Anda di halaman 1dari 65

Proposal Penelitian

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN


ACTIVITIES OF DAILY LIVING (ADL) PADA LANSIA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KALUKU BODOA
KOTA MAKASSAR

Diajukan oleh:

RISKA
NPM : 163010019

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS PATRIA ARTHA
2020

i
Proposal Penelitian

JUDUL : HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN


TINGKAT KETERGANTUNGAN ACTIVITIES OF
DAILY LIVING (ADL) PADA LANSIA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KALUKU BODOA KOTA
MAKASSAR TAHUN 2020.

NAMA MAHASISWA : RISKA


NIM : 163010019

PROGRAM STUDI : S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS : KESEHATAN

TANGGAL PERSETUJUAN : ..........................................................

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Ns. Fhirawati, S.Kep., M.Kes) (Saddad Tanrewali, S.Kep., Ns., M.Kes)

Ka. Prodi Ilmu Keperawatan

(Ns. A. Saputri Mulyana, S.Kep., M.Kep)

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Dengan mengucapkan Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT atas nikmat yang tak terhitung jumlahnya, maghfirah dan

hidayah-Nya, sehingga penyusunan Proposal ini dapat terselesaikan. Proposal ini

di susun untuk memenuhi salah salah satu syarat dalam menyelesaikan Sarjana

Keperawatan (S.Kep) di Universitas Patria Artha tahun 2020, dengan judul

penelitian “Hubungan Antara Gaya Hidup dengan Tingkat Ketergantungan

Activities Of Daily Living (ADL) Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas

Kaluku Bodoa Kota Makassar Tahun 2020”.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada

ayahanda Mustari dan ibunda Baharia, serta keluarga atas do’a, kasih sayang dan

pengorbanan yang tak terhingga kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

pendidikan sesuai dengan harapannya. Sungguh jasa kalian tidak akan pernah

mampu terbalaskan.

Terima Kasih yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada Ibu Ns.

Fhirawati, S.Kep., M.Kes. selaku pembimbing pertama yang telah membimbing

dan memberikan motivasi, dan Bapak Saddad Tanrewali, S.Kep., Ns., M.Kes.

selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk

memberikan bimbingan serta kritik dan sarannya dalam penyusunan proposal ini.

Dalam menyelesaikan proposal ini penulis juga menyadari bahwa banyak

pihak yang memberi bantuan, baik moril maupun materi. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

iii
1. Ibu Ita Hartati, AK, M.BA. sebagai Ketua Yayasan Universitas Patria Artha.

2. Bapak Bastian Lubis, SE., M.M. sebagai Rektor Universitas Patria Artha.

3. Ibu Ns. Hamdayani, S.Kep., M.Kes. sebagai Dekan Fakultas Kesehatan.

4. Ibu Ns. A. Saputri Mulyana, S.Kep., M.Kep. sebagai Ketua Prodi S1 Ilmu

Keperawatan Universitas Patria Artha.

5. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Universitas Patria Artha atas bantuan dan

keramahannya kepada penulis selama perkuliahan hingga penyelesaian

penelitian ini.

6. Kepala Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar yang telah memberikan izin

penelitian dan pengambilan data terkait penelitian ini.

7. Keluarga besar Mahasiswa Universitas Patria Artha yang selalu memberikan

suport dan motivasi dalam penyusunan proposal ini.

Penulis menyadari bahwa didalam penyusunan proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan, sehingga saran dan kritik serta tanggapan yang membangun

sangat dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.

Akhir kata penulis berharap semoga hasil karya ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak baik masyarakat maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Amin Ya Robbal Alamin.

Gowa, September 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL.........................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ii

KATA PENGANTAR.......................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................v

DAFTAR GAMBAR.........................................................................vii

DAFTAR TABEL...........................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................ix

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................8

1.3 Tujuan Penelitian........................................................9

1.4 Manfaat Penelitian.......................................................9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................11

2.1 Tinjauan Umum tentang Lansia.......................................11

2.2 Tinjauan Umum tentang Gaya Hidup................................26

2.3 Tinjauan Umum tentang Activities of Daily Living (ADL).........35

2.4 Kerangka Teori...........................................................39

2.5 Kerangka Konsep........................................................39

2.6 Definisi Operasional.....................................................40

2.7 Hipotesis..................................................................42

BAB 3 METODE PENELITIAN..........................................................43

3.1 Desain Penelitian dan Rancangan Penelitian.........................43

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian..........................................43

3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling...............................43

v
3.4 Sumber Data...............................................................45

3.5 Instrumen Penelitian....................................................46

3.6 Teknik Pengumpulan Data..............................................46

3.7 Pengolahan Data.........................................................47

3.8 Analisis Data..............................................................48

3.9 Etika Penelitian..........................................................49

DAFTAR PUSTAKA

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori.............................................................39

Gambar 2.2 Kerangka Konsep...........................................................40

vii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Definisi Operasional.........................................................41

DAFTAR LAMPIRAN

viii
Lampiran 1 : Lembar Permohonan Untuk Menjadi Responden

Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Lampiran 3 : Lembar Observasi Penelitian Responden

Lampiran 4 : Kuesioner Gaya Hidup

Lampiran 5 : Kuesioner Index Katz

ix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua merupakan proses yang normal dimulai sejak

masa pembuahan dan berlanjut hingga berakhir pada saat kematian.

Sepanjang hidup manusia tubuh telah mengalami banyak perubahan, ada

konstruksi dan destruksi. Pada masa pertumbuhan, proses konstruksi

lebih banyak daripada proses destruksi. Setelah tumbuh secara normal

hingga mencapai dewasa, proses destruksi secara berangsur akan

melebihi proses konstruksi, pada saat inilah manusia mengalami proses

penuaan atau aging. Selain kemunduran kemampuan fisik juga

mengakibatkan penurunan pada peranan–peranan sosialnya (Almatsier

dkk., 2011).

Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

berstruktur lansia (aging structured population) karena jumlah

penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Provinsi yang

mempunyai jumlah penduduk Lanjut Usia (Lansia) nya sebanyak 7%

adalah di pulau Jawa dan Bali. Peningkatan jumlah penduduk Lansia ini

antara lain disebabkan karena: 1) tingkat sosial ekonomi masyarakat

yang meningkat, 2) kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, dan 3)

tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat (Cicih, 2019).

Di era sekarang ini dengan semakin berkembangnya teknologi

dibidang kesehatan turut andil mempengaruhi meningkatnya usia

harapan hidup, data WHO di tahun 2009 usia harapan hidup di dunia

1
2

yaitu 66 tahun, 12 tahun kemudian naik menjadi 70 tahun, setahun

berikutnya menjadi 71 tahun. Jumlah proporsi populasi lansia di

Indonesia juga meningkat setiap tahunnya. Data WHO pada tahun 2011

menampilkan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2013

meningkat menjadi 7,69% dan pada tahun 2015 didapatkan proporsi

lansia sebesar 8,1% dari total populasi. Lanjut usia (lansia) adalah

seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun atau lebih. Di tahun 2017

proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7%

dari total populasi dunia dan ditaksirkan jumlah tersebut akan terus

bertambah seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup (WHO,

2019).

Di indonesia sekarang ini telah memasuki era penduduk

berstruktur lanjut usia (aging structured population) yang jumlahnya

lebih dari 7% menurut sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah lanjut

usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Di

tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi 18,781

juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025, jumlah lansia telah mencapai

36 juta jiwa (Depkes, 2015). Indonesia merupakan Negara urutan ke

empat dengan jumlah lansia paling banyak sesudah Cina, India dan USA

(BPS, 2014). Berhasilnya program kesehatan antara lain menurunnya

angka kelahiran, angka kesakitan, angka kematian dan meningkanya

angka harapan hidup penduduk Indonesia. Di Negara Indonesia usia

harapan hidup meningkat dari 68,6 tahun (2004) menjadi 72 tahun

(Kemenkes, 2016). Sulawesi Selatan sebagai salah satu provinsi yang

mengalami kemajuan paling pesat di pulau Sulawesi tentu akan


3

mempengaruhi laju petumbuhan jumlah penduduk lansia layaknya

provinsi maju lainnya di Indonesia, hal ini diperkuat dengan berdasarkan

presentase estimasi jumlah penduduk lansia tahun 2015 provinsi

Sulawesi Selatan berjumlah 8,8% dari total jumlah penduduk, dan

berada diurutan ke 6 dengan jumlah lansia terbanyak di Indonesia

setelah Yogyakarta 13,4%, Jawa Tengah 11,8%, Jawa Timur 11,5%, Bali

10,3%, dan Sulawesi Utara 9,7% (Depkes, 2015).

Berdasarkan proyeksi Biro Pusat Statistik, pada tahun 2018

jumlah lansia meningkat menjadi 7,4% atau sekitar 15,3 juta jiwa.

Diperkirakan pada tahun 2020-2025 jumlah penduduk lansia akan sama

dengan jumlah balita yaitu 8,5% dari jumlah penduduk atau sekitar 19

juta jiwa. Pemerintah menetapkan tanggal 29 Mei, yang dimulai tahun

1996, sebagai Hari Lansia Nasional, sedang DPR menerbitkan Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (Astuti,

2019).

