Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

PRAKTIKUM FARMASI PRAKTIS/KLINIS


PERCOBAAN IV (DIABETES MELLITUS) DAN
PERCOBAAN V (HIPERLIPIDEMIA)

Disusun Oleh :

NAMA : VICKA NADILLA


NIM : 61608100816062
KELOMPOK : 1 (Satu)
TANGGAL PRAKTIKUM : 23 NOVEMBER 2019
DOSEN : Aprilya Sri Rachmayanti, M. Farm., Apt

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MITRA BUNDA PERSADA BATAM
KEPULAUAN RIAU
TAHUN
2019
PERCOBAAN IV

DIABETES MELLITUS

I. Tujuan percobaan
Tujuan percobaan ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan memahami cara melakukan skrinning resep pasien diabetes
mellitus kondisi khusus.
2. Untuk mengetahui dan memahami cara perhitunga dosis dan bahan dalam resep
pasien diabetes mellitus kondisi khusus.
3. Untuk mengetahui dan memahami cara pelayanan informasi obat dan konseling
pasien diabetes mellitus kondisi khusus.
II. Landasan teori
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula
darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan
atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel veta Langerhans kelenjar pancreas, atau
disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
American Diabetes Association (ADA) merivisi klasifikasi Diabetes Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM) Diabetes type I terjadi karena dekstruksi otoimun dari sel-sel β
pulau Langerhans kelenjar pancreas langsung mengakibatkan defesiensi sekresi insulin.
Non Insulin Dependent Dibetes Mellitus (NIDM) Diabetes type II terjadi karena sel-sel
sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal (Resistensi
Insulin).
Simptom DM tipe 1
1. Poliuria : peningkatan kadar glukosa dalam darah menyebabkan efek diuresis osmotic
di ginjal sehingga vol urin meningkat
2. Polydipsia : vol urin banyak, rasa haus, banyak minum
3. Polifagia : ketidakmampuan untuk menggunakan makanan dan menyimpannya
sebagai cadangan energi
4. Adanya keton dalam urin
PENATALAKSANAAN DIABETES
TERAPI OBAT
A. Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet
yang dianjutkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Kabohidrat : 60-70%, protein : 10-15%, lemak : 20-25%
B. Olahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Saat ini ada dokter olahraga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk
mengatur jenis dan porsi olahraga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya,
tidak perlu olahraga berat, olahraga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat
bagus pengaruhnya bagi kesehatan.
TERAPI OBAT
TERAPI INSULIN
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM
Tipe 1, sel-sel β Langerhans kelenjar pancreas penderita rusak, sehingga tida dapat
lagi memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe 1 harus
mendapatkan insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di
dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe
2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi
insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
Untuk terapi, ada berbagai jenis sediaan insulin yang tersedia, yang terutama berbeda
dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan insulin untuk
terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Insulin masa kerja singkat (short-acting/insulin), disebut juga insulin regular
2. Insulin masa kerja sedang (intermediate-acting)
3. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat
4. Insulin masa kerja panjang (long-acting insulin)
TERAPI OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL
Penggologan obat hipoglikemik oral:
1. Sulfonilurea : meransang sekresi insulin di kelenjar pancreas, sehingga hanya
efektif pada penderita diabetes yang sel-sel β pankreasnya masih berfungsi
dengan baik. Contoh : gliburida/glibenklamida. Glipizida,glikizida, glikuidon.
2. Meglitinida : merangsang sekresi insulin di kelenjar pancreas. Contoh :
repaglinide
3. Turunan fenilalanin : meningkatkan kecepatan sintesis insulin oleh pankreas.
Contoh : nateglinide
4. Biguanida : bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa
hati. Tidak merangsang sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Contoh :
metformin
5. Tiazolidindion : meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan dengn
PPARγ (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan
lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Contoh Rosiglitazone,
troglitazone, pioglitazone
6. Inhibitor α-glukosidase : menghambat kerja enzim-enzim pencernaan yang
mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa ke dalam darah.
Contoh : acarbose, miglitol.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

