Anda di halaman 1dari 139

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN

PEPAYA JEPANG (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst)


DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
Salmonella typhi DAN Escherichia coli

SKRIPSI

Oleh :

NAZAR
1801011158

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2022
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN
PEPAYA JEPANG (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst)
DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
Salmonella typhi DAN Escherichia coli

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Oleh:
NAZAR
1801011158

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Uji aktivitas antibakteri Ekstrak Etanol 70%


Daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius
(Mill.) I. M. Johnst) Dalam Menghambat
Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi dan
Escherichia coli
Nama Mahasiswa : Nazar
Nomor Induk Mahasiswa : 1801011158
Minat Studi : S1 Farmasi

Medan, 07 Oktober 2022

Menyetujui :

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

(Hendri Faisal, S.Si., M.Si) (Tetty Noverita Khairani, S.Si., M.Si)

Mengetahui:
Dekan Fakultas Farmasi dan Kesehatan
Institut Kesehatan Helvetia Medan

(apt. H. Darwin Syamsul, S.Si, M.Si)


NIDN. 0125096601
Telah diuji pada tanggal : 07 Oktober 2022

Panitia Penguji Skripsi


Ketua : Hendri Faisal, S.Si., M.Si., M.Si
Anggota : 1. Tetty Noverita Khairani, S.Si.
2. apt. Fahma Shufyani, S.Farm., M.Farm.
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan :

1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar Sarjana
Farmasi (S.Farm), di Fakultas Farmasi dan Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia
Prodi S1 Farmasi.
2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan
pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing dan masukan tim penelaah/penguji
3. Isi Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah tertulis atau di
publikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai
acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya perbuat dengan sesungguhnya dan apabila kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi Akademi berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.

Medan, 07 Oktober 2022


Yang membuat pernyataan,

Nazar
1801011158
ABSTRACT
ABSTRAK

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA


JEPANG (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) DALAM
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
Salmonella typhi DAN Escherichia coli

NAZAR
1801011158

Daun pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst)


mengandung senyawa bioaktif yaitu flavonoid, alkaloid, saponin, tanin yang
memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antioksidan, hepatoprotektif, maupun
antiinflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri
ekstrak etanol 70% daun pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M.
Johnst) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi dan
Escherichia coli.
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium (Tru Experimental
Design) yang meliputi ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% dengan metode
maserasi, kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri dengan metode
difusi kertas cakram dengan 3 kali pengulangan pada masing-masing kelompok
perlakuan. Data zona hambat kemudian dianalissi menggunakan uji beda one way
anova.
Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol 70% daun pepaya jepang
terhadap baktersi Salmonella typhi adalah F1 = 7,6 mm (sedang), F2=8,6 mm
(sedang), F3 10,2 mm (kuat), K(-) = 0 (tidak ada) mm dan K(+) = 23,6 mm
(sangat kuat). Pada bakteri Escherichia coli F1 = 6,7mm (sedang), F2=7,7 mm
(sedang), F3 = 8,5 mm (sedang), K(-) = 0 mm (tidak ada) dan K(+) = 21,2 mm
(sangat kuat). Berdasarkan hasil uji one way anova diperoleh nilai sig. 0,000
untuk Salmonella typhi dan nilai sig. 0,000 untuk Escherichia coli.
Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa ekstrak etanol 70% daun pepaya
jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) memiliki aktivtas antiakeri
terhadap bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli dengan konsentrasi yang
paling baik untuk menghambat bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli
adalah konsentrasi 20%.

Kata kunci : Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst),


Salmonella typhi DAN Escherichia coli
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan kepada penulis, sehinga
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji aktivitas antibakteri Ekstrak
Etanol 70% Daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M.
Johnst) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi dan
Escherichia coli” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan program S1 Farmasi di Institut Kesehatan Helvetia Medan.
Selama Proses penyususnan skripsi ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Dr. dr. Hj Razia Begum Suroyo, M.kes., M.sc., selaku Ketua Pembina
Yayasan Helvetia Medan.
2. Imam Muhammad, S.E, S.Kom, M.M M.Kes, selaku Ketua Yayasan
Institut Helvetia Medan
3. Drs. Dr. Ismail Efendi, M.si., selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia
Medan.
4. H. Darwin Syamsul, S.Si., Apt., Selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
Kesehatan Institut Keseheatan Helvetia Medan.
5. Adek Chan, S.Si., M.Si., Apt., selaku Ketua Prodi S1 Farmasi Institut
Kesehatan Helvetia Medan.
6. Hendri Faisal, S.Si., M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah
menyediakan menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing dan
memberikan arahan kepada penulis selama penyususnan skripsi ini.
7. Tetty Noverita Khairani, S.Si., M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang
telah menyediakan menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing
dan memberikan arahan kepada penulis selama penyususnan skripsi ini.
8. apt. Fahma Shufyani, S.Farm., M.Farm., selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penyususnan skripsi ini.
9. Seluruh Staf Dosen Institut Kesehatan Helvetia Medan yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama
pendidikan.
10. Terisitimewa untuk kedua Orang tua saya, ibu saya Isnaini binti Wahab,
Alm ayah saya Azhar bin ahmad dahlan dan abang-abang saya beserta
keluarga tercinta yanag telah memberikan dukungan yang baik
dari segi moral, material dan do’a sehingga saya dapat menyelesaikan
skripsi ini.
11. Bagi teman-teman seperjuagan Program Studi Sarjana S1 Farmasi yang
telah membantu dan mendukung penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempura,oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan
keritik dan saran yang bermanfaat dan bersifaat membagun sebagai upaya dalam
penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaaf bagi semua
pihak, khusunya bagi penulis dan mahasiswa/mahasiswi Farmasi Institut Kesehata
Helvetia Medan.

Medan, Oktober 2022


Penulis

Nazar
1801011158
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS
Nama : Nazar
Tempat / Tanggal Lahir : Bener Meriah, 06 Maret 1999
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Anak Ke : 3 (tiga) dari 3 (tiga) Bersaudara

II. IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah : alm. Azhar
Pekerjaan :-
Nama Ibu : Isnaini
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Tawar Sedenge, Kec. Bandar,
Kab. Bener Meriah

III. PENDIDIKAN
1. Tahun 2005-2011 : SD N Tawar Sedenge
2. Tahun 2011-2014 : SMP Negeri 1 Bandar
3. Tahun 2014-2017 : SMA Negeri 1 Bandar
4. Tahun 2018-2022 : S1 Farmasi Institut Kesehatan Helvetia
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN
LEMBAR PANITIA PENGUJI SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRACT...............................................................................................
..................................................................................................i
ABSTRAK................................................................................................
.................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................
...............................................................................................iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................
.................................................................................................v
DAFTAR ISI............................................................................................
................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
................................................................................................ix
DAFTAR TABEL....................................................................................
.................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
................................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................
1.1 Latar Belakang.................................................................
.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................
.......................................................................................4
1.3 Hipotesis..........................................................................
.......................................................................................5
1.4 Tujuan Penelitian.............................................................
.......................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian...........................................................
.......................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................


2.1 Tanaman Daun Pepaya Jepang........................................
.......................................................................................9
2.1.1 Uraian Tumbuhan................................................
...........................................................................9
2.1.2 Sistematika Tumbuhan........................................
...........................................................................9
2.1.3 Nama lain.............................................................
.........................................................................10
2.1.4 Morfologi Tumbuhan...........................................
.........................................................................11
2.1.5 Kandugan Kimia Dan Khasiat Tanaman Pepaya
Jepang..................................................................
.........................................................................11
2.2 Simplisia..........................................................................
.....................................................................................12
2.2.1 Pengertian Simplisia............................................
.........................................................................12
2.2.2 Pengambilan simplisia.........................................
.........................................................................12
2.2.3 Proses Pembuatan Simplisia................................
.........................................................................12
2.3 Ektrak...............................................................................
.....................................................................................15
2.3.1 Pengertian Ekstrak...............................................
.........................................................................15
2.3.2 Macam-Macam Cara Ekstraksi............................
.........................................................................16
2.3.3 Jenis-Jenis Ekstrak...............................................
.........................................................................18
2.4 Pelarut..............................................................................
.....................................................................................19
2.5 Metabolit Sekunder Pada Tumbuhan...............................
.....................................................................................20
2.5.1 Metabolit Sekunder Pada Daun Pepaya Jepang...
.........................................................................20
2.6 Bakteri..............................................................................
.....................................................................................23
2.6.1 Defenisi Bakteri...................................................
.........................................................................23
2.6.2 Ruang Lingkup Bakteri........................................
.........................................................................23
2.6.3 Peranan Bakteri....................................................
.........................................................................24
2.6.4 Media Pertumbuhan Bakteri................................
.........................................................................24
2.6.5 Media Selektif......................................................
.........................................................................25
2.6.6 Media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA).........
.........................................................................25
2.6.7 Media Salmonella Shigella Agar (SSA)..............
.........................................................................25
2.7 Salmonella typhi..............................................................
.....................................................................................26
2.7.1 Defenisi Salmonella typhi....................................
.........................................................................26
2.7.2 Morfologi Dan Reproduksi Bakteri Salmonella
typhi.....................................................................
.........................................................................27
2.7.3 Patogenesis Salmonella typhi...............................
.........................................................................28
2.7.4 Infeksi Penyebab Bakteri Salmonella typhi.........
.........................................................................29
2.8 Escherichia coli...............................................................
.....................................................................................29
2.8.1 Defenisi Escherichia coli.....................................
.........................................................................29
2.8.2 Morfologi Reproduksi Bakteri Escherichia coli.
.........................................................................30
2.8.3 Patogenesis Escherichia coli...............................
.........................................................................32
2.8.4 Infeksi Penyebab Escherichia coli.......................
.........................................................................32
2.9 Antibakteri.......................................................................
.....................................................................................33
2.9.1 Tinjauan Tentang Antibakteri..............................
.........................................................................33
2.9.2 Mekanisme Kerja Zat Antibakteri.......................
.........................................................................33
2.9.3 Mekanisme Kerja Metabolit Sekunder Sebagai
Antibakteri...........................................................
.........................................................................35
2.10 Ciprofloxacin...................................................................
.....................................................................................36
2.11 Aquadest (Aqua Destilata)...............................................
.....................................................................................36
2.12 Uji Antimikroba...............................................................
.....................................................................................37
2.13 Sterilisasi.........................................................................
.....................................................................................39
2.14 Zona Hambat Bakteri.......................................................
.....................................................................................40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................


3.1 Jenis Penelitian................................................................
.....................................................................................41
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian..........................................
.....................................................................................41
3.2.1 Waktu Penelitian..................................................
.........................................................................41
3.2.2 Tempat Penelitian................................................
.........................................................................41
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.......................................
.....................................................................................42
3.4 Alat dan Bahan Penelitian...............................................
.....................................................................................42
3.4.1 Alat Penelitian......................................................
.........................................................................42
3.4.2 Bahan Penelitian..................................................
.........................................................................42
3.5 Prosedur...........................................................................
.....................................................................................43
3.5.1 Determinasi..........................................................
.........................................................................43
3.5.2 Pengumpulan Sampel..........................................
.........................................................................43
3.5.3 Pembuatan Simplisia............................................
.........................................................................43
3.5.4 Uji Skrining Fitokimia.........................................
.........................................................................44
3.5.5 Karaktristik Simplisia..........................................
.........................................................................45
3.5.6 Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Daun Pepaya
Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M.
Johnst)..................................................................
.........................................................................48
3.5.7 Pengujian Aktivitas antibakteri............................
.........................................................................48
3.6 Analisis Data....................................................................
.....................................................................................52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................


4.1. Hasil Penelitian................................................................
.....................................................................................53
4.2. Hasil Determinasi Tanaman...........................................
.....................................................................................53
4.3. Hasil Ekstrak Daun Pepaya Jepang.................................
.....................................................................................53
4.4. Identifikasi Skrining Fitokimia........................................
.....................................................................................54
4.5. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Simplisia...............
.....................................................................................55
4.5.1. Uji Mikroskopik...................................................
.........................................................................55
4.5.2. Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia...................
.........................................................................55
4.5.3. Pembahasan Karakterisasi Simplisia...................
.........................................................................56
4.6. Hasil dan Pembahasan Pengujian Aktivitas Antibakteri.
.....................................................................................57
4.7. Hasil Analisis Uji One Way Anova.................................
.....................................................................................60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................


5.1 Kesimpulan......................................................................
.....................................................................................62
5.2 Saran................................................................................
.....................................................................................62

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................

LAMPIRAN ............................................................................................
........................................................................................68
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Kerangka Konsep Penelitian ...............................................


Gambar 2.1. Daun Pepaya Jepang.............................................................
Gambar 2.2. Stuktur Alkaloid...................................................................
Gambar 2.3. Stuktur Flavonoid.................................................................
Gambar 2.4. Struktur Tanin.......................................................................
Gambar 2.5. Struktur Saponin...................................................................
Gambar 2.6. Morfologi Bakteri Salmonella typhi dibawah mikroskop
1000x....................................................................................
Gambar 2.7. Struktur Kimia ciprofloxacin................................................
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan Mikroba..............


Tabel 4.1. Hasil Skrining Fitokimia...........................................................
Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Simplisia dan Ekstrak Daun Pepaya
Jepang........................................................................................
Tabel 4.3. Hasil uji Aktivitas antibakteri ekstrak etanol 70% daun
pepaya jepang dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Salmonella typhi dan Escherichia coli......................................
Tabel 4.4. Hasil analisis uji one way anova diameter zona hambat
ekstrak etanol daun pepaya jepang terhadap Bakteri
Salmonella typhi dan Eschericia coli........................................
Tabel 4.5. Hasil analisis uji beda lanjutan (post hoc tukey HSD)
diameter zona hambat ekstrak etanol daun pepaya jepang
terhadap bakteri Salmonella typhi.............................................
Tabel 4.6. Hasil analisis uji lanjutan post hoc tukey HSD diameter
zona hambat ekstrak etanol daun pepaya jepang terhadap
bakteri Eschericia coli...............................................................
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Permohonan Pengajuan Judul Skripsi..................................


Lampiran 2. Permohonan Determinasi Tumbuhan...................................
Lampiran 3. Hasil Determinasi Tumbuhan...............................................
Lampiran 4. Permohonan Ethical Clearance............................................
Lampiran 5. Rekomendasi Persetujuan Etik.............................................
Lampiran 6. Permohonan Ijin Penelitian Universitas Sumatera Utara.....
Lampiran 7. Permohonan Ijin Penelitian Institut Kesehatan Helvetia......
Lampiran 8. Balasan Ijin Penelitian Universitas Sumatera Utara.............
Lampiran 9. Skema pengambilan sampel Daun Pepaya Jepang
(Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst)...................
Lampiran 10. Skema Uji Skrining Fitokimia Simplisia..............................
Lampiran 11. Skema Pemeriksaan Karakteristik Simplisia........................
Lampiran 12. Skema Pembuatan Ekstrak daun pepaya jepang
(Conidoscolus aconitifolius (Mill.) I.M Johnst)...................
Lampiran 13. Peremajaan Bakteri...............................................................
Lampiran 14. Mueller Hinton Agar (MHA)...............................................
Lampiran 15. Skema Pembuatan Larutan Mc.Farland...............................
Lampiran 16. Skema Pembuatan Suspensi Bakteri....................................
Lampiran 17. Pengukuran Zona Hambat....................................................
Lampiran 18. Perhitungan Karakteristik Serbuk Simplisia........................
Lampiran 19. Perhitungan Pembuatan Media MHA..................................
Lampiran20. Bobot Penyusutan Daun pepaya jepang (Conidoscolus
aconitifolius (Mill.) I.M Johnst)...........................................
Lampiran 21. Perhitungan Pengenceran Konsentrasi Ekstrak Etanol
70% daun Pepaya Jepang (Conidoscolus aconitifolius
(Mill.) I.M Johnst)...............................................................
Lampiran 22. Hasil Uji Statistik One Way ANOVA..................................
Lampiran 23. Persetujuan Revisi Skripsi....................................................
Lampiran 24. Lembar Bimbingan Skripsi..................................................
Lampiran 25. Proses Pembuatan Simplisia dan Maserasi Daun Pepaya
Jepang (Conidoscolus aconitifolius (Mill.) I.M Johnst)......
Lampiran 26. Skrining Fitokimia Dari Daun Pepaya Jepang
(Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst)...................
Lampiran 27. Hasil Pengamatan Uji Mikroskopis Serbuk Simplisia..........
Lampiran 28. Konsentrasi Bakteri Salmonella typhi...................................
Lampiran 29. Konsentrasi Bakteri Escherichia coli....................................
Lampiran 30. Kontrol Positif Bakteri Salmonella typhi..............................
Lampiran 31. Kontrol positif Bakteri Escherichia coli................................
Lampiran 32. gabungan bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli......
Lampiran 33. gabungan bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli
control positif dan negatif.....................................................
Lampiran 34. Hasil Peremajaan Bakteri Salmonella typhi dan
Escherichia coli....................................................................
Lampiran 35. ATCC Bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli..........
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health Organitation (WHO), menyebutkan penggunaan obat-

obatan herbal telah mencapai hingga 65% dari populasi negara maju dan 80% dari

populasi negara berkembang (1). Tanaman obat sendiri memiliki ribuan jenis

spesies, dari total sekitar 40.000 jenis tumbuh-tumbuhan obat yang telah dikenal

di dunia, 30.000-nya disinyalir berada di Indonesia. Jumlah tersebut mewakili

90% dari tanaman obat yang terdapat di wilayah Asia. Dari jumlah tersebut, 25%

diantaranya atau sekitar 7.500 jenis sudah diketahui memiliki khasiat herbal atau

tanaman obat. Namun hanya 1.200 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan untuk

bahan baku obat-obatan herbal atau jamu (2).