Dari hasil pengambilan data awal yang peneliti lakukan di

Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar, jumlah lansia pada bulan

Februari tahun 2020 laki-laki sebanyak 170 lansia dan wanita sebanyak

204 lansia dan kebanyakan dari lansia tersebut masih tinggal bersama

dengan keluarga. Saat ini, di seluruh dunia jumlah lansia diperkirakan

ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada

tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Kemajuan di bidang kesehatan,

meningkatnya sosial ekonomi masyarakat dan semakin meningkatnya

pengetahuan masyarakat yang bermuara dengan meningkatnya pada

kesejahteraan rakyat akan meningkatkan usia harapan hidup sehingga


4

menyebabkan jumlah lansia dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Jika pemerintah dan berbagai program pembangunan tidak

mengantisipasi keadaan ini maka keberadaan lansia akan menjadi bom

waktu. Meningkatnya jumlah lansia maka membutuhkan penanganan

yang serius karena secara alamiah lansia itu mengalami kemunduran,

baik secara fisik, biologi, maupun mentalnya dan hal ini tidak terlepas

dari gaya hidup pada masa muda. Menurunnya fungsi berbagai organ,

lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis.

Selain itu pada lansia juga sering terjadi ketergantungan fisik

(Menkokesra, 2018).

Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa

lanjut usia mengalami penurunan, hal ini dapat dilihat dari beberapa

perubahan, yaitu: Perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan,

dan kulit, dan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf. Perubahan

panca indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan

perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan dan

belajar keterampilan baru. Perubahan-perubahan tersebut pada

umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang

akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial

mereka, sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas

kehidupan sehari-hari (Rahayu, 2009).

Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan

berbagai masalah baik secara fisik–biologis, mental maupun sosial

ekonomi. Dengan semakin lanjut usia seseorang, mereka akan

mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik, yang


5

dapat mengakibatkan penurunan pada peranan–peranan sosialnya. Hal

ini mengakibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal mencukupi

kebutuhan hidupnya sehingga dapat mengakibatkan ketergantungan

yang memerlukan bantuan orang lain. Kelompok lansia dipandang

sebagai kelompok masyarakat yang berisiko mengalami gangguan

kesehatan. Masalah keperawatan yang menonjol pada kelompok

tersebut adalah adanya tingkat ketergantungan dalam aktivitas sehari –

hari yang merupakan respons tubuh sejalan dengan bertambahnya umur

seseorang dan proses kemunduran yang diikuti dengan munculnya

gangguan fisiologis, penurunan fungsi, gangguan kognitif, gangguan

afektif, dan gangguan psikososial (Farel, 2016).

Adanya perubahan fungsi neurologis (tumor, trauma, obat-

obatan, gangguan metabolik, atau gangguan nutrisi), nyeri (karena

penyakit kronis dan trauma), jatuh (disebabkan karena efek fisik :

cedera atau fraktur) menyebabkan lansia mengalami kemunduran fisik

yang dapat menyebabkan ketergantungan dalam melakukan aktivitas

kegiatan sehari–hari. Gaya hidup lansia khususnya di wilayah kerja

Puskesmas Kaluku Bodoa terpaksa berubah, karena harus menyesuaikan

diri dengan mundurnya secara alamiah fungsi alat indera dan anggota

tubuh mereka, baik secara fisik, mental maupun emosional. Kemampuan

mereka juga lambat laun menurun akibat adanya cacat tubuh dan

berbagai penyakit degeneratif yang diderita, sehingga mereka

mempunyai ketergantungan yang besar pada keluarga dan orang lain.

Gaya hidup yang berubah ini dapat terlihat pada keadaan adanya

perubahan pada lansia karena penghasilan yang menurun, terpaksa terus


6

bekerja karena beban ekonomi, perubahan gaya hidup karena

kemampuan menurun akibat cacat tubuh dan penyakit, perubahan gaya

hidup karena mereka kini memerlukan pertolongan dan nasihat di bidang

kesehatan, ketergantungan pada keluarga akibat cacat dan penyakit

degeneratif, mempunyai waktu luang untuk rekreasi, olahraga,

kesenian, mempunyai kesempatan untuk menempuh pelajaran lagi,

lebih bertaqwa kepada Allah SWT dan menambah kegiatan ibadah dan

keagamaan, bergabung dengan perkumpulan lansia, berkiprah dalam

kegiatan sosial (Ali, 2019).

Agar tetap aktif sampai tua, sejak muda seseorang perlu

melakukan kemudian membiasakan pola hidup sehat dengan

mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas

fisik/olahraga secara benar dan teratur dan tidak merokok. Rencana

hidup yang realistis seharusnya sudah dirancang jauh sebelum memasuki

masa lansia, paling tidak individu sudah punya bayangan aktivitas apa

yang akan dilakukan kelak bila pensiun sesuai dengan kemampuan dan

minatnya. Berdasarkan prinsip tersebut maka lansia merupakan usia

yang penuh kemandirian baik dalam tingkah laku kehidupan seharihari,

bekerja maupun berolahraga. Dengan menjaga kesehatan fisik, mental,

spiritual, ekonomi dan sosial, seseorang dapat memilih masa tua yang

lebih membahagiakan, terhindar dari banyak masalah kesehatan

(Sucipuspitasari, 2018).

Gaya hidup merupakan salah satu faktor penting yang

mempengaruhi kesehatan, penyakit atau pun masalah masalah

kesehatan lainnya dapat di timbulkan oleh gaya hidup yang salah. Ada
7

beberapa hal yang sering dilewatkan dalam menjalani hidup, sehingga

akibat buruk dari kebiasaan ini akan datang mengganggu kesehatan. Hal

ini dapat terjadi karena kebiasaan hidup yang tidak teratur. Kebiasaan

tersebut antara lain melewatkan sarapan, kurang minum air putih,

kurang gerak sampai dengan mengkonsumsi snack berkalori tinggi

(Fadly, 2019).

Bagi orang yang tidak disiplin dan tidak punya komitmen tentu

melaksanakan pola hidup sehat menjadi tantangan yang berat, dengan

majunya dunia teknologi menjadikan mudahnya semua kegiatan

sehingga menyebabkan kita menjadi malas dan kurang bergerak

(hypokinetic), Studi WHO pada faktor-faktor risiko menyatakan bahwa

gaya hidup kurang gerak adalah 1 dari 10 penyebab kematian dan

kecacatan di dunia. Lebih dari dua juta kematian setiap tahun

disebabkan oleh kurangnya bergerak atau aktifitas fisik. Pada

kebanyakan negara diseluruh dunia antara 60% hingga 85% orang dewasa

tidak cukup beraktifitas fisik untuk memelihara kesehatan tubuh

mereka. Penyakit yang disebabkan karena kurang gerak pada dasarnya

disebabkan karena jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh tidak

seimbang dengan yang dikeluarkan oleh tubuh, kalori tersebut tersimpan

di tubuh dalam bentuk lemak tubuh yang pada kondisi normal sebagai

cadangan kalori. Akan tetapi cadangan kalori tersebut makin lama makin

banyak dan bahkan menjadikan beban bagi alat vital tubuh sehingga

fungsi vital tubuh menjadi terganggu, yang kemudian menyebabkan

kemunduran fisik dan pada akhirnya dapat menimbulkan ketergantungan

dalam melakukan aktivits kehidupan sehari–hari (Fahmy, 2017).


8

Melalui faktor gaya hidup seperti aktivitas fisik, pola makan,

kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, serta berat badan pada lansia

dapat ditemukan ada penurunan sebesar 35% insiden diabetes pada

lansia yang memiliki gaya hidup yang rendah risiko diabetes. Lansia

dengan aktivitas fisik dan pola makan yang bagus berpeluang 46% lebih

rendah terjangkit diabetes. Sementara pada kelompok lansia yang

memiliki aktivitas fisik dan pola makan bagus serta tidak meminum

alkohol maupun merokok, 82% lebih rendah untuk terjangkit diabetes.

Sebaliknya pada kelompok yang tidak memiliki gaya hidup sehat, akan

berpeluang 80% menderita diabetes. Perubahan gaya hidup seperti

konsumsi makanan cepat saji dan inaktivitas fisik dari manusia modern

yang serba praktis merupakan salah satu pemicu terjadinya obesitas.

Obesitas tak sekadar menjadikan tampilan fisik seseorang tidak menarik,

lebih jauh lagi dapat menjadi pemicu berbagai penyakit berbahaya

seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), diabetes, penyakit jantung

dan stroke. Dari penyakit-penyakit itulah yang nantinya menyebabkan

seorang lansia mengalami tingkat ketergantungan dalam aktifitas

kegiatan sehari-hari (Fitri, 2018).

