Anda di halaman 1dari 15

i

MAKALAH
SKABIES

OLEH
Nama : Gusti Ayu Ema Widiya Astuti
NPM : 19310057
Kelompok : 10

Skabies

UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2020
KATA PENGANTAR ii

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat rahmat Nyalah sehingga,
tugas ini dapat diselesaikan tanpa suatu halangan yang amat berarti. Tanpa pertolongannya
mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Scabies”, yang disajikan
berdasarkan referensi dari berbagai sumber. 
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah membimbing dan
memberikan kesempatan kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Tak lupa juga penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini
Penyusun menyadari bahwa makalah ini kurang dari sempurna, untuk itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen maupun teman-teman atau pembaca agar
makalah ini dapat lebih sempurna..

Semoga  makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca, dan semoga
dengan adanya tugas ini teman-teman mengetahui apa yang terkandung dalamnya dan akhirnya
membawa hikmah untuk semuanya.

Semuli Raya, 29 November 2020


Penulis,

Putu Nindia Ayuni Restu


iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan............................................................................................. 1
1.1 Latar belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah.......................................................................................... 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II Pembahasan............................................................................................ 3
2.1 Klasifikasi Sarcoptes Scabiei........................................................................ 3
2.2 Ciri Morfologi Sarcoptes Scabiei.................................................................. 3
2.3 Daur Hidup Sarcoptes Scabiei...................................................................... 4
2.4 Epidemiologi Scabies.................................................................................... 5
2.5 Hospes”......................................................................................................... 5
2.6 Nama Penyakit.............................................................................................. 5
2.7 Gejala Penyakit Scabies................................................................................ 5
2.8 Cara Penularan Scabies................................................................................. 6
2.9 Cara Pencegahan Scabies.............................................................................. 6
2.10 Pengobatan Scabies..................................................................................... 7

BAB III Penutup................................................................................................. 11

3.1 Kesimpulan................................................................................................... 11
3.2 Saran.............................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, di mana pelayanan kesehatan
masyarakatnya belum memadai sehubungan dengan adanya krisis ekonomi yang melanda
Indonesia sejak tahun 1997. Permasalahan utama yang dihadapi masih didominasi oleh penyakit
infeksi yang sebagian besarnya adalah penyakit menular yang berbasis lingkungan.
Skabies ditemukan disemua Negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa
negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% - 27% dari populasi umum dan
cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, prevalensi penyakit skabies dalam masyarakat diseluruh Indonesia pada tahun 1996
adalah 4,6% - 12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering.
Skabies atau kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi tungau
Sarcoptes scabiei .
Penyakit ini telah dikenal sejak lama, yaitu ketika Bonomo dan Cestoni mampu
mengilustrasikan sebuah tungau sebagai penyebab skabies pada tahun 1689 (Montesu dan
Cottoni, 1991) . Literatur lain menyebutkan bahwa skabies diteliti pertama kali oleh Aristotle
dan Cicero sekitar tiga ribu tahun yang lalu dan menyebutnya sebagai "lice in the flesh"
(Alexander, 1984) . Tungau ini mampu menyerang manusia dan ternak termasuk hewan
kesayangan (pet animal) maupun hewan liar (wild animal) (Pence dan Ueckermann, 2002) .
1.2. Rumusan Masalah
A. Bagaimana klasifikasi sarcoptes scabiei?
B. Bagaimana ciri morfologi sarcoptes scabiei?
C. Bagaimana daur hidup sarcoptes scabiei?
D. Bagaimana epidemiologi scabies?
E. Apa hospes dari sarcoptes scabiei?
F. Apa penyakit yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei?
G. Bagaimana gejala penyakit scabies?
H. Bagaimana cara penularan scabies?
I. Bagaimana cara pencegahan scabies?
J. Bagaimana pengobatan scabies?
2
1.3. Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui klasifikasi Scabies
B. Untuk mengetahui ciri morfologi Scabies
C. Untuk mengetahui daur hidup Scabies
D. Untuk Mengetahui Epidemiologi Scabies
E. Untuk Mengetahui Hospes dari Scabies
F. Untuk mengetahui nama penyakit yang disebabkan oleh sarcoptes scabies
G. Untuk mengetahui Gejala Penyakit Scabies
H. Untuk Mengetahui Cara Penularan Scabies
I. Untuk mengetahui cara pencegahan scabies
J. Untuk mengetahui pengobatan scabies
3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Klasifikasi Sarcoptes Scabieis


Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Sub Kelas : Acari (Acarina)
Ordo : Astigmata
Famili : Sarcoptidae
Genus : Sarcoptes
Spesies :Sarcoptes Scabieis

Pada manusia oleh S. scabiei var homonis, pada babi oleh S. scabiei var suis, pada kambing
oleh S. scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S. scabiei var ovis.

2.2. Ciri Morfologi Sarcoptes Scabiei


Secara morfologik merupakan tungau kecil, Badannya transparan, berbentuk oval,
pungggungnya cembung, perutnya rata, dan tidak bermata. Ukurannya,yang  betina antara 300-
450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang  jantan, antara 200-240 mikron x 150-200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat
untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada
yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat
perekat.

