Anda di halaman 1dari 17

PENETAPAN KADAR FLAVONOID TOTAL DAN AKTIVITAS

ANTIOKSIDAN SERTA UJI TOKSISITAS FRAKSI DAUN KEBEN


(Barringtonia asiatica)

PROPOSAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Farmasi

VICKA NADILLA

NIM : 61608100816062

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MITRA BUNDA PERSADA

BATAM

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di bumi ini diperkirakan terdapat 40.000 spesies tumbuhan. Dari jumlah

tersebut sekitar 30.000 spesies hidup di kepulauan Indonesia dan sekurang-

kurangnya 9.600 spesies diketahui berkhasiat obat, tetapi baru 300 spesies yang

telah dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional dan industri obat tradisional.

(Anggita, Farmasi, Kharisma, & Selatan, n.d.).

Tubuh manusia dapat mengalami reaksi oksidasi yang berlebihan sehingga

terbentuk radikal bebas yang sangat aktif dapat merusak struktur sel, fungsi sel, dan

dapat mengakibatkan penyakit degenerative, seperti penuaan, artritis, kanker dan

penyakit lainnya (Lim & Lim, 2012). Tumbuhan dapat menjadi sumber potensial

antioksidan dengan adanya senyawa-senyawa yang terkandung didalam jaringan

tanaman, diantaranya yaitu senyawa flavonoid maupun fenolik (Lim & Lim, 2012).

Salah satu kekayaan hutan alam Indonesia adalah tanaman keben (Barringtonia

asiatica) merupakan sumber daya alam yang belum ada literatur atau penelitian

yang menyatakan khasiat atau kegunaan dari daun keben (Barringtonia asiatica) ini

di dalam dunia pengobatan dan sifat toksiknya.

Oleh sebab itu untuk mengetahui lebih lanjut kandungan kimiawi pada daun

keben (Barringtonia asiatica) perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kadar
flavonoid total dan aktivitas antioksidan dan toksisitas fraksi dari daun keben

(Barringtonia asiatica).

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan sebuah permasalahan sebagai

berikut :

1.2.1 Apakah ekstrak daun Keben (Barringtonia asiatica) mengandung senyawa

flavonoid dan memiliki aktivitas antioksidan?

1.2.2 Berapa nilai senyawa flavonoid dan aktivitas antioksidan serta toksisitas

yang terdapat pada ekstrak daun Keben (Barringtonia asiatica)?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Untuk mengetahui kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan dari

daun Keben (Barringtonia asiatica)?

1.3.2 Untuk mengetahui nilai dari senyawa flavonoid dan aktivitas antioksidan

serta toksisitas yang terdapat pada ekstrak daun Keben (Barringtonia

asiatica) ?

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat menambah informasi yang

berguna tentang manfaat dari tumbuhan khususnya daun Keben (Barringtonia

asiatica) dalam penetapan kadar flavonoid, aktivitas antioksidan dan uji toksisitas

sehingga dapat memberikan manfaat :


1.4.1 Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan tentang kadar flavonoid total, antioksidan dan

toksisitas dari daun Keben (Barringtonia asiatica) dengan menggunakan metode

FRAP dan BSLT

1.4.2 Bagi Institusi

Sebagai acuan dan referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang penetapan

kadar flavonoid total dan aktivitas antioksidan serta uji toksisitas fraksi daun keben

(Barringtonia asiatica) dengan menggunakan metode FRAP dan BSLT

1.4.3 Bagi Masyarakat

Sebagai informasi untuk memilih daun Keben (Barringtonia asiatica)

dalam pengobatan alternatif masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Keben (Barringtonia asiatica)

Tumbuhan keben (Barringtonia asiatica) termasuk dalam suku Lecythidaceae.