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk

meneliti “hubungan antara gaya hidup dengan tingkat ketergantungan

Activities of Daily Living (ADL) pada lansia di wilayah kerja Puskesmas

Kaluku Bodoa Kota Makassar Tahun 2020”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan bahwa

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan


9

antara gaya hidup dengan tingkat ketergantungan Activities of Daily

Living (ADL) pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Kota

Makassar Tahun 2020?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup dengan tingkat

ketergantungan Activities of Daily Living (ADL) pada lansia di wilayah

kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gaya hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas

Kaluku Bodoa Kota Makassar Tahun 2020.

b. Untuk mengetahui tingkat ketergantungan Activities of Daily

Living (ADL) pada lansia di wilayah kerja puskesmas Kaluku Bodoa

Tahun 2020.

c. Untuk menganalisis hubungan antara gaya hidup dengan tingkat

ketergantungan Activities of Daily Living (ADL) pada lansia di

wilayah kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar Tahun

2020.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Menambah wawasan keilmuan dan pengembangan diri

peneliti di bidang penelitian, khususnya dalam menyelesaikan

studi. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai acuan

bagi penelitian selanjutnya atau kegiatan ilmiah.


10

b. Bagi Masyarakat

Dapat memacu masyarakat untuk lebih meningkatkan

pengetahuan mengenai hubungan gaya hidup dengan tingkat

ketergantungan Activities of Daily Living (ADL) pada lansia agar

dapat membantu kesehatan bagi lansia.

c. Manfaat Bagi Instansi Kesehatan

Sebagai informasi tambahan untuk instansi dan mahasiswa

yang akan melakukan penelitian sejenis.

2. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dengan adanya penelitian ini kita dapat lebih

mengerti tentang gaya hidup lansia.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menyumbang dan menambah

ilmu khususnya dibidang kesehatan.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum tentang Lansia

1. Pengertian

Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh

semua orang yang dikaruniai usia panjang terjadinya tidak bisa

dihindari oleh siapapun. Usia tua adalah periode penutupan dalam

rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah

“beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan

atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Murwani,

2018).

Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau

lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan

dasarnya baik secara jasmani, rohani, maupun sosial (Nugroho, 2016).

Usia lanjut adalah tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia dan seseorang yang telah mencapai usia lebih dari

60 tahun (Maryam dkk, 2017).

2. Klasifikasi Lansia

a) Pralansia (prasenilis)

Adalah sesorang yang berusia diantara 45 tahun sampai 49 tahun.

b) Lansia (lanjut usia)

Adalah seserang yang berusia atau berumur 60 tahun atau lebih.

c) Lansia resiko tinggi

11
12

Adalah seseorang yang berusia 60 sampai 70 tahun atau

lebih disertai dengan masalah kesehatan yang ada pada diri

seseorang lansia tersebut.

d) Lansia potensial

Adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau

kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa.

e) Lansia tidak potensial

Adalah lansia yang tidak berdaya dalam mencari nafkah

sehingga kehidupanya bergantung pada bantuan orang lain

(Maryam, 2017).

Batasan umur lanjut usia di Indonesia adalah 60 tahun

keatas, hal ini di pertegas dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 1998 tentang kesejahterahan lanjut usia pada Bab 1 Pasal

1 Ayat (Nugroho, 2016).

3. Karakteristik Lansia

Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut (Maryam dkk., 2017) :

a) Berusia lebih dari 60 tahun.

b) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang seahat sampai

sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari

kondisi adaptif hingga kondisi mal adaptif.

c) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

4. Tipe Lansia

Ada beberapa tipe lanjut usia yang digunakan untuk mengamati

tipe-tipe lansia di Panti Werda dan tipe-tipe tersebut dapat

dijabarkan sebagai berikut (Maryam dkk., 2011 dan Nugroho, 2012) :


13

a. Tipe bijaksana

Yaitu seorang lansia yang kaya dengan hikmah,

pengalaman, mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,

mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,

dermawan, dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri

Yaitu lansia yang mampu mengganti kegiatan yang hilang

dengan yang kegiatan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan

dan mampu bergaul dengan teman.

c. Tipe tidak puas

Yaitu lansia yang tidak mau menerima takdir menjadi tua,

adanya hanya menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung sulit dilayani, pengkritik

dan banyak menurut

d. Tipe Pemarah

Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,

mempunyai konsep habis “Habis gelap datang terang” mengikuti

kegiatan beribadat, ringan kaki pekerjan apa saja dilakukan

e. Tipe Bingung

Tipe lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian,

mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak

acuh. Lanjut usia dapat pula dikelompokan dalam beberapa tipe

yang bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan

kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Tipe ini antara lain:

tipe optimis, tipe konstruktif, tipe ketergantungan, tipe defensif,


14

tipe militant dan serius, tipe pemarah tipe frustasi, tipe

bermusuhan, tipe putus asa membenci, dan menyalahan diri

sendiri.

5. Teori Proses Menua

1) Teori Biologi

a. Teori Genetic Clock

Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan

bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur

gen dan menetukan proses penuaan. Teori menyatakan bahwa

menua itu terprogram secara genetik untuk spesies tertentu.

Setiap spesies didalam intin selnya memilki suatu jam

genetik/jam biologis sendiri yang setiap spesies mempunyai

batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut

replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar,ia

akan mati (Widuri, 2010).

b. Teori Radikal Bebas

Teori Radikal Bebas yang dipercaya sebagai teori yang

dapat menjelaskan terjadinya proses menua, radikal bebas

dianggap sebagai penyebab penting terjadinya kerusakan

fungsi sel, berbagai radikal bebas seperti superroksida anion,

hidroksil, peroksil, radikal purin dihasilkan selama

metablisme sel normal. Radikal bebas dapat menyebabkan

terjadinya perubahan pigmen kolagen pada proses penuaan

(Nugroho, 2012).
15

c. Teori rusaknya system imun tubuh

Teori ini menjelaskan bahwa perubahan pada jaringan

limfoid mengakibatkan tidak adanya keseimbangan dalam sel

T sehingga produksi antibodi dan kekebalan menurun

(Nugroho, 2012).

2) Teori Sosiologis

A. Teori interaksi sosial

Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi

sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya

berdasarkan kemampuan sosialisasi. Pokok-pokok sosial

exchange theory antara lain (Nugroho, 2012) :

1) Masyarakat terdiri atas faktor sosial yang berupaya

mencapai tujuan masing-masing.

2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang

membutuhkan biaya dan waktu.

3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor

mengeluarkan biaya.

B. Aktifitas atau kegiatan (Activity theory)

Kemampuan lanjut usia dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan

secara langsung. Teori menyatakan bahwa lanut usia yang

sukses adalah yag aktif dan banyak ikut serta dalam

kegiatan sosial.
16

2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan

aktifitas dan mepertahankan aktifitas tersebut selama

mungkin.

3) Ukuran optimal (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup

lanjut usia.

4) Mempertahankan hubungan antara system sosial dan

individu agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai

lanjut usia.

6. Perubahan yang Terjadi pada Lansia

Dengan bertambahnya usia maka kondisi dan fungsi tubuh pun

semakin menurun. Menurut Artinawati (2014) perubahan yang terjadi

pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial dan psikologis.

a. Perubahan fisik

Perubahan fisik yang dapat ditemukan pada lansia ada

berbagai macam antara lain, perubahan pada sel, kardiovaskuler,

respirasi, persyarafan, sistem penglihatan, sistem pendengaran,

sistem reproduksi wanita, muskuloskeletal, sistem pencernaan,

vesika urinaria, sistem endokrin, belajar dan memori, intelegensia

quation (IQ), serta kulit.

b. Perubahan sosial

Semua perubahan yang dialami lansia sering menimbulkan

keterasingan. Keterasingan ini akan menyebabkan lansia semakin

depresi, lansia akan menolak untuk berkomunikasi dengan orang

lain. Adapun perubahan dalam sosial lansia seperti (Artinawati

2014) perubahan dalam peran, keluarga, teman, abuse, masalah


17

hukum, pensiun, ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi,

politik, pendidikan, panti jompo.

c. Perubahan psikologis

Perubahan psikologi pada lansia meliputi short term

memory, frustasi kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut

menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi, dan

kecemasan.

7. Batasan Usia yang Ada Pada Lansia

Menurut Murwanti & Priyantari (2011) diantaranya sebagai berikut :

1) Birren dan Jenner, membedakan usia menjadi beberapa tipe :

a. Usia biologis

Yaitu menunjuk kepada jangka waktu seseorang sejak

lahirnya berada dalam keadaan hidup tidak mati.

b. Usia psikologis

Yaitu menunjuk kepada kemampuan seseorang untuk

mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang telah

atau akan dihadapinya.

c. Usia sosial

Yaitu menujuk kepada peran-peran yang diharapkan

atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan

dengan usianya.

2) Menurut kesehatan dunia (WHO, 2018) lanjut usia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age), pada umur antara usia

kelompok dari 45 tahun sampai 59 tahun.

b. Usia lanjut (earderly), usia antara 60 tahun sampai 70 tahun.


18

c. Usia tua (old), usia antara 75 tahun sampai 90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old), usia diatas 90 tahun.