Hal ini menandakan adanya kesadaran masyarakat untuk kembali ke alam

dalam rangka mencapai kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai

penyakit secara alami. Obat tradisional yang berasal dari tumbuhan dan bahan–

bahan alami murni, memiliki efek samping, tingkat bahaya dan resiko yang jauh

lebih rendah dibandingkan dengan obat kimia (3).

Penggunaan obat herbal semakin diminati bagi masyarakat luas, hal

tersebut terlihat dari banyaknya tanaman obat yang dijadikan sediaan herbal.

Munculnya sediaan herbal berawal dari penelitian terhadap tanaman obat untuk

mengetahui efek pengobatannya. Pengembangan obat herbal tersebut di dasarkan

pada kandungan senyawa metabolite sekunder yang dimiki oleh tanaman.

1
2

Penelitian tentang Senyawa metabolite sekunder dan pemanfaatannya sangat

berkembang pesat sejalan dengan pengembangan obat herbal (4).

Daun pepaya jepan atau dalam Bahasa latin disebut Cnidoscolus

aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst mengandung senyawa bioaktif yaitu flavonoid,

alkaloid, saponin, tanin dan memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antioksidan,

hepatoprotektif, dan antiinflamasi. Flavonoid dapat menurunkan kadar kolesterol

berlebih dalam darah, pepaya jepang juga dapat mencegah kerusakan sel dengan

cara inhibisi proses oksidasi (5).

Bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri penyebab demam typoid,

bakteri ini hidup dan berkembang didalam usus manusia dan hewan. Bakteri ini

termasuk gram negatif yang bersifat motil dan memiliki kemampuan untuk

menginfeksi manusia atau binantang bila tertelan. Infeksi bakteri Salmonella ini

merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Daerah endemik

dari penyakit tersebut adalah Afrika, Asia, dan Amerika latin. Penyakit deman

typoid merupakan masalah kesehatan secara global dimana diestimasikan terjadi

16 juta kasus dan 600.000 pasien meninggal. Penularan demam typoid ini melalui

rute fecal-oral dimana perantaranya berupa makanan dan air yang terkontaminasi

(6). Salah satu pengobatan terhadap penyakit tipus adalah pengobatan dari bahan

alam yang mengandung senyawa metabolit sekunder, yang diketahui dapat

menghambat pertumbuhan bakteri (7).

Escherichia coli merupakan salah satu bakteri koliform yang termasuk

dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri

enterik atau bakteri yang dapat hidup dan bertahan di dalam saluran pencernaan,
3

bakteri ini dapat menyebabkan penyakit diare pada manusia. Escherichia coli

merupakan bakteri berbentuk batang bersifat Gram-negatif, fakultatif anaerob,

tidak membentuk spora, dan merupakan flora alami pada usus mamalia. Beberapa

strain bakteri ini memberikan manfaat bagi manusia, misalnya mencegah

kolonisasi bakteri patogen pada pencernaan manusia. Namun, ada beberapa

kelompok lain yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, yang dikenal

sebagai E. coli patogen. Escherichia coli patogen pertama kali teridentifikasi pada

tahun 1935 sebagai penyebab diare (8).

Berdasarkan penelitian sebelumnya membuktikan bahwa daun papaya

jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) dapat berpotensi sebagai

asupan gizi dan obat yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit yang

disebabkan oleh bakteri. Para peneliti juga mempelajari secara luas aktivitas

biologis yang berbeda sebagai Antibakteri pada papaya jepang (9).

Dari penelitian sebelumya yang di lakukan Faisal Rahmadni (2019). Yang

berjudul Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Dan Batang Tanaman Pepaya Jepang

(Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I.M.Johnst) Terhadap Bakteri Staphylococus

aureus ATCC 29213. Penelitian yang dilakukan oleh Faisal Rahmadni Bertujuan

untuk menguji dan mengetahui apakah ekstrak tanaman pepaya jepang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 29213, serta

pada konsentrasi berapa ekstrak lebih efisien dalam menghambat pertumbuhan

bakteridengan menggunakan metode sumuran. Batang dan daun pepaya jepang di

ekstraksi secara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Berdasarkan

hasil penelitian menunjukan rata-rata zona bening yang terbentuk paling baik
4

adalah pada konsentrasi 60% dengan nilai rata rata pada ekstrak daun 5,98 mm

dan ekstrak batang 10,39 mm (3).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Riska Hasanah

Rahma Yunita (2022). Yang berjudul Aktivitas Antibakteri Partikel Perak Ekstrak

Etanol Daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I.M.Johnst)

terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus. Penelitian yang

dilakukan oleh Riska Hasanah Rahma Yunita yang bertujuan untuk mengetahui

sifat antibakteri partikel perak terhadap Propionibacterium acnes dan

Staphylococcus aureus. Daya hambat Partikel perak diperolah p< 0.05 dengan

kriteria zona hambat kuat terdapat pada formula 1 (1 mL : 6 mm) dengan rata

rata±SD sebesar 18.33±1.15b terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan

kriteria zona hambat sangat kuat pada formula 3 (3.5 mL : 3.5 mm) dengan rata

rata±SD sebesar 31.00±2.64b terhadap bakteri Staphylococcus aureus, dan

efektivitas antibakteri sebesar 65.45% yang tergolong sedang dan 83.78% yang

tergolong kuat (10).

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang mengenai Uji aktivitas Antibakteri ekstrak etanol 70% Daun

Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) Dalam

Menghambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi.


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Apakah ekstrak etanol 70% daun pepaya jepang (Cnidoscolus

aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) memiliki aktivitas antibakteri dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi dan Escherichia

coli ?

2. Pada konsentrasi berapakah ekstrak etanol 70% yang memiliki daya

hambat yang baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella

typhi dan Escherichia coli ?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam

penelitian ini adalah :

1. Ekstrak etanol 70% daun pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.)

I. M. Johnst) memiliki aktivitas antibakteri dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli

2. Konsentrasi yang paling baik dari ekstrak etanol 70% dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli terdapat pada

konsentrasi 10%, 15%, 20%.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol 70% daun pepaya

jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli.


6

2. Untuk mengetahui konsentrasi yang paling baik dari ekstrak etanol 70%

daun pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst)

memiliki aktivitas antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Salmonella typhi dan Escherichia coli.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana dalam menambah

wawasan dan pengetahuan, serta pengalaman dalam melakukan

penelitian mengenai ekstrak etanol 70% daun pepaya jepang dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi dan Escherichia

coli.

b. Dapat memberikan informasi bagi peneliti lain untuk melakukan

penelitian lebih lanjut.

c. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.

2. Bagi Instansi

Penelitian ini diharapkan menjadi penambah pengetahuan tentang

keefektifan ekstrak etanol 70% pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius

(Mill.) I. M. Johnst).

3. Bagi Bidang Kesehatan

Hasil penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai alternatif dalam

mengobati penyatkit akibat Salmonella typhi dan Escherichia coli.


7

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% daun pepaya

jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli.


8

1.6 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Simplisia Daun Uji Skrining - Uji Alkaloid


Pepaya Jepang fitokimia - Uji Flavonoid
(Conidoscolus - Uji Saponin
aconitifolius) Uji Karakteristik - Uji Tanin
Simplisia
- Uji mikroskopik
- Penetapan kadar
air
- Penetapan kadar
Ekstrak etanol 70% daun
sari larut dalam
pepaya jepang (Cnidoscolus air
aconitifolius (Mill.) I. M. - Penetapan kadaar
Johnst ) sari larut dalam
dengan konsentrasi etanol etanol
70% dan Konsentrasi bakteri - Penetapan kadar
10%, 15%, 20%. abu total
- Penetapan kadar
Formulasi yang digunakan : abu tidak larut
F0 = DMSO
dalam asam
(Kontrol negatif)
F1 = Ekstrak etanol 70%
daun pepaya japing
(Cnidoscolus
aconitifolius)10% Uji Aktifitas
F2 = Ekstrak etanol 70% Anti Bakteri
daun pepaya japing Terhadap Zona Hambat
(Cnidoscolus Pertumbuhan (mm)
Bakteri (Metode Kertas
aconitifolius)15%
Salmonella typhi Cakram)
F3 = Ekstrak etanol 70%
dan Escherichia
daun pepaya japing coli
(Cnidoscolus
aconitifolius)20%
F4 = Ciprofloxacin
(Kontrol Positif)

Gambar 1.1. Kerangka Konsep Penelitian


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Daun Pepaya Jepang

2.1.1 Uraian Tumbuhan

Pepaya jepang merupakan bagian daun dari tanaman perdu (semak–semak)

yang memiliki nama latin Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst. Tanaman

perdu ini berasal dari semenanjung Yukatan di Meksiko, Amerika Tengah, dan di

sana dikenal dengan nama “chaya”. Di daerah asalnya, tanaman chaya dianggap

sangat berharga oleh masyarakat pedesaan dan digunakan untuk makanan dan

tanaman obat, serta untuk tanaman hias. Chaya telah dikonsumsi oleh orang-orang

dari suku Maya sejak zaman pra-Columbus dan hingga kini masih terus

dikonsumsi oleh masyarakat modern. Nama lain atau sinonim dari tanaman ini

adalah Cnidoscolus chayamansa McVaugh atau Jatropha aconitifolia Mill.

Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst umumnya dikenal dengan nama

chaya atau bayam pohon (Tree spinach), di Indonesia, chaya dikenal dengan nama

pepaya Jepang (11).

Papaya jepang merupukan familia dari euphorbiaceae yang terdiri dari 50

spesies dan berada pada daerah tropis. Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M.

Johnst merupakan tanaman yang tergolong semak belukar yang memiliki tinggi

sekitar 6 meter, memiliki daun melengkung palmate dan memiliki bunga yang

berwarna putih. Memiliki panjang daun 32 cm dan lebar 30 cm, memilki petiole

(12).

9
10

2.1.2 Sistematika Tumbuhan

Klasifikasi dari tanaman daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius

(Mill.) I. M. Johnst) adalah sebagai berikut (13) :

Kingdon : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Cnidoscolus

Spesies : C.aconitifolius

Nama binomial : Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst

Gambar 2.1. Daun Pepaya Jepang

2.1.3 Nama lain

Tanaman pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst)

memiliki nama lain di berbagai daerah dan negara. Di negara asalnya di

(semenanjung Yukatan Meksiko dan Amerika Tengah) tanaman ini dikenal

dengan tanaman Chaya, di Indonesia tanaman ini dikenal degan sebutan pepaya

jepang, di daerah (Dataran Tinggi Tanah Gayo) tanaman ini dikenal dengan
11

sebutan Pertek jepang. Nama (sinonim) dari tanaman ini adalah Cnidoscolus

chayamansa McVaugh atau Jatropha aconitifolia Mill. Cnidoscolus aconitifolius

(Mill.) I. M. Johnst umumnya dikenal dengan nama chaya atau bayam pohon

(Tree spinach). Ada juga nama lain dari tanaman ini seperti Thread softly atau

Tapak Lembut, Cabbage Star atau Bintang kubis (14).

2.1.4 Morfologi Tumbuhan

Pepaya jepang merupakan tanaman pohon kecil termasuk dalam tanaman

semak yang tinggi yang bisa tumbuh hingga ketinggian 6 meter, namun biasanya

ditebang dan dipelihara dengan ketinggian 2 meter untuk memudahkan

pemanenan daunnya sebagai sayuran. Tanaman ini adalah semak hijau berdaun

lobus melengkung, getah susu, dan bunga putih kecil pada cymes bercabang

dikotomis (15).

Daunnya besar dan lebar atau kadang-kadang sukulen, panjangnya hingga

32 cm dan lebar 30 cm, pada batang yang panjangnya mencapai 28 cm.

Strukturnya memiliki daun palmate (memiliki bentuk tangan menyerupai tangan

dengan jar – jari menyebar) daun lobed (memiliki lobus yang memancar dari titik

pusat). Bunga nya termasuk ke dalam uniseksual, artinya bunga jantan dan bunga

betina terpisah. Mahkota bunganya terdiri dari 5 bagian, masing-masing kelopak

bunga berwarna putih dan daun serta batang nya berwarna hijau tua (16).

2.1.5 Kandugan Kimia Dan Khasiat Tanaman Pepaya Jepang

Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam Pepaya Jepang adalah

flavonoid, saponin, alkaloid, tanin, steroid, fenol, fosfor, magnesium, seng, besi.
12

Adapun kandugan nutrisi tanaman ini, mengungkapkan adanya kadar nuterisi

seperti protein, serat, dan kandungan rendah lemak (17).

Tanaman pepaya jepang ini selain digunakan sebagai sayuran dapat juga

digunakan sebagai obat tifus, membantu mencegah terjadinya anemia, menjaga

sistem imun, mengatasi penyakit demam berdarah, membantu mengatasi nyeri

haid dan bahkan antikanker (18).

2.2 Simplisia

2.2.1 Pengertian Simplisia

Simplisia adalah bahan alaami yang di gunakan untuk obat dan belum

mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya

berupa bahan yang telah di keringkan (19).

2.2.2 Pengambilan simplisia

Kualitas baku simplisia sangat dipengaruhi beberapa faktor, seperti: umur

tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu panen, bagian tumbuhan, waktu

panen dan lingkungan tempat tumbuh (20).

2.2.3 Proses Pembuatan Simplisia

1. Sortasi Basah

Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar.

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan

asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta

pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah yang mengandung bermacam-macam

mikroba dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena itu pembersihan simplisia dan

tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal (21).


13

2. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya

yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih,

misalnya air dan mata air, air sumur dan PDAM, karena air untuk mencuci sangat

mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang

digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan

simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut

dapat mempercepat pertumbuhan mikroba. Bahan simplisia yang mengandung

zat mudah larut dalam airyang mengalir, pencucian hendaknya dilakukan dalam

waktu yang sesingkat mungkin (22).

3. Penirisan

Setelah bahan dicuci bersih segera ditiriskan pada rak-rak yang telah diatur

sedemikian rupa untuk mencegah pembusukan atau bertambahnya kandungan air.

Penirisan dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan air di

permukaan bahan dan dilakukan sesegera mung kin sehabis pencucian. Selama

penirisan bahan dibolak-balik untuk mempercepat penguapan, dilakukan di tempat

teduh dengan aliran udara cukup agar terhindar dari fermentasi dan pembusukan.

Setelah air yang menempel di permukaan bahan menetes atau menguap, bahan

simplisia dikeringkan dengan cara yang sesuai (23).

4. Perajagan/pengubahan bentuk

Beberapa jenis simplisia perlu mengalami perajangan untuk memperoleh

proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Semakin tipis bahan yang

akan dikeringkan maka semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat


14

waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga menyebabkan

berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga

mempengaruhi komposisi, bau, rasa yang diinginkan. Perajangan dapat dilakukan

dengan pisau, dengan alat mesin perajangan khusus sehingga diperoleh irisan tipis

atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki (23)

5. Pengeringan

pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air agar bahan simplisia

tidak rusak dan dapat disimpan serta untuk menghentikan reaksi enzimatis dan

meneegah pertumbuhan kapang, jamur dan jasad renik lain Dikenal dua maeam

pengeringan, ya kni pengeringan seeara alamiah (dengan sinar matahari langsung

dan keringanginkan) dan pengeringan buatan (menggunakan oven, uap panas atau

alat pengering lain). Pengeringan alamiah dapat dilakukan melalui dua eara

pengeringan (24):

a. Pada sinar matahari langsung

Cara ini dilakukan untuk menger ngkan bagian tanaman yang relatif keras

seperti kayu, kulit kayu dan biji serta bagian yang mengandung senyawa

aktif yang relatif stabil. Kelebihan Pengeringan ini yaitu mudah dan

murah, sedangkan kelemahannya yaitu keceepatan pengeringan sangat

tergantung dengan cuaca.

b. Dengan diangin-anginkan

dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini dilakukan

untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun dan

bagian tanaman yang mengandung senyawa aktif mudah menguap


15

6. Sortasi kering

adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan. Pemilihan

dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong atau bahan yang rusak.

Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan

sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang

tidak diinginkan atau pengotoran-pengotoran lainnya yang masih ada dan

tertinggal pada simplisia kering(25) .

7. Penyimpaan

Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu

ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara

simplisia satu dengan lainnya. Untuk persyaratan wadah yang akan digunakan

sebagai pembungkus simplisia adalah harus inert, artinya tidak bereaksi dengan

bahan lain, tidak beracun, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran

mikroba, kotoran, serangga, penguapan bahan aktif serta dari pengaruh cahaya,

oksigen dan uap air (26).

2.3 Ektrak

2.3.1 Pengertian Ekstrak

Menurut buku Farmakope Indonesia Edisi 4, disebutkan bahwa ekstrak

adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara
16

perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan

pengurangan tekanan, agar bahan sesedikit mungkin terkena panas (27).

Ektrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol

sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-

masing monografi tiap ml ekstrak mengandung senyawa aktif dari satu gr

simplisia yang memenuhi syarat (27).

2.3.2 Macam-Macam Cara Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut dari

suatu serbuk simplisia, sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut.

Ekstraksi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara dingin dan panas (28):

1. Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengadukan pada suhu ruangan. Prosedurnya dilakukan

dengan merendam simplisia dalam pelarut yang sesuai dalam wadah

tertutup. Pengadukan yang dilakukan dapat meningkatkan kecepatan

ekstraksi. Kelemahan dari maserasi adalah prosesnya membutuhhkan

waktu cukup lama. Ekstraksi secara menyeluruh juga dapat menghabiskan

sejumlah besar volume pelarut yang dapat berpotensi hilangnya metabolit.

Beberapa senyawa juga tidak terekstraksi secara efisien jika kurang

terlarut pada suhu kamar (270C). Ekstraksi secara maserasi dilakukan pada

suhu kamar (270C), sehingga tidak menyebabkan degradasi metabolit yang

tahan panas.
17

b. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses mengekstraksi senyawa terlarut dari jaringan

selular simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang

umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Perkolasi cukup sesuai, baik

untuk ekstraksi pendahuluan maupun dalam jumlah besar.

2. Cara Panas

a. Soxhletasi

Metode ekstraksi soxhletasi adalah metode ekstraksi dengan prinsip

pemanasan dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya

pemecahan dinding dan membra sel akibat perbedaan tekanan antara di

dalam sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam sel dan di luar sel.

Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan

terlarut ke dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas

melewati pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi

tetesan yang akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang

pipa samping soxhlet maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang

itulah yang menghasilkan ekstrak yang baik.

b. Refluks

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi berke

sinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan

penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin

tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap,

uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali
18

menyari zat aktif dalam simplisia tersebut. Ekstraksi ini biasanya

dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan secara terus-menerus)

pada suhu yang lebih tinggi dari suhu ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada suhu 500C.

d. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air (bejana

infus tercelup dalam penangas air mendidih), suhu terukur (96-980C)

selama waktu tertentu (15-20 menit).

e. Dekokta

Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati

dengan air pada suhu 900C selama ≥30 menit. Pelarut yang dipilih untuk

melakukan ekstraksi dilihat berdasarkan kemampuan menarik metabolit

sekunder dari tanaman tersebut. Sebagai cairan untuk melakukan ekstraksi

digunakan air, eter atau campuran etanol dan air (29).

2.3.3 Jenis-Jenis Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan

menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang paling cocok, di luar

pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak berdasarkan sifatnya dapat dibagi

menjadi :

a. Ekstrak encer (Ekstractum tenue)

Sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu dan dapat dituang.

b. Ekstrak kental (Extractum spissum)

Sediaan ini liat dalam keadaan dingin tidak dapat dituang. Kandungan
19

airnya berjumlah sampai 30 %.

c. Ekstrak kering (Ekstractum siccum)

Sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan, melalui

penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan terbentuk

produk, yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%

serta bentuknya seperti serbuk halus (30).

2.4 Pelarut

Kelarutan dapat didefinisikan dalam istilah kuantitatif sebagai konsentrasi

zat terlarut dalam larutan jenuh pada suhu tertentu dan secara kuantitatif dapat

pula dinyatakan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk

membentuk dispersi molekul yang homogen. Larutan adalah campuran dari dua

atau lebih fase yang homogen secara fisika dan kimia. Larutan ideal merupakan

larutan yang tidak mengalami perubahan sifat dan tidak ada panas yang diserap

dan dilepaskan selama proses pencampuran (31).

Larutan berdasarkan fase keseimbangan dibagi tiga jenis yaitu larutan

jenuh, larutan hampir jenuh, dan larutan jenuh. Kelarutan dinyatakan sebagai

konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada suhu tertentu. Interaksi zat

terlarut dengan pelarutnya didasarkan atas prinsip like dissolves like, di mana zat

ionik akan larut pada pelarut yang polar berdasarkan pemecahkan ikatan kovalen

serta mengurangi gaya tarik menarik antara ion-ion elektrolit. Sedangkan

senyawa. nonpolar dapat melarutkan zat terlarut nonpolar melalui interaksi dipol

induksi (31).
20

Untuk pelarut semipolar dapat menginduksi derajat polaritas dalam

molekul pelarut non polar. Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sifat

dari zat terlarut dan pelarut, penambahan kosolven, kelarutan zat, temperatur

(suhu), salting out, salting in dan pembentukan kompleks. Kecepatan kelarutan

dipengaruhi oleh faktor ukuran partikel, suhu, dan pengadukan (31).

2.5 Metabolit Sekunder Pada Tumbuhan

Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya

mempunyai kemampuan biokatifitas dan digunakan sebagai pelindung tumbuhan

dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan tersebut atau lingkungan (32).

2.5.1 Metabolit Sekunder Pada Daun Pepaya Jepang

Pepaya jepang atau Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst memili

Senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan ini adalah, alkaloid, flavonoid ,tanin,

saponin., tanin, oksalat, sianogen glikosida, fenol, fosfor, magnesium.

1. Alkaloid

Alkaloid menurut Winterstein dan Trier didefinisikan sebagai senyawa

yang bersifat basa, mengandung atom nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan

hewan. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai

kegiatan fisiologi yang menonjol, jika digunakan secara luas dalam bidang

pengobatan. Alkaloid biasanya tidak bewarna, seringkali bersifat optis aktif,

kebanyakan berbentuk kristal hanya sedikit yang berbentuk cairan (misalnya

nikotina) pada suhu kamar (32).


21

Gambar 2.2. Stuktur Alkaloid

2. Flavonin (Fenolik)

Senyawa-senyawa flavonoid ini bertanggung jawab terhadap zat warna

ungu, merah, biru dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan. senyawa ini

terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincin benzena, hidrogen, dan oksigen

dalam struktur kimianya. Senyawa golongan fenol adalah golongan senyawa

dengan struktur aromatik dengan mengandung gugus OH pada rantai aromatik.

Jadi pada fenolgugus OH langsung terikat pada inti benzene. Contohnya asam

fenolat, kumarina, lignin, flavonoid, dan tanin. Ada 3 golongan Fenol berdasarkan

atom H yang digantikan oleh gugus OH yaitu (32):

a. Fenol Monovalent

Suatu senyawa fenol yang jika satu atom H pasa inti aromatic diganti oleh 1

gugus OH.

b. Fenol Divalent

Suatu senyawa fenol yang jika dua atom H pada inti aromatik diganti oleh 2

gugus OH dan merupakan fenol bermartabat dua.

c. Fenol Trivalent

Suatu senyawa fenol yang jika tiga atom H pada inti aromatik diganti oleh

3 gugus OH.
22

Gambar 2.3. Stuktur Flavonoid

3. Tanin

Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui

mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, Antibakteri dan

antioksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks,

terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal,

mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut

(33).

Gambar 2.4. Struktur Tanin

4. Saponin

Saponin adalah glikosida dengan berat molekul tinggi, sebagian tersusun

dari gula yang terhubung dengan triterpen atau steroid aglikon. Saponin dapat

digunakan pada berbagai bidang diantaranya perikanan, tekstil, kosmetik, dan

kesehatan. di bidang kesehatan saponin dapat digunakan sebagai penghambat


23

pertumbuhan sel kanker, saponin sebagian besar terdapat dalam tanaman, baik

tanaman budidaya maupun tanaman liar. saponin memiliki berat molekul yang

relatif besar dan polaritas yang tinggi, karenanya isolasi saponin menimbulkan

tantangan tersendiri, masalah utama yang ada pada isolasi saponin adalah adanya

campuran kompleks dari senyawa lain yang mempunyai sifat seperti saponin (33).

Gambar 2.5. Struktur Saponin

2.6 Bakteri

2.6.1 Defenisi Bakteri

Bakteriologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perikehidupan bakteri.

Bakteri merupakan makhluk hidup mikroskopis bersel tunggal (uniseluler).

Bakteriologi merupakan bagian dari mikrobiologi. Mikrobiologi merupakan ilmu

yang mempelajari perikehidupan makhluk-makhluk hidup yang berukuran

mikroskopis (mikroorganisme). Mikrobiologi mengkaji selain bakteri, juga

mengkaji tentang virus, fungi, protozoa, dan alga. Bakteri merupakan organisme

yang memiliki dinding sel. Oleh karena itu, jika dikaji dari struktur selnya

(kandungan dinding sel), maka bakteri dikelompokkan ke dalam tumbuhan. Jika

dikaji dari kemampuan beberapa sel bakteri yang bergerak pindah tempat, maka

bakteri dikelompokkan ke dalam hewan. Namun demikian, dalam klasifikasi


24

makhluk hidup dengan sistem 5 (lima) dunia menurut Whittaker pada tahun 1969,

bakteri dikelompokkan ke dalam dunia monera (34).

2.6.2 Ruang Lingkup Bakteri

Bakteriologi mencakup tentang sel bakteri, pengendalian bakteri, peranan

bakteri. Pembahasan berbagai aspek dalam ruang lingkup bakteriologi, diarahkan

pada memahami sel bakteri yang mencakup bentuk dan struktur halus

(ultrastructure) sel bakteri, nutrisi dan kultivasi bakteri, identifikasi dan

klasifikasi, reproduksi dan pertumbuhan sel bakteri, genetika bakteri (34).

2.6.3 Peranan Bakteri

Bakteriologi memiliki peranan yang cukup besar dalam berbagai

kehidupan makhluk hidup lain. Dengan mempelajari perikehidupan bakteri, dapat

dipergunakan dalam berbagai bidang kehidupan antara lain: kesehatan, makanan,

pertanian, lingkungan, bioteknologi. Oleh karena itu, ilmu bakteriologi dasar

merupakan pijakan dalam menerapkannya dalam berbagai bidang kehidupan

tersebut. Beberapa bakteri dapat menguntungkan, dan ada juga beberapa bakteri

yang merugikan bagi makhluk hidup lain. Oleh karena itu, dalam kehidupan

sehari-hari, kita perlu memperhatikan untuk menghindari keberadaan bakteri yang

tidak menguntungkan, dan mempertahankan keberadaan bakteri-bakteri yang

menguntungkan dalam perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain (34).

2.6.4 Media Pertumbuhan Bakteri

Untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan bakteri diperlukan suatu

substrat yang disebut media. Agar bakteri dapat hidup dan berkembang dengan

baik di dalam media, diperlukan persyaratan media tertentu yaitu.


25

a. Media mengandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan

dan perkembangbiakan bakteri.

b. Media mempunyai tekanan osmosa dan pH yang sesuai untuk bakteri

c. Media harus dalam keadaan steril

Media pertumbuhan bakteri, mengandung berbagai nutrisi dan faktor-

faktor yang yang memungkinkan sel bakteri dapat tumbuh dengan baik. Media

pertumbuhan ini dirancang untuk tidak memungkinkan mikroba lain seperti fungi

untuk tumbuh di dalam media tersebut. Dengan demikian, maka dapat diperoleh

sel bakteri campuran atau spesies bakteri tertentu saja yang dapat tumbuh pada

media ini (34).

2.6.5 Media Selektif

Media selektif merupakan media cair yang ditambahkan zat tertentu untuk

menumbuhkan mikroorganisme tertentu dan diberikan penghambat untuk mikroba

yang tidak diinginkan, contoh media yang ditambahkan ampisilin untuk

menghambat mikroba lainnya (35).

2.6.6 Media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA)

Media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) merupakan media diferensial

untuk Escherichia coli. Media diferensial merupakan media yang dapat

menumbuhkan beberapa jenis bakteri dan menyebabkan koloni-koloni suatu

bakteri tertentu mendapatkan bentuk yang khas. Media ini menumbuhkan bakteri

kelompok Enterobacteriaceae, salah satunya adalah Escherichia coli yang akan

tumbuh dengan membentuk koloni berwarna spesifik dengan ciri-ciri bentuk


26

bulat, diameter 2-3 mm, warna hijau dengan kilap logam dan bintik biru kehijauan

di tengahnya (36).

2.6.7 Media Salmonella Shigella Agar (SSA)

Media Salmonella Shigella Agar (SSA) merupakan media yang

mempunyai selektif tinggi untuk isolasi Salmonella sp. Salmomella shigella agar

adalah media selektif untuk mengisolasi kuman Salmonella sp, dan Shigella sp.

dari sampel feses, urin, dan makanan (36).

2.7 Salmonella typhi

2.7.1 Defenisi Salmonella typhi

Salmonella typhi (S. typhi) disebut juga Salmonella choleraesuis serovar

typhi, Salmonella serovar typhi, Salmonella enterica serovar typhi, Salmonella

typhi adalah strain bakteri yang menyebabkan terjadinya demam tipoid, Kuman

Salmonella typhi adalah penyebab terjadinya demam tifoid. Demam tifoid dapat

ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi karena

penanganan yang tidak bersih/higienis. Bakteri Salmonella typhi akan masuk ke

dalam saluran cerna dan masuk ke peredaran darah hingga terjadi peradangan

pada usus halus dan usus besar, Bakteri ini masuk melalui mulut bersama

makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut dan hanyut ke

saluran pencernakan, apabila bakteri berhasil mencapai usus halus dan masuk ke

dalam tubuh mengakibatkan terjadinya demam tipoid (37).


27

Klasifikasi Bakteri Salmonella typhi :

Superkingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacterialis

Famili : Enterobactericeae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella, enterica

Subspesies : Salmonella enterica subsp. enterica serovar typhi

2.7.2 Morfologi Dan Reproduksi Bakteri Salmonella typhi

Salmonella typhi merupakan kuman batang Gram negatif, yang tidak

memiliki spora bergerak dengan flagel peritrik, bersifa intraseluler fakultatif dan

anerob fakultatif u kurannya berkisar antara 0,71,5X 2-5 mikrometer (38).

Salmonella typhi adalah bakteri gram negatif, memiliki flagel, bersifat

anaerob fakultatif, berkapsul dan tidak membentuk spora, Salmonella typhi

memiliki tiga antigen utama, Antigen O (antigen somatic), yaitu berada pada

lapisan luar tubuh bakteri, bagian ini memiliki struktur kimia lipopoli sakarida

(endotoksin), antigen ini tahan dengan suhu panas dan alkohol tetapi tidak tahan

dengan formaldehid, Antigen H (antigen flagela), yakni terletak pada flagela,

fimbriae atau fili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein

dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan dengan panas diatas 60 oC,

asam serta alcohol, antigen Vi adalah polimer polisakarida bersifat asam yang

berada pada kapsul (envelope) dari bakteri sebagai pelindung bagi bakteri

salmonella terhadap fagositosis (39).


28

Bakteri bereproduksi secara vegetatif dengan membelah diri secara biner.

Pada lingkungan yang baik bakteri dapat membelah diri tiap 20 menit. Pembuahan

seksual tidak dijumpaipada bakteri, tetapi terjadi pemindahan materi genetik dari

satu bakteri ke bakteri lain tanpa menghasilkan zigot. Peristiwa ini disebut proses

paraseksual. Ada tiga proses paraseksual yang telah diketahui, yaitu transformasi,

konjugasi, dan transduksi (40).

