EPILEPSI
Oleh:
10542037712
Pembimbing:
Bagian Neurologi
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
2
HALAMAN PENGESAHAN
EPILEPSI
Disusun Oleh:
Fadilah Aulia Rahma, S.Ked
10542 0377 12
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim..
Segenap tahmid senantiasa tercurah kepada Sang Pemilik kehidupan yang Maha
Pengasih dan Penyayang atas segala limpahan Rahmat dan nikmatNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan refarat ini dengan lancar. Sholawat dan salam untuk Rasulullah
Muhammad SAW, sang pembawa cinta yang membimbing manusia menuju surga serta
mengajarkan kepada manusia untuk saling mengasihi.
Alhadulillah berkat hidayah dan pertolongannya, penulis dapat menyelesaikan tugas
Laporan Kasus yang berjudul “Epilepsi” dalam rangka Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dalam Penyelesaian laporan kasus, peneliti ucapkan banyak terima kasih atas
semua bantuan,doa serta motivasinya kepada pihak yang ikut memberi andil dalam
penyelesaian Laporan Kasus ini, terutama kepada dosen dr. Ramlian, M.Kes, Sp.S yang
Penulis sadar bahwa penulisan ini sangat jauh dari kata sempurna, maka dari itu
penulis berharap kepada para pembaca untuk memberi kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan laporan kasus ini.
Demikian, semoga referat ini bisa bermanfaat untuk penulis dan para pembaca,
Insya Allah, Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................4
A. Definisi.............................................................................................. 19
B. Epidemiologi..................................................................................... 19
C. Etiologi.............................................................................................. 20
D. Patofisiologi...................................................................................... 21
E. Gejala Klinik..................................................................................... 22
F. Pemeriksaan Penunjang.................................................................... 31
G. Penatalaksanaan................................................................................ 32
H. Komplikasi........................................................................................ 36
I. Prognosis........................................................................................... 37
J. Pencegahan ....................................................................................... 37
BAB I
PENDAHULUAN
Kegawatan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berada dalam keadaan kritis dan
apabila tidak dilakukan suatu usaha atau tindakan akan menyebabkan kematian. Salah satu
kegawat daruratan di bidang neurologi adalah status epileptikus. Walaupun di Indonesia
belum merupakan problem kesehatan masyarakat yang besar. Sebelum membahas penyakit
ini, terlebih dahulu diingatkan kembali mengenai batasan dari epilepsi. Epilepsi adalah
suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya
gangguan fungsi otak secara intermitten yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik
abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal dan disebabkan oleh
berbagai etiologi.
Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi) ≥ 2 dengan interval > 24 jam
antara kejang pertama dan berikutnya. Manifestasi klinis epilepsi dapat berupa gangguan
kesadaran, motorik, sensoris, autonom atau psikis (Shorvon, 2007; Swaiman dan Ashwal,
2012). Kejang atau bangkitan epileptik adalah manifestasi klinis disebabkan oleh lepasnya
muatan listrik secara sinkron dan berlebihan dari sekelompok neuron di otak yang bersifat
transien. Aktivitas berlebihan tersebut dapat menyebabkan disorganisasi paroksismal pada
satu atau beberapa fungsi otak yang dapat bermanifestasi eksitasi positif, negatif atau
gabungan keduanya. Manifestasi bangkitan ditentukan oleh lokasi dimana bangkitan
dimulai, kecepatan dan luasnya penyebaran. Bangkitan epileptik umumnya muncul secara
tiba-tiba dan menyebar dengan cepat dalam waktu beberapa detik atau menit dan sebagian
besar berlangsung singkat (Panayiotopoulos, 2005).
6
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : An. A
2. Umur : 10 tahun
5. Pekerjaan : Pelajar
B. ANAMNESIS
1 jam sebelum kejang pasien pulang sekolah dengan kehujanan dan terpeleset jatuh tapi
kepala tidak terbentur. 10 menit setelah jatuh pasien mengalami kejang. 30 menit sebelum
datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah pasien mengalami kejang, kejang berlangsung
selama 5 menit, kemudian pasien mengalami kejang kembali sebanyak 5 kali berlangsung
selama kurang lebih dari 5 menit kemudian berhenti selama 10 menit dan kembali kejang
selama 5 menit kejang terjadi di seluruh tubuh pasien dan dalam keadaan tidak sadar,
sebelum kejang pasien tampak bingung dan diam saja. kejang seperti tonik klonik, Setelah
itu pasien tertidur 1 jam. Pada saat dibangunkan ia mengeluh nyeri kepala (+), demam (-),
muntah (-), mual (-). Saat usia 2,5 tahun pasien menderita TBC dan mengikuti pengobatan
6 bulan hingga tuntas.