2.3. Daur Hidup Sarcoptes Scabiei


Setelah kopulasi yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih
dapat hidup beberapa hari di dalam terowongan yang di gali oleh tungau betina, tungau betina
yang telah dibuahi menggali terowongan dan dapat tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih
30 hari.
4

daur hidup Sarcoptes scabiei dari telur hingga dewasa berlangsung selama satu bulan.
Sarcoptes scabei memiliki empat fase kehidupan yaitu telur, larva, nimfa dan dewasa. Berikut ini
siklus hidup Sarcoptes scabiei :

1.      Betina bertelur pada interval 2-3 hari setelah menembus kulit .
2.      Telur berbentuk oval dengan panjang 0,1-0,15 mm
3.      Masa inkubasi selama 3-8 hari. Setelah telur menetas, terbentuk larva yang kemudian
bermigrasi ke stratum korneum untuk membuat lubang molting pouches. Stadium larva memiliki
3 pasang kaki.
4.      Stadium larva terjadi selama 2-3 hari. Setelah stadium larva berakhir, terbentuklah nimfa yang
memiliki 4 pasang kaki.
5.      Bentuk ini berubah menjadi nimfa yang lebih besar sebelum berubah menjadi dewasa. Larva
dan nimfa banyak ditemukan di molting pouches atau di folikel rambut dan bentuknya seperti
tungau dewasa tapi ukurannya lebih kecil.
6.      Tungau betina memperluas molting pouches untuk menyimpan telurnya. Tungau betina
mempenetrasi kulit dan menghabiskan waktu sekitar 2 bulan di lubang pada permukaan.

2.4. Epidemiologi Scabies


Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Di beberapa
negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% – 27% populasi umum, dan
cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja.

Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat
mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit scabies banyak dijumpai pada anak
dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara
berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval
antara akhir dari suatu epidemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10 – 15 tahun
(Harahap, 2000).
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang
buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
5

dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat
Hubungan Seksual). (Haandoko, R, 2001).

2.5. Hospes
Sarcoptes scabiei hidup dengan menjadikan manusia sebagai inangnya dan bersifat
menular, Penularannya melalui kontak langung atau tidak langsung.

2.6. Nama Penyakit


Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang berisifat menular yang disebabkan oleh investasi dan
sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei varietas hominis. Di indonesia skabies di kenal
dengan nama kudik, kudis dan penyakit ampera.

2.7. Gejala Penyakit Scabies


gejala seseorang terkena skabies adalah kulit penderita gatal-gatal penuh bintik-bintik
kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras. Bintik-bintik itu akan
menjadi bernanah jika terinfeksi (Djuanda, 2006)
a. Gejala utama
gejala utama adalah rasa gatal pada malam hari Rasa gatal karena pembuatan
terowongan oleh Sarcoptes Scabies di Startum Korneum, yang pada malam hari temperatur
tubuh lebih tinggi sehingga aktivitas kutu meningkat (Goldstein, 2001). Gatal merupakan
gejala utama sebelum gejala klinis lainnya muncul. Rasa gatal hanya pada lesi, tetapi
pada skabies kronis gatal dapat terasa pada seluruh tubuh.
b. Erupsi kulit
Erupsi kulit tergantung pada derajat sensitasi, lama infestasi, hygiene perorangan,
dan pengobatan sebelumnya, erupsi kulit Batognomatik berupa terowongan halu dengan
ukuran 0,3-0,5 milimeter, sedikit meninggi, berkelok-kelok, putih keabuan dengan panjang
10 milimeter sampai 3 centimeter dan bergelombang (Goldstain, 2001)
c. Lesi kulit
6

Lokasi lesi kulit terdapat pada sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian
dalam, lipatan aksila bagian depan, perut sekitar umbilikus dan pantat. Pada wanita juga
terdapat pada areola mamae dan bagian bawah mamae, sedangkan pada laki-laki lesi kulit
ditemukan sekitar genetalia eksterna. Pada bayi distribusinya sampai mengenai seluruh tubuh
termasuk punggung, kepala, leher bahkan sampai wajah, orang dewasa tidak sampai
mengenai wajah (Goldstein, 2001)

2.8. Cara Penularan Scabies


Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, adapun
cara penularanya adalah :
1)      Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur
bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan cara tersering,
sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau temannya.
2)      Kontak tak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian
atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun demikian,
penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam penularan
skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut, pakaian dalam bagi
penderita perempuan. Skabies Norwegia, merupakan sumber utama terjadinya wabah skabies
pada rumah sakit, panti jompo, pemondokan/asrama dan rumah sakit jiwa karena banyak
mengandung tungau (Djuanda, 2006).

2.9. Cara Pencegahan Scabies


Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang kontak
langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan
ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah
mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.

Selain itu, Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang
kurang baik oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit ini dapat dilakukan dengan cara
7
:

1)       Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun

2)       Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam
seminggu

3)       Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.

4)       Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

5)       Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau
skabies.