Gambar 2.6. Morfologi Bakteri Salmonella typhi

2.7.3 Patogenesis Salmonella typhi

Demam typoid adalah penYakit demam akut yang disebabkan oleh bakteri

S. typhi, penyakit ini khusus menyerang manusia, bakteri ini ditularkan melalui

makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kotoran atau tinja dari seseorang

pengidap atau penderita demam typoid, bakteri S.typhi masuk melalui mulut dan

hanyut ke saluran pencernaan, apabila bakteri masuk ke dalam tubuh manusia,

tubuh akan berusaha untuk mengeliminasinya, tetapi bila bakteri dapat bertahan

dan jumlah yang masuk cukup banyak, maka bakteri akan berhasil mencapai usus

halus dan berusaha masuk ke dalam tubuh yang akhirnya dapat merangsang sel

darah putih untuk menghasilkan interleukin dan merangsang terjadinya gejala


29

demam, perasaan lemah, sakit kepala, nafsu makan berkurang, sakit perut,

gangguan buang air besar serta gejala lainnya (39).

2.7.4 Infeksi Penyebab Bakteri Salmonella typhi

Salmonella typhi merupakan kuman pathogen penyebab demam tifoid,

yaitu suatu penyakit infeksi sistemik dengan gambaran demam yang berlangsung

lama, adanya bakteremia disertai inflamasi yang dapat merusak usus dan organ-

organ hati (41).

2.8 Escherichia coli

2.8.1 Defenisi Escherichia coli

Escherichia coli adalah bakteri flora normal yang sering dijumpai pada

usus manusia, bersifat unik karena dapat menyebabkan infeksi primer seperti diare

Escherichia coli atau Escherichia coli yang termasuk dalam family

Enterobacteriaceae, yang ada di dalam tubuh manusia. Bergerak menggunakan

flagel dan berbentuk batang pendek atau biasa disebut kokobasil. Bakteri

Escherichia coli merupakan bakteri mikroskopik yang memiliki ukuran sangat

kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop, data di sini didapat perkembangan

bakteri yang memiliki perkembangan sangat kecil yaitu dalam ukuran µm. Maka

dari itu, perlu deteksi bakteri Escherichia coli (42).

Escherichia coli, seperti yang umum dikenal, adalah bakteri berbentuk

batang, Escherichia coli yang non bersporulasi, mereka dapat tumbuh aerobik

atau anaerobik dan menyebabkan pengurangan substrat, seperti oksigen dan

nitrat. Meskipun sebagian besar strain Escherichia coli yang tidak berbahaya dan

yang hadir dalam usus manusia beberapa jam setelah melahirkan, strain
30

Escherichia coli tertentu dapat menghasilkan racun yang mematikan dan bisa

berbahaya, mereka bisa menyebabkan infeksi saluran kemih, meningitis neonatal,

keracunan makanan dan komplikasi serius, seperti sindrom hemolitik uremik,

pada manusia, konsumsi sayuran yang tidak dicuci dengan benar dan daging yang

belum dimasak benar-benar dapat mengakibatkan infeksi Escherichia coli. Infeksi

Escherichia coli juga diketahui terjadi dari makan hazelnut (42).

Klasifikasi Bakteri Escherichia coli :

Domain : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

2.8.2 Morfologi Reproduksi Bakteri Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli ditemukan pada tahun 1885 oleh Theodor

Escherich dan diberi nama sesuai dengan nama penemunya. Escherichia coli

merupakan bakteri berbentuk batang dengan panjang sekitar dua micrometer dan

diamater 0.5 micrometer, volume sel Escherichia coli berkisar 0,6-0,7 m3 . Bakteri

ini dapat hidup pada rentang suhu 20-40 oC dengan suhu optimumnya pada 37 oC

dan tergolong bakteri gram negatif (43).

Membran sel Escherichia coli terdiri dari sitoplasma yang penyusun

utamanya adalah lipid dan protein, Membran sel merupakan barier dan berbentuk
31

lapisan tipis yang terletak di sebelah dalam dinding sel berlapis kapsul, Fungsi

membran sel yaitu mengatur keluar masuknya bahan makanan dan nutrisi bagi

bakteri (43).

Escherichia coli dapat hidup dan bertahan pada tingkat keasaman yang

tinggi di dalam tubuh manusia, Escherichia coli juga dapat hidup dan bertahan di

luar tubuh manusia yang penyebarannya melalui feses, kedua habitat hidup

Escherichia coli ini cukup berlawanan, saluran pencernaan manusia merupakan

habitat yang relatif stabil, hangat, bersifat anaerob, dan kaya nutrisi. Sementara

itu, di luar saluran pencernaan, kondisi lingkungan dapat sangat beragam, jauh

lebih dingin, aerobik, serta kandungan nutrisi yang lebih sedikit (8).

Reproduksi aseksual dilakukan dengan pembelahan biner, pembelahan

biner adalah proses pembelahan sel yang diawali dengan penggandaan kromosom,

dilanjutkan dengan pembagian sitoplasma, apabila sitoplasma telah terbagi

menjadi dua bagian, maka akan terbentuk dinding pemisah sehingga dihasilkan

dua anak sel, proses pembelahan biner biasanya terjadi setiap 20 menit (8).

Gambar 2.7 Morfologi Bakteri Escherichia coli


32

2.8.3 Patogenesis Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri yang hidup di usus manusia dan

hewan, pada umumnya bakteri ini tidak berbahaya dan merupakan bagian penting

di saluran usus manusia yang sehat. namun, beberapa Escherichia coli bersifat

patogen yang dapat menyebabkan penyakit seperti diare dan penyakit saluran usus

lainnya, jenis-jenis Escherichia coli yang dapat menyebabkan diare dapat

ditularkan melalui air atau makanan yang terkontaminasi, atau melalui kontak

dengan hewan atau orang (44).

Infeksi Escherichia coli disebabkan oleh makanan dan air minum yang

terkontaminasi, atau kontak langsung dengan seseorang yang sakit atau dengan

hewan yang membawa bakteri. Infeksi dapat disebabkan oleh daging sapi yang

tidak dimasak dengan benar, buah-buahan mentah dan sayuran mentah, air minum

yang tidak sehat, susu yang dipasteurisasi dan produknya dan kontak langsung

dengan hewan di kebun binatang petting atau peternakan, infeksi Escherichia coli

juga dapat menyebar dengan mudah dari orang ke orang, kebersihan dalam

persiapan dan penanganan makanan yang aman merupakan kunci untuk mencegah

penyebaran Escherichia coli (44).

2.8.4 Infeksi Penyebab Escherichia coli

Escherichia coli adalah bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan.

Escherichia coli dapat menyebabkan infeksi pada traktus urinarius, juga dapat

menyebabkan meningitis pada bayi prematur dan neonatal, Strain entero

patogenik Escherichia coli sering menyebabkan diare akut pada anak-anak di

bawah umur 2 tahun (45).


33

2.9 Antibakteri

2.9.1 Tinjauan Tentang Antibakteri

Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan

pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan

mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,

membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah

pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme. Antimikroba meliputi

golongan Antibakteri, antimikotik, dan antiviral. Mekanisme penghambatan

terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa Antibakteri dapat berupa perusakan

dinding sel dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah

selesai terbentuk, perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga

menyebabkan keluarnya bahan makanan dari dalam sel, perubahan molekul

protein dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis

asam nukleat dan protein (46).

2.9.2 Mekanisme Kerja Zat Antibakteri

Mekanisme serangan suatu agen antimikroba dapat diketahui, dengan

mengetahui struktur dan komposisi mikroba. Sebuah sel hidup yang normal

memiliki dinding sel, membran sitoplasma yang tersusun oleh sejumlah besar

protein yang salah satunya adalah enzim, asam nukleat dan senyawa lainnya.

Kerusakan pada salah satu komponen penyusunnya dapat mengawali terjadinya

perubahan yang menuju kematian sel tersebut (47).

Mekanisme kerja antimikroba dapat dibedakan menjadi beberapa macam,

yaitu :
34

1. Menghambat sintesis dinding sel

Antimikroba yang mempunyai aktivitas menghambat sintesis dinding sel

hanya aktif pada sel yang sedang aktif membelah. Mekanisme ini

didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel prokariotik yang terdiri

atas peptidoglikan yang hanya ditemukan pada dinding sel bakteri,

sementara pada eukariotik seperti manusia, fungi dan sebagainya tidak

terdapat peptidoglikan.

2. Merubah molekul protein dan asam nukleat

Mekanisme ini didasarkan pada kondisi dimana hidupnya suatu sel

bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat

dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau substansi yang mengubah

keadaan ini, yaitu terdenaturasikannya protein dan asam-asam nukleat

yang dapat merusak sel hingga tidak dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi

dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi

irreversible (tidak dapat kembali) komponen-komponen selular yang vital

ini.

3. Merusak membran plasma

Mekanisme ini didasarkan pada kemampuan beberapa antibiotik untuk

merubah permeabilitas membran plasma. Perubahan ini akan

mengakibatkan hilangnya metabolit penting dari dalam sel mikroba.

4. Merusak membran plasma

Mekanisme ini didasarkan pada kemampuan beberapa antibiotik untuk

merubah permeabilitas membran plasma. Perubahan ini akan

mengakibatkan hilangnya metabolit penting dari dalam sel mikroba


35

5. Menghambat sintesis metabolit esensial

Mekanisme ini didasarkan pada adanya penghambatan secara kompetitif

dari aktivitas enzimatis dari mikroorganisme oleh senyawa yang

mempunyai struktur yang mirip substrat untuk enzim (48).

2.9.3 Mekanisme Kerja Metabolit Sekunder Sebagai Antibakteri

Mekanisme antibolit sekunder sebagai Antibakteri sebagai berikut :

1. Alkaloid

Mekanisme Antibakteri dari senyawa metabolit sekunder pada dasarnya

memiliki mekanisme berbeda beda. Alkaloid memiliki kemampuan

sebagai Antibakteri, mekanisme yang diduga adalah dengan cara

mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga

lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian

sel (49).

2. Flavonoid

Sebagai senyawa Antibakteri adalah dengan mengganggu integritas

membran sel bakteri yang disebabkan oleh kemampuan flavonoid dalam

membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraselular. Mekanisme

lain dari flavonoid sebagai Antibakteri adalah dengan mendenaturasi

protein sel bakteri dan merusak membran sel (50).

3. Saponin

Sebagai senyawa Antibakteri adalah menurunkan tegangan permukaan

sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan

mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar (50)


36

4. Tanin

Tanin merupakan kelompok senyawa polifenol yang memiliki aktifitas

Antibakteri, mekanisme kerja tanin sebagai Antibakteri diduga dapat

mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu

permeabilitas sel itu sendiri, akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak

dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau

bahkan mati (49).

2.10 Ciprofloxacin

Ciprofloxacin merupakan florukuinolon lama yang memiliki daya

Antibakteri kuat pada, pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella,

Salmonella thypi, Neisseria meningitis, Neisseria gonnorrhoea, Branhamella

catarrhalis dan Yersinea enterocolita (51).

Gambar 2.7. Struktur Kimia ciprofloxacin

2.11 Aquadest (Aqua Destilata)

Aquadest merupakan suatu pelarut yang penting dan memiliki kemampuan

untuk melarutkan banyak zat kimia seperti garam-garam, gula, asam, beberapa

jenis gas dan banyak macam molekul organic sehingga aquadest disebut sebagai
37

pelarut universal, aquadest berada dalam keseimbangan dinamis antara fase cair

dan padat di bawah tekanan temperature standart, dalam bentuk ion, aquadest

dapat dideskripsikan sebagai asosiasi (ikatan antara sebuah ion hydrogen (H)

dengan sebuah ion hidroksida (OH) (52).

2.12 Uji Antimikroba

Metode pengujian daya antimikroba bertujuan untuk menentukan

konsentrasi suatu zat antimikroba sehingga memeperoleh suatu sistem pengobatan

yang efektif dan efisien. Terdapat dua metode untuk menguji daya antimikroba,

yaitu dilusi dan difusi (53).

Metode difusi dan metode dilusi terbagi menjadi beberapa metode, yaitu :

1. Susbtansi antimikroba dalam kadar bertingkat dicampurkan ke dalam

medium bakteriologis solid atau cair. Biasanya digunakan substansi

antimikro dengan pengenceran dua kali lipat (log2). Medium kemudian

diinokulasi dengan bakteri penguji dan diinkubasi. Titik akhir yang

diambil adalah jumlah substansi antimikroba yang diperlukan untuk

menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri penguji. Uji

sensitivitas dilusi agar memakan banyak waktu dari penggunaan mereka

dibatasi hanya pada kondisi khusus. Uji dilusi kaldu tidak praktis dan

hanya digunakan jika dilusi dilakukan dalam tabung uji, tetapi tersedianya

rangkaian dilusi kaldu yang sudah jadi untuk berbagai macam obat alam

lempeng mikrodilusi telah sangat memperbaiki sekaligus

menyederhanakan metode tersebut. Keuntungan uji dilusi microboth

adalah mereka memungkinkan dilaporkannya hasil kuantitatif yang


38

menunjukkan jumlah obat tertentu yang diperlukan untuk menghambat

(atau membunuh) mikroorganisme yang diuji (53).

2. Metode Defusi

Metode yang banyak digunakan di laboratorium adalah uji difusi cakram.

Cakram kertas saring yang berisi jumlah obat yang terukur ditempatkan

pada permukaan media padat yang permukaannya telah diinokulasikan

organisme 32 uji. Setelah inkubasi, diameter zona hambat yang jelas di

sekitar cakram ditentukan sebagai ukuran daya hambat obat melawan jenis

organisme uji tertentu. Metode ini subjektif pada berbagai faktor fisik dan

kimia selain interaksi sederhana antara obat dan organisme (misalnya sifat

medium, diffusibility, ukuran molekul, dan stabilitas obat). Bagaimanapun

juga ,standarisasi kondisi tetap memungkinkan penentuan kerentanan

organisme. Metode difusi cakram kertas memiliki beberapa kelebihan

yaitu cepat, mudah dan murah karena tidak memiliki alat khusus(53)

Dalam metode difusi ini terdiri dari tiga metode yaitu:

a. Metode silinder yaitu dengan menggunakan silinder gelas yang steril

diletakkan di atas agar yang berisi suspensi mikroba yang telah

membeku. Kemudian silinder tersebut diisi dengan zat yang akan

diperiksa lalu diinkubasikan pada suhu 35oC selama 18-24 jam, lalu

diameter hambatnya diukur. Kelebihan dari metode ini yaitu jumlah

zat yang dimasukan dalam media agar jelas, sedangkan kekurangannya

mempunyai resiko tinggi kerena silinder dapat jatuh.


39

b. Metode perforasi yaitu media agar yang masih cair pada suhu 45-50oC

dicampurkan dengan suspensi mikroba pada cawan petri steril,

kemudian dibiarkan membeku.

c. Metode cakram kertas yaitu metode dengan menggunakan cakram

kertas saring yang mendukung zat antimikroba dengan kekuatan

tertentu. Cakram kertas tersebut diletakkan pada permukaan agar yang

telah ditanami mikroba uji, lalu diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu

37 °C, kemudian diameter hambatnya diukur (53).

2.13 Sterilisasi

Sterilisasi adalah suatu proses pemusnahan semua bentuk mikroorganisme,

baik yang berbentuk vegetatif maupun berbentuk spora. Mikroorganisme yang

disebut dapat berupa kuman, virus, ricketsia maupun jamur. Jadi produk steril

telah bebas dari semua jenis mikroorganisme hidup. Istilah “hidup” perlu

diperhatikan karna ada produk steril yang masih mengandung tetapi telah mati,

misalnya hasil sterilisasi dengan pemanasan,penyinaran ataupun dengan memakai

gas khusus untuk produk steril hasil sterilisasi dengan penyaringan, sama sekali

tidak terdapat mikroorganisme kontanminan karena telah dipisahkan secara fisika

dan tertinggal didalam filter (54).

Ada beberapa macam proses sterilisasi yaitu:

1. Sterilisasi dengan pemanasan secara kering

2. Sterilisasi dengan pemanasan secara basah

3. Sterilisasi dengan penambahan zat tertentu

4. Sterilisasi dengan gas


40

5. Sterilisasi dengan penyinaran

6. Sterlisasi dengan memakai penyaring bakteri (54).

2.14 Zona Hambat Bakteri

Zona bening sekitar cakram merupakan petunjuk kepekaan bakteri

terhadap bahan Antibakteri yang digunakan sebagai bahan uji dan dinyatakan

dengan luas zona hambat. Zona hambat yang terbentuk disekitar cakram kertas

saring diukur diameter vertical dan diameter horizontal dengan satuan mm

penggunaan jangka sorong (55).

