PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan yang menjadi
rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien.
Pelayanan kesehatan yang baik di rumah sakit tidak terlepas dari pelayanan
kefarmasian. Standar pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien, meliputi standar pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi
klinik. Pengelolaan persediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, peyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, serta
pengendalian dan administrasi. Pelayanan farmasi klinik dalam hal ini
meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan
obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visite,
pemantauan terapi obat (PTO), Monitoring efek samping obat (MESO),
Evaluasi penggunaan obat (EPO), dispensing sediaan steril, dan pemantauan
kadar obat dalam darah (PKOD).
C. Manfaat PKPA
1. Mengetahui serta memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker
dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit
2. Memperoleh pengalaman dan wawasan mengenai praktik atau
manjemen pekerjaan kefarmasian di Rumah Sakit
3. Meningkatkan sikap profesionalisme untuk menjadi Apoteker dalam
berinteraksi dnegan masyarakat atau dengan tenaga kesehatan
lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan Rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia (PERMENKES RI) No. 72 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Rumah Sakit merupakan intitusi
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
A. Sejarah
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ajibarang awalnya merupakan
Unit Rawat Inap Puskesmas 1 Ajibarang yang berdiri tahun 1997,
kemudian dikembangkan menjadi RSUD Ajibarang yang beroprasional
pada bulan Januari 2007. Tujuan utamanya untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan pada masyarakat di Kabupaten Banyumas
khususnya Banyumas bagian Barat, meliputi Kecamatan Ajibarang,
Gumelar, Pekuncen, Cilongok, Lumbir, Wangon, Jatilawang dan
Purwojati. Perkembangan RSUD Ajibarang adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Nomor
1339/Menkes/IX/2005 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Tipe D dan
pada tanggal 27 Januari 2007 kegiatan RSUD Ajibarang mulai
dilaksanakan. Jumlah tempat tidur sebanyak 122 buah, luas lahan
20.000 m2, dan luas bangunan sebesar 15.000m2.
b. Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Nomor
447/Menkes/SK/IV/2012, tanggal 5 April 2010, RSUD Aijbarang
mengalami peningkatan kelas dari Tipe D ke Tipe C.
c. Berdasarkan Keputusan KARS No. KARS-SERT/46/VIII/2012
tanggal 15 Agustus 2012, RSUD Ajibarang terakreditas 5 pelayanan
dasar meliputi : Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Gawat
Darurat, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Medis, dan Rekam
Medis.
d. Berdasarkan Keputusan Bupati Banyumas Nomor 445.1/967/2011
pada tanggal 13 Desember 2011 tentang penetapan Penerapan Status
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-
BLUD) dengan status penuh pada RSUD Ajibarang.
RSUD Ajibarang Kabupaten Banyumas dibentuk dengan
Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 27 tahun 2009
tentang Organisasi dan Tata kerja Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Banyumas. Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah
ini sebagai bentuk amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
2007 tentang Oragnisasi Perangkat Daerah RSUD Ajibarang
Kabupaten Banyumas merupakan lembaga yang dibentuk untuk
menjalankan urusan wajib yaitu urusan wajib bidang kesehatan,
sebagaimana diamanatkan oleh peraturan pemerintah Nomor 38
tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
a. Rawat jalan
b. Ruang rawat inap
c. Ruang gawat darurat
d. Ruang operasi
e. Ruang tenaga kesehatan
f. Ruang radiologi
g. Ruang laboratorium
h. Ruang sterilisasi
i. Ruang farmasi
j. Ruang pendidikan dan latihan
k. Ruang kantor dan administrasi
l. Ruang ibadah, ruang tunggu
m. Ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit
n. Ruang menyusui
o. Ruang mekanik
p. Ruang dapur
q. Laundry
r. Kamar jenazah
s. Taman
t. Pengolahan sampah; dan
u. Pelataran parkir yang mencukupi
Prasarana Rumah Sakit harus meliputi:
a. Instalasi air
b. Instalasi mekanikal dan elektrikal
c. Instalasi gas medik
d. Instalasi uap
e. Instalasi pengelolaan limbah
f. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
g. Petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat
h. Instalasi tata udara
i. Sistem informasi dan komunikasi; dan
j. Ambulan
3. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Ajibarang terdiri
dari:
a. Direktur
b. Bagian Administrasi dan Keuangan
c. Subag Bina Program dan Mutu
d. Subag Umum dan Kepegawaian
e. Subag Keuangan
f. Bidang Pelayanan dan Keperawatan
g. Seksi Pelayanan
h. Seksi Keperawatan
i. Bidang Penunjang Medis dan Non Medis
j. Seksi Penunjang Medis
k. Seksi Penunjang Non Medis
Adapun struktur organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Ajibarang
Kabupaten Banyumas dapat digambarkan sebagai berikut:
Direktur
Resep pulang :
5. Penyiapan BHP OK
BHP OK terdapat 6 paket yang masing-masing paket terdiri dari:
- Ringer lactat (RL) 5 buah
- Gelafusal 2 buah
- Terastarch (Hest) 2 buah
- Tranfusi set 1 buah
- Infuset makro 1 buah
- Kassa kuret 5 buah
- Guedel merah 1 buah
- Guedel kuning 1 buah
- Guedel hijau 1 buah
- Aquabidest 5 buah
- ST Steril 7 3 buah
- ST Steril 7,5 3 buah
- Canul O2 Dewasa 3 buah
6. Melakukan Peneriman Barang Datang Dari Gudang Farmasi
Barang yang datang dari gudang farmasi ke farmasi IBS diterima
oleh apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian. Sebelum dilakukan
penyimpanan, maka dilakukan pengecekkan terhadap kesesuaian antara
barang yang dipesan (faktur) dan barang yang datang. Setelah sesuai maka
cheker membubuhi tanda tangan sebagai bukti bahwa barang sudah
diterima dan dilakukan pengecekkan. Pengecekkan barang datang dari
gudang dilakukan oleh Apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian yang
sedang bertugas.
E. Pelayanan Farmasi Klinik
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah
terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep
sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan
klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan
administrasi meliputi nama, umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi
badan pasien, nama dokter, nomor ijin, alamat dan paraf dokter, tanggal
resep, dan ruangan atau unit asal resep. Persyaratan farmasetik meliputi
nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas
dan aturan, dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi, ketepatan
indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi
dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), kontraindikasi, dan
interaksi obat.
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai
pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan
upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication
error).
2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Riwayat penggunaan obat pasien rawat inap di Rumah Sakit
Umum Daerah Ajibarang dituliskan di dalam lembar rekonsiliasi obat
ketika rekonsiliasi obat dilakukan. Selain itu penulisan riwayat
penggunaan obat juga tertera pada rekam medik dan lembar CPPT pasien.
3. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan
untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis, atau interaksi obat. Kesalahan
obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu
rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien
yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien.
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi
dokter.
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
Tahap proses rekonsiliasi obat yaitu :
a. Pengumpulan data dan komparasi.
b. Konfirmasi ke dokter untuk ketidaksesuaian yang terjadi.
c. Proses komunikasi.
Kegiatan rekonsiliasi obat antara lain :
a. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Kegiatan rekonsiliasi penelusuran riwayat penggunaan obat dilaksanakan
dengan mencari informasi tentang obat-obat yang pernah dan sedang
digunakan pasien sebelum dirawat di rumah sakit, riwayat alergi, kejadian
efek samping dan medication error (ketidakpatuhan, mismanajemen obat
di rumah).
b. Rekonsiliasi pada saat di IGD
Rekonsiliasi obat pada saat pasien di IGD dilaksanakan dengan mencatat
obat-obatan yang telah dipakai pasien di IGD. Dokumentasi ditulis dengan
mengisi pada lembar assesment awal medis pasien IGD.
c. Rekonsiliasi pada saat transfer pasien
Rekonsiliasi pada saat transfer pasien dilaksanakan oleh perawat dengan
mengisi obat-obat yang sedang dipakai pasien di IGD ke ruang rawat inap,
atau dari rawat inap ke ICU atau sebaliknya. Hal ini dilaksanakan dengan
mengisi pada lembar transfer intra hospital.
d. Monitoring Terapi
Monitoring Terapi dilaksanakan pada pasien rawat inap dengan mencari
data terapi pasien, identifikasi Drug Related Problem (DRP) dan
memberikan rekomendasi
e. Konseling Pasien Akan Pulang (Discharge Counseling).