6)       Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga kebersihan tubuh sangat penting
untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak
langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini
hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat
mengganggu kehidupan sehari-hari

2.10. Pengobatan Scabies


A. pengobatan secara medis
Pengobatan Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk
topikal antara lain:

1)      Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim.
Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. Sulfur adalah antiskabietik tertua yang
telah lama digunakan, sejak 25 M. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-
anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
Cara pemakaiannya: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh
kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.
Keuntungannya: harganya yang murah dan mungkin merupakan satu- satunya pilihan di
negara yang membutuhkan terapi massal.Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan
membentuk hydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan
fungicid. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan
menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
8

Efek samping: pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-
kadang menimbulkan iritasi.
2)      Emulsi benzil-benzoat (20-25%) Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil
yang merupakan bahan sintesis balsam peru.
Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada
usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat
efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima.
Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan
skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan.
Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada
wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih
efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies.
3)      Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; Lindane)
Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke
mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau
dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi,
konvulsi, dan kematian tungau. Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.
Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah
selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat
diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan
tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan
Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7
hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
Efek Samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang,
dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas
SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor,
disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan
9

kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan


fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.
4)      Krotamiton 10% Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama
lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2
malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua.
Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.Beberapa
ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap
skabies. Krotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman
digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil
5)      Permetrin dengan kadar 5%
Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara mengganggu
polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat
repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama
dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan
kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme yang
kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah
dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat ini.
Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama
8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian
kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2
bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak
lama sekitar 2 jam.
Efek samping: jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, namun mungkin
hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi.
B. Pengobatan secara tradisional

Ada beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam mengobati
penyakit scabies, diantaranya :

10
1)      Daun salam
Kandungan daun salam terdapat antipruritus yang dapat mengobati penyakit scabies.
Cara pemakaian : Cuci daun, kulit batang, atau akar salam seperlunya sampai bersih, lalu giling
halus sampai menjadi adonan, seperti bubur. Balurkan ke tempat yang sakit, kemudian di balut.
2)      Biji Pinang
Pinang mempunyai beberapa sifat yang adapat menyembuhkan penyakit diantaranya, bersifat
anthelmintica, stimulansia(merangsang) dan haermostatica. Biji pinang mengandung alkaloida
seperti arekania dan arekolina
Cara pemakaian: haluskan satu biji buah pinang campur dengan seperempat sendok teh kapur
sirih dan air secukupnya.
3)      Daun srikaya
Kandungan : daun buah terdapat astringen, antiradang, antheimetik, sifatnya sedikit dingin.
Cara pemakaian: cuci daun srikaya segar ( 15 lembar ) lalu gilig sampai halus, kemudian remas
dengan air kapur sirih sebanyak satu sendok teh dan gunakan untuk menggosok kulit yang
terkena kudis. Lakukan sehari dua kali.
BAB III 11
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Skabies pada manusia masih menjadi kendala bagi kesehatan manusia . Penyakit ini harus
mendapat perhatian yang serius dari lembaga-lembaga terkait sehingga penyebarannya tidak
semakin luas .Lemahnya piranti diagnosis dan timbulnya resistensi tungau S. scabiei terhadap
bermacam-macam akarisidal menjadi tantangan bagi para peneliti untuk menemukan akarisidal
alternative yang aman bagi penderita dan bersifat ramah lingkungan.
Skabies (kudis) adalah penyakit kulit yang berisifat menular yang disebabkan oleh investasi
dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei varietas hominis. Sarcoptes scabiei termasuk
filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Astigmata, famili Sarcoptidae. Pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei var. Hominis dan merupakan tungau kecil, Badannya transparan, berbentuk
oval, pungggungnya cembung dan perutnya rata. daur hidup Sarcoptes scabiei dari telur hingga
dewasa berlangsung selama satu bulan. Sasaran dari Sarcoptes scabiei untuk menyebarkan
penyakit yaitu manusia
gejala seseorang terkena skabies adalah kulit penderita gatal-gatal penuh bintik-bintik
kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras. Bintik-bintik itu akan
menjadi bernanah jika terinfeksi . Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung
seperti seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual maupun tidak langsung
misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk. untuk mencegah penyebaran penyakit
harus menjaga kebersihan lingkungan, rumah dan badan. Pengobatan scabies dapat dilakukan
baik secara medis seperti Belerang endap (sulfur presipitatum), Emulsi benzil-benzoat, Gama
benzena heksa klorida, Krotamiton dan Permetrin maupun secara tradisional seperti daun salam,
biji buah pinang dan daun buah srikaya

3.2. Saran
Agar terhindar dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh tungau (sarcoptes scabiei)
terutama sarcoptes scabiei var homonis, maka sangat diperlukan kesadaran masyarakat tentang
kesehatan dan kehiginetas.
12
DAFTAR PUSTAKA

Hadir Az-zuhri (http://blogkuhadiraz-zuhri.blogspot.co.id/2014/05/normal-0-


false-false-false-in-x-none-ar.html)
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/880/4/4.%20Chapter-2.pdf

Anda mungkin juga menyukai