Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

EFEK PROBIOTIK TERHADAP DERMATITIS ATOPIK

Disusun oleh:

Tarsiah Ningsih

030.13.186

Pembimbing:

dr. Nadiah Soleman, Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL

PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 12 JANUARI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul

“Efek Probiotik terhadap Dermatitis Atopik”

Yang disusun oleh:

Tarsiah Ningsih (030.13.186)

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:

dr. Nadiah Soleman, Sp.KK, M.Kes

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD Kardinah Tegal

Periode 10 Desember 2018 – 12 Januari 2019

Tegal, Desember 2018


Pembimbing

dr. Nadiah Soleman, Sp.KK, M.Kes

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya
dapat menyelesaikan referat ini.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian
Penyakit Kulit dan Kelamin Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di RSUD
Kardinah Tegal.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini, terutama :

1. dr. Nadiah Soleman, Sp.KK, M.Kes selaku pembimbing dalam penyusunan


makalah.
2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian makalah ini.
3. Serta pihak-pihak lain yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu
saya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Saya
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan bertujuan untuk ikut
memperbaiki referat ini agar dapat bermanfaat untuk pembaca dan masyarakat luas.

Tegal, Desember 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 2

2.1 Probiotik ......................................................................................................................... 3

2.1.1 Definisi Probiotik .................................................................................................. 3

2.1.2 Manfaat Probiotik ................................................................................................. 4

2.1.3 Mekanisme kerja Probiotik ................................................................................... 4

2.1.4 Keamanan Probiotik ............................................................................................. 8

2.2 Dermatitis Atopik............................................................................................................ 8

2.2.1 Definisi ................................................................................................................ 8

2.2.2 Etiopatogenesis .................................................................................................. 9

2.2.3 Penegakan diagnosis........................................................................................... 12

2.2.4 Tatalaksana ........................................................................................................ 15

2.2.5 Prognosis ............................................................................................................ 18

2.3 Efek Probiotik terhadap Dermatitis Atopik ..................................................................... 18

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Alergi merupakan gangguan hipersensitivitas lokal atau sistemik. Kulit dan saluran nafas
adalah organ yang paling sering terpajan alergen dan terlibat dalam penyakit alergi. Reaksi alergi
dapat juga di jaringan vaskular, traktus gastrointestinal, atau organ lain. Dampak buruk alergi
adalah menurunnya kualitas hidup, besarnya biaya pengobatan dan terjadinya komorbiditas
seperti asma, sinusitis, dan otitis media.1
Menurut The National Institute of Allergy and Infectious Diseases, setiap tahun terdapat
lebih dari 50 juta penduduk USA yang menderita penyakit alergi. Dermatitis atopik merupakan
salah satu penyakit kulit terbanyak dan terutama terjadi pada bayi dan anak-anak. Prevalensinya
sekitar 10 %. 1
Definisi probiotik menurut The Joint Food and Agriculture Organization (FAO) and
World Health Organization (WHO) adalah mikroorganisme hidup yang jika diberikan kepada
inang manusia dalam jumlah adekuat dapat memberikan manfaat kesehatan kepada inangnya.
Pemberian probiotik dalam upaya pencegahan dan pengobatan alergi juga merupakan upaya
perbaikan homeostatis sistem biologis penderita yang ditujukan pada imunomodulasi respon
imun dengan mengembangkan respon imun Th1 dan Th2. 2
Peran probiotik dalam mencegah penyakit alergi kulit telah didukung oleh beberapa
penelitian. Sebagai contoh, analisis feses anak dan hubungannya dengan penyakit atopi
menunjukkan bahwa rendahnya jumlah Bifidobacterium (probiotik) dan tingginya jumlah
Enterobacteriaceae dan Clostridium pada tinja berhubungan dengan kejadian dermatitis pada
anak. Sebuah meta-analisis yang dipublikasi pada tahun 2012 untuk menilai manfaat
suplementasi probiotik pada ibu hamil atau anak-anak dalam mencegah penyakit atopi kulit
menunjukkan penurunan insidens dermatitis atopi dan dermatitis atopi terkait IgE sekitar 20%
pada anak yang pada masa awal kehidupan atau masa prenatal atau keduanya mendapat
suplementasi probiotik.3
Penelitian terkait peran probiotik sebagai terapi penyakit atopi kulit menunjukkan hasil
yang beragam. Beberapa penelitian menunjukkan manfaat nyata probiotik dalam menurunkan
gejala, sedangkan penelitian lain menunjukkan tidak terdapat manfaat yang bermakna. sebagian

1
besar literatur yang ditelaah menunjukkan manfaat bermakna probiotik pada penyakit dermatitis
atopi, terutama dalam perbaikan paramater inflamasi, meski tidak ada bukti efektivitas probiotik
dalam menurunkan beratnya gejala. 3
Pada referat ini akan di bahas mengenai probiotik, dermatitis atopik dan efek probiotik
terhadap dermatitis atopik dari beberapa penelitian yang mendukung.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA`

2.1 Probiotik
2.1.1 Definisi probiotik
Definisi probiotik menurut The Joint Food and Agriculture Organization (FAO) and
World Health Organization (WHO) adalah mikroorganisme hidup yang jika diberikan kepada
inang manusia dalam jumlah adekuat dapat memberikan manfaat kesehatan kepada inangnya.
Beberapa kriteria agar suatu mikroorganisme dapat diterima sebagai suatu probiotik antara lain :3

 Penentuan genus dan spesies mikroorganisme

 Tes in-vitro untuk menentukan potensi probiotik, seperti resistensi terhadap asam
lambung, kemampuan antimikrobial probiotik untuk menghadapi bakteri patogen,
atau kemampuan probiotik untuk mengurangi adhesi bakteri patogen ke
permukaan sel

 Strain probiotik tersebut terbukti aman dikonsumsi dan tidak terdapat kontaminasi
pada bentuk sediaan pemberiannya

 Telah dilakukan percobaan in-vivo untuk menentukan peran dan manfaatnya pada
inang hewan atau manusia sehat.3

