Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN REFARAT

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER FEBRUARI


2022 FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

SKABIES

OLEH

CHAERUNNISA AMIR
111 2022 1029

PEMBIMBING
dr. Nurul Rumila Roem, Sp. KK.,M. Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023

I
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka laporan kasus ini

dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada

baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat-sahabatnya

dan orang-orang yang mengikuti ajaran beliau hingga akhir zaman.

Refarat yang berjudul “Scabies” ini disusun sebagai persyaratan untuk

memenuhi kelengkapan bagian. Penulis mengucapkan rasa terimakasih sebesar-

besarnya atas semua bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun

tidak langsung selama penyusunan laporan kasus ini hingga selesai. Secara

khusus rasa terimakasih tersebut penulis sampaikan kepada dr. Nurul Rumila

Roem, Sp. KK.,M. Kes sebagai pembimbing dalam penulisan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, untuk saran dan kritik

yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan penulisan laporan

kasus ini. Terakhir penulis berharap, semoga laporan kasus ini dapat memberikan

hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi

penulis juga.

Makassar, Februari 2023

Penulis

II
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Chaerunnisa Amir

NIM 111 2022 1029

Universitas : Universitas Muslim Indonesia

Judul : Scabies

Telah menyelesaikan tugas Refarat yang berjudul ”Skabies” dan telah disetujui

serta telah dibacakan dihadapan dokter pembimbing klinik dalam rangka

kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Februari 2023

Menyetujui,

Dokter Pendidik Klinik, Penulis

dr. Nurul Rumila Roem, Sp. KK.,M. Kes Chaerunnisa Amir

III
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ II

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................III

DAFTAR ISI........................................................................................................ IV

BAB I.................................................................................................................... 1

BAB II.................................................................................................................... 2

2.1 Definisi...............................................................................................2

2.2 Epidemiologi....................................................................................2

2.3 Etiologi.................................................................................... 3

2.4 Patogenesis......................................................................................3

2.5 Manifestasi Klinis............................................................................5

2.6 Varian................................................................................................. 7

2.7 Diagnosa...........................................................................................8

2.8 Tatalaksana......................................................................................14

2.9 Komplikasi.......................................................................................18

2.10 Prognosis.......................................................................................19

BAB III..................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 21

IV
BAB I

PENDAHULUAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi Sarcoptes scabiei var. hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum

Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, famili Sarcoptidae. Skabies

seringkali diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga prioritas

penanganannya rendah. Akan tetapi, penyakit ini dapat menjadi kronis dan berat

serta menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Lesi pada skabies menimbulkan

rasa tidak nyaman karena sangat gatal sehingga penderita seringkali menggaruk

dan mengakibatkan infeksi sekunder terutama oleh bakteri Grup A Streptococcus

dan Staphylococcus aureus.1

Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain

keadaan sosial ekonomi yang rendah, kebersihan yang buruk, hubungan seksual

yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik

seperti keadaan penduduk dan ekologi. Keadaan tersebut memudahkan transmisi

dan infestasi Sarcoptes scabiei. Oleh karena itu, prevalensi skabies yang tinggi

umumnya ditemukan di lingkungan dengan kepadatan penghuni dan kontak

interpersonal yang tinggi seperti asrama, panti asuhan, dan penjara. Penatalaksanaan

skabies dilakukan kepada penderita dan seluruh anggota keluarga atau orang yang

1
dekat dengan penderita meskipun tidak menimbulkan gejala.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi Sarcoptes scabiei var. hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum

Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, famili Sarcoptidae. Skabies

seringkali diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga prioritas

penanganannya rendah. Akan tetapi, penyakit ini dapat menjadi kronis dan berat

serta menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Lesi pada skabies

menimbulkan rasa tidak nyaman karena sangat gatal sehingga penderita

seringkali menggaruk dan mengakibatkan infeksi sekunder terutama oleh

bakteri Grup A Streptococcus dan Staphylococcus aureus.1

2.2 Epidemiologi

Merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di banyak negara kurang

berkembang. Di beberapa daerah di Amerika Selatan dan Tengah,

prevalensinya sekitar 100%. Di Bangladesh, jumlah anak-anak dengan skabies

melebihi anak-anak dengan penyakit diare dan saluran pernapasan atas. Di

Indonesia, skabies merupakan salah satu penyakit kulit tersering di puskesmas.