3) Sedangkan menurut Depkes RI, umur lansia dapat dikelompokan

sebagai berikut :

a. Kelompok menjelang usia lanjut 45-54 tahun sebagai masa

Vibrilitas.

b. Kelompok usia lanjut 55-64 tahun sebagai masa Presenium.

c. Kelompok usia lanjut 65 tahun lebih sebagai masa Senium.

8. Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Kualitas Hidup Lansia

a. Kondisi Fisik

1) Tingkat Kemandirian

Menurut Sugiarto (2005, dala, Irianto, 2014) untuk

mengukur tingkat kemandirian lansia digunakan Indeks Barthel

yang meliputi:

a) Kemampuan makan dengan penilaian sebagai berikut:

dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10.

b) Kemampuan berpindah dari atau ke tempat tidur dan

sebaliknya, dengan penilaian sebagai berikut: dengan

bantuan diberi nilai 5-10 dan mandiri diberi nilai 15.

c) Kemampuan menjaga kebersihan diri, mencuci muka,

menyisir, mencukur, dan menggosok gigi dengan penilaian

sebagai berikut: dengan bantuan diberinilai 0 dan mandiri

diberi nilai 5.

d) Kemampuan untuk mandi dengan penilaian sebagai berikut:

dengan bantuan diberi nilai 0 dan mandiri diberi nilai 5.


19

e) Kemampuan berjalan dijalan yang datar dengan penilaian

sebagai berikut bantuan 10 dan mandiri 15.

f) Kemampuan naik turun tangga dengan penilaian sebagai

berikut: dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi

nilai 10.

g) Aktivitas di toilet (menyemprot, mengelap) dengan penilaian

sebagai berikut: dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri

diberi nilai 10.

h) Kemampuan berpakaian dengan penilaian sebagai berikut:

dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10.

i) Kemampuan mengontrol defekasi dengan penilaian sebagai

berikut: dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi

nilai 10.

j) Kemampuan berkemih dengan penilaian sebagai berikut:

dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10.

2) Status Gizi

Gizi lebih atau kegemukan merupakan masalah yang sering

terjadi pada lanjut usia. Banyak faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya kegemukan pada lanjut usia. Pada

lansia terjadi penurunan kegiatan sel-sel dalam tubuh, sehingga

kebutuhan akan zat-zat gizi juga ikut menurun. Asupan

makanan yang tetap namun kegiatan yang dilakukan sehari-hari

oleh lansia mengalami penurunan menyebabkan penumpukan

makanan dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan kegemukan

bahkan menjadi penyakit. Kencing manis, penyakit jantung,


20

tekanan darah tinggi adalah beberapa penyakit yang berkaitan

dengan gizi lebih pada lansia. Untuk itu diperlukan adanya

pengaturan diet bagi lansia (Irianto, 2014).

Masalah gizi yang kurang pada lansia dapat disebabkan

oleh anoreksia yang berkepanjangan. Hal tersebut

menyebabkan penurunan berat badan pada lansia. Gizi kurang

juga sering diakibatkan oleh penyakit infeksi kronis, penyakit

jantung kongestif, masalah sosial dan ekonomi atau sebab lain.

Kehilangan berat badan terjadi amat berlebihan sehingga

asupan makanan tak dapat mengimbangi kehilangan yang cepat

itu. Keadaan kurang gizi pada lansia ini juga perlu mendapat

penanganan diet khusus (Irianto, 2014).

IMT (Indeks Massa Tubuh) adalah suatu alat untuk

pemantauan status gizi orang dewasa yang berkaitan dengan

kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT dihitung dengan

cara:

IMT = Berat badan (dalam kilogram)


(Tinggi badan (dalam meter)

b. Kondisi Psikologis Lansia

Penuaan pada lanjut usia sangat dikaitkan dengan perubahan

anatomi, perubahan fisiologi, terjadi kesakitan atau hal-hal yang

bersifat patologi dan perubahan psikososial. Depresi adalah

gangguan psikologis yang kita ketahui sering dialami lanjut usia.

Interaksi faktor biologi, fisik, psikologis, serta sosial pada lanjut

usia bisa mengakibatkan depresi pada lanjut usia (Widya, 2016).


21

Depresi adalah suatu masa terganggunya fungsi dalam diri

manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih serta

gejala yang menyertainya, termasuk perubahan pada pola tidur,

perubahan nafsu makan, perubahan psikomotor, sulit

berkonsentrasi, merasa tidak bahagia, sering merasa kelelahan,

sering timbul rasa putus asa, merasa tidak berdaya, serta

keinginan bunuh diri (Kaplan dan Saddock, 2007 dalam Widya,

2016).

Depresi pada usia lanjut lebih sulit dideteksi karena:

1) Kecemasan serta histeria yang merupakan suatu gejala dari

depresi justru sering menutupi depresinya

2) Masalah sosial sering membuat depresi menjadi rumit

3) Usia lanjut sering menutupi kesepian serta rasa sedih dengan

justru lebih aktif dalam kegiatan di masyarakat (Soejono dkk,

2009 dalam Widya, 2016).

Diagnosis awal dan terapi segera terhadap depresi pada

lansia dapat memperbaiki kualitas hidup, status fungsional, dan

mencegah kematian.

Adapun tanda dan gejala depresi yakni:

1) Hilangnya minat atau rasa senang, hampir setiap hari

2) Berat badan menurun atau bertambah yang bermakna

3) Insomnia atau hipersomnia, hampir setiap hari

4) Agitasi atau retardasi psikomotor, hampir tiap hari

5) Kelelahan (rasa lelah atau hilangnya energi), hampir tiap hari

6) Rasa bersalah atau tidak berharga, hampir tiap hari


22

7) Sulit konsentrasi

8) Pikiran berulang tentang kematian atau gagasan bunuh diri

(Soejono dkk, 2009 dalam Widya, 2016).

Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan salah satu

instrumen yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis

depresi pada usia lanjut. Pertanyaan yang panjang dan banyak

pada GDS-30 pertanyaan membuat peneliti mengembangkan versi

yang lebih pendek, bervariasi antara 15 pertanyaan dan 1

pertanyaan. Di antara versi-versi tersebut, GDS 15 pertanyaan

paling sering digunakan untuk mendeteksi depresi pada lanjut usia

dan dapat berfungsi sebaik GDS 30 pertanyaan (Wongpakaran,

2013 dalam Hamdayani, 2018).

9. Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif adalah kemampuan berfikir rasional yang

terdiri dari beberapa aspek. Fungsi kognitif diukur dengan Mini Mental

State Examination (MMSE). Hasil skornya yaitu kognitif normal (skor:

16–30) dan gangguan kognitif (skor: 0-15). Aspek yang dinilai pada

MMSE adalah status orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi,

memori, bahasa dan kemampuan menulis serta menggambar spontan

(Widya, 2016).

Fungsi kognitif yang menurun dapat menyebabkan terjadinya

ketidakmampuan lansia dalam melakukan aktifitas normal sehari-

hari. Hal ini dapat mengakibatkan para lansia sering bergantung pada

orang lain untuk merawat diri sendiri (care dependence) pada lansia

(Widya, 2016). Olahraga atau latihan fisik merupakan kegiatan yang


23

dapat menghambat kemunduran kognitif akibat dari penuaan.

Peningkatan kebugaran fisik serta senam otak (Senam Vitalisasi Otak)

dapat meningkatkan potensi kerja otak (Markam dkk, 2008 dalam

Widya, 2016).

Faktor usia dapat berhubungan dengan fungsi kognitif.

Perubahan yang terjadi pada otak akibat bertambahnya usia antara

lain fungsi penyimpanan informasi (storage) hanya mengalami sedikit

perubahan. Sedangkan fungsi yang mengalami penurunan yang terus

menerus adalah kecepatan belajar, kecepatan memproses informasi

baru dan kecepatan beraksi terhadap rangsangan sederhana atau

kompleks, penurunan ini berbeda antar individu (Tamher, 2009 dalm

Widya, 2016).

10. Aktivitas Sosial

Aktivitas sosial merupakan salah satu dari aktivitas sehari – hari

yang dilakukan oleh lansia. Lansia yang sukses adalah lansia yang

mempunyai aktivitas sosial di lingkungannya. Contoh aktivitas sehari-

hari yang berkaitan dengan aktivitas sosial yang dikemukan oleh

Marthuranath pada tahun (2004) dalam Activities of Daily Living

Scale for Elderly People adalah lansia mampu berinteraksi dengan

lingkungan sekitarnya bersama lansia lainnya atau orang- orang

terdekat, menjalankan hobi serta aktif dalam aktivitas kelompok.

Aktivitas sosial merupakan kegiatan yang dilakukan bersama dengan

masyarakat di lingkungan sekitar. Menurut Yulianti pada tahun (2014)

Teori aktivitas atau kegiatan (activity theory) menyatakan bahwa


24

lansia yang selalu aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial adalah

lansia yang sukses.