Secara ilmiah, antara probiotik dan manfaatnya bagi manusia pertama kali diungkapkan
oleh Nobel Laureate Ilya Metchnikoff seorang ahli kimia berkebangsaan Rusia tahun 1907,
menyatakan bahwa asam laktat yang dihasilkan oleh Lactobacillus dalam yogurt dapat
menghambat pertumbuhan beberapa spesies bakteri patogen. Metchnikoff juga menyatakan
bahwa para petani di Bulgaria dapat mencapai usia hidup rata-rata 87 tahun karena kebiasaan
mereka mengkonsumsi susu yang difermentasi.4

3
2.1.2 Manfaat Probiotik
Manfaat probiotik pada manusia dapat dibagi ke dalam beberapa kategori berdasarkan
mekanisme kerjanya, antara lain fungsi mikrobiologi, fungsi nutrisi, fungsi fisiologi, dan fungsi
imunologi. 3
 Fungsi mikrobiologi probiotik berperan mencegah perlekatan atau invasi agen
patologis pada tubuh inang. Probiotik berperan menempati daerah atau
lingkungan hidup agen patologis atau bersifat antagonis terhadap agen patologis
secara langsung dengan cara menghasilkan zat bakteriostatik atau bakterisida.
 Beberapa probiotik memiliki kemampuan mensintesis sejumlah zat nutrisi seperti
biotin, folat, asam nikotinat, dan tiamin yang bermanfaat bagi tubuh.
 Probiotik juga diketahui dapat mempengaruhi fisiologi tubuh dan memberikan
manfaat bagi inangnya, seperti meningkatkan absorpi ion oleh sel epitelial saluran
cerna dan mengurangi toksisitas akibat garam empedu.3

2.1.3 Mekanisme Probiotik terhadap Sistem Imun


Probiotik secara fungsional memiliki bermacam-macam mekanisme kerja, yaitu :5
 Aktivitas antimikroba sebagai antagonis langsung terhadap mikroba patogen melalui
inhibisi kompetitif dalam adhesi ke epitel mukosa saluran pencernaan dan toksin-toksin
bakteri tertentu
 Kolonisasi bakteri dengan menciptakan lingkungan mikro yang tidak menguntungkan
mikroba-mikroba patogen (anaerob)
 Efek daya tahan tubuh :
- Efek tambahan
- Ekspresi sitokin
 Stimulasi fagositosis oleh leukosit
 IgA sekretori
 Efek anti mutagenic
 Efek anti genotoksik

4
 Pengaruh pada aktivitas enzim dengan memproduksi enzim-enzim usus seperti mucin,
bakteriosin, atau molekul-molekul antimikroba yang lain
 Transport enzim
 Menstimulasi pertahanan tubuh dengan mekanisme interaksi dengan reseptor melalui
jalur bebas hambatan dan jalur intercellular, aktivasi makrofag dan natural killer cell,
meningkatkan jaringan limfoid usus, immunoglobulin, dan sitokin spesifik5

Gambar : mekanisme peningkatan fungsi barrier mukosa epitel intestinal oleh bakteri probiotik5
Berbagai bukti telah menunjukkan bahwa paparan eksternal pada masa pre-natal dan
awal post-natal mempengaruhi ekspresi genetik dan kerentanan terhadap penyakit. Mikroflora
pertama kali diperkenalkan ke saluran pencernaan anak dari ibu pada saat persalinan per
vaginam dan pengaruh luar seperti penggunaan antibiotik selama kehamilan. Pentingnya
pengenalan probiotik terhadap sistem imun anak, diketahui dari kerentanan bayi yang lahir
melalui operasi caesar terhadap penyakit imunologi, seperti celiac disease dan asma, yang diduga
dipengaruhi oleh kelainan respons dan fungsi sel T helper. Hubungan antara probiotik dan sistem
imun diduga melalui kemampuan probiotik melekat pada permukaan sel epitel intestinal dan
kemampuannya melakukan stabilisasi mikroflora usus, probiotik berperan penting dalam regulasi
imunitas intestinal dan sistemik. Adhesi probiotik, terutama bakteri asam laktat, pada dinding
epitel intestinal mempercepat pengenalan bakteri ini kepada plak Peyeri yang kemudian

5
mengaktifkan proliferasi sel dendritik. Keberadaan bakteri asam laktat juga diketahui
menstimulasi sekresi IL-10 dan IL-12 oleh sel dendritik yang kemudian merangsang polarisasi
Th-1 dan mencegah penyakit yang dimediasi Th2. Beberapa probiotik juga diketahui dapat
langsung mempengaruhi aktivitas sel B dan meningkatkan sistem imun humoral berupa IgA
yang berperan meningkatkan imunitas mukosa saluran cerna. Peran probiotik terhadap
perkembangan sistem imun menguatkan teori ’hipotesis higienitas’. Hipotesis higienitas
menjelaskan bahwa berkurangnya paparan saluran cerna terhadap antigen mikrobiologi pada
masa awal kehidupan dapat menyebabkan kelainan imunitas yang mencetuskan kejadian atopi.3
Hubungan erat antara mikroflora usus dan perkembangan sistem imun, khususnya dalam
menjaga keseimbangan respons Th-1 dan Th-2 menjadi dasar pemikiran pemberian suplemen
probiotik untuk mencegah atau mengatasi penyakit alergi dan atopi.3

Gambar : Hubungan antara probiotik dengan TLR dan stimulasi respons imun. Molekul biologis
aktif probiotik berupa peptidoglycan dan teichoic acid merupakan pathogen-associated molecular
patterns (PAMPs) akan dikenali PRRs (pattern recognition receptors) dalam hal ini TLR2 dan
TLR4. TLR2 dan TLR4 akan menginduksi transkripsi dari beberapa sitokin proinflamasi dalam
merespon stimulasi oleh probiotik yang berfungsi membantu menjembatani sistem imunitas
innate ke sistem adaptif dengan menginduksi berbagai molekul efektor dan ko-stimulator.13