Prevalensi skabies di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008 adalah 5,6-

12,9% dan merupakan penyakit kulit terbanyak ketiga.2.3

2
2.3 Etiologi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi S.scabiei

varietas hominis. Parasit tersebut termasuk kelas arachnida, subkelas

acarina, ordo astigmata, dan famili sarcoptidae. S.scabiei berbentuk

lonjong dan gepeng, berwarna putih kotor, punggungnya cembung, bagian

dadanya rata, dan tidak memiliki mata. Tungau betina berukuran lebih

besar dibandingkan tungau jantan, yakni 0,3-0,45mm sedangkan tungau

jantan berukuran 0,2-

0,25mm. 4

Gambar 1. Sarcoptes scabiei

2.4 Patogenesis

Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan

akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam

terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang

3
telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum dengan

kecepatan 2-3 milimeter sehari sambil meletakkan telumya 2 hingga 50. Bentuk

betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas

biasanya dalam waktu 3 sampai 10 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3

pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga

keluar.5

Aktivitas S.scabiei di dalam kulit menyebabkan rasa gatal dan

menimbulkan respons imunitas selular dan humoral serta mampu

meningkatkan lgE baik di serum maupun di kulit. Masa inkubasi

berlangsung lama 4-6 minggu. Skabies sangat menular, transmisi melalui

kontak langsung dari kulit ke kulit, dan tidak langsung melalui berbagai

benda yang terkontaminasi (seprei, sarung bantal, handuk dsb). Tungau

skabies dapat hidup di luar tubuh manusia selama 24-36 jam. Tungau dapat

ditransmisi melalui kontak seksual, walaupun menggunakan kondom, karena

kontak melalui kulit di luar kondom.4

Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies, tetapi

juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh

sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-

kira sebulan setelah investasi. Pada saat itu, kelainan kulit menyerupai

dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan

garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.5

4
2.5 Manifestasi Klinis

Gatal merupakan gejala klinis utama pada skabies. Rasa gatal pada masa

awal infestasi tungau biasanya terjadi pada malam hari (pruritus nokturna),

cuaca panas, atau ketika berkeringat. Gatal terasa di sekitar lesi, namun pada

skabies kronik gatal dapat dirasakan hingga ke seluruh tubuh. Gatal

disebabkan oleh sensitisasi kulit terhadap ekskret dan sekret tungau yang

dikeluarkan pada waktu membuat terowongan. Masa inkubasi dari infestasi

tungau hingga muncul gejala gatal sekitar 14 hari. 4

S.scabiei biasanya memilih lokasi epidermis yang tipis untuk menggali

terowongan misalnya di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, penis,

areola mammae, peri-umbilikalis, lipat payudara, pinggang, bokong bagian

bawah intergluteal, paha serta lipatan aksila anterior dan posterior. Lesi

tersebut sulit ditemukan karena sering disertai ekskoriasi akibat garukan dan

infeksi sekunder oleh bakteri. Meskipun demikian, terowongan dapat berada

di tangan, sela-sela jari tangan, pergelangan tangan dan pergelangan kaki.

Pustul tanpa lesi terowongan sering terdapat di genitalia eksterna. Pada

infestasi ringan, lokasi yang harus diperiksa adalah sela jari tangan dan

genitalia eksterna. 4

Pada orang dewasa, lesi skabies jarang ditemukan di leher, wajah, kulit

kepala yang berambut, punggung bagian atas, telapak kaki dan tangan;

namun pada bayi daerah tersebut sering terinfestasi bahkan

5
lesi dapat ditemukan di seluruh tubuh. Lesi skabies biasanya tidak terdapat

di kepala namun pada anak kecil dan bayi dapat ditemukan pustul yang gatal.