Ibu hamil saat usia 30 tahunan dan saat hamil ibunya menderita hipertensi dan
pembengkakan pada kedua kaki. Pasien dilahirkan pada usia kehamilan 8 bulan melalui
7
persalinan normal di Rumah Sakit Umum Daerah . Berat lahir 1,6 kg dan Panjang Badan
ibu pasien mangaku lupa.
Setelah lahir pasien di inkubator selama kurang lebih 15 hari. Ibu pasien mengatakan ketika
menyusu hisapannya kurang kuat dibandingkan dengan kakaknya dahulu
Imunisasi dilakukan lengkap. Infeksi telinga dan infeksi pada gigi disangkal. Pasien sering
sakit batuk dan pilek yang biasanya sembuh dalam 3 hari. Riwayat kejang disangkal.
Pasien dapat bicara beberapa kata saat usia 16 bulan pasien sudah bisa merangkak, saat
usia 17 bulan sudah bisa mengucapkan beberapa kata dan usia 24 bulan sudah bisa
berjalan. Tidak ada keterlambatan dalam perkembangan. Di sekolah pasien dapat
mengikuti pelajaran dengan cukup baik. Ibu pasien mengeluh pasien sulit makan dan sulit
untuk naik berat badannya.
C. Anamnesis Sistem :
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
Pulmo :
Cor :
Dada :
I : Tidak tampak ictus cordis
I : datar, supel
P : Timpani
Edema (-), sianosis (+), atrofi otot (-), capillary refill <2detik, akral
Ekstremitas :
hangat (+).
2. Status Psikiatrik
3. Status neurologikus:
Kepala : Normocephal
Daya Penglihatan + +
N.II
Lapang Pandang Tidak dilakukan
N.III Ptosis – –
Gerakan mata ke medial + +
Gerakan mata ke bawah + +
Ukuran Pupil 3mm 3mm
Strabismus divergen – –
Strabismus konvergen – –
Menggigit + +
Membuka mulut Simetris
Sensibilitas muka + +
N.V
Reflek kornea + +
Trismus – –
Lipatan nasolabial + +
Sudut mulut + +
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis + +
12
Menggembungkan pipi + +
N.VII
Mendengar suara berbisik + +
I
Bersuara Normal
Sikap bahu + +
Mengangkat bahu + +
Artikulasi Jelas
Disdiadokokinesis : (-)
Ataksia : (-)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
14
1. Laboratorium
Hematologi
Darah Lengkap
Darah Lengkap
Serologi
Widal
16
X-Foto Thorax AP
Kesan :
F. RESUME
Seorang anak Laki-laki berusia 10 tahun datang ke IGD RSD diantar oleh ibunya, pasien
mengeluh kejang. 1 jam sebelum kejang pasien pulang sekolah dengan kehujanan dan
terpeleset jatuh tapi kepala tidak terbentur. 10 menit setelah jatuh pasien mengalami
kejang. 30 menit sebelum datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah pasien mengalami
kejang, kejang berlangsung selama 5 menit, kemudian pasien mengalami kejang kembali
sebanyak 5 kali berlangsung selama kurang lebih dari 5 menit kemudian berhenti selama
10 menit dan kembali kejang selama 5 menit kejang terjadi di seluruh tubuh pasien dan
dalam keadaan tidak sadar, sebelum kejang pasien tampak bingung dan diam saja. kejang
seperti tonik klonik, Setelah itu pasien tertidur 1 jam. Pada saat dibangunkan ia mengeluh
nyeri kepala (+), demam (-), muntah (-), mual (-).
Saat usia 2,5 tahun pasien menderita TBC dan mengikuti pengobatan sampai
dinyatakan sembuh, pasien lahir prematur dan dirawat dalam inkubator selama 15 hari.