Diameter zona hambat diukur dengan rumus :

(Dv-Dc) + (Dh-Dc)

Keterangan :

Dv : Diameter vertikal mm
Dh : Diameter Horizontal mm
Dc : Diameter cakram (-5 mm)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui uji aktivitas antibakteri Ekstrak

Etanol 70% daun pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst)

dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thypi dan Escherichia coli.

Jenis penelitan ini bersifat eksperimental laboratorium (True Experimental

Design) bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas dan variabel

terikat, tahapan penelitian berupa pengumpulan dan pengolahan sampel. Jenis dan

Konsentrasi plarut yang digunakan ialah etanol 70%, skrining fitokimia serta

pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar dengan menggunakan

cakram.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2022 - September 2022.

3.2.2 Tempat Penelitian

Di Laboratorium Fitokimia dan Mikrobiologi Fakultas Farmasi dan

Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia Medan dan Laboratorium Mikrobiologi

Sumatera Utara.

41
42

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

1. Objek Penelitian

2. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Salmonella

typhi dan Escherichia coli yang didapatkan di Laboratorium Mikrobiologi

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Sampel Penelitian

Sampel yang diuji dalam penelitian adalah daun pepaya jepang

(Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst). yang diperoleh dari Desa

Helvetia Kota Medan, Sumatera Utara.

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik,

seperangkat alat ratory evaporator, Erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass 500 ml

dan 100 ml, tabung reaksi, corong, cawan petri, jarum ose, kertas saring, bejana

kaca maserasi, bunsen, incubator, autoklaf, pipet tetes, mikropipet, batang

pengaduk, mikroskop, dek glass, objek glass, spatula, penjepit tabung, aluminium

foil, kapas steril, perkamen kajang, benang wol, kasa steril, kertas saring.

3.4.2 Bahan Penelitian

1. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun pepaya jepang

(Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst).

2. Bahan untuk penelitian


43

Pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, pereaksi Bouchardat, pereaksi

Asam klorida (HCL) 2N, pereaksi Besi (III) klorida ( FeCl3) 1%, pereaksi

Lieberman-Burchad, serbuk Mg, amil alcohol, N-Heksan. Mueller Hinton

Agar (MHA), etanol 70%. H₂SO₄ 1%, BaCl₂ 1%, NaCl 0,9%, Mueller

Hinton Agar (MHA), Salmomella shigella agar (SSA), Eosin Methylen

Blue Agar (EMBA), aquadest, DMSO, suspensi standar Mc. Farland.

3. Bakteri uji

Bakteri uji yang akan digunakan yaitu bakteri Salmonella thypi (bakteri

gram negatif) dan Escherichia coli (bakteri gram negatif).

4. Kontrol uji aktivitas antibakteri

Ciprofloxacin sebagai control positif dan DMSO sebagai control negatif.

3.5 Prosedur

3.5.1 Determinasi

Identifikasi terhadap daun pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius

(Mill.) I. M. Johnst) untuk mengetahui identitas toksonominya dilakukan di

Universitas Sumatra Utara. Fakultas MIPA tepatnya di Herbarium Medanense

(MEDA).

3.5.2 Pengumpulan Sampel

Pengumpulan daun pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M.

Johnst) dikumpulkan sebanyak 5 kg dalam keadaan segar. Pengambilan dilakukan

secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan serupa dari daerah

lain dari Desa Helvetia Kota Medan, Sumatera Utara.

3.5.3 Pembuatan Simplisia


44

Bahan berupa daun pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M.

Johnst) dalam keadaan segar dikumpulkan dari Desa Helvetia Kota Medan,

Sumatera Utara. Kemudian sortasi basah (dibersihkan dan dipisahkan dari

kotoran, ditimbang dan dicuci). Lalu dilakukan perajangan agar mempermudah

proses pengeringan. Proses pengeringan sendiri dilakukan dengan cara diagin-

aginkan selama kurang lebih 4-5 hari. Simplisia kering diblender kemudian

disaring menggunakan ayakan, sehingga di peroleh serbuk dari daun pepaya

Jepang (56).

Kemudian dilakukan sortasi kering untuk memisahkan benda-benda asing

seperti bagian-bagain tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran lain yang

masih ada tertinggal pada simplisia kering (57).

BTS−BS
×100 %
BTS

Keterangan :
BTS = Berat Tumbuhan Segar
BS = Berat Simplisia

3.5.4 Uji Skrining Fitokimia

1. Uji Alkaloid

Sebanyak 0,5 g simplisia daun pepaya jepang yang telah dihaluskan,

ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas

penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk uji

alkaloida sebagai berikut :

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer,

akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning (58).


45

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi

Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai

kehitaman(58).

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi

Dragendorff, akan terbentuk endapan merah atau jingga Alkaloida positif

jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan

diatas (58).

2. Uji Flavonoid

Uji flavonoid dilakukan dengan pereaksi asam sulfat (H2SO4). Hasil uji

positif apabila terjadi perubahan warna menjadi kuning, merah atau coklat.

Sebanyak 1 mL larutan ekstrak dituangkan pada tabung reaksi dan ditambahkan

2 tetes H2SO4 (58).

3. Uji Saponin

Sampel uji ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung

reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat

kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm selama 10 menit.

Ditambah 1 tetes HCL 2N menunjukkan adanya saponin (58).

4. Uji Tanin

Sebanyak 2 mL larutan simplisia ditambahkan 3 mL aquadest kemudian

dipanaskan selama 30 menit. Setelah dingin ditambahkan natrium klorida (NaCl)

2% sebanyak 1 mL. Apabila terjadi suspensi sampel kemudian disaring. Filtrat

ditambah gelatin 1% sebanyak 2 mL. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya

tannin (58).

3.5.5 Karaktristik Simplisia


46

Pemeriksaan karakterisik simplisia meliputi penetapan kadar air,

penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan sari larut dalam etanol, penetapan

kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam dan

mikroskop (59).

1. Uji Mikroskopik

Simplisia yang diberikan berupa serbuk simplisia daun pepaya jepang

(Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst). dilakukan dengan cara

meletakkan serbuk simplisia daun pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius

(Mill.) I. M. Johnst) di atas objek glass yang ditetesi kloralhidrat diamati di bawah

mikroskop untuk melihat fragmen pengenal dalam bentuk sel, isi sel atau jaringan

dari daun pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) (59).

2. Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri. Botol timbang,

oven, dan timbangan. Cara penetapannya, yaitu: Timbang krus porselin yang telah

dipijar terlebih dahulu di dalam oven, masukkan lebih kurang 1-5 gram serbuk

simplisia yang telah ditimbang dengan seksama dimasukkan kedalam krus

porselin yang telah dipanaskan pada suhu 105º dan didinginkan. Dipanaskan

selama 3 jam hingga bobot tetap kemudian, didinginkan dan ditimbang.

Dimasukkan kembali kedalam oven selama 1 jam, didinginkan dan ditimbang

(59).

3. Penetapak Kadar Sari Larut Dalam Air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

air-kloroform dalam labu tersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam

pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Hasil maserasi kemudian disaring


47

dan filtrat sebanyak 20 ml diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar

rata yang telah dikeringkan dan ditara. Panaskan pada suhu 105ºC sampai bobot

tetap (59).

4. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100

mengunakan pelarut etanol 70% dalam erlemeyer sambil diaduk sesekali selama

6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Hasil maserasi kemudian

disaring dan filtrat sebanyak 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan

penguap berdasar rata yang telah dikeringkan dan ditara. Panaskan pada suhu 105

ºC sampai bobot tetap (59).

5. Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2-3 gram serbuk yang telah dihaluskan, dimasukkan dalam krus

porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselin dipijar

perlahan-lahan sampai arang habis. Pemijaran dilakukan pada suhu 500-600 º C

hingga berubah menjadi abu berwarna putih abu-abu (59).

6. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, didihkan dalam 25 ml

asam klorida 2 N encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

disaring dan dikumpulkan dengan menggunakan kertas saring bebas abu , cuci

dengan air panas, lalu dipindahkan kedalam krus dan dilakukan pemijaran sampai

bobot tetap (59).


48

3.5.6 Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus


aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst)

Metode ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi cara dingin yaitu

dengan perbandingan 1:10. Serbuk simplisia dimaserasi selama 5 hari, sebanyak

500 g, simplisia dimasukkan ke dalam toples kaca kemudian direndam dengan

3.750 ml pelarut etanol ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 5

hari, lalu disaring menggunakan kertas saring dan diperoleh maserat 1 dan residu.

Kemudian residu direndam ulang dengan menggunakan 1.250 ml pelarut etanol

selama 2 hari. Lalu disaring menggunakan kertas saring dan diperoleh maserat 2

dan residu. Campurkan maserat 1 dan 2, diaduk dan diuapkan dengan

menggunakan alat rotary evaporator dengan suhu 400C sampai diperoleh ekstrak

kental (31).

3.5.7 Pengujian Aktivitas antibakteri

1. Sterilisasi Alat

Alat-alat gelas seperti tabung reaksi, cawan petri, gelas ukur, beaker glass,

tabung erlenmeyer, pinset yang akan digunakan dicuci lalu dikeringkan, dan

dibungkus dengan perkamen kajang dan disterilisasi menggunakan oven pada

suhu 170℃ selama 1 jam. Media agar disterilisasi menggunakan autoklaf pada

suhu 121℃ selama 20 menit. alat dan bahan yang sudah di strilisasi dapat

langsung digunakan atau di simpan dalam keadaan tertutup (60).

2. Peremajaan Bakteri

Sebanyak satu koloni biakan murni bakteri uji yang didapat dari

Laboratorium Farmasi USU diambil dengan menggunakan ose steril dari kultur

murninya, dan selanjutnya diinokulasikan dalam media Salmomella shigella agar


49

(SSA) dan media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), kemudian diinkubasikan

dalam inkubator pada suhu 37°C selama 1x24 jam. Dilakukan pengamatan bakteri

uji yang meliputi pengamatan morfologi koloni (61).

3. Pembuatan Media MHA

Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA) dilakukan dengan cara :

1. Sebanyak 3,8 gram Mueller Hinton Agar (MHA) dilarutkan dalam

erlenmeyer dengan aquades 1000 ml. Dipanaskan di atas hot plate sambil

diaduk hingga larutan menjadi homogeny (36).

2. Medium yang telah homogen disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C,

selama 20 menit (36).

3. Media MHA dituangkan pada cawan petri steril, didiamkan pada suhu

kamar hingga memadat. Kemudian disimpan pada suhu 4ºC (di dalam

lemari es) (36).

4. Pembuatan Suspensi Bakteri

Pembuatan suspensi bakteri uji Salmonella thypi dan Escherichia coli

dengan cara mengambil biakan bakteri dan dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9%

secara aseptik. Kemudian tingkat kekeruhan suspense dibandingkan dengan

standard 0,5 Mc.Farland (62).

5. Pembuatan Larutan Kekeruhan Standar Mc. Farland

Pembuatan Larutan Mc.Farland 0,5 dipipet dan larutan BaCl2 1%

sebanyak 0,05 ml dimasukan kedalam tabung reaksi yang sudah berisi larutan

H2SO4 1%. Larutan ini dikocok sampai terbentuk larutan keruh, sampai

kekeruhan sesuai dengan standar Mc.Farland (63).


50

6. Pembuatan Variabel Konsentrasi

Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu kontrol negatif berupa

DMSO, kontrol positif menggunakan disk cakram ciproflaxacin. Variasi

konsentrasi ekstrak yaitu 10%, 15%, dan 20%. Pembuatan konsentrasi 10% yaitu

0,1 g sampel ditambahkan 1 ml DMSO, 15% yaitu 0,15 g sampel ditambahkan 1,5

ml DMSO, 20% yaitu 0,2 g sampel ditambahkan 5 ml DMSO (64).

7. Pembuatan Larutan Pembanding

Larutan kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 tablet

ciprofloxacin dengan sediaan 500 mg digerus dengan halus, kemudian ditimbang

menggunakan neraca analitik, kemudian ciprofloxacin disetarakan dengan 50 mg

ciprofloxacin murni dan dilarutkan dengan larutan aquadest sebanyak 50 ml

kemudian dihomogenkan. Larutan kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO.

Suspensi bakteri Salmonella typhi yang digunakan adalah kepadatan 1,5 x

108 sel bakteri/ml. Kepadatan tersebut dapat ditentukan dengan membandingkan

suspensi bakteri dengan larutan Mc Farland. Larutan Mc Farland yang digunakan

sebagai pembanding adalah tabung Mc Farland 0,5 (64).

8. Pengukuran Zona Hambat

Pengujian yang efektif terhadap Antibakteri dilakukan menggunkan

metode difusi dengan beberapa konsentrasi, konsentrasi yang digunakan yaitu:

10%, 15%, dan 20%. Pengujian dilakukan dengan menyiapkan suspensi bakteri

uji. Kemudian menyiapkan media Mueller Hinton Agar (MHA) dan 12 cawan

petri yang akan digunakan.

Masukan sebanyak 1 ml dari inoculum bakteri Salmonella typhi dan

Escherichia coli kedalam cawan petri dengan cara dipipet mengunakan


51

mikropipet, lalu sebanyak 20 ml Mueller Hinton Agar (MHA) dimasukkan ke

dalam cawan petri kemudian dihomogenkan membentuk angka delapan dan

dibiarkan hinga memadat (65).

Setelah media Mueller Hinton Agar (MHA) yang sudah padat. Kemudian

diberi Blank disk yang telah direndam dengan ekstrak menggunakan mikropipet

dengan konsentrasi yang telah ditentukan 10%, 15% dan 20% dimasukkan ke

dalam permukaan media dengan jarak disk satu dengan yang lainnya 1-2 cm

dipinggir cawan petri. Sebagai kontrol positif (+) yaitu Ciprofloxacin dan DMSO

sebagai kontrol negatif (-) (65).

Kemudian diinkubasi pada suhu 25°C selama 1x24 jam. Selanjutnya di

amati zona hambat yang terbentuk dan diukur diameter zona hambatnya dengan

jangka sorong secara vertical dan horizontal. Lakukan 3 kali pengulangan pada

setiap konsentrasi ekstrak. Pengukuran diameter hambatan dapat dilakukan

dengan jangka sorong dengan menggunakan rumus (65).

Diameter zona hambat diukur dengan rumus :

(Dv-Dc) + (Dh-Dc)

Keterangan :

Dv : Diameter vertikal mm
Dh : Diameter Horizontal mm
Dc : Diameter cakram (-5 mm)
52

9. Daya Hambat Bakteri

Secara alami berbagai ekstrak tanaman umumnya juga memperlihatkan

aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri. Kemampuan tersebut

terjadi karena adanya berbagai senyawa metabolit sekunder dalam tanaman yang

dapat berperan sebagai antibakteri. Secara umum aktivitas antibakteri berbagai

ekstrak tanaman tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu : Sangat

Kuat, kuat, sedang, lemah. Klasifikasi respon hambatan pertumbuhan mikroba

(66).

Tabel 3.1 Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan Mikroba.

Diameter Zona Hambat (mm) Aktivitas Antibakteri Ekstrak


≥ 20 Sangat Kuat
10-20 mm Kuat
5-10 mm Sedang
≤ 5mmL Lemah

3.6 Analisis Data

Analisis data aktifitas Antibakteri dilakukan dengan mengukur diameter

daerah hambat menggunakan jangka sorong pada masing-masing konsentrasi.

Kemudian dilakukan analisis statistic menggunkan Analisis of varience

(ANOVA) satu arah dan uji tukey menggunkan program SPSS.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian tentang hasil karakteristik simplisia dan uji

aktivitas antibakteri ekstrak etanol 70% daun pepaya jepang (Conidoscolus

aconitifolius (Mill.) I.M Johnst). Penelitiaan ini dilakukan pada bulan Agustus

2022 - September 2022 di Laboratorium Institut Kesehatan Helvetia Medan dan

Laboratorium Mikrobiologi Sumatera Utara.

4.2. Hasil Determinasi Tanaman

Hasil identifikasi bahan tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense

(MEDA), Universitas Sumatera Utara, menunjukkan bahwa tumbuhan yang di

teliti adalah pepaya jepang atau dalam bahasalatin disebut (Cnidoscolus

aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) dapat dilihat pada lampiran 27.