6
Probiotik adalah flora normal saluran cerna yang mampu mengontrol keseimbangan
mikroflora usus dan menimbulkan efek fisiologis yang menguntungkan kesehatan host. Probiotik
juga memiliki kemampuan sebagai aktivator yang kuat untuk sistem imun innate karena
mempunyai molekul yang spesifik pada dinding selnya. Dalam mikrobiologi, molekulmolekul
spesifik tersebut dikenal sebagai pathogen-associated molecular patterns (PAMPs). Molekul-
molekul spesifik (PAMPs) dikenali oleh reseptor-reseptor spesifik (specific pattern recognition
receptors, PRRs). Salah satu PAMPs yang ada pada probiotik adalah lipoteichoic acid (LTA).
LTA merupakan molekul yang secara biologis aktif, merupakan karakteristik dari bakteri gram
positif dan mempunyai dampak biologis (misalnya dalam induksi produksi sitokin) yang sama
dengan LPS. TLRs adalah PRRs (pattern recognition receptors) mamalia yang berfungsi sebagai
sinyal transducer yang berhubungan dengan CD-14 untuk membantu sel host mengenali patogen
serta melakukan inisiasi kaskade sinyal. TLRs juga membantu menjembatani sistem imunitas
innate ke sistem adaptif dengan menginduksi berbagai molekul efektor dan kostimulator. Semua
TLRs mempunyai struktur yang sama dan mempunyai karakter menyalurkan sinyal melalui NF-
κB, AP-1, dan MAP kinases. Efektor hilir dari beberapa TLR, misalnya TLR2 dan TLR4, adalah
adapter protein MyD88 yang berinteraksi dengan reseptor transmembran melalui domain C-
terminal TIR. MyD88 merekrut Ser/Thr kinase IRAK (IL-1R associated kinase) untuk
membentuk kompleks reseptor. IRAK berhubungan dengan molekul adapter TNF receptor
associated factor (TRAF6). TRAF6 selanjutnya mengaktivasi MAP3K family member NIK (NF-
kB-inducing kinase) yang akan mengaktivasi NF-kB inhibitor kinases (IKKs). Degradasi NF-kB
inhibitor I-kB melepaskan NF-kB yang segera translokasi ke nukleus untuk menginduksi
ekspresi gen yang sesuai.13
Pada tingkat molekul, sistem imun innate dipusatkan pada aktivasi dari NF-κB, yang
mempunyai kemampuan menginduksi transkripsi dari beberapa sitokin proinflamasi dalam
merespon stimulasi oleh mikroba. Dalam perannya membantu menjembatani sistem imunitas
innate ke sistem adaptif TLR, mampu menginduksi respons imun baik ke arah TH1 maupun
Treg. TLR-2 dan TLR-4 diketahui mempunyai peran penting dalam polarisasi respons imun oleh
paparan mikroba. Jadi konsep probiotik pada pencegahan alergi didasari pada induksi aktif dari
respon imunologik yang dimulai dari sistim imun innate dan mengarah pada pengembalian host
pada kondisi “Th1-Th2” yang seimbang.13

7
2.1.4 Keamanan Probiotik
Keamanan probiotik meliputi faktor toksisitas, patogenitas metabolik, infeksivitas,
virurelensi dan aktivitas metabolic serta komponen intrinsik dari mikroba. Selain itu faktor
farmakokinetik dan interaksi host probiotik. Pada uji toksisitas bakteri probiotik didapatkan
bahwa :3
 Pada pemberian tunggal B. Longum BB536 peroral, median lethal dose (LD50)
pada mencit adalah > 50 g/kg (5-1013/kg). Sedangkan pemberian B. Longum
BB536 intraperitoneal median lethal dose (LD50) pada mencit adalah 5-1011/kg.
Untuk pemberian L. Rhamnosus intraperitoneal, LD 50 adalah 1,7-3,6x109/kg.3
 Pada pemberian peroral berulang tidak didapatkan toksisitas bakteri bahkan pada
dosis 2,5x1011/kg/hari selama 1 tahun.3
 Meskipun tergolong aman tetapi ada laporan bakterimia karena probiotik. Kasus
pertama bayi 6 minggu dengan kasus double outlet ventrikel dan atresia pulmonal
yang dipasang pacu jantung. Keadaan ini disebabkan karena pemberian probiotik
jenis Lactobacillus GG selama 20 hari dengan dosis 10 -109 perkapsul. Penderita
ini sembuh dengan pemberian penicillin G (400.000 U/kg/hari tiap 4 jam) dan
gentamicin selama 3 hari. Kasus kedua anak umur 6 tahun dengan CP,
mikrocefalus, retardasi, epilepsy dengan infeksi saluran kemih dan diare kronik.
Penderita mendapat Lactobacillus GG (10-109 sel perkapsul) selama 45 hari.
Penderita sembuh dengan pemberian ampicillin selama 10 hari. Keadaan ini
memberi peringatan bahwa probiotik dapat menimbulkan keadaan invasive pada
sebagian kecil penderita dengan kondisi berat.3

2.2 Dermatitis Atopik


2.2.1 Definisi Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik (DA) atau eczema atopik adalah penyakit inflamasi kulit kronis dan
residif yang ditandai dengan gejala eritema, papula, vesikel, krusta, skuama dan pruritus yang
hebat, serta didasari oleh faktor herediter dan lingkungan Penyakit ini dinamakan dermatitis
atopik oleh karena kebanyakan penderitanya memberikan reaksi kulit yang didasari oleh
imunoglobulin E (IgE) dan mempunyai kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau
keduanya di kemudian hari yang dikenal dengan allergic march. Saat ini terjadi peningkatan

8
angka kejadian dan derajat dermatitis atopik terutama pada anak-anak, baik di negara maju
maupun di negara berkembang. Pemberian probiotik akan mengembalikan komposisi dan peran
bakteri yang bermanfaat dan menghambat perkembangan respon alergi sel Th2 yang juga
menurunkan kadar interleukin-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-13 dan GM-CSF sehingga
menurunkan produksi IgE dan eosinofil.6
Sekitar 10-20% anak dan 1-3% dewasa di dunia5 menderita penyakit ini dan insidensnya
cenderung meningkat di berbagai belahan dunia. Onset DA sering pada masa anak-anak mulai
dari lahir sampai usia 5 tahun. Meskipun DA penyakit kronis, 60- 70% penderitanya sembuh
sebelum usia dewasa.7