Berat badan lahir rendah yaitu 1,6 kg. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis klinik : epilepsi
G. PENATALAKSANAAN
Waktu Intervensi
Fase stabilisasi: Stabilisasi pasien (jalan napas, pernapasan, sirkulasi, dan
0-5 menit disabilitas neurologis)
Catat waktu mulai bangkitan, monitor tanda vital
Evaluasi oksigen, berikan oksigen melalui nasal kanul atau
masker, pertimbangkan intubasi bila diperlukan
Monitor EKG
Pemeriksaan kadar gula darah. Jika kadar gula darah ,60
mg/dL
- Dewasa : tiamin 100 mg IV lalu 50 ml dekstrosa 50%
IV
- Anak >2 tahun: dekstrosa 50% 2 mL/kgBB
- Anak <2 tahun: dekstrosa 50% 4 mL/kgBB
Pemasangan akses IV dan mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan laboratorium
Vasopresor atau resusitasi cairan dapat diberikan jika TD
sistolik <90 mmHg
Fase terapi lini Benzodiazepin:
pertama Midazolam
Lorazepam
Diazepam
Fase terapi lini Fosfonitoin IV
kedua Fenotoin IV
Asam Valproat
Levetirasetam IV
H. RENCANA FOLLOW UP
Menggali data Subjective pasien (berisi apa saja keluhan/ permasalah yang
dirasakan)
- Onset: akut, kronik, insidious, kronis-progresif.
- Kualitas: sifat demam
- Kuantitas: pengaruh demam, frekuensi demam
- Kronologis: riwayat penyakit sekarang.
- Faktor Memperberat
18
- Faktor Memperingan
- Gejala penyerta
- Riwayat penyakit dahulu: keluhan serupa sebelumnya, riwayat trauma, riwayat .
- Riwayat penyakit keluarga: riwayat keganasan dalam keluarga.
- Riwayat sosial ekonomi: pekerjaan yang berhubungan dengan keluhan utama.
Mencatat data Objective: berisi data pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital
(tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu) laboratorium,radiologi, dan data lainnya.
Assesment: setelah melakukan pemeriksaan subjeck dan objective, selanjutnya
mendiagnosis dari gejala yang di rasakan pasien serta hasil lab yang di dapatkan,
Planning: diberikan terapi baik bersifat farmakologi maupun nonfarmakologi, dan
diberikan edukasi pada pasien.
DISKUSI
A. Definisi
Epilepsi adalah gangguan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi
secara terus menerus untuk terjadinya suatu bangkitan epileptik, dan juga ditandai
B. Epidemiologi
19
menderita epilepsi. Populasi yang menderita epilepsi aktif (terjadi bangkitan terus
penduduk. Namun, angka ini jauh lebih tinggi dinegara dengan pendapatan
perkapita menengah dan rendah yaitu 2,4 juta pesien yang didiagnosis epilepsi
setiap tahunnya.
Insiden epilepsi tertinggi pada golongan usia dini, menurun pada usia
dewasa muda, dan meningkat pada usia lanjut (Hauser dan Nelson, 2013).
Sebanyak 25% dari seluruh kasus epilepsi terjadi pada anak umur kurang lima
tahun (Yilmas dkk., 2013). Sebuah penelitian melaporkan bahwa insiden epilepsi
pada umur 0-14 tahun sebesar 82,2 kasus/100.000 populasi/tahun (Khatria dkk.,
dunia 4-6 per 1000 anak umur 8-11 tahun. Insiden pada tahun pertama kehidupan
sekitar 120 pada 100.000 (Shakirullah, 2014). Prevalens epilepsi di negara maju 4-
1.400.000 kasus epilepsi dengan peningkatan sebesar 70.000 kasus baru setiap
tahun dan diperkirakan 40%-50% terjadi pada anak-anak (Harsono, 2006). Insiden
epilepsi pada anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Sanglah
Denpasar, Bali selama kurun waktu 2007-2010 didapatkan 5,3%, terutama terjadi
pada anak laki-laki (56,9%) dengan jumlah kasus 276 pasien (Suwarba, 2011).
simtomatik 12% dan fokal kriptogenik 37% dari 613 kasus epilepsi umur kurang 16
C. Faktor Resiko
Beberapa faktor yang berpotensi meningkatkan risiko terkena epilepsi, antara lain:
Usia . Epilepsi umumnya dialami oleh usia anak-anak dan lansia. Meski demikian,
kondisi ini juga dapat dialami oleh semua kalangan yang memiliki risiko terkena
epilepsi.
Genetik. Riwayat kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga dapat menjadi
pemicu penyebab epilepsi.