A. Diabetes Mellitus Tipe 1


Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,
diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.
Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan
sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada
pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus
Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe
otoantibodi yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell
Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi
terhadap GAD (glutamic acid decarboxylase). ICCA merupakan otoantibodi
utama yang ditemukan pada penderita DM Tipe 1. Hampir 90% penderita DM
Tipe 1 memiliki ICCA di dalam darahnya. Di dalam tubuh non-diabetik,
frekuensi ICCA hanya 0,5-4%. Oleh sebab itu, keberadaan ICCA merupakan
prediktor yang cukup akurat untuk DM Tipe 1. ICCA tidak spesifik untuk sel-sel
β pulau Langerhans saja, tetapi juga dapat dikenali oleh sel-sel lain yang terdapat
di pulau Langerhans. Sebagaimana diketahui, pada pulau Langerhans kelenjar
pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel β, sel α dan sel δ. Sel-sel β
memproduksi insulin, sel-sel α memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel δ
memproduksi 14 hormon somatostatin. Namun demikian, nampaknya serangan
otoimun secara selektif menghancurkan sel-sel β. Ada beberapa anggapan yang
menyatakan bahwa tingginya titer ICCA di dalam tubuh penderita DM Tipe 1
justru merupakan respons terhadap kerusakan sel-sel β yang terjadi, jadi lebih
merupakan akibat, bukan penyebab terjadinya kerusakan sel-sel β pulau
Langerhans. Apakah merupakan penyebab atau akibat, namun titer ICCA makin
lama makin menurun sejalan dengan perjalanan penyakit. Otoantibodi terhadap
antigen permukaan sel atau Islet Cell Surface Antibodies (ICSA) ditemukan
pada sekitar 80% penderita DM Tipe 1. Sama seperti ICCA, titer ICSA juga
makin menurun sejalan dengan lamanya waktu. Beberapa penderita DM Tipe 2
ditemukan positif ICSA. Otoantibodi terhadap enzim glutamat dekarboksilase
(GAD) ditemukan pada hampir 80% pasien yang baru didiagnosis sebagai positif
menderita DM Tipe 1. Sebagaimana halnya ICCA dan ICSA, titer antibodi anti-
GAD juga makin lama makin menurun sejalan dengan perjalanan penyakit.
Keberadaan antibodi anti-GAD merupakan prediktor kuat untuk DM Tipe 1,
terutama pada populasi risiko tinggi. Disamping ketiga otoantibodi yang sudah
dijelaskan di atas, ada beberapa otoantibodi lain yang sudah diidentifikasikan,
antara lain IAA (AntiInsulin Antibody). IAA ditemukan pada sekitar 40% anak-
anak yang menderita DM Tipe 1. IAA bahkan sudah dapat dideteksi dalam darah
pasien sebelum onset terapi insulin. Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau
Langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin.
Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang
menyertai DM Tipe 1. Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar
pankreas pada penderita DM Tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada penderita
DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel α pulau
Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon,
namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap
tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi
hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita
DM Tipe 1 mengalami 15 ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi
insulin. Apabila diberikan terapi somatostatin untuk menekan sekresi glukagon,
maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton.
Salah satu masalah jangka panjang pada penderita DM Tipe 1 adalah rusaknya
kemampuan tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai respon terhadap
hipoglikemia. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemia yang dapat
berakibat fatal pada penderita DM Tipe 1 yang sedang mendapat terapi insulin.
Walaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM Tipe 1,
namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi penurunan
kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang diberikan. Ada
beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini, salah satu
diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak
bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan
adiposa. Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme glukosa
di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka, dengan
perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi
insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel
sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati
dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transpor glukosa di
sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adiposa.
B. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai
90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas
45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan
anak-anak populasinya meningkat. Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor
yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh
lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain
obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan. 16
Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi utama.
Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara
gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang
merupakan faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2. Berbeda dengan DM Tipe 1,
pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya
dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar
glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan
oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau
tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai
“Resistensi Insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju
seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup
kurang gerak (sedentary), dan penuaan. Disamping resistensi insulin, pada
penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi
glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan
sel-sel β Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1.
Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya
bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya
tidak memerlukan terapi pemberian insulin. Sel-sel β kelenjar pankreas
mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera
setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya
kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit
sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada
perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami
kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan
mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM
Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan
defisiensi insulin. 17 Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe
2 dapat dibagi menjadi 4 kelompok: a. Kelompok yang hasil uji toleransi
glukosanya normal b. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal,
disebut juga Diabetes Kimia (Chemical Diabetes) c. Kelompok yang
menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma puasa < 140
mg/dl) d. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar
glukosa plasma puasa > 140 mg/dl).
C. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah
keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan,
dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita
hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah
trimester kedua. 18 Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak
dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat
buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain
malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan
meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah
menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di
masa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko
tersebut.
III. Alat dan Bahan
1. Resep
2. Etiket
3. Copy resep
4. Lembar kerja
5. Sampel obat
6. Zak obat