11. Interaksi Sosial

Sebagai makhluk sosial manusia selalu berinteraksi dengan

manusia lainnya, makhluk yang mampu berpikir sebelum melakukan

sesuatu. Dari proses berpikir muncul perilaku atau tindakan sosial.

Ketika seseorang bertemu dengan orang lainnya, dimulailah suatu

interaksi sosial. Seseorang dengan orang lainnya melakukan

komunikasi baik secara lisan maupun isyarat, aktivitas-aktivitas itu

merupakan suatu bentuk interaksi sosial. Terdapat beberapa macam

interaksi sosial. Dari sudut subjek, ada 3 macam interaksi sosial yaitu

interaksi antar perorangan, interaksi antar orang dengan

kelompoknya atau sebaliknya, interaksi antar kelompok. Dari segi

cara, ada 2 macam interaksi sosial yaitu interaksi langsung yaitu

interaksi fisik, seperti berkelahi, hubungan seks dan sebagainya,

interaksi simbolik yaitu interaksi dengan menggunakan isyarat

(Subadi, 2009).

Interaksi sosial merupakan suatu hubungan timbal balik yang

saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan

masyarakat. Interaksi sosial merupakan suatu proses di mana manusia

melakukan komunikasi dan saling mempengaruhi dalam tindakan

maupun pemikiran. Penurunan derajat kesehatan dan kemampuan

fisik menyebabkan lansia secara perlahan akan menghindar dari

hubungan dengan orang lain. Hal ini akan mengakibatkan interaksi

sosial menurun (Hardywinoto dan T., 2008 dalam Widya, 2018).


25

Teori pembebasan (disengagement theory) menyatakan bahwa

seseorang secara perlahan mulai menarik diri dari kehidupan

sosialnya dengan semakin bertambahnya umur. Sering terjadi

kehilangan (triple loss) yakni kehilangan peran, hambatan kontak

sosial, dan berkurangnya kontak komitmen yang disebabkan karena

interaksi sosial lansia menurun baik secara kualitas maupun kuantitas

(Yulianti, 2014).

Penelitian Rantepadang pada tahun (2012) menyebutkan

bahwa ada hubungan yang kuat antara interaksi sosial dengan kualitas

hidup pada lansia. Semakin baik interaksi sosial lansia, semakin tinggi

pula kualitas hidupnya. Penelitian oleh Sanjaya pada tahun (2012)

menyatakan bahwa responden yang memiliki interaksi sosial yang

baik tidak akan merasa kesepian dalam hidupnya dan hal ini tentu

dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Penelitian menunjukkan

bahwa keterlibatan sosial mempunyai efek yang positif pada

kesejahteraan emosional lansia dan kesehatan fisik serta diprediksi

dapat menurunkan resiko kematian. Lansia sering kehilangan

kesempatan partisipasi dan hubungan sosial. Interaksi sosial

cenderung menurun disebabkan oleh kerusakan kognitif, kematian

teman, fasilitas hidup atau home care (Estelle dkk, 2007 dalam

Widya, 2016). interaksi sosial berperan penting dalam kehidupan

lansia. Hal ini dapat mentoleransi kondisi kesepian yang ada

dalam heidupan sosial lansia.


26

2.2 Tinjauan Umum tentang Gaya Hidup

1. Pengertian

Gaya hidup atau Lifestyle adalah gambaran tingkah laku,

pola dan cara hidup yang ditunjukkan bagaimana aktivitas seseorang,

minat dan ketertarikan serta apa yang mereka pikirkan tentang diri

mereka sendiri sehingga membedakan statusnya dari orang lain dan

lingkungan melalui lambang-lambang sosial yang mereka miliki

(Muchlisin, 2018).

Gaya hidup adalah seni yang dibudayakan oleh setiap orang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), Gaya hidup adalah

pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat.

Sedangkan dari sisi ekonomi, gaya hidup adalah perilaku seseorang

dalam membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan

waktunya. Gaya hidup berkaitan erat dengan perkembangan zaman

dan teknologi. Gaya hidup menjadi upaya untuk membuat diri

menjadi eksis dengan cara tertentu dan berbeda dari kelompok lain.

Berdasarkan pengalaman sendiri yang diperbandingkan dengan

realitas sosial, individu memilih rangkaian tindakan dan penampilan

mana yang menurutnya sesuai dan mana yang tidak sesuai untuk

ditampilkan dengan ruang sosial (Muchlisin, 2018).

2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Gaya Hidup pada Lansia

Notoadmodjo (2003), mencoba menganalisis gaya hidup

manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau

masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku

(Behavior causes) dan faktor diluar perilaku (Non behavior causes).


27

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3

faktor yaitu :

a) Faktor predisposisi (predisposing factor)

Yaitu faktor yang mempermudah terjadinya perilaku

yang berasal dari dalam diri individu meliputi karakteristik

responden, pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-

nilai masyarakat.

b) Faktor pendukung (enabling factor)

Yaitu faktor yang memungkinkan perilaku meliputi

ketersediaan sarana kesehatan, ketercapaian sarana,

ketrampilan yang berkaitan dengan kesehatan.

c) Faktor pendorong (renforcing factor)

Yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya

suatu perilaku meliputi sikap dan praktek petugas kesehatan

dalam pemberian pelayanankesehatan, sikap dan praktek

petugas lain (tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga dan guru)

(Green, 1995).

3. Perubahan Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup merupakan salah satu hasil yang

diharapkan dari suatu pendidikan kesehatan, yaitu dari gaya hidup

yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesehatan menjadi gaya hidup

yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Dan perubahan tersebut

biasanya dimulai dari tahap kepatuhan, identifikasi, selanjutnya

tahap internalisasi (Budioro, 2000).


28

WHO (2003), menyatakan bahwa perubahan gaya hidup dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a) Perubahan alamiah (natural change), disebabkan oleh kejadian

alamiah di masyarakat jika masyarakat sekitarnya terjadi suatu

perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka

anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami

perubahan.

b) Perubahan terencana (planned change), yaitu perubahan gaya

hidup yang terjadi karena memang sudah direncanakan sendiri

oleh subyek.

c) Kesediaan untuk berubah (readdiness to change), disebabkan

oleh terjadinya suatu inovasi atau program pembangunan di

dalam masyarakat sehingga yang sering terjadi adalah adanya

sebagian orang yang sangat cepat untuk menerima perubahan

dan sebagian lain sangat lambat untuk menerima perubahan. Hal

ini disebabkan oleh karena setiap orang mempunyai kesediaan

untuk berubah yang berbeda-beda.

4. Cara Mengukur Indikator Gaya Hidup

Cara mengukur indikator gaya hidup atau memperoleh data

atau informasi tentang indikator-indikator gaya hidup tersebut, untuk

pengetahuan, sikap, dan praktik agak berbeda. Untuk memperoleh

data tentang pengetahuan dan sikap cukup dilakukan melalui

wawancara, baik wawancara terstruktur, maupun wawancara

mendalam, dan focus group discussion (FGD) khusus untuk penelitian

kualitatif. Sedangkan untuk memperoleh data praktik atau gaya hidup


29

yang paling akurat adalah melalui pengamatan (observasi). Namun

dapat juga dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan recall

atau mengingat kembali gaya hidup yang telah dilakukan oleh

responden beberapa waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Arikunto (2006), tingkatan gaya hidup dapat

dikategorikan berdasakan nilai sebagai berikut:

a) Gaya hidup baik, bila jawaban benar > 75% (20 – 25 )

b) Gaya hidup cukup, bila jawaban benar 65-75% (16 – 19)

c) Gaya hidup kurang, bila jawaban benar.

5. Gaya Hidup yang Dianjurkan pada Lansia

a) Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b) Mau menerima keadaan, sabar, dan optimis serta meningkat rasa

percaya diri dengan melakukan kegiatan yang sesuai dengan

kemampuan.

c) Menjalin hubungan yang teratur dengan keluarga dan sesama.

d) Olahraga ringan tiap hari.

e) Makan sedikit tapi sering, dan pilih makanan yang sesuai serta

banyak minum.

f) Berhenti merokok dan minum minuman keras.

g) Minum obat sesuai dengan anjuran dokter/ petugas kesehatan yang

lain.

h) Mengembangkan hobi sesuai kemampuan.

i) Tetap memelihara dan bergairah dalam kehidupan sex.

j) Memeriksakan kesehatan dan gigi secara teratur.


30

6. Gaya Hidup yang Kurang Dianjurkan pada Lansia

a) Kurang berserah diri.

b) Pemarah, merasa tidak puas, murung, dan putus asa.

c) Menyendiri.

d) Kurang gerak.

e) Makan yang tidak teratur dan kurang tidur.

f) Melanjutkan kebiasaan merokok dan minum minuman keras.

g) Minum obat penenang dan penghilang rasa sakit tanpa aturan.

h) Melakukan kegiatan yang melebihi kemampuan.

i) Menganggap kehidupan sex tidak diperlukan lagi dimasa tua.

j) Tidak memeriksakan kesehatan dan gigi secara teratur.

