SMK
Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan
Pedagang
Buruh / Tani
PNS
TNI / Polri
Pensiunan
Wiraswasta
Ibu Rumah Tangga (IRT)
5. Jumlah anak
Kurang dari 2 / < 2
Dua atau lebih / ≥ 2
Kode Responden
PETUNJUK PENGISIAN:
Pada kuesioner di bawah ini terdapat 7 butir pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban,
yang terjadi dari pilihan YA dan TIDAK. Jawablah pertanyaan di bawah ini
sesuai dengan pengalaman yang pernah anda lakukan. Isilah tanda silang ()
pada kotak yang telah disediakan. Kerjakan kuesioner ini dengan sejujurnya tanpa
khawatir dengan jawaban teman atau tanpa perlu melihat jawaban teman yang
duduk di sebelah anda.
Lampiran 7
SELF-ADMINISTERED QUESTIONNAIRE
PARENTS’ PRACTICE OF CSA PREVENTION EDUCATION
(Chen & Chen 2005)
Lampiran 8
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
B. Metode
1. Ceramah
2. Buzz Group
C. Media
1. Flip Chart
2. Booklet
3. Kertas
4. Bolpoin
D. Setting Tempat
Keterangan :
: Peserta
: Asisten fasilitator
E. Pelaksanaan
F. Evaluasi
1. Kriteria Struktur
dilakukan.
2. Kriteria Proses
3. Kriteria Hasil
MATERI
pelaku.
1. Kontak fisik
adanya beberapa perubahan, yaitu meliputi sulit tidur, mimpi buruk, takut
sakit di area intim, menjadi suka menghisap jempol, sering melamun, cara
jalan yang menjadi aneh, tidak mau membersihkan alat kelaminnya ketika
a. Dampak Psikis
rendah diri, penakut, menarik diri, merasa iri dan enggan untuk bangkit.
b. Dampak Sosial
menyimpang.
c. Dampak Kesehatan
seksual anak, bersikeras untuk meminta waktu berduaan bersama anak, kurang
tertarik dengan orang dewasa dan hanya tertarik kepada anak, memaksa
menawarkan diri untuk menjaga anak, sering memberi hadiah kepada anak
tanpa alasan yang jelas, serta sering menemani anak ke kamar mandi.
Hal-hal yang harus dilakukan jika mengira bahwa ada anak yang menjadi
korban kekerasan seksual yaitu menciptakan lingkungan yang aman agar anak
dan data pribadi anak agar tidak menjadi rumor yang meningkatkan beban dan
penderitaan mental anak, meyakinkan anak bahwa anak tidak bersalah dan
aparat negara yang dipercaya serta laporkan kejadian pada Komisi Anak
Nasional.
dari orang disekelilingnya, terutama orang tua. Hal-hal yang perlu dilakukan
ditularkan.
Hal ini penting untuk mengetahui gangguan emosi yang mungkin dialami
anak.
Hal ini penting dilakukan untuk menjauhkan anak dari trauma kekerasan
seksual sesaat.
tidak akan terulang lagi disertai dengan memberi dukungan kepada anak
kekerasan seksual, salah satunya adalah peran dalam mengajarkan anak bagian
tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain yaitu daerah mulut, leher, dada,
alat kelamin (vagina / penis dan sekitar paha), dan anus. Bagian tersebut hanya
boleh disentuh oleh orang tua ketika memandikan atau membersihkan sehabis
Orang tua perlu mengajarkan anak untuk berkata “tidak”, menolak, berlari,
berteriak minta tolong, atau segera laporkan ke orang dewasa yang dipercaya
ketika ada orang lain menyentuh bagian pribadi anak, menyuruh anak
Pada anak usia 0-5 tahun, orang tua perlu mengajari anak bahwa bagian
tubuh yang dilindungi oleh celana dalam adalah bagian pribadi dan sebaiknya
tidak disentuh oleh orang lain. Orang tua diharapkan memberitahu anak bahwa
bagian pribadi hanya boleh disentuh oleh orang tua ketika memandkan atau
orang tua. Selain itu, anak juga perlu diajari mengenai jenis sentuhan sebagai
Orang tua dapat mengajarkan anak bahwa terdapat 3 jenis sentuhan, yakni
sentuhan yang boleh, membingungkan dan tidak boleh. Sentuhan boleh adalah
sentuhan pada bagian bahu ke atas atau pada bagian lutut ke bawah, sentuhan
ini biasanya merupakan suatu bentuk kasih sayang dari teman / sahabat
sampai atas lutut yang mana bagian ini hanya keluarga yang boleh menyentuh,
sentuhan ini dapat merupakan bentuk kasih sayang dan nafsu. Sentuhan tidak
boleh adalah sentuhan pada bagian yang ditutup pakaian renang yaitu paha,
dada dan bagian yang dekat dengan kemaluan yang mana hanya diri sendiri
Pada anak usia 5-7 tahun dapat dikenalkan perbedaan mengenai orang
asing, teman, sahabat, dan muhrim. Selain itu, anak dapat diajarkan untuk
berkata “tidak”. Orang tua harus dapat meyakinkan anak untuk bisa berbagai
Selain itu, orang tua memiliki tugas dalam memberikan asuhan kepada
anak dengan baik. Dalam mencegah kekerasan seksual pada anak, orang tua
anak untuk mulai mandi dan berpakian sendiri saat berusia 3-5 tahun,
memakaikan anak pakaian yang sopan, selalu memeriksa kondisi tubuh anak,
kepada anak, hindari memarahi dan menyalahkan anak, berkata baik dan
Orang tua dapat memberikan pendidikan seks kepada anak agar anak
tidak ada yang boleh melakukan sesuatu yang membuat anak malu, tidak
Orang tua mengajarkan anak bahwa segala sesuatu yang ditutupi baju
adalah rahasia sehingga tidak ada yang boleh melihat atau menyentuh,
kecuali seseorang yang memberi penjelasan yang tepat dan meminta izin
Orang tua harus mengajarkan anak untuk dapat berkata “Tidak” jika anak
merasa tubuh dan perasaannya tersakiti, meski pun kepada orang yang
Orang tua harus konsisten terhadap aturan yang disepakati kepada anak,
tua.
Lampiran 9
110
111
112
113
114
115
116
Lampiran 10
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127