IV. Prosedur Kerja


1. Memilih salah satu resep yag telah disediakan
2. Melakukan skrinning terhadap resep meliputi kelengkapan administrasi,
kesesuaian farmasetis, dosis dan pertimbangan klinis
3. Menyiapkan obat sesuai permintaan dalam resep
4. Membuat etiket dan copy resep
5. Menyerahkan obat disertai penyampaian informasi, KIE dan konselin kepada
pasien

V. Hasil pengamatan
1. Resep

2. Etiket
Apotek Bugar Farma
Telepon(0401) 7788618

No Resep : 1 20/11/2019
Nama Pasien : Khaidir Alkahfi
3 x 1 (sehari)

Diberikan bersamaan dengan makan


Apotek Bugar Farma
Telepon(0401) 7788618

No Resep : 1 20/11/2019
Nama Pasien : Khaidir Alkahfi
1 x 1 (sehari)

Diminum setelah makan


Pada Pagi Hari

Apotek Bugar Farma


Telepon(0401) 7788618

No Resep : 1 20/11/2019
Nama Pasien : Khaidir Alkahfi
3 x 1 (sehari)

Obat dikunyah

Apotek Bugar Farma


Telepon(0401) 7788618

No Resep : 1 20/11/2019
Nama Pasien : Khaidir Alkahfi
1 x 1 (sehari)

Diminum malam hari

Apotek Bugar Farma


Telepon(0401) 7788618

No Resep : 1 20/11/2019
Nama Pasien : Khaidir Alkahfi
1 x 1 (sehari)
curcuma
Setelah makan pada pagi hari
3. Copy Resep
CATATAN : Diberikan setengah dari resep asli
APOTEK BUGAR FARMA
Jl. Seraya No.20 Batam
Telp: 0774-8889
Kelompok satu, S. Farm., Apt
SIP : 01101100

SALINAN RESEP
Dari Dokter : Dr. Pratama Purba, Sp. DP tanggal copy resep : 23-11-2019
No.Resep :1
Tanggal Resep : 20 November 2019
Nama Pasien : Khaidir alkahfi
Umur : 75 tahun

R/ Glibenclamide no XXX
S 3 dd 1
det XV
R/ Acarbose no XC
S 3 dd 1
det XLV
R/ Amlodipine 10 mg XXX
S 2 dd 1
det XV
R/ Simvastatin no XXX
S 1 dd 1
det XV
R/ Curcuma no X
S dd 1
det V

PCC

Vicka Nadilla, M. Farm., Apt


4. SKRINNING RESEP
NO. URAIAN ADA TIDAK
Inscription
Indentitas dokter
1. Nama dokter √
2. SIP dokter √
3. Alamat dokter √
4. Nomor telepon √
5. Tempat dan tanggal penulisan √
resep
Invocation
6. Tanda resep diawali penulisan √
resep (R/)
Presciptio/ordonatio
7. Nama obat √
8. Kekuatan obat √
9. Jumlah obat √
Signatura
10. Nama pasien √
11. Jenis kelamin √
12. Umur pasien √
13. Berat badan √
14. Alamat pasien √
15. Aturan pakai obat
16. Iter atau tanda lain √
Subcriptio
17. Tanda tangan/ paraf dokter √

PERTIMBANGAN KLINIS
NO. NAMA OBAT KOMPOSISI INDIKASI
1. Glibenclamide Glibenclamide 5mg, Diabetes
2. Acarbose Acarbose 100 mg Diabetes
3. Amlodipine Amlodipine 5mg, 10 mg Hipertensi
4. Simvastatin Simvastatin 20 mg hiperlipidemia
5. Curcuma Ekstrak temulawak vitamin

DOSIS OBAT
NO. NAMA OBAT DOSIS DI RESEP DOSIS MENURUT
LITERATUR
1. Glibenclamide - 5 mg
2. Acarbose - 25mg, 50 mg, 100 mg
3. Amlodipine 10 mg 2,5 mg, 5 mg, 10 mg
4. Simvastatin - 5mg, 10 mg, 20 mg, 40 mg,
80 mg
5. Curcuma - vitamin

ATURAN PAKAI
NO. NAMA OBAT ATURAN PAKAI DI RESEP
1. Glibenclamide 3 x sehari
2. Acarbose 3 x sehari
3. Amlodipine 2 x sehari
4. Simvastatin 1 x sehari
5. Curcuma 1 x sehari

PEMILIHAN OBAT: (Centang salah satu)