4.3. Hasil Ekstrak Daun Pepaya Jepang

Daun pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) yang

diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 70% kemudian disaring dan

dilakukan evaporasi dengan menggunakan rotary evaporator untuk menguapkan

pelarut etanol sehingga didapatkan ekstrak kental daun pepaya jepang

(Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) sebanyak 58 gram dengan

rendemen 0,11%. Perhitungan rendemen dapat dilihat pada lampiran 11.

53
54

4.4. Identifikasi Skrining Fitokimia

Penentuan uji skrining fitokimia untuk mengetahui golongan senyawa

yang terkandung dalam ekstrak etanol 70% daun pepaya jepang. Berdasarkan

hasil penelitian di ketahui bahwa ekstrak etanol 70% daun pepaya jepang

mengandung alkaloid, flavonoid, saponin dan tannin.

Tabel 4.1. Hasil Skrining Fitokimia

No Senyawa Metabolit Sekunder Pereaksi Hasil


1 Alkaloid Mayer -
Bouchardat +
Dragondrof +
Serbuk Mg + amil alkohol +
2 Flavonoid +
HCl(P)
3 Saponin FeCl3 +
4 Tanin Aquadest + HCl 2N +
Keterangan :
+ : Ada
- : Tidak Ada

Berdasarkan hasil skrining fitokimia serbuk simplisia daun pepaya jepang

yang ditunjukan tabel 4.1 menunjukan bahwa daun pepaya jepang mengandung

alkaloid, flavonoid, saponin dan tannin. pada pengujian alkaloid dengan

penambahan pereaksi bouchardat menunujukan hasil positif dengan perubahan

warna sampel menghasilkan endapan coklat hitam, flavonoid menunjukan hasil

positif di tunjukan dengan perubahan warna sampel menjadi kuning. Pada

pengujian saponin menunjukan hasil positif dengan terbentuknya busa setinggi 1

cm yang tidak hilang selama 10 menit dangan penambahan asam klorida 2 N

menunjukan sampel positif mengandung saponin. Pada tanin menunjukan hasil

positif dengan timbulnya warna hijau kehitaman.


55

4.5. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Simplisia

4.5.1. Uji Mikroskopik

Uji mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun pepaya jepang

(Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst). Dari hasil uji diperoleh sebagai

berikut:

j Epidermis

Vakuola

Gamar 2.8 Mikroskopik Daun Pepaya Jepang


Pengujian mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun pepaya

jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst). Memperlihatkan sel

jaringan epidermis, vakuola. Pengujian mikroskopik bertujuan untuk

menentukkan fragmen pengenal dari tanaman daun pepaya jepang.

4.5.2. Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Dari pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun simplisia daun

pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst). dapat di lihat dari

lampiran 14.
56

Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Simplisia dan Ekstrak Daun Pepaya Jepang
Kadar Syarat menurut MMI
No Karakteristik
Simplisia (%)
1 Kadar abu total 9,70% ≤ 8%
2 Kadar abu tidak larut asam 1,05% ≤ 1%
3 Kadar sari larut air 38,18% ≥ 22%
4 Kadar sari larut etanol 12,90% ≥ 5%
5 Kadar air 7,18% ≤ 10%

4.5.3. Pembahasan Karakterisasi Simplisia

Uji kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang

tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Uji kadar air serbuk pepaya jepang

dilakukan dengan metode gravimetri yang diperoleh hasil kadar air sebesar

7,18%. Hasil sesuai dengan persyaratan batas kadar air untuk serbuk adalah

≤10%. Penentuan kadar air juga terkait dengan kemurnian serbuk. Semakin

sedikit kadar air pada serbuk maka semakin kecil kemungkinan serbuk

terkontaminasi oleh pertumbuhan jamur pada serbuk simplisia.

Kadar sari larut air menunjukan banyaknya senyawa-senyawa kimia

didalam simplisia yang terlarut didalam air. Dari tabel diatas dapat diketahui

bahwa kadar sari yang larut dalam air pada simplisia daun pepaya jepang sebesar

38,18%. Nilai tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan yaitu harus

≥22%.

Begitu juga dengan nilai kadar sari larut etanol pada simplisia daun

pepaya jepang, dimana hasil pengujian menyatakan dalam simplisia tersebut

terkandung kadar sari larut etanol sebesar 12,90%. Nilai tersebut sesuai dengan

yang ditetapkan, dimana kadar sari larut etanol harus memiliki nilai ≥5%. Dengan

demikian, dapat diketahui bahwa simplisia tersebut memiliki kandungan senyawa-

senyawa (sari) yang layak untuk dilakukan ekstraksi.


57

Tujuan dari uji kadar abu total memberikan gambaran kandungan mineral

dalam serbuk. Persentasi kadar abu total pada simplisia daun pepaya jepang tidak

boleh lebih dari 8%. Hasil pengujian yang di peroleh kadar abu total sebesar

9,70%. Penetapan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk mengetahui jumlah

kadar abu yang diperoleh dari faktor eksternal, berasal dari pengotor yang berasal

dari pasir atau tanah. Kadar abu tidak larut asam pada simplisia daun pepaya

jepang tidak boleh lebih dari 1%, hasil pengujian yang diperoleh yaitu 1,05%.

4.6. Hasil dan Pembahasan Pengujian Aktivitas Antibakteri

Penentuan Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol 70% pepaya jepang

(Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) dalam menghambat pertumbuhan

bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli dilakukan dengan metode difusi

agar dengan menggunakan kertas cakram. Zona diameter bening yang berada

disekitar kertas cakram dapat diukur dengan tujuan mengukur kekuatan

antibakteri dari sampel terhadap bakteri yang di uji.


58

Tabel 4.3. Hasil uji Aktivitas antibakteri ekstrak etanol 70% daun pepaya
jepang dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi
dan Escherichia coli.

Zona Hambat
Nilai
Pertumbuhan Kategori
rat-rata
Bakteri Formula Bakteri (mm) Zona
Zona
Pengulangan Hambat
Hambat
I II III
Salmonella F0 0 0 0 0 Tidak ada
typhi F1 8,1 7,25 7,5 7,6 Sedang
F2 8,9 8,7 8,2 8,6 Sedang
F3 10,4 9,9 10,4 10,2 Kuat
F4 23,75 23,1 24,15 23,6 Sangat kuat
Escherichia F0 0 0 0 0 Tidak ada
coli F1 6,4 6,8 7 6,7 Sedang
F2 7,4 7,9 8,05 7,7 Sedang
F3 9 8,25 8,45 8,5 Sedang
F4 21,2 21,2 21,2 21,2 Sangat kuat
Keterangan:
F0 : DMSO
F1 : Ekstrak Etanol Daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M.
Johnst) 10%
F2 : Ekstrak Etanol Daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M.
Johnst) 15%
F3 : Ekstrak Etanol Daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M.
Johnst) 20%
F4 : Ciprofloxacin

Rata-rata diameter zona hambat yang diperoleh diklasifikasikan ke dalam

tabel diatas. Dimana pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun

pepaya jepang dengan konsentrasi 10%, 15%, dan 20% masing-masing memiliki

rata- rata zona hambat terhadap bakteri Salmonella typhi. Diameter zona bening

rata-rata yang terbentuk disekitar kertas cakram pada masing-masing konsentrasi

yaitu: 10% (7,6 mm), 15% (8,6 mm), 20% (10,2 mm). Masing-masing

konsentrasi memiliki respon hambatan yang hampir sama. Zona hambat

terbesar dihasilkan pada ekstrak dengan konsentrasi 20% pada bakteri Salmonella
59

typhi. Pada konsentrasi 10% dan 15% didapatkan hasil diameter zona hambat

menurun yang dikatagorikan sedang, kemudian kembali naik sesuai dengan

kenaikan konsentrasi yaitu pada konsentrasi 20%.

Pada bakteri Escherichia coli zona hambat didapatkan hasil yang

dikatagorikan sedang. Diameter zona bening rata-rata yang terbentuk disekitar

kertas cakram pada masing-masing konsentrasi yaitu: 10% (6,7 mm), 15% (7,7

mm), 20% (8,5 mm).

Masing-masing konsentrasi memiliki respon yang dikategorikan sedang,

hal ini dapat diliaht dari tabel 4.3 diatas. Masing-masing diameter zona hambat

yang paling besar terbentuk pada perlakuan yang diberi kontrol positif, dari kedua

bakteri zona hambat tidak lebih besar dari kontrol positif. Pada bakteri Salmonella

typhi zona bening yang terbentuk oleh kontrol positif yaitu 23,6 mm, pada bakteri

Escherichia coli zona bening yang terbentuk oleh kontrol positif yaitu 21,2 mm.

Pada kedua bakteri yang di beri kontrol positif memiliki respon hambatan yang

dikategorikan sangat kuat.

Hal ini dikarenakan daun pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.)

I. M. Johnst) mengandung senyawa metabolit sekunder golongan (Alkaloid,

flavonoid, saponin, dan tannin) dengan menggunakan jenis pelarut etanol, yang

mana dari metabolit sekunder tersebut memiliki aktivitas antibakteri.


60

4.7. Hasil Analisis Uji One Way Anova

Hasil analisis uji one way anova diameter zona hambat ekstrak etanol daun

pepaya jepang terhadap Bakteri Salmonella typhi dan Eschericia coli adalah

sebagai berikut :

Tabel 4.4. Hasil analisis uji one way anova diameter zona hambat ekstrak etanol
daun pepaya jepang terhadap Bakteri Salmonella typhi dan Eschericia
coli

Hasil Uji
Intepretasi
No. Uraian Anova
Data
(Sig.)
1. Uji Aktivitas Antibakteri daun pepaya 0,000 Ada perbedaan
jepang terhadap bakteri Salmonella signifikan
typhi
2. Uji Aktivitas Antibakteri daun pepaya 0,000 Ada perbedaan
jepang terhadap bakteri Eschericia coli signifikan

Hasil uji beda dengan menggunakan uji one way anova didapatkan nilai p

= 0,000 (<0,05) pada bakteri Salmonella typhi dan nilai p = 0,000 (<0,05) pada

bakteri Eschericia coli yang brarti terdapat perbedaan nilai rata-rata pada setiap

kelompok perlakuan. Untuk melihat perbedaan yang bermakna antar kelompok

perlakuan, maka selanjutnya dianalisa menggunakan uji berda lanjutan (post hoc

tukey HSD) yang hasilnya sebagai berikut :

Tabel 4.5. Hasil analisis uji beda lanjutan (post hoc tukey HSD) diameter zona
hambat ekstrak etanol daun pepaya jepang terhadap bakteri
Salmonella typhi

Pembanding
Konsentrasi
Ciprofloxacin (sig.) DMSO (sig.)
10% 0,000 0,000
15% 0,000 0,000
20% 0,000 0,000
61

Hasil uji beda lanjutan pada aktivitas antibakteri daun pepaya jepang

terhadap bakteri Salmonella typhi diketahui bahwa nilai rata-rata zona hambat

seluruh konsentrasi berbeda signifikan terhadap DMSO dan Ciprofloxacin, hal ini

dibuktikan dengan nilai sig. terhadap DMSO dan Ciprofloxacin pada konsentrasi

10% = 0,000, 15% = 0,000 dan 20% = 0,000 (<0,05). Maka dapat disimpulkan

bahwa seluruh konsentrasi efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Salmonella typhi. Konsentrasi yang paling efektif adalah konsentrasi 20% karena

konsentrasi 20% memiliki rata-rata zona hambat tertinggi dan berbeda signifikan

terhadap kontrol negatif dan kontrol positif serta berbeda signifikan dengan

konsentrasi 10% dan 15%.

Tabel 4.6. Hasil analisis uji lanjutan post hoc tukey HSD diameter zona hambat
ekstrak etanol daun pepaya jepang terhadap bakteri Eschericia coli
Pembanding
Konsentrasi
Ciprofloxacin (sig.) DMSO (sig.)
10% 0,000 0,000
15% 0,000 0,000
20% 0,000 0,000

Hasil uji beda lanjutan pada aktivitas antibakteri daun pepaya jepang

terhadap bakteri Eschericia coli diketahui bahwa nilai rata-rata zona hambat

seluruh konsentrasi berbeda signifikan terhadap DMSO dan Ciprofloxacin, hal ini

dibuktikan dengan nilai sig. terhadap DMSO dan pada konsentrasi 10% = 0,000,

10% = 0,000, 15% = 0,000 dan 20% = 0,000 (<0,05). Maka dapat disimpulkan

bahwa seluruh konsentrasi efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Eschericia coli. Konsentrasi yang paling efektif adalah konsentrasi 20% karena

konsentrasi 20% memiliki rata-rata zona hambat tertinggi dan berbeda signifikan

terhadap kontrol negatif dan kontrol positif serta berbeda signifikan dengan

konsentrasi 10% dan 15%.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. ekstrak etanol 70% daun pepaya jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.)

I. M. Johnst) memiliki aktivitas antibakeri terhadap bakteri Salmonella

typhi dan Escherichia coli

2. konsentrasi yang paling baik untuk menghambat bakteri Salmonella typhi

dan Escherichia coli adalah konsentrasi 20%.

5.2 Saran

Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih

lanjut yaitu “Uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat daun Pepaya Jepang

(Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst) dalam menghambat pertumbuhan

bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli”.

62
DAFTAR PUSTAKA

1. Hidayat MA. Obat Herbal (Herbal Medicine) : Apa Yang Perlu


Disampaikan Pada Mahasiswa Farmasi Dan Mahasiswa Kedokteran
Pengemb Pendidik. 2006;3(1):141–7.
2. Rose S. Delivering the vision. Learn Disabil Pract. 2002;5(4):28–9.
3. Saputra WD. Akyivitas Aantibakteri Ekstrak Daun Dan Batang Tanaman
Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I.M.Johnst) Terhadap
Bakteri Propionibacterium acnes ATCC 1223. 2019;
4. Hapsari WS, Meinitasari E, Firdaus RA. Edukasi Pemanfaatan Tanaman
Obat Keluarga dalam Usaha Peningkatan Derajat Kesehatan di Dusun
Nabin Kulon Magelang. 2022;13(1):110–4.
5. Nadiroh A, Hariani D. Efek Ekstrak Daun Pepaya Jepang terhadap Kadar
Kolesterol , Morfometri , dan Histologi Hepar Mencit Hiperkolesterolemia.
LenteraBio Berk Ilm Biol. 2021;11(1):101–12.
6. Candra H, Laia G, Daely PJ, Chiuman L. Salmonella tyhpi. 2019;8(1):1–9.
7. Ruwandha D, Fitriyani D, Iskandar D. Uji Aktivitas Tanin Daun Mimba
(Azzadirachta indica) Terhadap Bakteri Salmonella typhi. J Kim Ris.
2021;6(1):77.
8. Rahayu WP, Nurjanah S, Komalasari E. Escherichia coli:
Patogenitas,Analisis, dan Kajian Risiko. J Chem Inf Model. 2018;53(9):5.
9. Nurwandani R. Uji Efek Analgetik Ekstrak Batang Tanaman Pepaya
Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I.M.Johnst.) Pada Mencit Putih
Jantan Galur Swiss Webster. Skripsi Univ Al-Ghifari. 2019;
10. Antibakteri A, Perak P, Pengesahan H, Hasil M. Skripsi Diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi ( S . Farm )
dibidang Jurusan Farmasi pada Fakultas MIPA Oleh : Riska Hasanah
Rahma Yunita. 2022;
11. Mortalitas T, Aedes L. Jepang ( Cnidoscolus aconitifolius ( Mill ) I . M .
Johnst .) INSTAR III. 2021;(Mill).
12. Fatimah B. Potensi Daun Afrika (Vernonia amygdalina), Daruju (Acanthus
ilicifolius L.), Pepaya Jepang (Cnidoscolus conitifolius) Sebagai Bahan
Tambahan Pakan Ternak Ruminansia Dalam Mereduksi Gas Metana (CH4)
Secara In Vitro. 2016;20.
13. Sciences H. Analisis Usaha Pemberian Tepung Daun Pepaya Jepang.
2016;4(1):1–23.
14. Maidah N, Hariani D. Ekstrak Daun Pepaya Jepang (Cnidosculus
aconitifolius) Memperbaiki Kadar Kolesterol, Morfometri dan Histologi
Testis Mencit Hiperkolesterolemia. Lentera Bio [Internet]. 2021;11(1):52
15. Nwachukwu AE. Karakterisasi Biokimia dan Molekuler Bakteri yang
Berhubungan Dengan Cnidoscolus aconitifolius ( Mill .) IM Johnston
Karakterisasi Biokimia dan Molekuler Bakteri yang Berhubungan Dengan
Cnidoscolus aconitifolius ( Mill .) IM Johnston. 2021;