Tumbuhan ini banyak dijumpai di sekitar pantai, sepanjang sunga atau di hutan

mangrove pada ketinggian 350 m di atas permukaan laut. Di beberapa daerah,

tumbuhan ini sering disebut sebagai tumbuhan beracun, karena di beberapa daerah

buahnya digunakan sebagai racun ikan. Misalnya masyarakat Papua menggunakan

biji keben untuk menangkap ikan. Bijinya diparut kemudian disebar dipermukaan

selokan yang dalamanya mencapai 1 meter sehingga ikan akan pingsan dan mudah

ditangkap dipermukaan air (Indonesia, Bioteknologi-lipi, Farmasi, Pancasila, &

Sawah, 2009).

Pemanfaatan tumbuhan ini berbeda-beda di setiap Negara dan daerah. Bagian

tumbuhan yang digunakan adalah biji, buah dan daunnya. Di Filipina daunnya

digunakan sebagai obat untuk sakit perut. Masyarakat Indonesia dan Indo Cina

menggunakan buah atau bijinya sebagai racun ikan. Sedangkan suku Aborigin di

Australia menggunakan tumbuhan ini sebagai racun ikan dan sebagai obat sakit

kepala(Indonesia et al., 2009)


Klasifikasi Buah Keben hasil identifikasi tumbuhan di laboratorium Herbarium

Medanense, adalah sebagai berikut (Budiyansyah, Dono, Meliansyah, & Supratman,

2019).

Kingdom : Plantae

Ordo : Ericales

Famili : lecythidaceae

Genus : Barringtonia

Spesies : Barringtonia asiatica (L) Kurz

Gambar 1. Daun Keben Barringtonia asiatica Kurz

2.2 Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder merupakan sekelompok senyawa kimia yang dijumpai

diseluruh tanaman dan memiliki ciri khas untuk setiap tanaman tertentu (Manito,

1981). Senyawa metabolit sekunder umumnya mempunyai kemampuan bioaktifitas

dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit
untuk tumbuhan itu sendiri dan lingkungannya. Secara umum metabolit sekunder

dalam bahan hayati dikelompokkan berdasarkan sifat dan reaksi khas suatu metabolit

sekunder dengan pereaksi tertentu. Metabolit sekunder dapat dikelompokkan sebagai

alkaloida, terpenoida, flavonoida, tanin, saponin, dan glikosida

2.2.1 Alkaloid

Alkaloida merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu

atau lebih asam nitrogen, umumnya tidak berwarna, dan berwarna jika mempunyai

struktur kompleks dan bercincin aromatik. Alkaloida pada umumnya juga

mempunyai kereaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloida

sering dimanfaatkan sebagai pengobatan. Secara kimia alkaloida merupakan suatau

golongan heterogen. Secara fisik, alkaloida dipisahkan dari kandungan tumbuhan

lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau

pikrat (Harborne,1987).

Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.

Alkaloida memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga

adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel

bakteri, sehingga lapisan dinding sel terbentuk secara utuh dan menyebabkan

kematian sel tersebut (Robinson, 1995).

2.2.2 Flavonoid

Flavonoida adalah senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6. Flavonoida

umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa

pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Gugus hidroksil atau alkoksil terdapat
pada karbon C5 dan C7 pada cincin A. Pada cincin B gugus hidroksil atau alkoksil

terdapat pada karbon C3 dan karbon C4 (Sirait, 2007).

Flavonoida pada tumbuhan berfungsi dalam pengaturan fotosintesis, kerja

antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995). Adapun

fungsi flavonoida dalam kehidupan manusia yaitu sebagai stimulant pada jantung,

hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler. Flavon terhidrolisasi bekerja

sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).

2.2.3 Tanin

Tanin tersebar luas pada tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat

khusus pada jaringan kayu. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk

kopolimer baik yang tidak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa

yang berasal dari tumbuhan yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah

menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein

(Harborne, 1987).

Secara kimia terdapat dua jenis tanin yaitu:

1. Tanin terhidrolisis Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf,

higrokopis, berwarna coklat kuning yang larut dalam air membentuk larutan koloid

bukan larutan sebenarnya. Semakin murni tanin, semakin kurang kelarutannya

dalam air dan semakin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin ini larut dalam

pelarut organik yang polar, tetapi tidak larut dalam pelarut organik nonpolar seperti

benzene atau kloroform (Robinson, 1995).