Cedera pada kepala. Cedera kepala dapat menjadi penyebab epilepsi.
Stroke dan penyakit vaskular. Stroke dan penyakit pembuluh darah (vaskular)
lainnya dapat menyebabkan kerusakan otak yang dapat memicu kondisi ini.
Demensia.
Infeksi otak. Peradangan pada otak atau sumsum tulang belakang dapat
meningkatkan risiko terkena epilepsi.
Riwayat kejang di masa kecil. Kejang dapat disebabkan oleh demam tinggi. Pada
kondisi ini, anak lebih rentan mengalami epilepsi.
D. Patofisiologi
membran sel neuron, membran sel neuron bergantung pada permeabilitas sel
terhadap ion natrium dan kalium. Membran neuron sangat permeabel terhadap ion
konsentrasi ion kalium yang tinggi dan konsentrasi ion natrium yang rendah
didalam sel dalam keadaan normal (Henry, 2012). Sifat permeabel membran sel
21
dapat berubah sehingga terjadi perubahan kadar ion dan perubahan potensial aksi.
Perubahan potensial aksi pada membran sel tersebut akan menjadi stimulus yang
efektif pada membran sel dan menyebar sepanjang akson, sehingga terjadilah
inhibisi presinap dan pascasinap. Sel neuron berhubungan satu sama lain melalui
sinap-sinap. Potensial aksi yang terjadi di satu neuron dihantarkan melalui neural
akson yang kemudian melepaskan neurotransmitter pada sinap, zat tersebut dapat
sehingga terjadi inhibisi pada transmisi sinap (Henry, 2012). Kegagalan mekanisme
inhibisi akan menimbulkan lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan gangguan
E. Gejala Klinik
hasil dari survei ditemukan kira-kira 44-74 %, tetapi bentuk yang lain dapat juga
terjadi.
yang sering dijumpai. Serangan grandmal yang khas adalah sebagai berikut :
dan anggota gerak menjadi kaku ), yang kemudian diikuti oleh kejang klonik
(badan dan anggota gerak berkejut - kejut, kelojotan ). Bila penderita sedang berdiri
Pada fase tonik badan menjadi kaku. Bila kejang tonik ini kuat, udara
dikeluarkan dengan kuat dari paru-paru melalui pita suara sehingga terjadi bunyi
yang disebut sebagai jeritan epilepsy ( epileptic cry ). Sewaktu kejang tonik ini
terdapat pula kongesti ( terbendungnya ) pembuluh darah balik vena. Biasanya fase
Kemudian disusul oleh fase klonik. Pada fase ini terjadi kejang klonik yang
bersifat umum, melibatkan semua anggota gerak. Semua anggota gerak pada fase
klonik ini berkejang klonik ( kelojotan ) juga otot pernafasan dan otot rahang.
Pernafasan menjadi tidak teratur, tersendat - sendat, dan dari mulut keluar busa.
Lidah dapat tergigit waktu ini dan penderita dapat pula mengompol. Bila penderita
terbaring pada permukaan yang keras dan kasar, kejang klonik dapat
antuk dan luka. Biasanya fase klonik ini berlangsung kira – kira 40 detik, tetapi
dapat lebih lama. Setelah fase klonik ini penderita terbaring dalam koma. Fase
koma ini biasanya berlangsung kira – kira 1 menit. Setelah itu penderita tertidur,
yang lamanya bervariasi, dari beberapa menit sampai 1 – 3 jam. Bila pada saat tidur
ini dibangunkan ia mengeluh sakit kepala, dan ada pula yang tampak bengong.
Lama keadaan bengong ini berbeda –beda. Ada penderita yang keadaan mentalnya
segera pulih setelah beberapa menit serangan selesai. Ada pula yang lebih lama,
Kelemahan umum, muntah, nyeri kepala hebat, pegal otot, gelisah, mudah
tersinggung, dan berbagai perubahan tingkah laku merupakan gejala pasca serangan
yang sering dijumpai. Gangguan pasca serangan ini dapat berlangsung beberapa
saat, namun dapat juga sampai beberapa jam. Sesekali dijumpai keadaan dimana
serangan grandmal timbul secara beruntun, berturut – turut sebelum penderita pulih
dari serangan sebelumnya. Hal ini merupakan keadaan gawat darurat, dan disebut
24
status epileptikus. Dapat berakibat fatal, memautkan dan dapat pula mengakibatkan
Kejang ini biasanya terdapat pada BBLR dengan masa kehamilan kurang
dari 34 minggu dan pada bayi dengan komplikasi perinatal berat misalnya
perdarahan intraventrikuler. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik
satu ekstremitas, atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai
yang menyerupai sikap deseberasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah
dengan bentuk dekortikasi. Juga ditemukaan adanya epileptic cry. Bentuk kejang
tonik yang menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan sikap opistotonus yang
disebabkan oleh rangsang meningeal karena infeksi selaput otak atau kernikterus.