63
64

16. Munguía-Rosas MA, Jácome-Flores ME, Bello-Bedoy R, Solís-Montero V,


Ochoa-Estrada E. Morphological divergence between wild and cultivated
chaya (Cnidoscolus aconitifolius) (Mill.) I.M. Johnst. Genet Resour Crop
Evol. 2019;66(7):1389–98.
17. Nulhakim L, Yuliamsal IA, Hakima VH, Pengolahan Pangan Berbahan
Baku Daun Pepaya Jepang Untuk Dijadikan Makanan (Studi Kasus Pada
Kwt Melati Ii Kelurahan J Pengabdi. 2020;1.
18. Hijau B, Chaya B, Ebel R, Jesús M De, Aguilar M, Ariel J, et al.
Keanekaragaman Genetik pada Sayuran Berdaun Hijau Bergizi. Chaya
(Cnidoscolus. 2019;161–89.
19. Mukhriani. Farmaknosi analisis. Universitas Islam Negeri (IUN) ALuddin.
2014. 1–188
20. Sukohar A. Neufarmakologi–Asetilkolin Dan Nore Efinefrin. Buku Ajar
Farmakol. 2014;11, 26–8.
21. Rizikiyan Y, Indriaty S, Firmansyah D, Fajriyah I. Upaya Penanaman,
Pemanfaatan Serta Pembuatan Jamu Godok Dari Tanaman Obat Sambiloto
Dimasa Pandemi Covid-19 Di Desa Palir Kecamatan Tengahtani
Kabupaten Cirebon. J Abdi Masy Kita. 2022;2(1):103–15.
22. Resiko M, Komorbid F. Halaman | 14. 2022;V:14–23.
23. Ahmad R. Standardisasi Simplisia Pada Proses Pembuatan Serbuk.
2022;7(1):128–37.
24. Sri Rejeki. Emberdayaan Pembuatan Simplisia Dan Celupan Bunga Telang
( Clitoria ternatea ) Pada Kelompok Wanita Tani ( Kwt ) 2022;6:225–30.
25. Amanda KT, Raharjo SJ. Potensi Antioksidan Ekstrak Kombinasi Air
Etanol Pada Simplisia Selada Air (Nasturtium officinale R. Br).
Pharmademica J Kefarmasian dan Gizi. 2022;1(2):40–6.
26. Mutiara JA, Sapitri A, Asfianti V, Marbun ED. Pengelolahan Tanaman
Herbal Menjadi Simplisia Sebagai Obat Tradisional. J Abdimas Mutiara.
2022;3:94–102.
27. Samudra A. Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium
polyanthum Wight) Dari Tiga Tempat Tumbuh di Indonesia. 2014. 1–115.
28. Luis F, Moncayo G. Aplikasi Pemanfaatan Daun Pepaya (Carica papaya)
Sebagai Biolarvasida Terhadap Larva Aedes aegypti.
29. Torres T. Penentuan Kadar Flavonoid Ekstrak Etanol 70% Kulitbawang
Merah (Allium cepa L.) Dengan Metode Maserasi Dan Mae (Microwave
Assisted Extraction). 2017;7(2):111.
30. Pare Fteb, Basah (Momordica charantia L.) Dengan Variasi Konsentrasi
Bahan Pengikat Gelatin Secara Granulasi. Formulasi Tablet Ekstrak Buah
Pare (Momordica charantia L.) Dengan Variasi Konsentrasi Bahan
Pengikat Gelatin Secara Granulasi Basah. Phys Rev E. 2011;(June):53.
31. Merangin Did, Pattiselanno F, Mentansan G, Nijman V, Nekaris KAI,
Pratiwi AIN, et al. Pengaruh Jenis Pelarut Ekstrak Berbeda Terhadap
Kandugan Asam Amino Konsentrasi Protein Teripang Keling (Holothuria
atra). 2018;2(2):2016.
65

32. Jumrah E. Metabolit Sekunder Tugas 1 Kimia Bahan Alam. Metab


Sekunder Tugas 1 Kim Bahan Alam. 2020;3.
33. Hidayah N. Pemanfaatan Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman (Tanin
dan Saponin) dalam Mengurangi Emisi Metan Ternak Ruminansia. J Sain
Peternak Indones. 2016;11(2):89–98.
34. Bakteriologi.
35. Yusmaniar Wardiyah Khairun Nida. Mikrobiologi dan Parasitologi. Buku
Mikrobiol. 2017;
36. Fatiqin A, Novita R, Apriani I. Pengujian Salmonella Dengan
Menggunakan Media Ssa Dan E. Coli Menggunakan Media Emba Pada
Bahan Pangan. Indobiosains. 2019;1(1):22–9.
37. Ulum B, Khanifah F. Uji Daya Hambat Ekstrak Buah Pare (Momordica
charantia) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi DENGAN
Metode Difusi. J Insa Cendekia. 2018;4(1):26–32.
38. Suwandi JF, Sandika J. Sensitivitas Salmonella thypi Penyebab Demam
Tifoid terhadap Beberapa Antibiotik. J Major. 2017;6(1):41–4.
39. Darmawati S. Keanekaragaman Genetik Salmonella typhi. J Kesehat.
2009;2(1):27–33.
40. Peran Imunitas.
41. Rahmitasari RD, Suryani D, Hanifa NI. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanolik Daun Juwet (Syzygium cumini (L.) Skeels) terhadap Bakteri Isolat
Klinis Salmonella typhi. Pharm J Farm Indones (Pharmaceutical J Indones.
2020;17(1):138.
42. Priyanti E. Penerapan algoritma naïve bayes untuk deteksi bakteri e-coli.
Tek unisfat. 2017;8(1):17–23.
43. Sutiknowati LI. “Bioindikator Pencemar, Bakteri Escherichia coli.” J
Oseana 2016;41(4):63–71.
44. Sumampouw Oj. Uji Sensitivitas Antibiotik Terhadap Bakteri Escherichia
coli Penyebab Diare Balita Di Kota Manado ( The Sensitivity Test of
Antibiotics to Escherichia coli was Caused The Diarhhea on Underfive
Children in Manado City ). J Curr Pharm Sci. 2018;2(1):105.
45. Derviş B. Aktivitas Antibakteri Ekstrak N-Heksan Kelopak Rosella
(Hibiscus sabdariffa Linn) Terhadap Propionibacterium acne SENSITIF,
Escherichia coli, DAN Staphylococcus aureus Multiresisten. J Chem Inf
Model. 2013;53(9):1689–99.
46. Sartika I. Characterization of Antibacterial Compounds From Some of
Empirical Herbs Planting From Village Pattiro District Bone. 2018;
47. Krisnina Maharani. Uji antibakteri ekstrak kulit buah dan biji manggis.
2012;2012.
48. Antibakteri Uji, Kulit E, Dan B, Manggis B, Biologi PS-, Biologi D, et al.
Lampiran 1 Ringkasan Uji Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Dan Biji
Manggis.
49. Ibrahim A, Kuncoro H. Identifikasi Metabolit Sekunder Dan Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun Sungkai (Peronema canescens JACK.) Terhadap
Beberapa Bakteri Patogen. J Trop Pharm Chem. 2012;2(1):8–18.
66

50. Manik DF, Hertiani T, Anshory H. Analisis Korelasi Antara Kadar


Flavonoid Dengan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi-Fraksi
Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap Staphylococcus aureus.
Khazanah. 2014;6(2):1–11.
51. Pratiwi I, Azis S, Kusumastuti E, Kesehatan B. Rasionalitas Penggunaan
Antibiotik Ciprofloxacin pada Penderita Demam tifoid. Biomed J Indones
J Biomedik Fak Kedokt Univ Sriwij. 2018;4(2):46–51.
52. Hasanah F. Desain Sensor Kapasitif Untuk Penentuan Level Aquades. Vol.
2, Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Jember. 2016. 7 p.
53. Kusumayanti Ni Kadek Ayu. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Biji
Buah Pepaya (Carica papaya L.) Dengan Variasi Konsentrasi Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Klebsiella pneumoniae. 2019;
54. Ma’ad S. Strilisasi dan Disinfeksi. ke-1. Surabaya: Airlangga Universitiy
Press; 2009. 142 p.
55. Winastri Nlap, Muliasari H, Hidayati E. Aktivitas Antibakteri Air Perasan
Dan Rebusan Daun Calincing (Oxalis corniculata L.) Terhadap
Streptococcus mutans. Ber Biol. 2020;19(2).
56. Hanum, Siti Fatimah., Surbakti, Chemayanti. RR. Farmakognosi 2. Medan:
Institut Kesehatan Helvetia; 2019.
57. Hanum, Siti Fatimah., Surbakti, Chemayanti., Rumanti RM. Farmakognosi.
Medan: Yayasan Helvetia; 2019. 12–13 p.
58. Sinaga AA, Luliana S, Fahrurroji A. Uji efektivitas antioksidan losio
ekstrak metanol buah naga merah (Hylocereus polyrhizus Britton dan
Rose). Pharm Sci Res. 2018;1(6):11–21.
59. Bella Septiana. Karakterisasi Simplisia DaN Uji Antioksidan Ekstrak
Etanol Umbi Bawang Dayak. 2021;6.
60. Suprapto Ma’at. Sterilisasi dan Disinfeksi. Simalugun: Universitas Efarina;
2009. 142 p.
61. Yanti YN, Mitika S. Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus. J Ilm Ibnu Sina Ilmu Farm dan Kesehat [Internet].
2017;2(1):158–68. Available from:
http://jiis.akfar-isfibjm.ac.id/index.php/JIIS/article/view/93
62. Ngajow M, Abidjulu J, Kamu VS. Pengaruh Antibakteri Ekstrak Kulit
Batang Matoa (Pometia pinnata) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
secara In vitro. J MIPA. 2013;2(2):128.
63. Nadiarti et al. (editor). 2015. Prosiding Simposium Nasional II Kelautan
dan Perikanan 2015. Makassar, 5 Oktober 2015.
64. Yustisi AJ, Rahmawati T. Uji Aktivitas Analgetik Ekstrak Etanol Daun
Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) Pada Mencit Jantan Putih
(Mus musculus) Yang Diinduksi Asam Asetat. Media Kesehat Politek
Kesehat Makassar. 2019;14(2):186.

65. Munawir AM, Basir A. Uji Aktivitas Bakteri Salmonella Thypii pada
Sayuran Lalapan Kemangi (Ocimum Sanctum L) Secara In Vitro. UMI
67

Med J. 2021;6(2):129–36.
66. Gustiananda M. Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius) dalam Menghambat Pertumbuhan
Pityrosporum ovale Sebagai Salah Satu Jamur Penyebab Ketombe. Skripsi
Pendidik Progr Stud S1 Farm Fak Farm dan Kesehat Inst Kesehat Helv
Medan. 2019;107.
68

Lampiran 1. Permohonan Pengajuan Judul Skripsi


69

Lampiran 2. Permohonan Determinasi Tumbuhan


70

Lampiran 3. Hasil Determinasi Tumbuhan


71

Lampiran 4. Permohonan Ethical Clearance


72

Lampiran 5. Rekomendasi Persetujuan Etik


73

Lampiran 6. Permohonan Ijin Penelitian Universitas Sumatera Utara


74

Lampiran 7. Permohonan Ijin Penelitian Institut Kesehatan Helvetia


75

Lampiran 8. Balasan Ijin Penelitian Universitas Sumatera Utara


76
77

Lampiran 9. Skema pengambilan sampel Daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus


aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst)

Pengumpulan sampel daun pepaya jepang (Conidoscolusaconitifolius


(Mill.) I.M Johnst)

Sortasi Basah

Ditimbang

Pencucian

Ditiriskan
dirajang

Pengeringan

Ditimbang

Penyerbukan

diayak
ditimbang

Penyimpanan
Lampiran 10. Skema Uji Skrining Fitokimia Simplisia

78
Lampiran 11. Skema Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

79
80

Lampiran 12. Skema Pembuatan Ekstrak daun pepaya jepang (Conidoscolus


aconitifolius (Mill.) I.M Johnst)

Simplisia daun pepaya jepang (Conidoscolusaconitifolius


(Mill.) I.M Johnst)

Direndam dengan Etanol sebanyak 75 bagian (3750 mL) lalu

ditutup dengan aluminium foil selama 5 hari, sambil di aduk

sesekali

Setelah 5 hari, sampel disaring sehingga menghasilkan

filtrat 1 dan residu 1

Residu yang diperoleh kemudian direndam lagi (remaserasi) dengan 25

bagian sisa metanol sebanyak 1250 mL selanjutnya wadah ditutup dengan

aluminium foil

Disimpan selama 2 hari, kemudian disaring sehingga menghasilkan filtrat 2

dan residu 2

Filtrat 1 dan filtrat 2 digabungkan, lalu dipekatkan dengan rotary

evaporator

Hasiil
81

Lampiran 13. Peremajaan Bakteri

Isolat bakteri

Diambil 1 jarum ose

Digoreskan pada cawan petri yang berisi

media Salmomella shigella agar (SSA) dan

Eosin Methylen Blue Agar (EMBA)

Diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu

37°C

Hasil
82

Lampiran 14.Mueller Hinton Agar (MHA)

Serbuk media MHA di timbang sebnyak


3,8 gram

Erlenmeyer dan tambahkan aquadest sebanyak 1000 ml

aquadest

Dipanaskan sampai larut dan disterilkan dalam autoklaf

pada suhu 1210C selama 15 menit

Dibiarkan temperatur turun hingga ± 4500C

Kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri, Media dapat

digunakan untuk pengujian bakteri


83

Lampiran 15.Skema Pembuatan Larutan Mc.Farland

Tabung Reaksi

0.5 ml BaCl2 1%

9,95 ml H2SO4 1%

- Divortex

Hasil
84

Lampiran 16. Skema Pembuatan Suspensi Bakteri

Hasil

- Di ambil dengan ose steril

Disuspensikan kedalam tabung reaksi yang berisi

10 ml NaCl 0,9%

Hasil

Kekeruhan suspensi bakteri uji disesuaikan dengan

kekeruhan suspensi standar Mc. Farland


85

Lampiran 17. Pengukuran Zona Hambat

Disiapkan cawan petri yang telah disterilkan

Dimasukkan suspensi bakteri kedalam cawan petri

Ditambahkan Mueller Hinton Agar (MHA) diaduk membentuk angka 8

sampai homogen dan diamkan sampai memadat.

- Di ambil menggunakan pinset

Kertas cakram direndam ke dalam ekstrak daun pepaya jepang masing-

masing konsentrasi 10%, 15%, 20%, kontrol negative ciprofloxacin,

kontrol positif DMSO, selama 15 menit

Diinkubasi pada suhu ± 36-37℃ selama 18-24 jam

Diamati daerah bening disekeliling cakram dan

diukur diameternya.

Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali


86

Lampiran 18. Perhitungan Karakteristik Serbuk Simplisia

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAUN PEPAYA

1. Penetapan kadar air


(w1-w2)
% Kadar air simplisia = x 100%
berat sampel

No Berat sampel w1-w2


,
1, 2,0007 0,1451
2, 2,0008 0,1443
3, 2,0008 0,1418
0,1451
1. Kadar air = x 100% = 7,25%
2,0007

0,1443
2. Kadar air = x 100% = 7,21%
2,0008

0,1418
3. Kadar air = x 100% = 7,09%
2.0008

7,25 %+ 7,21 %+ 7,09 %


% Rata-rata kadar air = = 7,18%
3

2. Perhitungan kadar sari larut dalam air

berat sari (g) 100


% Kadar sari larut dalam air = x x 100%
berat sampel (g) 20

No, Berat sampel (g) Berat sari (g)


1, 5,0060 0,3829
2, 5,0060 0,3766
3, 5,0050 0,3868
87

0, 3829 100
1. Kadar sari larut dalam air = x x 100% = 38,29%
5, 0060 20

0, 3766 100
2. Kadar sari larut dalam air = x x 100% = 37,61%
5,0060 20

0,3868 100
3. Kadar sari larut dalam air = x x 100% = 38,64%
5,0050 20

38,29 %+ 37,61 % +38,64 %


% Rata-rata kadar sari larut dalam air = =
3

38,18%

3. Perhitungan kadar sari larut dalam etanol

berat sari (g) 100


% Kadar sari larut dalam etanol = x x 100%
berat sampel (g) 20

No, Berat sampel (g) Berat sari (g)


1, 5,0001 0,1430
2, 5,0004 0,1145
3, 5,0000 0,1295

0,1430 100
1. Kadar sari larut dalam etanol = x x 100% = 14,30
5,0001 20

0,1145 100
2. Kadar sari larut dalam etanol = x x100% = 11,45%
5,0004 20

0,1295 100
3. Kadar sari larut dalam etanol = x x 100% = 12,95%
5,0000 20

14,30 %+11,45 %+ 12,95 %


% Rata-rata kadar sari larut dalam etanol = = 12,90%
3
4. Perhitungan kadar abu total

berat abu (g)


% Kadar abu total = x 100%
berat simplisia (g)

No, Berat sampel (g) Berat abu (g)


1, 2,0005 0,1992
2, 2,0005 0,1929
3, 2,0008 0,1980
88

0,1992
1. Kadar abu total = x 100% = 9,56%
2,0005
0,1929
2. Kadar abu total = x 100% = 9,64%
2,0005
0 , 1980
3. Kadar abu total = x 100% = 9,90%
2,0008
9,56% +9,64%+9,90%
% Rata-rata kadar abu total = = 9,70%
3

5. Perhitungan kadar abu tidak larut asam

berat abu (g)


% Kadar abu tidak larut asam = x
berat simplisia (g)
100%
No, Berat sampel (g) Berat abu (g)
1, 2,0005 0,0215
2, 2,0005 0,0213
3, 2,0008 0,0205

0, 0215
1. Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 1,07%
2,0005
0,0213
2. Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 1,06%
2,0005
0, 0205
3. Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 1,02%
2,0008
1,07 % + 1,06 %+1,02%
% Rata-rata kadar abu tidak larut asam = = 1,05%
3
NO Parameter Hasil
1. Kadar Air 7,18%
2. Kadar Sari Larut Air 38,18%
3. Kadar Sari Larut Etanol `12,90%
4. Kadar Abu Total 9,70%
5. Kadar Abu Tidak Larut Asam 1,05%
89

Lampiran 19. Perhitungan Pembuatan Media MHA

Diketahui komposisi media MHA 38 g/1000 ml, jika dibuat dalam 100 ml,

adalah :

38 gram x 250 ml
𝑥= 1000 ml
= 9,5 gram

Jadi, pembuatan media MHA sebanyak 250 ml dibutuhkan media MHA


sebanyak 9,5 gram.
90

Lampiran20. Bobot Penyusutan Daun pepaya jepang (Conidoscolus


aconitifolius (Mill.) I.M Johnst)

Berat Kering
1. Bobot Susut Pengeringan = x 100%
Berat Basah

700 gram
= x 100%
5000 gram

= 0,14 %

2. Rendemen ekstrak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 x 100%


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒g𝑎𝑟

= 57g x 100%
500 g

=11,4%

.
91

Lampiran 21. Perhitungan Pengenceran Konsentrasi Ekstrak Etanol 70% daun


Pepaya Jepang (Conidoscolus aconitifolius (Mill.) I.M Johnst).
Untuk membuat konsetrasi yang diperlukan, dapat dihitung dengan rumus :
V1M1 = V2M2
Ket : V1 = volume awal
M1 = konsentrasi awal
V2 = volume akhir
M2 = konsentrasi akhir

1. Konsentrasi 20% (Larutan Induk Baku)

20 g 1g
Konsentrasi 20% = = =
100 ml 5 ml DMSO
Jadi pembuatan larutan stok 20% Ekstrak etanol 70% daun Pepaya
Jepang dibuat dengan cara 1g ekstrak dilarutkan dalam 5 ml DMSO.

2. Konsentrasi 15%

V1M1
V1. 20%
30 g
V1 =
20 ml

V1 = 1,5 ml ad dalam DMSO 2 ml

3. Konsentrasi 10%

V1M1
V1. 20%
20 g
V1 =
20 ml

V1 = 1 ml ad dalam DMSO 2 ml
92

Lampiran 22. Hasil uji Aktivitas antibakteri ekstrak etanol 70% daun pepaya
jepang dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi dan
Escherichia coli
Zona Hambat
Nilai
Pertumbuhan Kategori
rat-rata
Bakteri Formula Bakteri (mm) Zona
Zona
Pengulangan Hambat
Hambat
I II III
Salmonella F0 0 0 0 0 Tidak ada
typhi F1 8,1 7,25 7,5 7,6 Sedang
F2 8,9 8,7 8,2 8,6 Sedang
F3 10,4 9,9 10,4 10,2 Kuat
F4 23,75 23,1 24,15 23,6 Sangat kuat
Escherichia F0 0 0 0 0 Tidak ada
coli F1 6,4 6,8 7 6,7 Sedang
F2 7,4 7,9 8,05 7,7 Sedang
F3 9 8,25 8,45 8,5 Sedang
F4 21,2 21,2 21,2 21,2 Sangat kuat
Keterangan:
F0 : DMSO
F1 : Ekstrak Etanol Daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M.
Johnst) 10%
F2 : Ekstrak Etanol Daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M.
Johnst) 15%
F3 : Ekstrak Etanol Daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus aconitifolius (Mill.) I. M.
Johnst) 20%
F4 : Ciprofloxacin
93

Lampiran 23. Hasil Uji Statistik One Way ANOVA

Tests of Normalityb,c,d
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Salmonella Konsentrasi
,272 3 . ,947 3 ,554
typhi 10%
Konsentrasi
,276 3 . ,942 3 ,537
15%
Konsentrasi
,314 3 . ,893 3 ,363
20%
Kontrol (+) ,229 3 . ,981 3 ,739
Escherichia coli Konsentrasi
,253 3 . ,964 3 ,637
10%
Konsentrasi
,301 3 . ,912 3 ,424
15%
Konsentrasi
,285 3 . ,932 3 ,497
20%
a. Lilliefors Significance Correction
b. Salmonella typhi is constant when Formula = Kontrol (-). It has been omitted.
c. Escherichia coli is constant when Formula = Kontrol (+). It has been omitted.
d. Escherichia coli is constant when Formula = Kontrol (-). It has been omitted.

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Salmonella typhi Between Groups 883,409 4 220,852 1612,061 ,000
Within Groups 1,370 10 ,137
Total 884,779 14
Escherichia coli Between Groups 709,629 4 177,407 2463,991 ,000
Within Groups ,720 10 ,072
Total 710,349 14

Multiple Comparisons
Tukey HSD
95% Confidence
Mean Interval
Dependent Difference Std. Lower Upper
Variable (I) Formula (J) Formula (I-J) Error Sig. Bound Bound
Salmonella Konsentrasi Konsentrasi
-,98333 ,30221 ,053 -1,9779 ,0113
typhi 10% 15%
Konsentrasi
-2,61667* ,30221 ,000 -3,6113 -1,6221
20%
Kontrol (+) -16,05000 ,30221
*
,000 -17,0446 -15,0554
Kontrol (-) 7,61667* ,30221 ,000 6,6221 8,6113
Konsentrasi Konsentrasi
,98333 ,30221 ,053 -,0113 1,9779
15% 10%
Konsentrasi
-1,63333* ,30221 ,002 -2,6279 -,6387
20%
Kontrol (+) -15,06667 ,30221
*
,000 -16,0613 -14,0721
Kontrol (-) 8,60000* ,30221 ,000 7,6054 9,5946
94

Konsentrasi Konsentrasi
2,61667* ,30221 ,000 1,6221 3,6113
20% 10%
Konsentrasi
1,63333* ,30221 ,002 ,6387 2,6279
15%
Kontrol (+) -13,43333 ,30221
*
,000 -14,4279 -12,4387
Kontrol (-) 10,23333* ,30221 ,000 9,2387 11,2279
Kontrol (+) Konsentrasi
16,05000* ,30221 ,000 15,0554 17,0446
10%
Konsentrasi
15,06667* ,30221 ,000 14,0721 16,0613
15%
Konsentrasi
13,43333* ,30221 ,000 12,4387 14,4279
20%
Kontrol (-) 23,66667 ,30221
*
,000 22,6721 24,6613
Kontrol (-) Konsentrasi
-7,61667 ,30221
*
,000 -8,6113 -6,6221
10%
Konsentrasi
-8,60000* ,30221 ,000 -9,5946 -7,6054
15%
Konsentrasi
-10,23333* ,30221 ,000 -11,2279 -9,2387
20%
Kontrol (+) -23,66667 ,30221
*
,000 -24,6613 -22,6721
Escherichia Konsentrasi Konsentrasi
-1,05000 ,21909
*
,005 -1,7710 -,3290
coli 10% 15%
Konsentrasi
-1,83333* ,21909 ,000 -2,5544 -1,1123
20%
Kontrol (+) -14,46667* ,21909 ,000 -15,1877 -13,7456
Kontrol (-) 6,73333* ,21909 ,000 6,0123 7,4544
Konsentrasi Konsentrasi
1,05000 ,21909
*
,005 ,3290 1,7710
15% 10%
Konsentrasi
-,78333* ,21909 ,032 -1,5044 -,0623
20%
Kontrol (+) -13,41667* ,21909 ,000 -14,1377 -12,6956
Kontrol (-) 7,78333* ,21909 ,000 7,0623 8,5044
Konsentrasi Konsentrasi
1,83333 ,21909
*
,000 1,1123 2,5544
20% 10%
Konsentrasi
,78333* ,21909 ,032 ,0623 1,5044
15%
Kontrol (+) -12,63333* ,21909 ,000 -13,3544 -11,9123
Kontrol (-) 8,56667* ,21909 ,000 7,8456 9,2877
Kontrol (+) Konsentrasi
14,46667 ,21909
*
,000 13,7456 15,1877
10%
Konsentrasi
13,41667* ,21909 ,000 12,6956 14,1377
15%
Konsentrasi
12,63333* ,21909 ,000 11,9123 13,3544
20%
Kontrol (-) 21,20000 ,21909
*
,000 20,4790 21,9210
Kontrol (-) Konsentrasi
-6,73333 ,21909
*
,000 -7,4544 -6,0123
10%
Konsentrasi
-7,78333* ,21909 ,000 -8,5044 -7,0623
15%
Konsentrasi
-8,56667* ,21909 ,000 -9,2877 -7,8456
20%
Kontrol (+) -21,20000 ,21909
*
,000 -21,9210 -20,4790
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Salmonella typhi
Tukey HSDa
Subset for alpha = 0.05
Formula N 1 2 3 4
Kontrol (-) 3 ,0000
95

Konsentrasi 10% 3 7,6167


Konsentrasi 15% 3 8,6000
Konsentrasi 20% 3 10,2333
Kontrol (+) 3 23,6667
Sig. 1,000 ,053 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Escherichia coli
Tukey HSDa
Subset for alpha = 0.05
Formula N 1 2 3 4 5
Kontrol (-) 3 ,0000
Konsentrasi 10% 3 6,7333
Konsentrasi 15% 3 7,7833
Konsentrasi 20% 3 8,5667
Kontrol (+) 3 21,2000
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
96

Lampiran 24. Lembar Bimbingan Ptroposal


97
98

Lampiran 25. Lembar Revisi Proposal


99

Lampiran 26. Lembar Bimbingan Skripsi


100
101

Lampiran 27. Lembar Revisi Skripsi


102

Lampiran 28. Proses Pembuatan Simplisia dan Maserasi Daun Pepaya Jepang
(Conidoscolus aconitifolius (Mill.) I.M Johnst)

b. Pengambilan Sampel daun Pepaya jepang Segar

c. Pengeringan Sampel Daun Pepaya Jepang


103

d. Serbuk Simplisa Daun Pepaya Jepang

e. Proses Maserasi
104

f. Maserat

g. Evaporasi Mengunakan Roatry Evaporator


105

h. Ekstrak Kental Daun Pepaya jepang


106

Lampiran 29. Skrining Fitokimia Dari Daun Pepaya Jepang (Cnidoscolus


aconitifolius (Mill.) I. M. Johnst).

Identifikasi
Hasil
No Golongan Perlakuan Gambar Keterangan
Uji
Senyawa
1 Alkaloid Sampel + Terbentuk
dilarutkan endapan
dengan HCl 0,1 putih
N + pereaksi
Mayer
menghasilkan
warna endapan
putih
Sampel + Terbentuk
dilarutkan endapan
dengan HCl 0,1 coklat hitam
N + pereaksi
Bouchardat
menghasilkan
warna endapan
coklat hitam
Sampel + Terbentuk
dilarutkan endapan
dengan HCl 0,1 merah bata
N + pereaksi
Dragendorf
menghasilkan
warna endapan
merah bata

2 Flavonoid Sampel + HCl + Terbentuk


(p) + 0,2 gram endapan
bubuk Mg kuning
menghasilkan padalapisan
warna merah amil alcohol
107

3 Saponin Sampel + Terbentuk


ditambahkan 5 busa
ml aquadest lalu
dikocok kuat
terbentuk busa
atau buih

4 Tanin Simplisia + Terbentuk


ditimbang Hijau
sebanyak 0,5 Kehitaman
gram, didihkan
selama 3 menit
dalam air suling
lalu didinginkan
dan disaring.
Filtrat
ditambahkan 1-2
tetes pereaksi
besi (III) klorida
1% menghasilka
n warna biru
kehitaman atau
hijau kehitaman
108

Lampiran 30. Hasil Pengamatan Uji Mikroskopis Serbuk Simplisia

Epidermis

Vakuola
109

Lampiran 31. Konsentrasi Bakteri Salmonella typhi


Pengulangan 1
Konsentrasi 10%

Vertical Horizontal Hasil

13,1 + 13,1
2
= 8,1 mm

Konsentrasi 15%

Vertical Horizontal Hasil

13,9 + 13,9
2
= 8,9 mm

Konsentrasi 20 %

Vertical Horizontal Hasil

15,4 + 15,4
2
= 10,4 mm
110

Pengulangan 2
Konsentrasi 10%

Vertical Horizontal Hasil

12,4 + 12,1
2
= 7,25 mm

Konsentrasi 15%

Vertical Horizontal Hasil

13,7 + 13,7
2
= 8,7 mm

Konsentrasi 20 %

Vertical Horizontal Hasil

15,1 + 14,7
2
= 9,9 mm
111

Pengulangan 3
Konsentrasi 10%

Vertical Horizontal Hasil

12,5 + 12,5
2
= 7,5 mm

Konsentrasi 15%

Vertical Horizontal Hasil

13,2 + 13,2
2
= 8,2 mm

Konsentrasi 20 %

Vertical Horizontal Hasil

15,5 + 15,3
2
= 10,4 mm
112

Lampiran 32. Konsentrasi Bakteri Escherichia coli


Pengulangan 1
Konsetrasi 10%

Vertical Horizontal Hasil

11,3 + 11,5
2
= 6,4 mm

Konsetrasi 15%

Vertical Horizontal Hasil

13,5 + 11,3
2
= 7,4 mm

Konsetrasi 20 %

Vertical Horizontal Hasil

14,0 + 14,0
2
= 9 mm
113

Pengulangan 2
Konsentrasi 10%

Vertical Horizontal Hasil

11,8 + 11,8
2
= 6,8 mm

Konsentrasi 15%

Vertical Horizontal Hasil

13,0 + 12,8
2
= 7,9 mm

Konsentrasi 20 %

Vertical Horizontal Hasil

13,3 + 13,2
2
= 8,25 mm
114

Pengulangan 3
Konsentrasi 10%

Vertical Horizontal Hasil

11,9 + 12,1
2
= 7 mm

Konsentrasi 15%

Vertical Horizontal Hasil

13,1 + 13,0
2
= 8,05 mm

Konsentrasi 20 %

Vertical Horizontal Hasil

13,6 + 13,3
2
= 8,45 mm
115

Lampiran 33. Kontrol Positif Bakteri Salmonella typhi


Pengulangan 1

Vertical Horizontal Hasil

28,8 + 28,7
2
= 23,75 mm

Pengulangan 2

Vertical Horizontal Hasil

27,7 + 28,5
2
= 23,1 mm

Pengulangan 3

Vertical Horizontal Hasil

29,0 + 29,3
2
= 24,15 mm
116

Lampiran 34. Kontrol positif Bakteri Escherichia coli


Pengulangan 1

Vertical Horizontal Hasil

26.2 + 26,2
2
= 21,2 mm

Pengulangan 2

Vertical Horizontal Hasil

26.2 + 26,2
2
= 21,2 mm

Pengulangan 3

Vertical Horizontal Hasil

26.2 + 26,2
2
= 21,2 mm
117

Lampiran 35. gabungan bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli

Salmonella typhi

Escherichia coli
118

Lampiran 36. gabungan bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli control
positif dan negatif.

Salmonella typhi

Escherichia coli
119

Lampiran 37. Hasil Peremajaan Bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli

Hasil Peremajaan bakteri Salmonella typhi

Hasil Peremajaan bakteri Escherichia coli


120

Lampiran 38. ATCC Bakteri Salmonella typhi dan Escherichia coli

ATCC Bakteri Salmonella typhi

ATCC Bakteri Escherichia coli

Anda mungkin juga menyukai