2. Tanin terkondensasi Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap

terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (galokstekin) yang membentuk


senyawa dimer dan kemudian oligimer yang lebih tinggi. Proantosianidin

merupakan nama lain dari tanin terkondensasi karena jika direaksikan dengan asam

panas, beberapa ikatan karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah

monomer antosianidin (Harborne, 1987).

2.2.4 Terpenoid

Kebanyakkan senyawa terpenoida terdapat bebas dalam jaringan tanaman,

tidak terikat dengan senyawa-senyawa yang lain, tetapi banyak diantara mereka

yang terdapat sebagai glikosida, ester dari asam organik dan dalam beberapa hal

terikat dengan protein (Sastrohamidjojo, 1996).

Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis

terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan, terpenoida tidak saja ditemukan

pada tumbuhan tingkat tinggi namun juga pada terumbu karang dan mikroba.

Struktur terpenoida dibangun oleh molekul isoprena, CH2=C (CH3)- CH= CH2,

Kerangka terpenoida terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan unit isoprena.

Terpenoida dapat juga dikelompokkan menjadi monoterpen, seskuiterpen, diterpen,

triterpen, dan tetraterpen (Sirait, 2007).

Triterpenoid merupakan golongan terpenoida yang berpotensi sebagai

antimikroba. Selain itu senyawa ini banyak digunakan untuk menyembuhkan

penyakit gangguan kulit. Triterpenoida memiliki sifat antijamur, insektisida,

antibakteri, dan antivirus (Robinso, 1995).

2.2.5 Saponin

Saponin berasal dari kata sapo yang berarti sabun, karena sifatnya menyerupai

sabun. Saponin adalah glikosida triterpenoid. Saponin merupakan senyawa yang


berasa pahit, berbusa dalam air serta larut dalam air dan alkohol tetapi tidak larut

dalam eter. Saponin paling cocok diekstraksi dengan menggunakan metanol dan

etanol (Robinson, 1995).

Saponin dapat digunakan sebagai racun dan antimikroba ( jamur, bakteri, dan

virus). Saponin terdiri dari dua, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.

Saponin memberikan hasil yang lebih baik sebagai antibakteri jika mengunakan

pelarut polar seperti etanol 70%. Pada konsentrasi rendah saponin menyebabkan

hemolisis sel darah merah sehingga berfungsi sebagai antibakteri (Harborne, 1987).

2.3 Uraian Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang mendonasikan satu atau lebih

elektron kepada senyawa oksidan, kemudian mengubah senyawa oksidan satu atau

lebih menjadi stabil. Antioksidan dapat mengeliminasi senyawa radikal bebas di

dalam tubuh sehingga tidak menginduksi suatu penyakit (K, 2013).

Antioksidan dalam pengertian kimia, merupakan senyawa pemberi

elektron. Antioksidan bekerja degan cara mendonorkan satu elektronnya kepada

senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut

terhambat (Malangngi, Sangi, & Paendong, 2012).

2.3.1 Jenis-Jenis Antioksidan

2.3.1.1 Antioksidan Primer

Antioksidan primer adalah suatu zat yang dapat menghentikan reaksi

berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Zat-zat yang termasuk


dalam golongan ini adalah yang berasal dari alam dan dapat pula buatan antara lain:

tokoferol, lesitin, fosfatida, sedamol, gosipol, dan asam askorbat. Antioksidan alam

yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang

mempunyai keaktifan vitamin E dan terdapat dalam bentuk α, β, γ, dan α-tokoferol,

tapi α-tokoferol yang menunjukkan keaktifan vitamin E yang paling tinggi.

