Anda di halaman 1dari 25

Case Report Session

SKABIES

Oleh :

dr.Ivani Titania

Pembimbing :

dr. Falenshia Wahyuni

PROGRAM INTERNSHIP PUSKESMAS AIR DINGIN


KOTA PADANG SUMATERA BARAT
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini
dengan judul “Skabies” yang merupakan salah satu tugas Program Internship di
Puskesmas Air Dingin.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada
dr. Falenshia Wahyuni selaku pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus ini tepat waktu demi memenuhi tugas Program Internship di
Puskesmas Air Dingin.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna, karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk
penyempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Padang, 28 Januari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
Latar Belakang............................................................................................. 1
Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3


2.1 Definisi................................................................................................. 3
2.2 Epidemiologi........................................................................................ 3
2.3 Etiologi................................................................................................. 3
2.4 Patogenesis........................................................................................... 4
2.5 Cara Penularan..................................................................................... 5
2.6 Gambaran Klinis.................................................................................. 6
2.7 Diagnosis.............................................................................................. 9
2.8 Diagnosis Banding............................................................................... 10
2.9 Penatalaksanaan................................................................................... 10
2.10 Komplikasi…………………………………………………………... 14
2.11 Prognosis.............................................................................................. 15
BAB III LAPORAN KASUS.............................................................................. 16
BAB IV KESIMPULAN..................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu kecil) yaitu
Sarcoptes scabiei varietas hominis. Penyakit tersebut merupakan masalah kesehatan
masyarakat terutama di wilayah beriklim tropis dan subtropis. Jumlah penderita
skabies di dunia lebih dari 300 juta setiap tahun dengan angka yang bervariasi di
setiap negara.1 Insiden scabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi
atau peningkatan. Distribusi, prevalensi, dan insiden penyakit infeksi parasit pada
kulit ini tergantung dari area dan populasi yang diteliti. Penelitian di suatu kota di
Bangladesh menunjukkan bahwa semua anak usia dari 6 tahun menderita scabies,
serta di pengungsian Sierra Leone ditemukan 86% anak pada usia 5-9 tahun terinfeksi
Sarcoptes scabei. Di Indonesia pada tahun 2011 didapatkan jumlah penderita scabies
sebesar 6.915.135 (2,9%) dari jumlah penduduk 238.452.952 jiwa. Jumlah ini
mengalami peningkatan pada tahun 2012 yang jumlah penderita scabies diperkirakan
sebesar 3,6 % dari jumlah penduduk.
Pada hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dikabupaten Jember
jenis kelamin laki-laki terkena scabies lebih besar dari pada perempuan ditunjukkan
dengan hasil penelitian laki-laki 24,89% dan perempuan 5,82%, di Padang terdapat
kejadian scabies sebesar 24,6%, di Yogyakarta 54,7%.2 Penyakit scabies disebabkan
oleh tungau Sarcoptes scabiei yang akan berkembang pesat jika kondisi lingkungan
buruk dan tidak didukung dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Scabies banyak
menyerang pada orang yang hidup dengan kondisi personal hygiene di bawah standar
atau buruk, sosial ekonomi rendah, kepadatan penduduk, dan perkembangan
demografik serta ekologik.2
Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan dan lembaga dakwah
dengan kegiatan yang sangat padat, baik kegiatan formal atau non formal, maka
dengan adanya kegiatan yang padat sehingga santri pondok pesantren kurang

1
memperhatikan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan serta hunian yang padat
merupakan faktor terjadinya santri terkena penyakit scabies. Berdasarkan study
pendahuluan yang dilakukan peneliti di Pondok pesantren Nur Huda II Sambi
Boyolali melalui metode wawancara dan observasi pada 10 santri yang diambil secara
acak dari jumlah 250 santri dipondok pesantren Nur Huda II, didapatkan 40% atau 4
dari 10 santri yang terkena scabies. Sedangkan terdapat 60% atau 6 dari 10 santri
yang tidak terkena scabies, hal ini memiliki karakter yang berbeda diantaranya dari
perilaku hidup bersih dan sehat.2
Pasien yang menderita skabies bu tuh penjelasan tahap demi tahap dalam
menggunakan terapi yang spesifik, dimana pada anggota keluarga yang tidak punya
keluhan dan tidak mengalami kontak langsung dengan penderita juga membutuhkan
pengobatan. Kemudian pasien perlu tahu bagaimana menjaga kebersihan
lingkungannya dan juga termasuk mengelola pakaian, selimut, handuk, lantai, matras,
tempat pakaian, dll.3

1.2 Tujuan Penulisan


 Melengkapi syarat Program Internship di Puskesmas Air Dingin Kota Padang,
Sumatera Barat tahun 2023
 Untuk memenuhi tugas Program Internship di Puskesmas Air Dingin Kota
Padang, Sumatera Barat tahun 2023

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes Scabiei var Hominis. Nama Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa
Yunani “sarx” yang berarti daging dan “koptein” yang berarti irisan/potongan, serta
dari bahasa Latin “scabere” yang berarti garukan. Penyakit ini dikenal juga dengan
nama the itch, gudik, atau gatal agogo. Skabies ditemukan di semua negara dengan
prevalensi yang bervariasi.4

2.2 Epidemiologi
Kejadian skabies sering di jumpai di daerah tropis terutama pada anak-anak dari
masyarakat yang tinggal di daerah dengan tingkat higiene, sanitasi dan ekonomi yang
relatif rendah.5 Skabies di Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit
tersering. Kasus skabies cepat menular dari anak-anak hingga dewasa pada zaman
penjajahan Jepang yang diakibatkan karena kesulitan penduduk untuk memperoleh
makanan, pakaian dan sarana pembersih tubuh. Perbandingan penderita skabies
lakilaki lebih besar dibandingkan dengan perempuan yakni 83,7% : 18,3%.6