2.2.2 Etiopatogenesis Dermatitis Atopik


Faktor endogen yang berperan, meliputi disfungsi sawar kulit, riwayat atopi, dan
hipersensitivitas akibat peningkatan kadar IgE total dan spesifik. Faktor eksogen pada dermatitis
atopik, antara lain adalah bahan iritan, alergen dan hygiene lingkungan. Faktor endogen lebih
berperan sebagai faktor predisposisi sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor
pencetus.7
1. Faktor Endogen
 Disfungsi sawar kulit
Penderita dermatitis atopik rata-rata memilki kulit kering, hal tersebut disebabkan
kelainan struktur epidermis formasi protein (filaggrin) dan hilangnya ceramide di
kulit sebagai molekul utama sebagai pengikat air di ruang ekstraseluler stratum
korneum, dianggap sebagai kelainan fungsi sawar kulit. Kelainan fungsi sawar
kulit menyebabkan peningkatan transepidermal water loss 2-5 kali normal,
sehingga kulit akan kering dan menjadi pintu masuk (port d’entry) untuk
terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus.7
 Riwayat atopi
Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu “atopos” yang berarti “out of place”
atau “di luar dari tempatnya”, dan ditujukan pada penderita dengan penyakit yang
diperantarai oleh IgE. Penyakit yang berkaitan dengan atopi diturunkan secara
genetik dan dipengaruhi faktor lingkungan dan riwayat keluarga dijadikan sebagai
prediktor terbaik yang dihubungkan dengan penyakit yang berkaitan dengan atopi

9
yang akan timbul di kemudian hari. Hubungan antara kelainan atopi orang tua dan
anaknya bervariasi mengikut jenis kelainan atopi yang diderita orang tuanya.
Anak yang lahir dari keluarga dengan riwayat atopi pada kedua orang tuanya
mempunyai risiko hingga 50% sampai 80% untuk mendapat kelainan atopi
dibanding dengan anak tanpa riwayat atopi keluarga (risiko hanya sebesar 20%).
Risiko akan menjadi lebih tinggi jika kelainan alergi diderita oleh ibu dibanding
ayah.7
 Hipersensitivitas
Gangguan imunologi yang menonjol pada dermatitis atopik adalah adanya
peningkatan IgE karena aktivitas limfosit T yang meningkat. Aktivitas limfosit T
meningkat terjadi karena adanya pengaruh dari IL-4. Sementara produksi IL-4
dipengaruhi oleh aktivitas sel T helper dan Sel T helper akan merangsang sel B
untuk memproduksi IgE. Sel langerhans pada penderita dermatitis atopik. bersifat
abnormal, yakni dapat secara langsung menstimulasi sel T helper tanpa adanya
antigen, sehingga sel langerhans akan meningkatkan produksi IgE. Secara normal
antigen yang masuk ke dalam kulit akan berikatan dengan IgE yang menempel
pada permukaan sel langerhens menggunakan FcεRI. FcεRI merupakan receptor
pengikat IgE dengan sel langerhans. Pada orang yang menderita dermatitis atopik
jumlah FcεRI lebih banyak daripada orang normal. Sehingga terdapat korelasi
antara kadar FcεRI dengan kadar IgE dalam serum, semakin tinggi FcεRI maka
kadar IgE semakin tinggi pula.7

2. Faktor Eksogen
 Iritan
Kulit penderita dermatitis atopik ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan,
antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok
untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol.7
 Lingkungan
Faktor lingkungan bersih berpengaruh terhadap kekambuhan dermatitis atopik
misalnya hewan peliharaan dan mikroorganisme.7

10
 Alergen
Penderita dermatitis atopik mudah mengalami alergi terutama terhadap beberapa
alergen, antara lain:
- Alergen hirup, yaitu asap rokok, debu rumah dan tungau debu rumah. Hal
tersebut dibuktikan dengan peningkatan disfungsi sawar kulit dengan
meningkatnya kadar IgE RAST (IgE spesifik).7
- Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usia kurang dari 1 tahun
karena sawar usus belum bekerja sempurna.7

Gambar : Kulit individu dengan dermatitis atopik berbeda dibandingkan dengan kulit sehat 7

11
Gambar : Mekanisme alergi. Pada individu yang memiliki predisposisi alergi, paparan pertama
alergen menimbulkan aktivasi sel-sel allergen-specific T helper 2 (TH2) dan sintesis IgE, yang
dikenal sebagai sensitisasi alergi. Paparan alergen selanjutnya akan menimbulkan penarikan sel-
sel inflamasi dan aktivasi serta pelepasan mediator-mediator, yang dapat menimbulkan early
(acute) allergic responses (EARs) dan late allergic responses (LARs). Pada EAR, dalam
beberapa menit kontak dengan alergen, sel mast yang tersensitisasi IgE mengalami degranulasi,
melepaskan mediator preformed dan mediator newly synthesized pada individu sensitif.
Mediator-mediator tersebut meliputi histamin, leukotrien dan sitokin yang meningkatkan
permeabilitas vaskuler, kontraksi otot polos dan produksi mukus. Kemokin yang dilepas sel mast
dan sel-sel lain merekrut sel-sel inflamasi yang menyebabkan LAR, yang ditandai dengan influks
eosinofil dan sel-sel TH2. Pelepasan eosinofil menimbulkan pelepasan mediator pro-inflamasi,
termasuk leukotrien-leukotrien dan protein-protein basic (cationic proteins, eosinophil
peroxidase, major basic protein and eosinophil-derived neurotoxin), dan mereka merupakan
sumber dari interleukin-3 (IL-3), IL-5, IL-13 dan granulocyte/macrophage colony-stimulating
factor. Neuropeptides juga berkonstribusi pada patofisiologi simptom alergi.3

2.2.3 Penegakan Diagnosis Dermatitis Atopik


Dermatitis atopik sering menjadi manifestasi pertama atopi pada pasien yang kemudian
juga menderita rinitis alergika, asma, atau keduanya. Pola ini sering disebut juga atopic march.
12
Alergi makanan juga sering timbul bersamaan dengan DA selama 2 tahun pertama kehidupan
yang akan membaik pada usia pra sekolah. Rinitis alergika dan asma pada anak-anak DA dapat
bertahan atau membaik sejalan dengan bertambah nya usia. DA, rinitis alergika dan asma disebut
juga trias atopik. Pasien yang mengalami DA sebelum usia 2 tahun, 50% akan mengalami asma
pada tahun-tahun berikutnya.7
Tidak ada uji diagnostik spesifik untuk DA, diagnosis hanya ditegakkan berdasarkan
kriteria spesifik dari anamnesis pasien dan manifestasi klinis. Gatal, garukan, lesi eksematosa,
kronik dan kambuhan, adalah ciri khas DA. Dermatitis atopik memiliki 3 fase, yaitu fase bayi
pada usia 3 bulan sampai 2 tahun, anak-anak pada usia 2 sampai 12 tahun, dan dewasa. Pada fase
bayi, lesi terdapat di pipi, dahi, skalp, pergelangan tangan, dan ekstensor lengan dan tungkai.
Pada fase anakanak, lesi terdapat pada fleksor lengan dan tungkai, pergelangan tangan, dan
pergelangan kaki. Sedangkan pada fase dewasa, lesi terdapat pada fleksor lengan dan tungkai
(antekubiti dan poplitea), wajah terutama daerah periorbita dan leher. Pada anak yang lebih besar
dan dewasa, lesi kulit sering berupa likenifi kasi atau penebalan.7

