Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

SCABIES

Oleh :
Galih Bayu Prakoso
201710401011074

Pembimbing :
dr. Sri Adila Nurainiwati, Sp. KK
dr. Dwi Nurwulan Pravitasari, Sp. KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN JOMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, shalawat serta salam
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya. Syukur
Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Scabies”.
Dalam penyelesaian referat ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada dr. Sri Adila Nurainiwati, Sp. KK dan dr. Dwi Nurwulan Pravitasari, Sp.KK
Juga kepada seluruh tenaga medis maupun non-medis RSUD Jombang dan seluruh
teman-teman dokter muda di RSUD Jombang, atas dukungan serta doanya.
Laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga
referat ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Malang, 3 Mei 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................1
2.1. Definisi.................................................................................................1
2.2. Epidemiologi........................................................................................2
2.3. Etiologi.................................................................................................3
2.4. Patofisiologis........................................................................................3
2.5. Manifestasi Klinis.................................................................................4
2.6. Diagnosis..............................................................................................5
2.7. Diagnosis Banding................................................................................6
2.8. Penatalaksanaan....................................................................................9
2.9. Komplikasi............................................................................................10
BAB 2 Laporan Kasus..........................................................................................12
BAB 3 Pembahasan..............................................................................................16
BAB 4 Kesimpulan...............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

3
SKABIES

I. PENDAHULUAN

Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(1)
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi daerah, semua
kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang padat
dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang
kurang. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) maupun tak langsung
(pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama).(2,3)
Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau kondisi dimana
suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan, papul, ekskoriasi dan
kadang-kadang vesikel.(4,5)
Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya
berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun
merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat. (6)

II. EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Daerah endemik
skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika
Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara.(2,7)
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit tungau
skabies.(6) Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi
pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur, ataupun
kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi
hidup di daerah yang padat,(7) sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan. (3)
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim dimana
kasus skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding musim panas. Insiden
skabies semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah memberikan pengaruh besar
terhadap wabah di rumah-rumah sakit, penjara, panti asuhan, (3) dan panti jompo. (8)
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene yang buruk, kesalahan diagnosis,

4
dan perkembangan dermografik serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S.
(Penyakit akibat Hubungan Seksual).(1)

III. ETIOLOGI

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(1,4)
Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan
kecil dan bagian belakang torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang keluar
dari dasar kaki. (6)
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm. Sehingga
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat terbang atau melompat dan
hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis.(3)
Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm , dan jantan
dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan
ditandai dengan garis melintang yang bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat
bulu dan dentikel.(9)

Gambar 1. Sarcoptes scabiei *


Terdapat empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua pasang kaki yang
berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil di bagian ujungnya. Pada
tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir dengan rambut (Satae) sedangkan pada
tungau jantan rambut terdapat pada pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap
pada pasangan kaki keempat.(9)
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di
atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari
dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan
oleh setiap tungau betina selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu tungau betina tidak
meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari telur setelah 3-4

5
hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian menggali
terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka berubah menjadi nimfa. Setelah itu
berkembang menjadi tungau jantan dan betina dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari
telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.(9,10)

Gambar 2. Siklus Hidup


Skabies *
Tungau skabies
lebih suka memilih
area tertentu untuk
membuat terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.
Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali pada
Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau. Orang tua dengan
infeksi virus immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan immunosuppresan mempunyai
risiko tinggi untuk menderita Norwegian scabies.(3,9)

IV. PATOGENESIS
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan peran yang
penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal.(9) S. Scabiei melepaskan
substansi sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans
ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit. (11)
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV
(9,11)
dan tipe I. Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau dengan Imunoglobulin-E pada
sel mast yang berlangsung di epidermis menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga
terjadi peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan
memperlihatkan gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau (11) dan akan memproduksi

6
papul-papul dan nodul inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah sel
(9)
limfosit T banyak pada infiltrat kutaneus. Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis
tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat berupa
papul, nodul, vesikel, urtika dan lainnya. Akibat garukan yang dilakukan oleh pasien dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga terjadinya infeksi sekunder. (12)
Cara penularan skabies:
Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak langsung.(7)
Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa penyakit ini sering
menular ke seluruh anggota keluarga.(11) Penularan secara tidak langsung dapat melalui
penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula ditularkan
melalui hubungan seksual antar penderita dengan orang sakit,(1) namun skabies bukan
manifestasi utama dari penyakit menular seksual. (7)

V. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei sangat
bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa keluhan
subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada
infestasi skabies, yaitu (1,13) :
1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit seperti
pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan
ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada
malam hari.(3,4) Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu
yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur
dan penderita menjadi gelisah.(13)
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah
keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah
pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh
penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang
hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan
keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain.(13)
3. Adanya terowongan

7
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada kemampuannya
meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum, oleh karena itu parasit
sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum korneum yang relative lebih
longgar dan tipis. (13)
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering
ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan dan lateral
telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola wanita. (3) Bila ada
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).(13)

Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae *


Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas pada
antigen tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil
seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna putih abu-
abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang merupakan hasil dari
pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan
di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut
sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.(3)

8
Gambar 4. Tempat-tempat predileksi skabies *
4. Menemukan Sarcoptes scabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan besar
kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa maupun skibala dan ini
merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak
susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang
dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik. (13) Pada kasus skabies yang klasik,
jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik
pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga kegagalan
menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan diagnosis skabies.(14)
2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak khas,
meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan diagnostik yang
dapat berakibat gagalnya pengobatan
Bentuk-bentuk skabies antara lain : (15)
1. Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah yang sangat
(13)
sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. Namun bentuk ini
seringkali salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit mendapatkan
terowongan tungau. (15)

Gambar 5 . Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated) *


2. Skabies nodular
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan berukuran 2-20
mm yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia,

9
inguinal dan aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap
selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti
skabies.(14,15)

Gambar 6. Skabies Nodular **


3. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
pada penderita apabila penderita mengalami skabies.(13) Sehingga penderita dapat
(11)
memperlihatkan perubahan lesi secara klinis. Akan tetapi dengan penggunaan
steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian
penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena penurunan respon imun seluler.(13)

Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan pengobatan
regimen imunosupresan ***
4. Skabies yang ditularkan oleh hewan (7)
Sarcoptes scabiei varian canis bisa menyerang manusia yang pekerjaannya
berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing, kucing dan gembala. Lesi
tidak pada daerah predileksi skabies tipe humanus tetapi pada daerah yang sering
berkontak dengan hewan peliharaan tersebut, seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi
jenis ini lebih pendek dan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi
bersih-bersih oleh karena varietas hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada
manusia.(13,15)

10
Gambar 8. Skabies caninum *
5. Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)
Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena tungau berada dalam jumlah
yang banyak (15) dan diperkirakan lebih dari sejuta tungau berkembang di kulit, sehingga
dapat menjadi sumber wabah di tempat pelayanan kesehatan. (3)
Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan perkembangan krusta di kulit yang
(7)
hiperkeratotik dengan skuama dan penebalan menjadi karakteristik penyakit ini. Plak
hiperkeratotik tersebar pada daerah palmar dan plantar dengan penebalan dan distrofi
(3) (13)
kuku jari kaki dan tangan. Lesi tersebut menyebar secara generalisata seperti
(7)
daerah leher dan kulit kepala. telinga, bokong, siku, dan lutut.(13) Kulit yang lain
biasanya terlihat xerotik. Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan pada
bentuk penyakit ini.(13)

Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar **


Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi imunologik
misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus leukemia type 1, pasien
yang menggunakan pengobatan imunosupresi, penderita gangguan neurologik dan
retardasi mental.(6,13)
6. Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah dan kulit kepala
sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. (3) Lesi skabies pada anak dapat mengenai
seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering

11
terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang
ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di wajah.(13)
Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada axilla dan daerah lateral
badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul berminggu-minggu setelah
eradikasi infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan bulla bisa timbul terutama pada telapak
tangan dan jari.(3)

Gambar 10. Skabies pada anak *


3. Pemeriksaan penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita
sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada
umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. (13)
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :
1. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10% lalu
dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk mengangkat
atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup
dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.(13)
2. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam
terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya kemudian
dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat
kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.(13)
3. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan tinta
hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah
tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap
dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes
dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai
bentuk zigzag. (16,13)
4. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)

12
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau
dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan
di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa
dibawah mikroskop.(3,13)
5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E *
6. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah
dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin
tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.(13)
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan cara
yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni (13) :
1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak dilakukan
pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak mineral agar
tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan tungau dalam keadaan
hidup dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di
superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun karena sulitnya menemukan
tungau maka diagnosis scabies harus dipertimbangkan pada setiap penderita yang
datang dengan keluhan gatal yang menetap.