Diantara manfaat yang bisa didapat dengan menerapkan gaya

hidup sehat pada usia Lansia adalah hidup akan menjadi lebih taqwa

dan tenang, tetap ceria dan mengisi waktu luang, keberadaannya

tetap diakui keluarga dan masyarakat, kesegaran dan kebugaran

tubuh tetap terpelihara, terhindar dari kegemukan/kekurusan dan

penyakit yang berbahaya di masa tua, penyakit jantung, hipertensi,

paru-paru, dan kanker paruparu dapat dicegah, mencegah keracunan

obat dan efek ssamping lainnya, mengurang stress, kecemasan dan

membuat merasa awet muda, hubungan harmonis tetap terpelihara,

gangguan kesehatan dapat diketahui dan diatasi sesegera mungkin.

7. Gaya Hidup Sehat pada Lansia yang Mengalami Hipertensi

Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan

oleh keluarga dengan memperhatikan gaya hidup dan menjaga psikis

dari anggota keluarga yang menderita hipertensi. Pengaturan gaya


31

hidup sehat sangat penting pada klien hipertensi guna untuk

mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan gaya

hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat

badan, menghindari alkohol, modifikasi diet, dan yang mencakup

psikis antara lain mengurangi stres, olahraga, dan istirahat (Amir,

2017).

Merokok sangat besar perananya meningkatkan tekanan

darah, hal ini disebabkan oleh nikotin yag terdapat didalam rokok

yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekana darah

meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah didalam

paru dan diedarkan keseluruh aliran darah lainnya sehingga terjadi

penyempitan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerja jantung

semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui

pembuluh darah yang sempit. Dengan berhenti merokok tekanan

darah akan turun secara perlahan, disamping itu jika masih merokok

maka obat yang dikonsumsi tidak akan bekerja secar optimal dan

dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat (Santoso,

2017).

Mengurangi berat badan juga menurunkan risiko diabetes,

penyakit kardiovaskular, dan kanker. Secara umum, semakin berat

tubuh semakin tinggi tekanan darah, jika menerapkan pola makan

seimbang maka dapat mengurangi berat badan dan menurunkan

tekanan darah dengan cara yang terkontrol. Alkohol dalam darah

merangsang adrenalin dan hormon–hormon lain yang membuat

pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium


32

dan air. Minum-minuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat

menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium.

Mengurangi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmHg dan

diastolik 7 mmHg.

Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada

klien hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah

mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan

darah tinggi dan mengurangi penyakiit kardiovaskuler. Secara garis

besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal

mempertahankan keadaan tekana darah, yakni: diet rendah garam ,

diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah

kalori bila kelebihan berat baadan (Astawan, 2016).

Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema

atau asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk

menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit

jantung (lemah jantung). Adapun yang disebut rendah garam bukan

hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi

makanan rendah sodium atau natrium (Na). Oleh karena itu yang

sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah

garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat–

zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah

sodium dan natrium (Gunawan, 2016).

Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda

kue, baking powder, MSG (Mono Sodium Glutamat), pengawet

makanan atau natrium benzoat (Biasanya terdapat didalam saos,


33

kecap, selai, jelly), makanan yang dibuat dari mentega serta obat

yang mengandung natrium (obat sakit kepala). Bagi penderita

hipertensi, biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter

terlebih dahulu (Hayens, 2015).

Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh

terdapat tiga bagian lemak yaitu: kolestrol, trigeserida, dan

pospolipid. Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari–hari

dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika

dikonsumsi lebih banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh,

peningkatan kolestrol dapat terjadi karena terlalu banyak

mengkonsumsi makanan yang mengandung kolestrol tinggi dan tubuh

akan mengkonsumsi sekitar 25–50 % dari setiap makanan (Amir, 2017).

Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi,

serat terdiri dari dua jenis yaitu serat kasar (Crude fiber) dan serat

kasar banyak terdapat pada sayuran danbuah–buahan, sedangkan

serat makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu: kentang,

beras, singkong dan kacang hijau. Serat kasar dapat berfungsi

mencegah penyakit tekanan darah tinggi karena serat kasar mampu

mengikat kolestrol maupun asam empedu dan selanjutnya membuang

bersama kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan yang

dikonsumsi mengandung serat kasar yang cukup tinggi (Mayo, 2017).

Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang yang kelebihan

berat badan. Kelebihan berat badan atau obesitas akan berisiko tinggi

terkena hipertensi. Demikian juga dengan orang yang berusia 40


34

tahun mudah terkena hipertensi. Dalam perencanaan diet, perlu

diperhatikan hal–hal berikut:

a) Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500

kalori untuk penurunan 500 gram atau 0.5 kg berat badan per

minggu.

b) Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi.

c) Perlu dilakukan aktifitas olah raga ringan.

Stress tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi

stress berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang

nersifat sementara yang sangat tinggi. Jika periode stress sering

terjadi maka akan mengalami kerusakan pada pembuluh darah,

jantung dan ginjal sama halnya seperti yang menetap (Amir, 2017).

Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik

seperti jalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu

meredam hipertensi. Pada olah raga isotonik mampu menyusutkan

hormone noradrenalin dan hormon–hormon lain penyebab naiknya

tekanan darah. Hindari olah raga Isometrik seperti angkat beban,

karena justru dapat menaikkan tekanan darah (Mayer, 2017).

Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh

energi sel dalam tubuh, istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan

waktu. Meluangkan waktu tidak berarti minta istirahat lebih banyak

dari pada bekerja produktif sampai melebihi kepatuhan. Meluangkan

waku istiraha itu perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan

jam sibuk bekerja sehari–hari. Bersantai juga bukan berarti

melakukan rekreasi yang melelahkan, tetapi yang dimaksudkan


35

dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh

dan mengembalikan keseimbangan hormon dari dalam tubuh (Amir,

2017).

2.3 Tinjauan Umum tentang Activity of Dayling Living (ADL)

1. Pengertian

Suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk

melakukan Activity of Dayling Living secara mandiri. Penentuan

kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan

keterbatasan klien sehingga memudahkan pemilihan intervensi yang

tepat (Maryam, 2012)

Activity of Dayling Living (ADL) adalah pengukuran terhadap

aktifitas yang dilakukan rutin oleh manusia setiap hari (Agung, 2010).

2. Klasifikasi ADL

Setiati (2015) mengemukakan ada beberapa macam ADL, yaitu :

a. ADL standar, atau hanya disebut ADL, yaitu keterampilan dasar

yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi

kemamuan merawat diri seperti makan, berpakaian, BAB/BAK, dan

mandi.

b. ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan

penggunaan alat atau benda penunjang kehidupan sehari-hari

meliputi aktifitas yang lebih kompleks seperti memasak, mencuci

menggunakan telepon, dan menggunakan uang kertas.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan ADL

Faktor–faktor yang mempengaruhi kemampuan melakukan

Activity of Daily Living (ADL) menurut Hardywinoto (2014) yaitu:


36

Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan

tanda kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi

terhadap ketidakmampuan melaksanakan Activity Of Daily Living.

Saat perkembangan dari bayi sampai dewasa, seseorang secara

perlahan–lahan berubah dari tergantung menjadi mandiri dalam

melakukan Activity Of Daily Living.

a. Kesehatan fisiologis

Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi

kemampuan partisipasi dalam Activity Of Daily Living, contoh

sistem nervous mengumpulkan, menghantarkan dan mengolah

informasi dari lingkungan. Sistem muskuloskeletal

mengkoordinasikan dengan sistem nervous sehingga dapat

merespon sensori yang masuk dengan cara melakukan gerakan.

Gangguan pada sistem ini misalnya karena penyakit, atau trauma

injuri dapat mengganggu pemenuhan Activity Of Daily Living

secara mandiri.

b. Fungsi Kognitif

Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang

dalam melakukan Activity Of Daily Living. Fungsi kognitif

menunjukkan proses menerima, mengorganisasikan dan

menginterpretasikan sensor stimulus untuk berpikir dan

menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan kontribusi

pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berpikir logis dan

menghambat kemandirian dalam melaksanakan Activity Of Daily

Living.
37

c. Fungsi Psikososial

Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk

mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada

suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang

kompleks antara perilaku intrapersonal dan interpersonal.

Gangguan pada intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep

diri atau ketidakstabilan emosi dapat mengganggu dalam tanggung

jawab keluarga dan pekerjaan. Gangguan interpersonal seperti

masalah komunikasi, gangguan interaksi sosial atau disfungsi dalam

penampilan peran juga dapat mempengaruhi dalam pemenuhan

Activity Of Daily Living.

d. Tingkat stress

Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai

macam kebutuhan. Faktor yang dapat menyebabkan stress

(stressor), dapat timbul dari tubuh atau lingkungan atau dapat

mengganggu keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat berupa

fisiologis seperti injuri atau psikologi seperti kehilangan.

e. Ritme biologi

Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur

lingkungan fisik disekitarnya dan membantu homeostasis internal

(keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan). Salah satu irama

biologi yaitu irama sirkardian, berjalan pada siklus 24 jam.