2.3.2.2 Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja

prooksidan sehingga dapat digolongkan sebagai senergik. Beberapa asam organik

tertentu biasanya asam di- atau trikarboksilat, dapat mengikat logam-logam

(sequistran). Misalnya satu molekul asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe sering

dilakukan pada minyak kacang kedelai EDTA adalah sequistran logam yang sering

digunakan dalam minyak salad.

1.3.2.3 Mekanisme kerja antioksidan

Antioksidan bekerja melindungi sel dan jaringan sasaran dengan cara :

a. Memusnahkan (scavenge) radikal bebas secara enzimatik atau dengan reaksi

kimia langsung

b. Mengurangi pembentukan radikal bebas

c. Mengikat ion logam yang terlibat dalam pembentukan spesies yang reaktif

(transferin,albumin)

d. Memperbaiki kerusakan sasaran

e. Menghancurkan molekul yang rusak dan menggantinya dengan baru


Tubuh sendiri membuat tiga jenis antioksidan yakni, antioksidan primer

(superoxidedismutase (SOD), glutathion peroxidase (GPx), dan protein pengikat,

ferritin, ceruloplasmin). Tugasnya mencegah pembentukan radikal bebas baru dan

mengubah radikal bebas menjadi bahan yang tidak berbahaya lagi. Ada juga

antioksidan jenis sekunder. Ini berasal dari vitamin C, vitamin E dan betacarotene.

Jenis antioksidan ini bertugas menangkap radikal bebas dan mencegah reaksi

berantai yang akan merusak tubuh. Sedangkan antioksidan jenis tersier (DNA-repair

enzym; methionin sulfoxidereductase) bertugas memperbaiki kerusakan tubuh yang

timbul akibat radikal bebas (Nadesul, 2006).

2.4 Uji Toksisitas

Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada

sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji.

Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi mengenai derajat

bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia, sehingga dapat

ditentukan dosis penggunaannya demi keamanan manusia.

2.5 Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power)

Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) Menurut (Antara,

Pengeringan, Dan, & Uv-vis, 2019) mengemukakan bahwa metode FRAP (Ferric

Reducing Antioxidant Power) adalah metode yang digunakan untuk menguji

antioksidan dalam tumbuh-tumbuhan. Kelebihan metode FRAP (Ferric Reducing

Antioxidant Power) ini yaitu metodenya murah, cepat dan reagen yang digunakan
cukup sederhana tidak menggunakan alat khusus untuk menghitung total

antioksidan.

2.6 Metode BSLT (Brine Shirimp Lethality Test)

Brine Shirimp Lethality Test (BSLT) adalah metode yang biasa

digunakan dalam pengujian toksisitas akut karena senyawa-senyawa yang memiliki

bioaktivitas tertentu sering kali bersifat toksik terhadap larva udang (Fadli, Suhaimi,

& Idris, 2019).

Metode BSLT (Brine Shirimp Lethality Test) ini juga biasa dilakukan sebagai

tahap pendahuluan dalam penapisan bahan-bahan yang diperkirakan memiliki sifat

antitumor atau antikanker. Metode BSLT (Brine Shirimp Lethality Test) bersifat

mudah dilakukan, cepat, biayanya murah, dan dapat dilakukan di laboratorium

(Antioksidan & Sitotoksisitas, 2004).

2.7 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknis analisis spektroskopik

yang memakai sumber REM (Radiasi Elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380

nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrument spektrofotometer.

Spekrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada

molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai

untuk analisa kuantitaif dibanding analisa kualitatif (Putri, 2017).