VI. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis bandingnya adalah:
1. Urtikaria Akut: erupsi pada papul-papul yang gatal, selalu sistemik. (16)

13
Gambar 12. Urtikaria Akut *
2. Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor
ekstremitas. (16)

Gambar 13. Prurigo nodularis **


3. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya urtikaria
papuler. (16)

Gambar 14. Insect’s bite ***


4. Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah yang eritem. (10)

Gambar 15. Folikulitis ****


VII. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang
bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien,
biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi yang pernah
diberikan sebelumnya.(3)
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh
kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari,

14
inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien
anak dan scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid
topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal
yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Jika
tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan
tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti scabies secara berlebihan.
Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan
untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah
pemberian terapi skabisid yang lengkap.(3)
a. Penatalaksanaan secara umum
(17)
Edukasi pada pasien skabies :
1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada
malam hari sebelum tidur.
3. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan bila
perlu direndam dengan air panas
5. Jangan ulangi penggunaan skabisd yang berlebihan dalam seminggu walaupun
rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
6. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama
(17)
dan ikut menjaga kebersihan (13)
b. Penatalaksanaan secara khusus
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan produknya,
mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua umur, dan
terjangkau biayanya.(11) Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa topikal
maupun oral.

a. Permethrin
(11,18)
Merupakan sintesa dari pyrethroid, dan bekerja dengan cara mengganggu
polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini
memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. (11,19) Obat
ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya
(11,13)
terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan
(13)
dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang

15
terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali
(11,13)
melalui keringat dan sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan
resistensi setelah penggunaan obat ini.(13)
Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam
(11)
dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan
pemberian kedua setelah 1 minggu. (13)
Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan,
wanita hamil dan ibu menyusui.(13) Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang
(11)
tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping jarang ditemukan, berupa rasa terbakar,
perih dan gatal,(13) namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya
memang sensitive dan terekskoriasi.(11)
b. Presipitat Sulfur 2-10%
(11,17)
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M.
Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep
konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni
mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga
hari berturut-turut.(13,17) Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah
dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi
massal.(17)
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide
dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum
sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta
efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau
tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.(13)
c. Benzyl benzoate
(17)
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan
bahan sintesis balsam peru.(11) Benzil benzoate bersifat neurotoksik pada tungau
skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia
dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate
sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa
diterima. Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan
pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak
menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis
alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan

16
anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan
resistant crusted scabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya yang
terbatas, benzil benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang
lebih murah.(17,20)
d. Gamma benzene heksaklorida (Lindane)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk
ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian
tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
(17,20)
menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane dimetabolisme
dan diekskresikan melalui urin dan feses. (17)
Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna.
Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah
selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih
dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. (11,13) Hal ini untuk memusnahkan larva-
larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa
penelitian menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan
untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan
konsentrasi lain selain 1%.(13)
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan
kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas
SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah,
tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan
pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat
mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik,
trombositopenia, dan pancytopenia.(11)

e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)


Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau lotion.
Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik telah diperoleh
bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan
mengganti pakaian (11,13) dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah
aplikasi kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka
panjang.(13)

17
Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas
yang tinggi terhadap skabies. Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak
mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak
kecil. (11)
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotic makrolid, namun tidak
mempunyai aktifitas sebagai antibiotic, diketahui aktif melawan ekto dan endo
parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada mamalia, pada
manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filarial terutama oncocerciasis.
Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk
scabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan secara khusus
tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk mengobati scabies. Efek samping
yang sering adalah kontak dermatitis dan toxicepidermal necrolysis.(13)
g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3
bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.(13)
h. Malathion
(11)
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat dengan dasar air digunakan
selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.(13) Namun saat ini tidak
lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang buruk.(11)
c. Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies
berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan
dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata,
hidung, mulut dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan
penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim
permethrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat
membantu bila sebelum terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik.(13)
d. Penatalaksanaan skabies nodular
Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi
hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam beberapa
minggu setelah pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan kortikosteroid
intralesi (11) atau menggunakan primecrolimus topikal dua kali sehari. (11,21)