Tabel 1 Tabel 2

13
Tabel 1 memperlihatkan tempat predileksi DA menurut fasenya. Tanpa memandang usia,
gatal pada DA umumnya berlangsung sepanjang hari dan lebih berat pada malam hari sehingga
mengganggu tidur dan mempengaruhi kualitas hidup. Diagnosis DA ditegakkan jika terdapat
paling sedikit 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor (tabel 2).7

Dermatitis atopik dapat memiliki manifestasi lain, misalnya iktiosis vulgaris berupa
hiperlinearis palmaris dan plantaris disertai skuama poligonal seperti sisik ikan terutama pada
tungkai bawah, keratosis pilaris berupa papul folikular pada permukaan ekstensor lengan atas,
bokong, dan paha bagian anterior, xerosis atau kulit kering yang sering berupa fissura yang
menyebabkan iritasi dan infeksi semakin mudah terjadi karena sawar kulit yang sudah terganggu,
keratokonus, dan kelainan sekitar mata termasuk hiperpigmentasi periorbital, lipatan infraorbital
Dennie-Morgan, katarak subkapsular anterior, dan lain-lain. Faktor-faktor yang dapat memicu
eksaserbasi gejala DA adalah suhu panas, keringat, kelembapan, bahan-bahan iritan misalnya
sabun dan deterjen, infeksi misalnya Staphylococci, virus, Pityrosporum, Candida, dan dermatofi
ta, makanan, bahan-bahan yang terhirup (inhalan), alergen kontak, stres emosional. Meskipun
masih kontroversi, alergi makanan terdapat pada sepertiga anak-anak DA. Secara umum, makin
muda usia pasien DA dan makin berat penyakitnya, makin besar kemungkinan peran alergi
makanan pada eksaserbasi penyakit ini. 7

14
Tidak ada pemeriksaan laboratorium atau gambaran histologik yang spesifik untuk
menegakkan diagnosis DA. Dengan demikian, anamnesis dan pemeriksaan fisik menjadi dasar
penegakan diagnosis DA. Peningkatan kadar IgE ditemukan pada 80% pasien DA, tetapi hasil
serupa juga dapat ditemukan pada keadaan atopik lain. Uji tusuk kulit (skin prick test/SPT) atau
pemeriksaan IgE spesifik yang hasilnya positif hanya menunjukkan adanya sensitisasi terhadap
alergen bersangkutan, tetapi tidak berarti secara langsung menjadi penyebab. Hasil positif dapat
digunakan sebagai panduan dokter untuk mempertimbangkan kemungkinan pencetus pada
pasien. Pemeriksaan biopsy kulit juga tidak spesifik dan hanya menunjukkan hiperkeratotik
dengan inflamasi perivaskular.7

2.2.4 Penatalaksanaan Dermatitis Atopik


Tatalaksana DA yang efektif meliputi kombinasi penghindaran pencetus, pengurangan
gatal menjadi seminimal mungkin, perbaikan sawar kulit, dan obat anti inflamasi. Untuk
tatalaksana yang optimal, dibutuhkan kerja sama yang baik tidak hanya oleh pasien tetapi juga
orang-orang terdekat pasien.7
Penghindaran pencetus bersifat individual berdasarkan riwayat pasien dan dapat mem
pertimbangkan hasil uji IgE spesifik. Pencetus dapat berupa aero-alergen, alergi makanan,
infeksi, suhu, kelembaban, bahanbahan iritan, dan stres emosional. Kebiasaan yang dapat
menjadi pencetus diantaranya terlalu sering mandi atau cuci tangan, menjilat bibir, berkeringat,
atau berenang. Kontak dengan deodoran, kosmetik atau pajanan sinar matahari yang berlebihan
dapat mencetuskan DA. Pencetus lain adalah pajanan panas berlebihan termasuk mandi air
panas, memakai baju berlapis-lapis, dan penggunaan handuk panas. Hindari penggunaan handuk