Kegiatan rekonsiliasi obat yang dilaksanakan di RSUD Ajibarang yaitu
dimulai dari pasien masuk melalui IGD, dipindahkan ke ruang rawat inap,
transfer ke ICU, sampai dengan pasien pulang. Kegiatan ini dilaksanakan
oleh dokter di IGD pada saat pasien baru masuk dengan mencatat obat-
obat yang sudah diminum pasien baik obat kimia maupun herbal.
Selanjutnya rekonsiliasi dilaksanakan oleh perawat IGD dan perawat rawat
inap pada saat transfer pasien dengan mencatat obat-obat yang telah
digunakan oleh pasien dari ruang yang lama dalam lembar transfer intra
hospital. Rekonsiliasi dilaksanakan oleh apoteker pada saat pasien rawat
inap pulang dengan mengisi pada lembar informasi obat pulang.
Kemudian untuk obat - obatan yang dibawa pasien, selanjutnya akan
disimpan di depo farmasi yang ada di RSUD Ajibarang. Untuk pasien
rawat inap obat yang digunakan adalah obat dari rumah sakit, kemudian
ketika pasien sembuh dan akan pulang obat yang dibawa pasien tadi akan
dikembalikan lagi ke pasien.
Tujuan konseling pasien yang akan pulang menurut Anonim, 2007 adalah:
a. Memberikan informasi tentang terapi obat yang diberikan kepada
pasien pulang
b. Memberikan pendidikan dan pemahaman tentang pengobatannya serta
memastikan bahwa pasien pulang dapat menggunakan obat dengan
benar
c. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan pasien
d. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian,
pengevaluasian, pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan,
peringkasan, pendistribusian, penyebaran, serta penyampaian informasi
tentang obat dalam berbagai bentuk dan berbagai metode kepada pengguna
nyata dan yang mungkin. Pelayanan informasi obat yang dilakukan di
RSUD Ajibarang dilakukan baik ketika penyerahan obat maupun dalam
bentuk leaflet, poster, dan sosialisasi langsung (contohnya dalam kegiatan
promosi kesehatan).
5. Konseling
Konseling adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di
semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif apoteker, rujukan
dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang
efektif memerlukan kepercayaan pasien dan atau keluarga terhadap
apoteker. Menurut Permenkes tahun 2014, konseling bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran akan kesehatan, dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat
dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Tujuan khusus
konseling menurut Permenkes, 2016 yaitu:
a. Meningkakan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien atau
keluarga pasien
b. Menunjukkan perhatian terhadap pasien
c. Membantu pasien untuk mengatur obat yang dikonsumsi
d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat
dengan penyakitnya
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
f. Mencegah atau meminimalkan masalah yang terkait dengan obat
g. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalah dalam hal
terapi
h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
i. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga
dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu
pengobatan pasien
Manfaat konseling bagi pasien adalah pasien mendapatkan terapi
yang menguntungkan, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi yang
dijalankan, menurunkan kesalahan penggunaan obat, terhindar dari
interaksi obat yang tidak diinginkan, mendapatkan pengobatan yang aman
dan efektif, mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakit yang
diderita, serta meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya kesehatan
(Anonim, 2006).
Manfaat konseling untuk apoteker adalah dapat menghindarkan
apoteker dari tuntutan karena kesalahan penggunaan obat (medication
error), menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan,
meningkatkan kepuasan kerja, mewujudkan bentuk pelayanan asuhan
kefarmasian sebagai tanggung jawab profesi apoteker, menjalin hubungan
baik dengan pasien atau keluarga pasien, serta menjadi pelayanan
tambahan untuk menarik pelanggan (Brennan, et al, 2012; Yamada, et al,
2014).