Gejala skabies pada anak biasanya berupa vesikel, pustul, dan nodus; anak

menjadi gelisah dan nafsu makan berkurang. Gambaran klinis skabies pada

anak-anak sering sulit dibedakan dengan infantile acropustulosis dan

dermatitis vesiko bulosa. Lesi

terowongan jarang atau bahkan tidak ditemukan. 4

Gambar 2. Lesi Skabies di Jari Tangan dan Sela Jari Tangan Berupa

Papul, Vesikel Ekskoriasi dan Skuama Kolaret, Multipel, Diskret

6
Gambar 3. Lesi Skabies di Bokong Berupa Papul, Erosi, Ekskoriasi,

Krusta Merah Kehitaman dan Skuama Kolaret, Multipel, Diskret

2.6 Varian

1. Skabies Nodular

Skabies nodular cenderung menyerang anak kecil dan orang tua dan

ditandai dengan nodul bulat kasar berukuran 5-20 mm, berwarna merah,

coklat kemerahan, atau berwarna pucat. Nodul muncul terutamapada

penis dan skrotum, di daerah inguinal dan perianal, dan di daerahaksila.

Nodul mungkin disebabkan oleh penetrasi tungau yang lebih dalam dan

reaksi kekebalan yang lebih kuat dan tahan lama. Nodul skabies dapat

bertahan selama berbulan-bulan bahkan setelahpengobatan yang berhasil

(“papula pasca skabies”). Vesikel ("skabies bulosa") tidak biasa dan

terutama terlihat pada pasien usia lanjut.

2. Skabies Norwegia (skabies berkrusta atau scabies dengan

hiperinfestasi)

Pada skabies berkrusta, jumlah tungau meningkat menjadi jutaan

karena multiplikasi tanpa hambatan. Gambaran klinis didominasioleh

hiperkeratosis lokal atau difus masif dengan dasar eritematosa, dengan

krusta dan fisura pada tangan, kaki, siku, kepala, dan leher. Kuku sering

menebal, berubah warna, dan distrofi. Pruritus ringan atautidak ada

karena tidak adanya respons imun, di antara alasan lainnya. Kelenjar

getah bening sering

7
membengkak. Eosinofilia sering terjadi, dan peningkatan titer IgE

hampir selalu ada. Karena gambaran klinisnyayang tidak biasa, skabies

berkrusta biasanya tidak dikenali untuk waktuyang lama, sehingga

orang dengan penyakit ini sering menyebabkan wabah di fasilitas

umum.

2.7 Diagnosa

Penderita dinyatakan positif menderita skabies apabila memberikan respons

yang baik terhadap skabisida. Meskipun demikian perlu diperhatikan bahwa

respons positif terhadap pengobatan skabies belum dapat menyingkirkan

penyakit kulit lain yang bukan skabies dan respons negatif belum dapat

menyingkirkan skabies karena mungkin terdapat resistensi tungau terhadap

skabisida. Karena sulit menemukan tungau dan produknya pada

pemeriksaan laboratorium maka diagnosis klinis dapat ditetapkan apabila

pada penderita terdapat dua dari empat tanda yaitu :

1. Pruritus Nokturna

2. Terdapat sekelompok orang yang menderita penyakit yang sama,

misalnya dalam satu keluarga atau di pemukiman atau di asrama.

3. Terdapat terowongan, papul, vesikel atau pustul di tempat

predileksi yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku

bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae

(perempuan), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (laki-

8
laki), dan perut bagian bawah. Perlu diingat bahwa pada bayi,

skabies dapat menginfestasi telapak tangan dan telapak kaki

bahkan seluruh badan.

4. Menemukan tungau pada pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan Laboratorium untuk Deteksi Tungau dan Produknya

Walaupun tungau dan produk tungau sulit ditemukan, pemeriksaan

laboratorium sebaiknya tetap dilakukan terutama pada kasus yang diduga

skabies atipik. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan sebagai berikut.