18
e. Pengobatan terhadap komplikasi
Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral.(13)
f. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang secara
karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti skabeis yang
adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan
aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu,
dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .(13)
Tabel 1. Pengobatan Skabies (3)

Jenis Obat Dosis Keterangan


Permethrin 5% Dioleskan selama 8-14 jam, Terapi lini pertama di US dan
cream diulangi selama 7 hari. kehamilan kategori B
Lindane 1% lotion Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada anak
setelah itu dibersihkan, umur 2 tahun kebawah, wanita
olesan kedua diberikan 1 selama masa kehamilan dan laktasi.
minggu kemudian.
Crotamiton 10% Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus tetapi
cream berturut-turut, lalu diulangiefektifitasnya tidak sebaik topikal
dalam 5 hari. lainnya.
Precipitatum Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari 2 bulan
5-10% dibersihkan. dan wanita dalam masa kehamilan
dan laktasi, tetapi tampak kotor
dalam pemakaiannya dan data
efisiensi obat in masih kurang.
Benzyl Benzoat Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat menyebabkan
10% lotion dibersihkan dermatitis pada wajah
Ivermectin 200 Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang tinggi dan
υg/kg diulangi selama 10-14 hari aman. Dapat digunakan bersama
bahan topikal lainnya. Digunakan
pada kasus-kasus scabies berkrusta
dan scabies resisten.
Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih terdapat gejala
pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa penyembuhan. Pasien
dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa antibiotik
topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus. Crotamiton
antipruritic topikal sering membantu pada kulit yang gatal.(20)
Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang berkelanjutan
selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena respon tubuh dari
kekebalan terhadap antigen tungau. Jika gejalanya menetap di luar 2 minggu, itu mungkin

19
karena diagnosis awal yang tidak sesuai, aplikasi obat yang salah menyebabkan tungau
skabies tetap ditemukan pada pasien . Kebanyakan kambuh karena reinfeksi dan tidak
diobati.(17)

VIII. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak
langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi
pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang
mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.(3)
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan
dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet
dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).(3)

IX. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau
karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan
tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai
dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema,
skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang
kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong,
skrotum, inguinal, penis, dan axilla. (5) Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan
oleh Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap
topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat pyodermanya. (10) Selain itu, limfangitis
dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada skabies Norwegian, post-streptococcal
glomerulonephritis bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang disebabkan
oleh Streptococcus pyogens.(3)

X. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu yang
immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.(3)
Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika
diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan
sembuh.(8)

20
XI. KESIMPULAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya.
Penularannya dengan 2 cara, yaitu kontak langsung dan kontak tak langsung.
Pada penyakit skabies ditemukan 4 tanda cardinal yaitu pruritus nocturna, menyerang
manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi
yang berwarna putih atau keabu-abuan dan menemukan tungau.
Bentuk kelainan kulit pada penyakit skabies yaitu ditemukannya papul, vesikel, erosi,
ekskoriasi, krusta dan lain-lain, serta bermanifestasi klinis dalam berbagai variasi. Bila
infeksi sekunder telah terjadi dapat disebabkan bakteri yang ditandai dengan munculnya
pustul maupun timbulnya gejala infeksi sistemik
Penanganan yang menjadi pilihan utama adalah primethrin 5% topikal yang dioleskan
di kulit 8-12 jam serta edukasi pasien.

21
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien

Nama : Tn A

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : laki laki

Alamat : ciputat, tangerang

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Tanggal Pemeriksaan : 10 April 2018

2.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan Utama

Gatal

2.2.2 Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan gatal sudah 3minggu ini. Gatal disekitar sela jari,

pergelangan tangan , siku , ketiak , dada, perut , penis, skrotum dan paha. Gatal makin

berat pada malam hari, dan sering terbangun saat tidur malam.

2.2.3 Riwayat Pengobatan

Pasien sudah memberikan bedak herocyn pada area yang gatal, tetapi tidak hilang.