Mengawali kegiatan konseling, apoteker menggunakan three prime
questions, yaitu bagaimana pendapat dokter mengenai keluhan atau
penyakit, bagaimana informasi mengenai obat yang diresepka, dan
harapan apa yang dokter sampaikan terkait terapi. Kegiatan konseling,
meliputi (Permenkes, 2016):
a. Membuka komunikasi antara apoteker dan pasien
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat
c. Menggali informasi lebih lanjut, dengan memberikan kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat
e. Melakukan verifikasi akhir untuk mengkonfirmasi pemahaman pasien
f. Dokumentasi
Kriteria pasien yang mendapatkan konseling menurut Permenkes
tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
sebagai berikut:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu
hamil dan menyusui)
b. Pasien dengan terapi jangka panjang atau penyakit kronis (TB, DM,
epilepsi, dan lain-lain)
c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off)
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
phenytoin)
e. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)
f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
Kegiatan konseling di RSUD Ajibarang dilakukan oleh
apoteker yang berada di instalasi rawat jalan. Pada instalasi rawat
jalan sudah terdapat ruang konseling tersendiri, sehingga kegiatan
konseling antara apoteker dengan pasien atau keluarga pasien dapat
berjalan dengan efektif. Kegiatan konseling dilakukan setiap hari oleh
apoteker bersamaan dengan kegiatan Pelayanan Informasi Obat (PIO),
sehingga dalam pelaksanaannya apoteker menyeleksi pasien manakah
yang akan mendapatkan konseling.
6. Visite
Kegiatan visite yang dilakukan di RSUD Ajibarang telah sesuai
dengan PMK No.72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Visite merupakan kegiatan kunjungan
ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri atau
bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien
secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi
obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat
yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien,
serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar
rumah sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan
program rumah sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan
Kefarmasian di rumah (Home Pharmaceutical Care), namun program
Home Pharmaceutical Care ini belum dilakukan di RSUD Ajibarang
dikarenakan jumlah SDM yang masih belum memadahi. Sebelum
melakukan kegiatan visite, apoteker harus mempersiapkan diri dengan
mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa
terapi obat dari rekam medik atau sumber lain.
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses
yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman,
efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan
efektivitas terapi dan meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO tersebut meliputi, pengkajian
pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), pemberian rekomendasi
penyelesaian masalah terkait Obat; dan pemantauan efektivitas dan
efek samping terapi Obat. Tahapan PTO terdiri atas, pengumpulan
data pasie, identifikasi masalah terkait Obat; rekomendasi
penyelesaian masalah terkait Obat; pemantauan; dan tindak lanjut.
Dalam melakukan kegiatan PTO tersebut, harus
diperhatikan faktor-faktor seperti kemampuan penelusuran informasi
dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan terpercaya (Evidence
Best Medicine), kerahasiaan informasi, dan kerjasama dengan tim
kesehatan lain (dokter dan perawat).
IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) RSUD Ajibarang
belum melaksanakan pelayanan farmasi klinis seperti pemantauan
terapi obat karena belum tersedianya ruangan khusus dan terbatasnya
sumber daya apoteker di RSUD Ajibarang. Namun demikian,
keterbatasan tersebut telah masuk ke dalam agenda peningkatan
pelayanan di RSUD Ajibarang.
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
MATERI CSSD
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Hestiningsih. 2004. Analisis Kinerja Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daerah Pasar Rebo Jakarta. Depok: Universitas Indonesia
Lemari Pendingin
Gambar 11. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi IGD Gambar 12. Etalase obat dan Stok Obat
Gambar 13. Etalase obat Sirup dan Salep Gambar 14. Etalase injeksi
Gambar 15. Rak Alkes dan Cairan Infus Gambar 16. Temapt Entri resep