fokal dan multifokal yang berpindah – pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal
berlangsung 1-3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran
25
dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh
kontusio serebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan, atau oleh
ensefalopati metabolic. Kejang klonik fokal sering diduga sebagai suatu keadaan
gemetar ( jitteriness ).
USG dan penatahan kepala untuk mengetahui apakah terjadi perdarahan otak.
Apabila pemeriksaan tersebut normal tetapi terdapat kelumpuhan salah satu tungkai
setelah kejang berhenti, penatahan kepala harus diulangi 1 minggu kemudian untuk
Bentuk kejang ini merupakan gerakan klonik pada satu atau lebih anggota
gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misalnya kejang klonik
lengan kiri diikuti dengan kejang klonik tungkai bawah kanan. Kejang yang satu
kejang umum.
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Penatalaksanaan
tatalaksana adalah rute pemberian yang mudah dan cepat mencapai kadar
samping, dan interaksi antar OAE. Pengobatan dimulai dengan OAE lini pertama,
dosis ditingkatkan sampai dosis maksimal. Pemberian dua jenis terapi (politerapi)
tanpa menimbulkan gejala toksik, setelah pemberian dosis tunggal OAE, kadar
plasma akan tercapai dalam waktu tertentu tergantung pada proses absorbsi
27
yang cukup akan mengikuti kaidah first order enzyme kinetics yaitu kecepatan
biotransformasi bertambah secara linier dengan konsentrasi obat. Kadar enzim yang
telah jenuh akan menyebabkan kecepatan biotransformasi akan tetap sama pada
konsentrasi obat yang berbeda (zero order). Kenaikan dosis sedikit saja akan
toksik (Maria dan Drayton, 2009). Obat anti epilepsi lini pertama meliputi:
dan tidak lengkap dengan 10% dari dosis oral akan diekskresikan
bersama tinja dalam bentuk utuh, kadar puncak akan tercapai dalam
ini kurang baik untuk pengobatan jangka panjang pada anak karena
banyak efek samping dan adanya variasi yang besar dalam absorbsi
(Maria dan Daryton, 2009). Cara kerja utama fenitoin pada epilepsi
Dosis pada anak dengan umur kurang dari 6 tahun 10-30 mg/kg/hari
dibagi dalam 2-3 dosis sehari, pemberian dimulai dengan dosis 5-10
setelah meminum obat ini (Aggarwal dkk, 2004; Conway dan Henry,
2012).
diabsorbsi dan kadar maksimal serum dapat tercapai dalam 1-3 jam.
Masa paruh asam valproat adalah 8–10 jam dan kadar dalam darah
4 hari (Dewan dkk., 2008). Efek samping yang sering terjadi adalah
H. Komplikasi
Kejang pada penderita epilepsi terkadang dapat membahayakan penderitanya dan orang
lain. Bahaya tersebut dapat berupa terjatuh saat kejang, hingga risiko mengalami cedera
atau patah tulang. Bahaya lainnya adalah hilang kesadaran ketika kejang, sehingga
berisiko tenggelam saat berenang atau mengalami kecelakaan saat berkendara.
Selain itu, masalah kesehatan mental juga sering kali dihadapi penderita epilepsi akibat
efek samping pengobatan, atau kesulitan dalam menghadapi kondisinya. Komplikasi
kesehatan mental yang sering timbul, antara lain adalah depresi, kegelisahan, atau
keinginan untuk bunuh diri.
I. Prognosis
Prognosis ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu usia, tipe bangkitan SE, durasi,
J. Pencegahan
Selain dengan obat, penanganan epilepsi juga perlu ditunjang dengan pola hidup yang
sehat, seperti olahraga secara teratur, tidak mengonsumsi minuman beralkohol secara
berlebihan, serta diet khusus.
DAFTAR PUSTAKA