15
kasar karena dapat menyebabkan iritasi dan memicu gatal. Intoleransi terhadap wol sangat khas
pada penderita DA sehingga bahan ini harus dihindari. Beberapa jenis makanan dapat
mencetuskan DA, misalnya kacang, telur, ikan, produk makanan laut, susu, dan cokelat. Tetapi
penghindaran total terhadap makanan tertentu terutama pada anak-anak, memerlukan petunjuk
ahli gizi agar diet tidak terlalu ketat yang akan mengakibatkan kurang gizi. Faktor pencetus lain
adalah aeroalergen, misalnya kutu debu rumah dan rambut binatang. Meskipun sulit dihindari,
tetapi dapat diusahakan dengan menghindari penggunaan karpet terutama di area tempat tidur
atau tempat bermain anak dan tidak memelihara binatang atau boneka berbulu, terutama pada
anak-anak DA yang juga memiliki asma dan/atau rinitis.7
Dampak pemberian ASI untuk pencegahan DA masih diperdebatkan karena belum
terdapat kesamaan metodologi dan kriteria hipoalergenisitas maupun DA antara berbagai
penelitian. Namun pada bulan Januari 2008 The American Academy of Pediatrics Committee on
Nutrition and Section on Allergy and Immunology menyatakan belum terdapat cukup bukti yang
mendukung peranan pembatasan diet pada ibu hamil dan menyusui terhadap timbulnya DA pada
anak. Komite ini juga melaporkan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 4 bulan pada bayi
berisiko DA dapat menurunkan insidens DA pada dua tahun pertama kehidupan dibandingkan
dengan bayi yang diberi susu formula. Peranan probiotik untuk pencegahan DA juga masih
kontroversi. Rautava et al. melaporkan bahwa terjadinya DA pada 2 tahun pertama kehidupan
berkurang secara bermakna jika ibu mendapat probiotik selama 4 minggu sebelum melahirkan
dan selama menyusui. Tetapi Taylor et al. menyatakan bahwa suplementasi probiotik dini tidak
menurunkan risiko DA pada bayi berisiko. Masih dibutuhkan penelitian jangka panjang untuk
membuktikan peranan probiotik.7
Perbaikan sawar kulit dengan perawatan kulit yang baik sangat penting untuk mengontrol
DA. Fungsi sawar kulit diperbaiki dengan hidrasi yang baik dan aplikasi pelembab. Disarankan
berendam di air hangat selama kurang lebih 10 menit, memakai sabun dengan pelembab
(moisturizing cleanser), diikuti aplikasi pelembab segera setelah mandi. Untuk mengeringkan
kulit disarankan menggunakan handuk lembut dengan menekan lembut saja dan tidak
menggosok kulit. Emolien melembutkan kulit dan mengurangi gatal, menciptakan lapisan
minyak di atas kulit yang dapat memerangkap air di bawahnya. Perbaikan sawar ini mencegah
penetrasi bahan-bahan iritan, alergen dan bakteri. Emolien dapat berupa losion, krim, dan
ointment. Ointment paling efektif sebagai emolien, tetapi banyak orang lebih menyukai krim

16
atau losion. Produk emolien yang kaya ceramide sangat berguna mempertahankan kelembapan
kulit. Jika memakai tabir surya, emolien diaplikasikan setengah jam sebelum memakai tabir
surya. Dermatitis atopik ringan sering kali membaik hanya dengan pemakaian emolien, tetapi
pada keadaan inflamasi akut, dibutuhkan tambahan steroid topikal yang dapat digunakan
sebelum penggunaan emolien agar efektivitasnya tidak berkurang.7
Steroid topikal masih menjadi pilihan utama untuk mengatasi DA. Namun steroid topikal
tidak dapat menggantikan peranan emolien yang diaplikasikan berulang untuk memperbaiki
sawar kulit. Potensi steroid yang digunakan bersifat individual, bergantung pada derajat
dermatitis, lokasi dermatitis, luas permukaan kulit yang terkena, dan usia pasien. Risiko efek
samping bergantung pada potensi steroid yang digunakan, jumlah steroid yang digunakan,
penggunaan oklusi, luas area yang terlibat, dan keutuhan kulit. Penetrasi steroid paling tinggi
pada wajah dan genitalia, paling rendah pada telapak tangan dan telapak kaki. Antiinflamasi lain
sebagai lini kedua adalah takrolimus dan pimekrolimus topikal untuk anak berusia 2 tahun atau
lebih dan dewasa. Preparat tar memiliki efek antiinfl amasi dan antipruritik, dapat digunakan
sendiri atau bersama steroid. Preparat tar berbentuk sampo, sabun cair, dan krim, tidak terlalu
iritatif dibandingkan preparat tar berbentuk gel yang dapat mengandung alkohol.7
Takrolimus dan pimekrolimus adalah preparat imunomodulator topikal yang baru mulai
digunakan pada tahun 2002 untuk mengobati DA. Golongan inhibitor calcineurin ini
menghambat respons limfosit T dengan menghambat calcineurin. FDA menyetujui
penggunaannya sebagai lini kedua penanganan DA derajat sedang hingga berat pada pasien
imunokompeten berusia 2 tahun atau lebih, untuk jangka pendek dan tidak terus menerus.7
Pada Januari 2006 FDA menyatakan bahwa keamanan penggunaan jangka panjang kedua
obat ini dan risikonya terhadap kanker kulit belum dapat dipastikan. Dibandingkan steroid
golongan ini tidak menipiskan kulit bila dipakai jangka panjang dan dapat diaplikasikan di wajah
atau daerah intertriginosa (lipatan). Takrolimus dan pimekrolimus dapat dioleskan dua kali sehari
selama satu hingga tiga minggu. Bila lesi membaik, frekuensi pemakaian dapat dikurangi
menjadi sekali sehari sampai lesi bersih. Daerah yang dioles harus menghindari pajanan matahari
atau sumber UV lain untuk menghindari risiko kanker kulit.7
Pada pasien DA yang ekstensif dan refrakter, fototerapi menggunakan UVA atau UVB
atau kombinasi psoralen dengan UVA dapat menjadi pilihan. Pilihan terapi lain untuk DA berat

17
atau refrakter adalah kompres basah dan oklusi, imunosupresan sistemik misalnya cyclosporin,
dan antimetabolit.7
Tidak jarang ditemukan infeksi sekunder pada pasien DA yang ditandai oleh lesi krusta
atau eksematosa dengan atau tanpa pustula. Keadaan ini dapat diatasi dengan antibiotika topikal
atau sistemik bergantung pada luas infeksinya. Selain itu, infeksi virus juga sering terjadi,
misalnya infeksi herpes simpleks (HSV). Infeksi HSV pada DA seringkali lebih luas
dibandingkan infeksi HSV pada non DA. Pada keadaan ini dibutuhkan antiviral sistemik untuk
menghindari perburukan yang mengancam jiwa.7
Antihistamin oral digunakan untuk mengontrol gatal. Antihistamin sedatif misalnya
hydroxyzine, diphenhydramine, chlorpheniramine, lebih disarankan dibandingkan anti histamin
non-sedatif karena efek sedatifnya lebih bermanfaat dibandingkan efek antipruritiknya. Pasien
sering menggaruk di saat tidur sehingga dengan efek sedasi antihistamin pasien terhindar dari
lesi kulit akibat garukan yang justru akan memperberat kondisi DAnya. Efek sedasi ini akan
memperbaiki kualitas tidur tetapi dapat menghambat kemampuan konsentrasi pasien.
Kortikosteroid sistemik hanya di berikan untuk penanganan akut DA yang berat. Penggunaan
steroid sistemik jangka panjang tidak disarankan karena potensi efek samping yang besar.7