NO Kategori Pada Resep
Sesuai Tidak sesuai
1. Bentuk sediaan
2. Pemilihan obat sesuai umur √
pasien
Kalau tidak sesuai jelaskan kenapa?
Tidak ada dijelaskan bentuk sediaanya

Interaksi Obat
NO NAMA OBAT DI RESEP JENIS INTERAKSI DENGAN OBAT
LAIN
1. Amlodipine dan simvastatin Meningkatkan dosis simvastatin dengan cara
menghambat amlodipine oleh metabolism
simvastatin melalui usus dan hati maka
amlodipine dan simvastatin di jeda
penggunaannya
2. Glibenclamide dan simvastatin Meningkatkan toksisitas simvastatin
3. Amlodipine Sebaiknya untuk aturan pemakaian di resep
amlodipine diberikan 10mg/hari dan tidak
boleh melebihi 10mg/hari.

VI. PEMBAHASAN
Diabetes mellitus adalah suatu penyait atau gangguan metabolism kronis
dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan
gangguan metabolism karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin.
Pada praktikum kali ini didapatkan kasus resep diabetes mellitus dan kolesterol atas nama
khaidir alkahfi dengan usia 75 tahun, BB 85 Kg. Berdasarkan hasil laboratorium
diketahui :
Gula darah pada pasien = 350 mg/dL, kolesterol = 285 mg/dL, trigliserida = 150 mg/dL,
TD =180/100 mmHg, didapat 5 macam jenis obat diresep yaitu glibenclamide, acarbose,
amlodipine, simvastatin, dan curcuma. Dapat dianalisis obat glibenclamide digunakan
sebagai obat diabetes mellitus pada oang dewasa, dengan dosis 5 mg diberikan 3 x sehari
sesuai resep. Obat acarbose digunakan sebagai terapi kombinasi dengan diet unuk
diabetes mellitus dengan pemberian 3 x sehari sesuai yang tertera pada resep. Obat
amlodipine digunakan untuk hipertensi, iskemia miokardial, angia diberikan dosis 1 x
sehari. Sedangkan obat simvastatin untuk menurunkan kadar kolesterol toal dan LDL.
Pada pasien dengan hiperkolesterolemia diberikan 1 x sehari sesuai dengan permintaan
resep dan obat curcuma tablet untuk memeliharag kesehatan fungsi hati dan memperbaiki
nafsu makan sebagai vitamin 1 x sehari sesuai dengan resep.
Dalam praktikum analisis resep ini terdapat obat kolesterol yaiu simvastatin dimana
simvastatin ini memiliki mekanisme kerja yaitu degan mnghambat enzim HMG-KoA
reduktase yang berfungsi sebagai katalis dalam pembentukan kolesterol, HMG-KoA
reduktase dan bertanggung jawab terhadap perubahan HM-KoA menjadi asam mevalonat
sehingga kadar kolesterol total dan LDL dama darah turun. Tetapi pada praktikum kali ini
di dapatkan interaksi obat yaitu obat simvastatin dengan obat amlodipine, dimana obat
amlodipine + simvastatin dapat menyebabkan Meningkatkan dosis simvastatin dengan
cara menghambat amlodipine oleh metabolism simvastatin melalui usus dan hati maka
amlodipine dan simvastatin di jeda penggunaannya. Amlodipine diminum pada pagi hari
dan untuk simvastatin diminum pada malam hari.
VII. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum yang telah kita lakukan yaiu :
1. Diabete mellitus adalah suatu penyait atau gangguan metabolism kronis dengan multi
etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolism karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
2. Interaksi obat antara Amlodipine dan simvastatin dapat Meningkatkan dosis
simvastatin dengan cara menghambat amlodipine oleh metabolism simvastatin
melalui usus dan hati maka amlodipine dan simvastatin di jeda penggunaannya
3. Interaksi antara obat Glibenclamide dan simvastatin dapat Meningkatkan toksisitas
simvastatin
4. Obat simvastatin Sebaiknya untuk aturan pemakaian di resep amlodipine diberikan
10mg/hari dan tidak boleh melebihi 10mg/hari
DAFTAR PUSTAKA

Nurrahmani U. Stop! Diabetes Mellitus. Yogyakarta: Familia; 2012.

Bustan. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.

H.R H. Mengenal Diabetes Mellitus. Kediri: Nuha Medika; 2012.

Lanywati E. Diabetes Mellitus Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta: Kanisius; 2001.

Departement Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

Laporan Nasional 2007. Jakarta: Depkes RI; 2008.

Departement Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS)

Laporan Nasional 2013. Jakarta: Depkes RI; 2014.

Anda mungkin juga menyukai