2.8 Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati dan simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan. Ekstraksi

adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan

atau hewan dengan menggunakan penyari tertentu (Depkes RI, 2000). Suatu metode

ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan cara yaitu:

2.8.1 Maserasi

Maserasi berasal dari kata macerace yang artinya melunakkan. Maserat

adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah

cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar,

sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2020 sampai bulan April

2020 bertempat di Laboratorium Farmasi STIKes Mitra Bunda Persada Batam, Program

Studi Sarjana Farmasi.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian adalah alat gelas (Iwaki pyrex), Oven,

cawan penguap (pyrex), timbangan digital (acis), batang pengaduk, gelas ukur, pipet,

labu Erlenmeyer, kertas saring, timbangan elektrik, spektrofotometri UV-Vis, Rotary

Evaporator (steroglas, swiss), sarung tangan, masker dan waterbath

3.2.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tanaman Keben

(Barringtonia asiatica), etanol 96%, kuersetin, pereaksi AlCl3, Kalium Asetat,

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1. Pengambilan, Preparasi Sampel dari Daun Keben (Barringtonia asiatica)

Pengambilan Daun Keben (Barringtonia asiatica) dilakukan di Tanjung

Pengapit, Kepulauan Riau. Daun keben (Barringtonia asiatica) yang telah dikumpulkan

dibuang tulang yang terdapat pada daun tersebut setelah itu dibersihkan atau dicuci
dengan air yang mengalir untuk menghilangkan kotoran. Setelah itu di jemur atau

diangin-anginkan sampai kering.

3.3.2. Ekstraksi Daun Keben (Barringtonia asiatica)

Daun Keben (Barringtonia asiatica) diekstrak dalam keadaan yang sudah

dikeringkan di suhu ruangan selama 1 minggu, kemudian dihaluskan sehingga diperoleh

bubuk sampel kering, dan ditimbang sebanyak 20 g dan ditambahkan pelarut sebanyak

120 ml.

3.3.3. Aktivitas Antioksidan

Aktivitas antioksidan dari ekstrak daun keben (Barringtonia asiatica)


Daftar Pustaka
Anggita, D., Farmasi, D., Kharisma, S., & Selatan, T. (n.d.). Skrining
Fitokimia dan Uji Toksisitas dari Ekstrak Bunga Kertas
( Bougenvillea spectabilis Wild ).
Antara, B., Pengeringan, M., Dan, O., & Uv-vis, S. (2019). Suhartini,
et.al.; Perbedaan Aktivitas …..Pharmacoscript Volume 2 No. 1,
Agustus 2019, 2(1), 23–30.
Antioksidan, U. J. I. A., & Sitotoksisitas, D. A. N. (2004). kualitatif, 11.
Budiyansyah, T., Dono, D., Meliansyah, R., & Supratman, U. (2019).
Bioactivity Fraction of Methanolic Seed Extract of Barringtonia
asiatica L. (Kurz.) (Lecythidaceae) Against Spodoptera litura F.
(Lepidoptera: Noctuidae). Cropsaver, 1(2), 68.
https://doi.org/10.24198/cs.v1i2.19755
Fadli, Suhaimi, & Idris, M. (2019). ACUTE TOXICITY TEST OF
ETHANOL EXTRACT OF SALAM LEAF ( Syzygium
polyanthum ( Wight ) Walp .) WITH BSLT METHOD ( Brine
Shrimp Lethality Test ). Medical Sains, 4(1), 35–42.
Indonesia, J. N., Bioteknologi-lipi, P. P., Farmasi, F., Pancasila, U., &
Sawah, S. (2009). Uji Bioaktivitas Senyawa Glikosida dari Biji
Keben ( Barringtonia asiatica L . Kurz ). Jurnal Natur Indonesia,
12(65), 9–14.
K, andi M. (2013). p-ISSN 1411 - 4720 e-ISSN 2654 - 5160, 27–33.
Lim, T. K., & Lim, T. K. (2012). Parkia speciosa. Edible Medicinal And
Non-Medicinal Plants, V(1), 798–803. https://doi.org/10.1007/978-
94-007-1764-0_90
Malangngi, L., Sangi, M., & Paendong, J. (2012). Penentuan
Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji
Buah Alpukat (Persea americana Mill.). Jurnal MIPA, 1(1), 5.
https://doi.org/10.35799/jm.1.1.2012.423
Putri, L. E. (2017). Penentuan Konsentrasi Senyawa Berwarna KMnO
4, 3, 391–398.

Anda mungkin juga menyukai