Perbedaaan irama sirkardian membantu pengaturan aktivitas

meliputi tidur, temperatur tubuh, dan hormon. Beberapa faktor

yang ikut berperan pada irama sirkardian diantaranya faktor


38

lingkungan seperti hari terang dan gelap, seperti cuaca yang

mempengaruhi Activity Of Daily Living.

f. Status mental

Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang.

Keadaan status mental akan memberi implikasi pada pemenuhan

kebutuhan dasar individu. Seperti yang diungkapkan oleh Cahya

yang dikutip dari Baltes, salah satu yang dapat mempengaruhi

ketidakmandirian individu dalam memenuhi kebutuhannya adalah

keterbatasan status mental. Seperti halnya lansia yang memorinya

mulai menurun atau mengalami gangguan, lansia yang mengalami

apraksia tentunya akan mengalami gangguan dalam pemenuhan

kebutuhan–kebutuhan dasarnya.
39

2.4 Kerangka Teori

Tipe Bijaksana

LANSIA Tipe Mandiri

Tipe Tidak Puas


Perubahan Fisik
Tipe Pemarah
Perubahan Sosial
Tipe Bingung
Perubahan
Psikologis
Gaya Hidup

Alamiah
Baik Kurang
Terencana

Kesediaan u/ Berubah
Activities of
Daily Living

Tergantung Mandiri

Gambar 2.4 Kerangka Teori


Sumber: Arikunto (2006), Artinawati (2014), Maryam (2012)
Muchlisin (2018), Murwani (2018) & Nugroho (2012)

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-

konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan

dilakukan (Nursalam, 2017). Kerangka konsep pada penelitian ini adalah

seperti pada gambar 2.5 di bawah ini:


40

Variabel Independen Variabel Dependen

GAYA HIDUP TINGKAT


KETERGANTUNGAN
ACTIVITIES OF DAILY LIVING
(ADL) PADA LANSIA

Keterangan:

: Variabel Independen

: Hubungan

: Variabel Dependen

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

Identifikasi variabel menurut Nursalam (2017) Variabel adalah

perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap

sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain).

a) Variabel bebas (independen)

Variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah gaya hidup.

b) Variabel terikat (dependen)

Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat

ketergantungan Activities of Daily Living (ADL) pada lansia.

2.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik

yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut, juga karakteristik

yang dapat diamati (diukur). Dapat diamati artinya memungkinkan


41

peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat

terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulang lagi

oleh orang lain (Nursalam, 2016).

Berdasarkan judul penelitian maka definisi operasional penelitian

ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1
Definisi Operasional

No Nama Variabel
Kriteria Objektif Hasil Ukur Alat Ukur Skala Ukur
Variabel Dependen
1 Gaya Hidup Perilaku atau 1) Kurang : Jika Kuesioner Ordinal
kebiasaan-kebiasaan jawaban responden
yang dilakukan dan < 44.
dapat berpengaruh 2) Baik : Jika jawaban
pada kesehatan. responden ≥ 44.

Independen
2 Tingkat Kemandirian 1) Mandiri : Jika Kuesioner Nominal
Ketergantungan seseorang dalam jawaban YA. Index
Katz
Activities of Daily melakukan aktifitas 2) Tergantung : Jika
Living (ADL) pada dan fungsi kehidupan jawaban TIDAK.
lansia sehari-hari yang
dilakukan oleh
seorang manusia
secara rutin dan
universal. Ini dapat
diukur dengan bentuk
pengukuran seseorang
dalam melakukan
activities of daily
living secara mandiri.

2.7 Hipotesis
42

Hipotesis merupakan jawaban sementara atau kesimpulan dari

apa yang menjadi permasalahan, kebenarannya akan dibuktikan dengan

fakta empiris dari hasil penelitian yang dilakukan. Hipotesis ini ditarik

dari suatu rangkaian fakta yang di peroleh, sehubungan dengan

permasalahan yang dilakukan penelitian (Siswanto, Susila, & Suyanto,

2013 dalam Sariwati, 2019).

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada hubungan antara gaya hidup dengan tingkat ketergantungan

Activities of Daily Living (ADL) pada lansia di wilayah kerja

Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar Tahun 2020.

2. Hipotesis Null (Ho)

a) Tidak ada hubungan antara gaya hidup dengan tingkat

ketergantungan Activities of Daily Living (ADL) pada lansia di

wilayah kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar Tahun 2020.


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian dan Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik

korelasional dengan pendekatan cross sectional, dimana peneliti akan

melihat ada tidaknya hubungan antara variabel independen dengan

dependen pada satu kali pengukuran dalam waktu yang bersamaan

(Nursalam, 2016).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan September - Oktober 2020.

2. Tempat penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kaluku

Bodoa Kota Makassar.

3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

A. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah anggota dari suatu

himpunan yang ingin diketahui karakteristiknya berdasarkan inferensi

atau generalisasi (Sugiyono, 2015). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh lansia yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kaluku

Bodoa Kota Makassar pada bulan februari tahun 2020 sebanyak 374

orang.

43
44

B. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang ciri-cirinya

diselidiki atau diukur (Sabri & Hustono, 2018). Adapun rumus

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

n= N
1+ N (d)2

Keterangan

n = Jumlah sampel

N = Jumlah Populasi

d = Tingkat singnifikasi (0,1)

n = 374
(1 + (374 x 0,12)

n= 374
(1+ 374x 0,01)

n= 374
(1 + 3,74)

n= 374
4,74

n = 78.90

Jadi jumlah sampel pada penelitian ini adalah 79 orang

lansia. Adapun jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah yang memenuhi kriteria:

1. Kriteria Inklusi:

1) Lansia yang bersedia menjadi responden.

2) Lansia yang berada di Wilayah kerja Puskesmas Kaluku Bodoa

Kota Makassar.
45

3) Lansia yang bersedia menjadi responden dan dapat

berkomunikasi dengan baik.

4) Lansia yang berada di lokasi penelitian saat penelitian

berlangsung.

2. Kriteria Eksklusi:

1) Lansia yang tidak menderita penyakit penyerta atau

komplikasi.

2) Alamat lansia tidak jelas atau responden tidak dapat ditemui.

C. Teknik Sampling

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah

dengan cara teknik accidental sampling. Accidental sampling yaitu

pengambilan sampel secara aksidental (accidental) dengan

mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia

di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo,

2017). Sehingga dalam teknik sampling disini peneliti mengambil

responden pada saat itu juga di wilayah kerja Puskesmas Kaluku

Bodoa Kota Makassar.

3.4 Sumber Data

1. Data Primer

Data yang diperoleh dari instansi terkait dalam hal ini di

Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar dengan cara wawancara.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang

diperoleh peneliti secara tidak langsung (diperoleh dan dicatat oleh


46

pihak lain). Data sekunder diperoleh dari instansi yang berkaitan

dengan penelitian.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian dan proses

pengambilan penelitian ini menggunakan beberapa lembar observasi dan

kuesioner. Lembar observasi adalah panduan bagi peneliti untuk

melakukan proses pengumpulan data terhadap sampel penelitian melalui

proses wawancara dan observasi. Lembar observasi dalam penelitian ini

terdiri dari lembar observasi mengenai umur, usia, jenis kelamin,

pendidikan, dan pekerjaan. Pada lembar kuesioner 22 item pernyataan

untuk mengukur gaya hidup lansia, dan juga kuesioner index kats untuk

mengukur aktifitas lansia.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi merupakan proses untuk memperoleh data dari tangan

pertama dengan orang dan tempat pada saat dilakukan penelitian

(Sugiyono, 2015). Observasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu

dengan pengamatan langsung saat dilakukan pada responden melalui

lembar observasi.

2. Dokumen

Dokumen adalah merupakan metode pengumpulan data dengan

cara mengambil data yang berasal dari dokumen asli. Dokumen asli

tersebut dapat berupa gambar, tabel, atau daftar periksa,

dokumenter. Sedangkan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


47

berupa gambar untuk dokumentasi, daftar periksa untuk mengambil

hasil pengukuran dari masing-masing responden.

3.7 Pengolahan Data

a) Editing

Tahap editing data atau yang disebut juga tahap pemeriksaan

data adalah proses peneliti memeriksa kembali data yang telah

terkumpul untuk mengetahui apakah data yang terkumpul cukup baik

dan dapat diolah dengan baik (Darto, 2014).

b) Coding

Coding adalah usaha mangklasifikasi jawaban-jawaban/hasil-

hasil dari wawancara yang ada. Klasifikasi di lakukan dengan jalan

menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka ataupun

huruf kemudian di masukkan dalam lembaran tabel kerja guna

mempermudah membacanya. Hal ini penting untuk di lakukan karena

alat yang di gunakan untuk analisa data dalam komputer yang

memerlukan suatu kode tertentu.

c) Entry data

Entry data adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer. Entry

data dalam penelitian ini di lakukan dengan menggunakan program

software statistic (SPSS Versi 23).

d) Cleaning

Setelah data dimasukkan dalam program komputer,

selanjutnya peneliti melakukan cleaning yaitu memeriksa kembali


48

data yang sudah di entry untuk mengetahui kemungkinan adanya data

yang masih salah atau tidak lengkap sebelum di lakukan analisis.

e) Scoring

Pada kegiatan ini penilaian data dengan memberikan skor

(Nursalam, 2017). Adapun skoring yang diberikan seperti berikut:

Gaya Hidup:

1) Kurang : Jika jawaban responden < 44.