1. Kerokan Kulit

Sebelum melakukan kerokan kulit, perhatikan daerah yang

diperkirakan akan ditemukan tungau yaitu papul atau terowongan

yang baru dibentuk dan utuh. Selanjutnya papul atau terowongan

ditetesi minyak mineral lalu dikerok dengan skalpel steril yang tajam

untuk mengangkat bagian atas papul atau terowongan. Hasil kerokan

diletakkan di kaca objek, ditetesi KOH, ditutup dengan kaca penutup

kemudian diperiksa dengan mikroskop.

Kerokan kulit merupakan cara yang paling mudah dilakukan dan

memberikan hasil yang paling memuaskan sehingga cocok untuk

yang belum banyak pengalaman dalam mendiagnosis

9
skabies. Kemudahan lainnya adalah kerokan kulit dapat dilakukan

hanya dengan peralatan sederhana sehingga memungkinkan untuk

dilakukan di fasilitas kesehatan dengan fasilitas terbatas.

Kerokan kulit memiliki spesifisitas yang tinggi namun

sensitivitasnya rendah karena jumlah tungau pada penderita skabies

klasik/tipikal umumnya sangat sedikit. Menurut Dupuy et al sensitivitas

dan spesifisitas kerokan kulit dalam mendiagnosis skabies dengan gejala

yang khas adalah 90% dan 100%.Terdapat beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi sensitivitas misalnya presentasi klinis, jumlah lesi

yang diperiksa dan pengalaman pemeriksa. Lesi yang belum pernah

digaruk biasanya memberikan hasil yang lebih baik.

Biopsi kulit dapat digunakan untuk memastikan diagnosis skabies

bila tungau atau bagian dari tungau teridentifikasi dari kerokan kulit.

Kerokan kulit juga dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan

dermoskopi. Metode diagnostik kerokan kulit dengan dermoskopi

jauh lebih unggul daripada kerokan kulit tanpa dermoskopi dalam hal

durasi pemeriksaan dan akurasi.

10
2. Mengambil Tungau dengan Jarum

Pengambilan tungau dengan jarum dapat meningkatkan ketepatan

diagnosis dari 5% menjadi 95%. Untuk mengambil tungau, jarum

ditusukkan di terowongan di bagian yang gelap lalu diangkat ke atas.

Pada saat jarum ditusukkan biasanya tungau akan memegang ujung

jarum sehingga dapat diangkat keluar. Mengambil tungau dengan

jarum relatif sulit bagi orang yang belum berpengalaman terutama

pada penderita skabies yang lesinya tidak khas lagi dan banyak

infeksi sekunder oleh bakteri.

3. Usap (Swab) Kulit

Pemeriksaan usap kulit dilakukan dengan selotip transparan yang

dipotong sesuai ukuran gelas objek (25x50mm). Cara melakukannya,

mula-mula ditentukan lokasi kulit yang diduga terinfestasi tungau.

Kemudian bagian kulit tersebut dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan

selotip di atas papul atau terowongan kemudian diangkat dengan cepat.

Setelah itu, selotip dilekatkan di gelas objek, ditetesi KOH, ditutup

dengan kaca tutup, dan diperiksa dengan mikroskop. Dari setiap satu

lesi, selotip dilekatkan sebanyak enam kali dengan enam selotip untuk

membuat enam sediaan.56 Sediaan dapat diperiksa dalam tiga jam

setelah pengambilan sampel bila disimpan pada suhu 10-

11
14OC. Usap kulit relatif mudah digunakan dan memiliki nilai prediksi

positif dan negatif (positive and negative predictive value) yang

tinggi sehingga dapat digunakan untuk skrining di daerah dengan

keterbatasan fasilitas.