2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

HT - , DM -

2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

22
2.2.6 Riwayat Sosial

Pasien mengatakan bahwa sekarang di jombang sedang sekolah di salah satu pondok.

dan di pondok serta teman sekamar juga banyak yang gatal seperti dialami pasien

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Cukup/CM

GCS : 456

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 22 x/menit

Temperatur aksila : 36,5º C

Status generalis

Kepala : Normal

Mata : Anemia -/-, ikterus -/-

Leher : Dalam batas normal

Thorax : Cor: S1 S2 reguler, murmur (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : Distensi (-), bising usus normal, hepar dan lien

tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, pitting edema (-/-)

23
2.4 Status Dermatologi

Efloresensi Foto
Makula eritematosa disertai adanya

papul eritematosa et regio aksila

anterior

Papul eritematosa dengan dasar

macula eritematosa et region

scrotum.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

2.6 Resume

24
Tn A 19thn, Pasien datang dengan keluhan gatal sudah 3minggu ini. Gatal disekitar

sela jari, pergelangan tangan , siku , ketiak , dada, perut , penis, skrotum dan paha.

Gatal makin berat pada malam hari, dan sering terbangun saat tidur malam. Pasien

mengatakan bahwa sekarang di jombang sedang sekolah di salah satu pondok. dan di

pondok serta teman sekamar juga banyak yang gatal seperti dialami pasien.

2.7 Diagnosis

Scabies

2.8 Diagnosis Banding

 Pedikulosis korposis
 Dermatitis

2.9 Planning

 Kerokan kulit

 Pemeriksaan sediaan histopatologi

2.10 Penatalaksanaan

- cefadroxil 2 x 500mg

- Loratadin 10 mg 1x1

- Scabimite 1x malam hari

- Edukasi :

1. Memberi penjelasan kepada penderita tentang penyakit yang dialami yaitu scabies,

atau sering disebut gudik. Penyakit disebabkan karna kutu. Bisa menular secara

kontak langsung atau pun tidak langsung

2. Baju , celana, semua pakaian, sprei , sarumg disarankan untuk di rendam dengan air

panas terlebih dahulu kurang lebih 1 jam agar kutu mati. Lalu dicuci seperti biasa.

Kasur dan bantal guling disarankan agar dijemur dibawah matahari agar kutu juga

mati dan hilang.

25
3. Penyakit dapat menular , sehingga semua anggota keluarga , atau teman sekamar atau

pondok yang mengalami gejala seperti ini juga harus diobati juga. Karena penyakit ini

menyerang komunitas.

4. Pasien dijelaskan akan mendapatkan obat oles dan obat minum. Untuk obat minum

ada 2 jenis obat , ada obat cefadroxil yang berfungsi untuk mencegah terjadinya

infeksi sekunder dan loratadine untuk mengatasi rasa gatalnya. Sedangkan obat

olesnya ditujukan untuk mematikan kutu dengan cara dioleskan keseluruh tubuh 1x

dalam seminggu malam hari . minimal jangan dibasuh 8-14 jam.

2.11 Prognosis : Baik

BAB III

PEMBAHASAN

26
Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama dari pasien ini adalah gatal yang

diawali dari sela jari lalu menyebar ke pergelangan tangan , siku , ketiak, dada, perut ,

selangkangan dan paha serta bokong. Sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa tempat

predileksi terserangnya infeksi kutu scabies terdapat pada bagian sela-sela jari tangan, telapak

tangan, pergelangan tangan sebelah dalam, siku, ketiak, daerah mamae khususnya aerola

mamae, daerah pusar dan perut bagian bawah, gaerah genetalis eksterna, dan bokong.

Sedangkan pada anak-anak terutama bayi dapat mengenai bagian lain seperti telapak kaki,

telapak tangan, sela jari kaki dan juga pipi.

Kemudian pasien mengeluh gatal memberat pada malam hari , dan sering terbangun

saat tidur malam. Sesuai dengan teori , Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. Hal ini

disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.

Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.

Pada lesi didapatkan gambaran macula eritematosa disertai adanya papul

eritematosa ,crusta, erosi . sesuai dengan teori yang mengatakan gambaran effloresensi pada

scabies memiliki bentukan multiform, bisa papul pustule, vesicle, crusta, skuama.

Dari anamnesis , pasien mengatakan bahwa pasien seorang pelajar pondok yang

tinggal di asrama pondok tsb. Dan juga banyak teman yang mengalami keluhan gatal seperti

yang dialami pasien. Sesuai dengan teori , Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok,

sehingga dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula

dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh

penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi,

walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi

menjadi pembawa/carier bagi individu lain.