2.2.5 Prognosis Dermatitis Atopik


Sebagian besar pasien DA akan membaik dengan tatalaksana yang tepat. Meskipun
demikian, pasien dan orang tua pasien harus memahami bahwa penyakit ini tidak dapat sembuh
sama sekali. Eksaserbasi diminimalkan dengan strategi pencegahan yang baik. Sekitar 90%
pasien DA akan sembuh saat mencapai pubertas, sepertiganya menjadi rinitis alergika dan
sepertiga yang lain berkembang menjadi asma. Prognosis buruk jika riwayat keluarga memiliki
penyakit serupa, onset lebih awal dan luas, jenis kelamin perempuan, dan bersamaan dengan
rinitis alergika dan asma.7

2.3 Efek Probiotik terhadap Dermatitis Atopik


Pada salah satu penelitian menyimpulkan bahwa berdasarkan studi yang tersedia,
suplementasi dengan probiotik tertentu (Lactobacillus rhamnosus GG) tampaknya menjadi
pendekatan yang efektif untuk pencegahan dan pengurangan keparahan dermatitis atopik.
Campuran strain probiotik spesifik mencegah dermatitis atopik pada bayi. Berdasarkan studi

18
dengan prebiotik, ada pengurangan jangka panjang dalam kejadian dermatitis atopik.
Suplementasi dengan prebiotik dan probiotik tampaknya bermanfaat untuk mengurangi
keparahan dermatitis atopik.8
Suplemen dan campuran probiotik tertentu dapat membantu dalam pengobatan DA pada
orang dewasa di atas usia 18 tahun. Tinjauan sistematis menunjukkan ada sejumlah penelitian
dalam penggunaan probiotik pada orang dewasa dengan penyakit dermatologis seperti DA.
Probiotik dianggap bermanfaat bagi sistem kekebalan tubuh dengan mengurangi adhesi bakteri
patogen, membantu menjaga barrier mukosa dan untuk mengurangi permeabilitas usus,
membantu perkembangan jaringan limfoid terkait usus (GALT), merangsang produksi IgA, dan
menurunkan regulasi sitokin Th2 melalui stimulasi IL-12 dan IFNy. DA telah dikaitkan dengan
'hipotesis hygiene'. Paparan awal agen mikroba dapat membantu dalam pematangan respon sel
Th1. Selain itu, ini mengurangi respon sel Th2 yang berkontribusi pada pengembangan penyakit
alergi. Pada wanita hamil dan bayi baru lahir, probiotik dianggap mencegah dan mengobati DA
dengan mempromosikan diferensiasi sel T naif menjadi sel Th1 matang. Pada orang dewasa,
mekanismenya tidak jelas, meskipun tampaknya ada beberapa model teori yang mungkin.9
Pemberian probiotik diharapkan dapat menimbulkan respon imun selular dengan
menurunkan Th2 sehingga stimulasi ke limfosit B yang diharapkan dapat menurunkan kadar IgE
total. Keadaan tersebut akan mengurangi pertemuan antara IgE spesifik alergen, alergen, dan
reseptor FcE di sel mast sehingga tidak terjadi degranulasi sel mast yang memproduksi mediator
penting alergi. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan perubahan IgE total antara
kelompok probiotik dan plasebo. Kadar IgE total pada kelompok probiotik mengalami
penurunan lebih banyak dibandingkan dengan plasebo dan penurunan kadar IgE total kelompok
probiotik. Dari hasil analisis tersebut, terdapat pengaruh pemberian probiotik pada anak dengan
dermatitis atopik terhadap penurunan kadar IgE total.6
Pemberian probiotik akan mengembalikan komposisi dan peran bakteri yang bermanfaat
dan menghambat perkembangan respon alergi sel Th2 yang juga menurunkan kadar IL-4, IL-5,
IL-6, IL-9, IL-10, IL-13 dan perkembangan respon alergi sel Th2 yang juga menurunkan kadar
IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-13 dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor
(GM-CSF) sehingga menurunkan produksi IgE dan eosinofil. Penurunan kadar IgE diduga akibat
peningkatan rasio IFN-γ: IL4. Pemberian kombinasi probiotik berperan sebagai aktivator yang
kuat untuk sistem imun innate karena mempunyai molekul spesifik

19
peptidoglikan dan lipoteichoic acid pada dinding sel yang akan berinteraksi dengan toll-like
receptor (TLR)2 dan TLR4. Interaksi menghasilkan aktivasi sel T pada sistem imun dengan cara
polarisasi ke arah sel Th1 maupun Treg. Sitokin yang berperan dalam stimulasi Th1 yaitu IFN-γ
akan menekan respon imun Th2 dengan menurunkan sintesis IL-4.6

Peran probiotik dalam mencegah penyakit alergi kulit telah didukung oleh beberapa
penelitian. Analisis feses anak dan hubungannya dengan penyakit atopi menunjukkan bahwa
rendahnya jumlah Bifidobacterium (probiotik) dan tingginya jumlah Enterobacteriaceae dan
Clostridium pada tinja berhubungan dengan kejadian dermatitis pada anak. Sebuah meta-analisis
terhadap Randomized Clinical Trials (RCTs) yang dipublikasi pada tahun 2012 untuk menilai
manfaat suplementasi probiotik pada ibu hamil atau anak-anak dalam mencegah penyakit atopi
kulit menunjukkan penurunan insidens dermatitis atopi dan dermatitis atopi terkait IgE sekitar
20% pada anak yang pada masa awal kehidupan atau masa prenatal atau keduanya mendapat
suplementasi probiotik. Meta-analisis ini menjelaskan bahwa berkurangnya kemampuan
probiotik untuk menurunkan insidens penyakit atopi kulit pada anak-anak diduga berhubungan
dengan peningkatan prevalensi penyakit atopi kulit pada anak di mana pada masa awal
kehidupan anak terjadi penurunan paparan mikroflora normal kemampuan koloni mikroflora
untuk mempengaruhi sistem imun. Studi lebih lanjut pada 130 bayi dari ibu hamil yang
mendapat suplementasi probiotik Bifidobacterium mendapatkan insidens dermatitis atopi
signifikan lebih sedikit pada observasi bulan ke-10 dan ke-18 postpartum dibandingkan 36 bayi
dari ibu hamil yang tidak mendapat suplementasi probiotik (kontrol). Penurunan insiden ini
mungkin disebabkan oleh ingesti bifidobacterium yang mensekresi sejumlah enzim yang dapat
mempengaruhi jalur metabolisme. Selain itu, penelitian Yap juga menunjukkan pada tinja anak
dermatitis atopi didapatkan kadar bifidobacterium rendah bermakna dibandingkan pada anak
tanpa dermatitis atopi.10-12