4. Burrow Ink Test

Papul skabies diolesi tinta India menggunakan pena lalu dibiarkan

selama 20-30 menit kemudian dihapus dengan alkohol. Burrow ink

test menunjukkan hasil positif apabila tinta masuk ke dalam

terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig zag.

Burrow ink test adalah pemeriksaan untuk mendeteksi terowongan,

bukan untuk mendeteksi tungau dan produknya.

5. Pemeriksaan Histopatologik

Papul atau terowongan yang dicurigai mengandung tungau

diangkat menggunakan ibu jari dan telunjuk, kemudian diiris dengan

skalpel sejajar permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial

sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak perlu anestesi. Spesimen

diletakkan di kaca objek, ditetesi minyak mineral, ditutup dengan

kaca tutup lalu diperiksa di bawah mikroskop.

12
Gambaran histopatologik lesi skabies adalah terdapatnya

terowongan di stratum korneum, namun ujung terowongan tempat

tungau betina berada terletak di irisan dermis. Pemeriksaan

histopatologik tidak mempunyai nilai diagnostik kecuali ditemukan

tungau atau telur pada pemeriksaan tersebut.

Daerah yang berisi tungau akan menunjukkan eosinofil yang sulit

dibedakan dengan reaksi gigitan artropoda lain seperti gigitan

nyamuk atau kutu busuk. Apabila gambaran histopatologik pada biopsi

terowongan epidermis hanya terdapat infiltrat sel radang perivaskular

dengan banyak eosinofil, edema, dan spongiosis epidermal, maka

hanya bersifat sugestif dan bukan diagnosis pasti infestasi scabies.

Gambaran histopatologik pada biopsi kulit yang menunjukkan

gambaran ekor babi merah muda (pink pigtail) dan melekat di

stratum korneum serta terdapatnya bungkus telur tungau yang kosong

mengarahkan pada diagnosis skabies.

Lesi primer skabies memberikan gambaran hiperkeratosis,

akantosis, spongiosis dan vesikulasi di epidermis. Perubahan di

dermis berupa infiltrat perivaskuler, terdiri atas sel limfosit T, sedikit

histiosit dan kadang-kadang eosinofil serta neutrofil. Di lesi primer,

jumlah sel mast lebih banyak apabila dibandingkan dengan lesi

sekunder dan kulit normal.

13
Lesi sekunder pada umumnya berupa papul urtika yang mungkin

terjadi akibat kompleks imun yang beredar atau akibat respons imun

selular. Terdapatnya kompleks imun yang beredar terbukti dengan

meningkatnya C1q binding activity. Di lesi sekunder, infiltrasi sel-

sel lebih ringan daripada lesi primer dan tidak ditemukan eosinofil

atau vaskulitis.

Biopsi pada nodus persisten menunjukkan infiltrat radang kronik

dengan atau tanpa eosinofil, pembuluh darah menebal, dan mungkin

terdapat gambaran vaskulitis. Sel mononuklear atipik terkadang

ditemukan. Pada skabies krustosa, stratum korneum menebal dan

penuh dengan tungau.