27
Pasien mendapatkan terapi sesuai, dengan indikasi scabies dengan infeksi .

sehingga pasien mendapatkan , cefadroxil 2 x 500mg , Loratadin 10 mg 1x1 ,Scabimite 1x

malam hari. Dan juga edukasi :

 Memberi penjelasan kepada penderita tentang penyakit yang dialami yaitu scabies,

atau sering disebut gudik. Penyakit disebabkan karna kutu. Bisa menular secara

kontak langsung atau pun tidak langsung

 Baju , celana, semua pakaian, sprei , sarumg disarankan untuk di rendam dengan air

panas terlebih dahulu kurang lebih 1 jam agar kutu mati. Lalu dicuci seperti biasa.

Kasur dan bantal guling disarankan agar dijemur dibawah matahari agar kutu juga

mati dan hilang.

 Penyakit dapat menular , sehingga semua anggota keluarga , atau teman sekamar atau

pondok yang mengalami gejala seperti ini juga harus diobati juga. Karena penyakit ini

menyerang komunitas.

 Pasien dijelaskan akan mendapatkan obat oles dan obat minum. Untuk obat minum

ada 2 jenis obat , ada obat cefadroxil yang berfungsi untuk mencegah terjadinya

infeksi sekunder dan loratadine untuk mengatasi rasa gatalnya. Sedangkan obat

olesnya ditujukan untuk mematikan kutu dengan cara dioleskan keseluruh tubuh 1x

dalam seminggu malam hari . minimal jangan dibasuh 8-14 jam.

28
BAB IV

KESIMPULAN

Pada kasus ini diagnosis pasien yaitu Scabies (Tn A /19 tahun). Diagnosis ditegakkan

berdasarkan anamnesis dengan keluhan gatal pada daerah predileksi yaitu pada daerah sela

jari, pergelangan tangan, siku, ketiak, dada, perut , daerah kemaluan dan juga paha. Gatal

dirasakan makin berat pada malam hari, sehingga sering terbangun pada malam hari. Pasien

juga merupakan seorang pelajar pondok pesantren yang tinggal diasrama , pasien mengatakan

banyak teman yang juga mengeluh gatal seperti dirinya.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan Makula eritematosa disertai papul eritematosa ,

crusta dan erosi et regio interdigiti manus dekxtra sinistra, volar , elbow, aksila anterior,

thoraks, abdomen region umbilicus, penis , scrotum dan femur medial.

Pada kasus diatas pasien mendapat terapi berupa cefadroxil 2 x 500mg , Loratadin 10

mg 1x1 ,Scabimite 1x malam hari.

Prognosa pada pasien ini adalah baik asalkan pasien mematuhi aturan pemberian

terapi dan menjalankan edukasi yang sudah di infokan.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta:
FKUI; 2005. 119-22.
2. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following
Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-91.
3. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
4. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3.
Jakarta: EGC; 1996. 191-5.
5. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.
6. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.

7. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human
and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
8. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.
September :17;331(7517)/619-22.
9. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA:
Blackwell publishing; 2004. 37-47.

10. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions.


J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.

11. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292.
12. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.
13. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
14. Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A. Schwartz.
Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006. December. 6:
769-777
15. P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 2677-80
16. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies
prevention and Control Manual.

17. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J.


2005. Januari. 1(951)/7-11.

30
18. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010. February : 362/717-724.

19. Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies (online).
2007. [cited 2010 October 19th] : [1 screens]. Available from:
URL:http://www.yosefw.wordpress.com

20. Anonim. (online). 2004. [cited 2010 October 14th]:[4 screens] Available from : URL:
http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2004/Scabies

21. Anonim. (online) 2004. [cited 2010 Oct 14th]:[1 screens] Available from : URL:
http://huddoktor.com/doctor/Exempel+p%C3%A5+ljusbehandling/741.html

22. Anonim. (online) 1997 [cited 2010 October 1st] : [1 screens] Available from : URL:
http://www.allrefer.com

23. Vorvick MD, Linda. Folliculitis on the Leg. (online). 2008. [cited 2010 Oct 12]:[1
screens] Available from : URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus

31

Anda mungkin juga menyukai