Penelitian terkait peran probiotik sebagai terapi penyakit atopi kulit menunjukkan hasil
yang beragam. Beberapa penelitian menunjukkan manfaat nyata probiotik dalam menurunkan
gejala, sedangkan penelitian lain menunjukkan tidak terdapat manfaat yang bermakna.
Pemberian kombinasi probiotik Bifidobacterium bifidum, Lactobacillus acidophilus,
Lactobacillus casei, dan Lactobacillus salivarius selama 8 minggu pada anak yang menderita
dermatitis atopi menghasilkan penurunan gejala dermatitis berdasarkan SCORing Atopic

20
Dermatitis (SCORAD) index, penurunan kadar IgE serum, interleukin (IL)-5, IL-6, dan
interferon γ secara bermakna dibandingkan kelompok plasebo. Literature review yang menilai
efektivitas beberapa probiotik seperti Lactobacillus sp. dan Bifidobacterium sp. mendukung
pemberian probiotik sebagai terapi adjuvan untuk mengatasi dermatitis atopi, sebagian besar
literatur yang ditelaah menunjukkan manfaat bermakna probiotik pada penyakit dermatitis atopi,
terutama dalam perbaikan paramater inflamasi, meski tidak ada bukti efektivitas probiotik dalam
menurunkan beratnya gejala.10-12

Lactobacillus rhamnosus GG (LGG) dan Bifidobacteria sp adalah jenis probiotik yang


paling banyak diteliti manfaatnya untuk mengatasi dermatitis atopi pada anak. Pada studi
literatur, dosis probiotik paling sering untuk pasien dermatitis atopi anak adalah 5 x 109 cfu
(colony forming unit), terendah 108 cfu dan tertinggi 1010 cfu. Konsentrasi probiotik yang
dianjurkan adalah lebih dari 109 cfu.10-12

Sumber : Marcinkowska M, et al. A Review of Probiotic Supplementation and Feasibility of


Topical Application for the Treatment of Pediatric Atopic Dermatitis. Journal of Current
Pharmaceutical Biotecnology. Vol 19, Issue 10, 2018

21
BAB III
KESIMPULAN

Dermatitis atopik (DA) atau eczema atopik adalah penyakit inflamasi kulit kronis dan
residif yang ditandai dengan gejala eritema, papula, vesikel, krusta, skuama dan pruritus yang
hebat, serta didasari oleh faktor herediter dan lingkungan. Penyakit ini dinamakan dermatitis
atopik oleh karena kebanyakan penderitanya memberikan reaksi kulit yang didasari oleh
imunoglobulin E (IgE) dan mempunyai kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau
keduanya di kemudian hari yang dikenal dengan allergic march. Manfaat suplementasi probiotik
dalam mencegah dan mengatasi penyakit alergi, terutama pada penyakit dermatitis atopi dan
rinitis alergi. Pemberian probiotik diharapkan dapat menimbulkan respon imun selular dengan
menurunkan Th2 sehingga stimulasi ke limfosit B yang diharapkan dapat menurunkan kadar IgE
total. Keadaan tersebut akan mengurangi pertemuan antara IgE spesifik alergen, alergen, dan
reseptor FcE di sel mast sehingga tidak terjadi degranulasi sel mast yang memproduksi mediator
penting alergi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Jennifer S. Allergies. Encyclopedia of Children’s Health. Infancy Through Adolescence.


Diakses 20 Desember 2018 pada https://www.encyclopedia.com/medicine/diseases-and-
conditions/pathology/allergy

2. Vandenplas Y, Huys G, Daube G. Probiotics: An update. Jornal de pediatria. 2015;91(1):6-21.

3. Kusuma KB. Probiotik dan Peranannya pada Penyakit Alergi pada Anak. CDK-253/ vol. 44
no. 6 th. 2017

4.Kusumaningsih Tuti. Peran bakteri probiotik terhadap Innate Immune Cell. Oral Biology
Journal Vol. 6 No. 2 July-December 2014: 45-50

5. vasiljevic T, Shah NP. Probiotics- From Metchnikoff to bioactives. International Dairy


Journal; 2008: 18. 714-28

6. Ardentry, Harsono G, Soebagyo B. Pengaruh Pemberian Probiotik pada Anak dengan


Dermatitis Atopik terhadap Kadar Imunoglobulin E Total. Sari Pediatri , Vol. 19, No. 2, Agustus
2017

7. Movita T. Tatalaksana Dermatitis Atopik. CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014

8. Foolad N, Armstrong A.W. Prebiotics and probiotics: the prevention and reduction in severity
of atopic dermatitis in children. Beneficial Microbes, 2014; 5(2): 151-160.

9. Notay M, et al. Systematic Review : Probiotics, Prebiotics, and Synbiotics for the Treatment
and Prevention of Adult Dermatological Diseases. 2017. Am J Clin Dermatol DOI
10.1007/s40257-017-0300-2

10. Pelucchi C, Chatenoud L, Turati F, Galeone C, Moja L, Bach JF, et al. Probiotics
supplementation during pregnancy or infancy for the prevention of atopic dermatitis: A meta-
analysis. Epidemiology 2012;23(3):402-14.

11. Enomoto T, Sowa M, Nishimori K, Shimazu S, Yoshida A, Yamada K, et al. Effects of


bifidobacterial supplementation to pregnant women and infants in the prevention of allergy
development in infants and on fecal microbiota. Allergology Internat. 2014;63(4):575-85

12. Meneghin F, Fabiano V, Mameli C, Zuccotti GV. Probiotics and atopic dermatitis in
children. Pharmaceuticals. 2012;5(7):727-44.

13. Endaryanto A, Harsono A. Prospek Probiotik dalam Pencegahan Alergi melalui Induksi
Aktif Toleransi Imunologis. 2005. Hal 1-12

23

Anda mungkin juga menyukai