2.8 Tatalaksana

1. Topikal

a. Krim Permetrin 5%

Tatalaksana lini pertama adalah agen topikal krim permetrin

kadar 5%, aplikasi ke seluruh tubuh (kecuali area kepala dan

leher pada dewasa) dan dibersihkan setelah 8 jam dengan

mandi. Permetrin efektif terhadap seluruh stadium parasit

dan diberikan untuk usia di atas

2 bulan. Jika gejala menetap, dapat diulang 7-14 hari setelah

penggunaan pertama kali. Seluruh anggota keluarga atau

kontak dekat penderita juga perlu diterapi

14
pada saat bersamaan. Permetrin memiliki efektivitas tinggi

dan ditoleransi dengan baik. Kegagalan terapi dapat terjadi

bila terdapat penderita kontak asimptomatik yang tidak diterapi,

aplikasi krim tidak adekuat, hilang karena tidak sengaja

terbasuh saat mandi sebelum 8 jam aplikasi. Pemakaian pada

wanita hamil, ibu menyusui, anak usia di bawah 2 tahun

dibatasi menjadi dua kali aplikasi (diberi jarak 1minggu) dan

segera dibersihkan setelah 2 jam aplikasi.7

b. Krotamiton 10%

Krotamiton 10% dalam krim atau lotio merupa`kan obat

alternatif lini pertama untuk usia di bawah 2 bulan. Agen

topikal ini memiliki dua efek sebagai antiskabies dan

antigatal. Aplikasi dilakukan ke seluruh tubuh dan dibasuh

setelah 24 jam dan diulang sampai 3 hari. Penggunaan

dijauhkan dari area mata, mulut, dan uretra. Krotamiton

dianggap kurang efektif dibanding terapi lain.

c. Belerang Endap (Sulfur Presipitatum) 5% - 10% Belerang

endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 5 - 10% dalam

bentuk salep atau krim. Preparat ini tidak efektif untuk

stadium telur, dioleskan selama 8 jam sampai 3 malam

berturut-turut. Kekurangan preparat ini

15
adalah berbau, mengotori pakaian, dan terkadang dapat

menimbulkan dermatitis iritan, tetapi harga preparat ini

murah dan merupakan pilihan paling aman untuk neonatus

dan wanita hamil.

d. Emulsi Benzil Benzoas 25%

Tatalaksana lini kedua agen topikal adalah emulsi benzil

benzoas kadar 25%. Agen ini efektif terhadap seluruh stadia,

diberikan setiap malam selama 3 hari. Agen ini sering

menyebabkan iritasi kulit, dan perlu dilarutkan bersama air

untuk bayi dan anak-anak. Pemakaian di seluruh tubuh dan

dibasuh setelah 24 jam.

e. Lindane (Gammexane) 1%

Lindane 1% dalam bentuk losion, efektif untuk semua

stadium, mudah digunakan, dan jarang mengiritasi. US Food

and Drug Administration (FDA) telah memasukkan obat ini

dalam kategori “black box warning”, dilarang digunakan pada

bayi prematur, individu dengan riwayat kejang tidak

terkontrol. Selain itu, obat ini tidak dianjurkan pada bayi,

anak-anak, lanjut usia, individu dengan berat kurang dari 50

kg karena risiko neurotoksisitas, dan individu yang memiliki

riwayat penyakit kulit lainnya seperti dermatitis dan

psoriasis. Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan

dibiarkan

16
selama 8 jam. Cukup sekali pemakaian, dapat diulang bila

belum sembuh setelah satu pekan.

2. Sistemik

1. Ivermectin

vermectin merupakan agen antiparasit golongan macrocyclic

lactone yang merupakan produk fermentasi bakteri

Streptomyces avermitilis. Agen ini dapat menjadi terapi lini

ketiga pada usia lebih dari 5 tahun, terutama pada penderita

persisten atau resisten terhadap terapi topikal seperti

permethrin. Pada tipe skabies berkrusta, dianjurkan terapi

kombinasi ivermectin oral dengan agen topikal seperti

permethrin, karena kandungan terapi oral saja tidak dapat

berpenetrasi pada area kulit yang mengalami

hiperkeratinisasi. Ivermectin memiliki aktivitas antiparasit

spektrum luas, termasuk untuk onchocerciasis (river

blindness), filariasis limfatik, dan strongyloides. Obat ini

efektif untuk stadium tungau tetapi tidak efektif untuk

stadium telur, dan memiliki waktu paruh pendek yaitu 12- 56

jam. Dosis yang dianjurkan untuk skabies adalah 200 µg/kg

dengan pengulangan dosis 7-14 hari setelah dosis pertama.