2) Baik : Jika jawaban responden ≥ 44.

Tingkat Ketergantungan Activities of Daily Living (ADL) pada lansia:

1. Mandiri : Jika jawaban YA.

2. Tergantung : Jika jawaban TIDAK.

f) Tabulating

Tabulasi data merupakan proses pengolahan data yang

dilakukan dengan cara memasukkan data ke dalam tabel, atau dapat

dikatakan bahwa tabulasi data adalah penyajian data dalam bentuk

tabel atau daftar untuk memudahkan dalam pengamatan dan

evaluasi. Hasil tabulasi data ini dapat menjadi gambaran tentang

hasil penelitian, karena data-data yang diperoleh dari lapangan sudah

tersusun dan terangkum dalam tabel-tabel yang mudah dipahami

maknanya (Nursalam, 2016).

3.8 Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Analisis univariat ini berupa distribusi frekuensi dan


49

presentase tiap variabel tingkat usia, riwayat jenis kelamin,

pendidikan, dan pekerjaan.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan setiap variabel

independen dan dependen dengan menggunakan uji Chi-Square dengan

kemaknaan 0,05. Dengan menggunakan komputer program SPSS versi

23.

3.9 Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2017) etika yang mendasari dilaksanakan

suatu penelitian meliputi:

a) Informent Consent (Surat Persetujuan)

Informent Consent diberikan sebelum melakukan penelitian.

Informent Consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi

responden. Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang

akan diteliti dan memenuhi kriteria inklusi. Lembar ini juga dilengkapi

dengan judul penelitian dan manfaat penelitian. Jika subjek bersedia,

maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika

responden tidak bersedia, maka peneliti tidak boleh memaksa dan

harus tetap menghormati keputusan responden.

b) Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama

responden, tetapi pada lembar tersebut diberikan kode pengganti

berupa inisial.
50

c) Confidentiality (Kerahasiaan)Perawat harus merahasiakan keadaan

pasien, meskipun pasien sudah meninggal kecuali diminta oleh institusi

yang berkompeten.

d) Justice (Prinsip Keadilan)

Responden harus diperlakukan sama sesuai dengan keadaannya,

tidak ada diskriminasi (responden, alat-alat, dan lain-lain), models

(health care resources): Setiap orang sama, berdasarkan jasa,

keberadaan peralatan, sesuai kebutuhan.


LAMPIRAN I

PERMOHONAN UNTUK MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Kepada Yth,
Ibu calon responden
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Progam Studi
S1 Keperawatan Universitas Patria Artha Gowa.
Nama : RISKA
NPM : 163010019
Alamat : Jl. Swadaya, Lorong Alternatif 7 Ka. Jeneponto
Akan mengadakan penelitian dengan JUDUL “HUBUNGAN ANTARA GAYA
HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN ACTIVITIES OF DAILY LIVING
(ADL) PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALUKU BODOA KOTA
MAKASSAR TAHUN 2020”.
Penelitian ini tidak akan merugikan Ibu sebagai responden, kerahasiaan
semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Jika Ibu telah menjadi responden dan terjadi hal-hal
yang merugikan, maka diperbolehkan mengundurkan diri untuk tidak
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Apabila Ibu menyetujui, maka saya mohon untuk menandatangani
lembar persetujuan atas kesediaannya saya ucapkan terima kasih.

Makassar,.....................

Peneliti

(RISKA)
LAMPIRAN II

LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Setelah mendapatkan penjelasan tentang prosedur penelitian ini, maka

saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh

mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Universitas Patria Artha Gowa atas

nama : RISKA, NPM 16301009, dengan judul : “HUBUNGAN ANTARA GAYA

HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN ACTIVITIES OF DAILY LIVING

(ADL) PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALUKU BODOA KOTA

MAKASSAR TAHUN 2020”. Saya telah memahami maksud dan tujuan dari

penelitian ini yaitu untuk mengetahui “Hubungan Antara Gaya Hidup dengan

Tingkat Ketergantungan Activities of Daily Living (ADL) pada Lansia di

Wilayah Kerja Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar Tahun 2020”. dan

sebagai syarat dalam rangka penyelesaian tugas akhir dari peneliti. Partisipasi

saya dalam penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi saya, sehingga

jawaban yang saya berikan adalah yang sebenarnya dan dijaga kerahasiaannya,

oleh karena itu saya bersedia menjadi responden pada penelitian ini.

Makassar,...................

Responden

(……………………………………)
LAMPIRAN III

OBSERVASI

No :

Inisial :

Umur :

Jeniskelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :

LAMPIRAN IV
KUESIONER

Hubungan Antara Gaya Hidup Dengan Tingkat Ketergantungan Activities Of


Daily Living (ADL) Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kaluku Bodoa Kota Makassar Tahun 2020

No PERNYATAAN SL S JR TP
1 Saya suka makan makanan yang berlemak
2 Setiap hari saya mengkonsumsi buah-buahan
3 Saya lebih suka minum kopi dan teh
4 Dalam satu hari saya minum air putih sebanyak 8
gelas
5 Setiap pagi saya jalan-jalan pagi untuk kebugaran
tubuh saya
6 Setiap saya olahraga, saya merasakan tubuh terasa
tidak enak
7 Saya tidur malam mulai pukul 9 malam ke atas
8 Saya tidur siang untuk memenuhi kebutuhan tidur
saya
9 Saya selalu mandi 2x dalam sehari
10 Sehabis makan saya tidak gosok gigi
11 Saya mengkonsumsi vitamin atau suplemen gizi
12 Saya memenuhi zat gizi dalam tubuh saya hanya
dengan mengkonsumsi sayur dan buah
13 Saya memeriksakan diri ke tenaga kesehatan secara
berkala
14 Saya menjaga kesehatan saya sendiri tanpa harus
pergi ke dokter
15 Saya mengikuti pengajian/yasinan di lingkungan
rumah
16 Apabila ada masalah saya lebih suka untuk tidak
menceritakan kepada siapapun
17 Saya menyempatkan untuk pergi berlibur dengan
keluarga
18 Saya lebih suka sendirian di rumah daripada
berkumpul dengan cucu
19 Saya mengobrol dengan tetangga saat di waktu luang
20 Saya berkumpul dengan keluarga saat ada acara
keluarga saja
21 Saya suka memasak daripada menyiapkan makanan
cepat saji
22 Saya menyediakan minuman kaleng di rumah untuk
pengganti air putih
Sumber: Prinayanti (2014)
LAMPIRAN v

KUESIONER INDEX KATZ


No PERTANYAAN YA TIDAK
1 Pada saat mandi di kamar mandi, apakah kakek/nenek

menggosok, membersihkan dan mengeringkan badan

setelah mandi?
2 Apakah kakek/nenek menyiapkan pakaian, dan

membuka pakaian sendiri?


3 Apakah kakek/nenek memakan makanan yang telah

disiapkan?
4 Untuk memelihara kebersihan diri, apakah kakek/nenek

menyisir rambut, mencuci rambut, menggosok gigi, dan

mencukur kumis?
5 Apakah kakek/nenek membersihkan dan mengeringkan

daerah bokong setelah buang air besar di WC?


6 Apakah kakek/nenek dapat mengontrol buang air

besarnya dengan baik?


7 Apakah kakek/nenek membersihkan dan mengeringkan

daerah kemaluan setelah buang air kecil di kamar

mandi?
8 Apakah kakek/nenek dapat mengontrol buang air

kecilnya dengan baik?


9 Dapatkah kakek/nenek berjalan di lingkungan tanpa

menggunakan alat bantu seperti tongkat/kursi roda?


10 Apakah kakek/nenek dapat menjalankan ibadah sesuai

agama dan kepercayaan yang di anut?


11 Apakah kakek/nenek melakukan pekerjaan rumah,

seperti: merapihkan tempat tidur, mencuci pakaian,

memasak, dan membersihkan ruangannya sendiri?


12 Apakah kakek/nenek berbelanja untuk kebutuhan

sendiri atau kebutuhan keluarganya dengan sendiri?


13 Apakah kakek/nenek masih mengelola/mengatur

keuangannya sendiri?
14 Jika kakek/nenek bepergian, apakah masih

menggunakan sarana transportasi umum seperti

angkot/bus?
15 Jika kakek/nenek sedang mengkonsumsi obat, apakah

menyiapkan obat dan meminum obatnya sesuai dengan

aturan yang diperintahkan oleh Dokter?


16 Apakah kakek/nenek mengikuti aktifitas di waktu luang

seperti kegiatan keagamaan (pengajian) dan sosial?

Sumber: Inayah (2017)

Anda mungkin juga menyukai