Penggunaan tidak dianjurkan untuk anak dengan berat badan

di bawah 15 kg, wanita hamil, dan wanita

17
menyusui, karena obat ini berinteraksi dengan sinaps saraf

memicu peningkatan glutamat dan dapat menembus sawar

darah otak (blood brain barrier) terutama pada anak di bawah

5 tahun yang sistem sawar darah otak belum sempurna. Studi

pemberian massal ivermectin dan permethrin di Fiji, Jepang,

terhadap 2051 partisipan menyimpulkan bahwa terapi

ivermectin (dua dosis) lebih superior dibandingkan terapi

permethrin (dua dosis). Prevalensi skabies turun sebesar 94%

pada kelompok terapi ivermectin (prevalensi 32,1% pada awal

turun menjadi 1,9% setelah 12 bulan, p<0,001) dibandingkan

penurunan prevalensi sebesar 62% pada kelompok

permethrin.7

2. Antihistamin Sedatif (oral)

Antihistamin sedatif (oral) merupakan obat untuk

mengurangi gatal, contohnya seperti cetirizine.8

2.9 Komplikasi

Di kulit yang mengalami ekskoriasi, dapat terjadi infeksi sekunder oleh

bakteri. Bakteri juga dapat berasal dari tungau itu sendiri karena

Staphylococcus aureus dan Streptococcus grup A dapat diisolasi dari tungau

dan feses tungau. Komplikasi infeksi sekunder oleh bakteri harus

diperhatikan terutama di daerah iklim tropis dan jarang turun hujan.

Apabila telah dicurigai infeksi bakteri, maka pemberian

18
antibakteri topikal atau sistemik harus diberikan secepatnya. Hal tersebut

disebabkan pioderma akibat infeksi bakteri dapat meluas, invasif bahkan

fatal. Dapat terjadi limfangitis, limfadenitis, selulitis bahkan sepsis. Di

Gambia dilaporkan terdapat hubungan antara septikemia fatal pada bayi

yang disebabkan oleh S.aureus dengan ruamkulit yang dicurigai skabies.4

2.10 Prognossis

Prognosis sangat baik bila dilakukan tatalaksana dengan tepat. Dengan

memerhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan

dan menghilangkan faktor predisposisi, antara lain higiene,serta semua orang

yang berkontak erat dengan pasien harus diobati, maka penyakit ini dapat

diberantas dan prognosis baik. Pruritus dapat bertahan beberapa minggu

setelah pengobatan akibat reaksi hipersensitif terhadap antigen tungau.4

19
BAB III

KESIMPULAN

Skabies adalah infeksi parasit umum yang disebabkan oleh tungau

Sarcoptes Scabiei. Infestasi tungau skabies menyebabkan erupsi kulit yang sangat

gatal yang terdiri dari papula, nodul, dan vesikel. Diagnosis skabies ditegakkan

apabila terdapat 2 dari 4 tanda kardinal, yaitu pruritus nokturna, gejala serupa

pada sekelompok orang yang tinggal berdekatan, terdapat kunikulus pada daerah

predileksi, dan ditemukannya tungau Sarcoptes scabiei.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Mutiara Hanna, Syailindra Firza. Skabies. Bagian Parasitologi Fakultas

Kedokteran. Universitas Lampung. 2016

2. Klaus Wolff , Richard Allen Johnson AS. Fitzpatrick’s Color Atlas and

Synopsis of Clinical Dermatology. 7th ed. McGraw-Hill Education;

2013.

3. Sungkar S. Skabies Etiologi, Patogenesis, Pengobatan,

Pemberantasan, Dan Pencegahan. Badan Penerbit FKUI, Jakarta;

2016.

4. Sungkar Saleha. Skabies. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2016

5. SW Menaldi SL. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 7th ed. Badan

Penerbit FKUI; 2016.

6. Sunderkötter C, Wohlrab J, Hamm H. Scabies: epidemiology, diagnosis,

and treatment. Dtsch Arztebl Int. 2021;118(41):695-704.

doi:10.3238/arztebl.m2021.0296

7. Kurniawan M, Liug MSS. Diagnosis dan Terapi Skabies. cdkjournal.

2020;47(2):104-107.

8. PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan

Kelamin Di Indonesia.; 2017.

21

Anda mungkin juga menyukai