2.3 Etiologi
Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai
akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei dan Sarcoptes scabiei varian
hominis. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei
termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super famili
Sarcoptes.4 Tungau ini khusus menyerang dan menjalani siklus hidupnya dalam
lapisan tanduk kulit manusia.
Secara morfologi tungau ini berukuran kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor dan
tidak bermata. Ukuran betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron,

3
sedangkan jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk
dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan yang berakhir dengan
penghisap kecildi bagian ujungnya sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki
kedua pada betina berakhir dengan rambut (satae), sedangkan yang jantan pasangan
kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.7

Gambar 2.1 Tungau skabies jantan dan betina

2.4 Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan penularan oleh tungau Sarcoptes Scabiei yang
terjadi karena kontak langsung maupun tidak langsung dengan penderita dan
menyebabkan infeksi dan sensitasi parasit. Keadaan tersebut menimbulkan lesi
primer pada tubuh. Lesi primer skabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur
dan hasil metabolisme. Pada saat menggali terowongan tungau mengeluarkan sekret
yang dapat melisiskan stratum korneum. Sekret dan ekskret menyebabkan sensitisasi
sehingga menimbulkan pruritus (gatal-gatal) dan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa
papul, vesikel, pustul dan kadang bula. Lesi tersier dapat juga terjadi berupa
ekskoriasi, eksematisasi dan pioderma. Tungau hanya terdapat pada lesi primer.
Tungau hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, yaitu jari tangan
pergelangan tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak depan, umbilicus,
gluteus, ekstremitas, dan area genital. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan
telapak kaki. Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih
abu-abu dengan panjang yang bervariasi, rata-rata 1 mm, berbentuk lurus atau

4
berkelok-kelok. Terowongan ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Di
ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan umumnya
sangat jarang ditemukan pada penderita yang datang pada stadium lanjut karena telah
terjadi infeksi sekunder.8

2.5 Cara Penularan


Skabies ditularkan melalui migrasi tungau betina yang telah dibuahi dari satu orang ke
orang lain yang dapat terjadi melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Kontak
langsung dapat terjadi melalui jabat tangan, tidur bersama, skin-to-skin attachment, dan
hubungan seksual. Kontak tidak langsung terjadi bila individu yang menderita skabies
bertukar benda dengan individu sehat, seperti handuk, pakaian, selimut, bantal dan sprei.8

Siklus hidup tungau ini adalah dimulai dari kopulasi (perkawinan) yang terjadi
diatas kulit lalu yang jantan akan mati atau masih dapat bertahan hidup beberapa hari

5
dalam terowongan yang di gali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum sambil meletakkan telur nya 2 atau 4
butir/hari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Telur akan menetas biasanya dalam
waktu 3-5 hari dan akan menjadi larva yang akan tinggal dalam terowongan tetapi
dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2
bentuk yaitu jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai
dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari tetapi ada juga
juga yang menyebutkan selama 8-17 hari. Tungau skabies ini umumnya hidup pada
suhu yang lembab dan pada suhu kamar 21°C dengan kelembaban relative 40-80%,
tungau masih dapat hidup di luar tubuh hospes selama 24-36 jam.8

2.6 Gambaran Klinis


Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal dibawah
ini :
a. Pruritus nokturnal yaitu gatal pada malam hari
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam keluarga,
biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam sebuah perkampungan
yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan
diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh
anggota keluarganya terkena.
c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau
vesikel (kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul polimorf
(gelembung leokosit).

d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat


ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

6
S.scabiei biasanya memilih lokasi epidermis yang tipis untuk menggali
terowongan misalnya di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, penis, areola
mammae, peri-umbilikalis, lipat payudara, pinggang, bokong bagian bawah
intergluteal, paha serta lipatan aksila anterior dan posterior.4

Gambar 2.2 Lesi Skabies di Pergelangan Tangan

Gambar 2.3 Lesi Skabies di Sela Jari

7
Gambar 2.4 Lesi Skabies di Telapak dan Jari Tangan

Gambar 2.5 Lesi Skabies di Bokong, Pangkal Paha Bagian Posterior Bilateral Asimetris

8
Gambar 2.6 Lesi Skabies di Penis dan Skrotum

2.7 Diagnosis
Penetapan diagnosa skabies dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gatal
terutama pada malam hari dan adanya anggota keluarga yang sakit seperti penderita.
Pemeriksaan fisik yang penting adalah dengan melihat bentuk tonjolan kulit yang gatal
dan area penyebarannya. Untuk memastikan diagnosa skabies adalah dengan pemeriksaan
mikroskop untuk melihat ada tidaknya Sarcoptes scabiei atau telurnya.
Pada pemeriksaan laboratorium, dapat dilakukan dengan pemeriksaan kerokan
kulit, tes tinta (Burrow ink test), dan video dermatoskopi. Kerokan kulit dilakukan
didaerah sekitar papula. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi
dengan KOH 10%, kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa dibawah
mikroskop. Diagnosis skabies positif apabila ditemukan tungau, nimfa,larva, telur
atau kotoran Sarcoptes scabiei. Tes tinta dilakukan dengan menggosok tinta
secukupnya pada kulit yang mencurigakan. Hal tersebut membuat terowongan terlihat
sebagai garis penuh tinta bergelombang yang terdapat di stratum korneum. Atau
dapat juga dilakukan Uji tetrasiklin dimana pada lesi dioleskan salep tetrasiklin
yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan
menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan
memberikan efluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli. Selain itu juga dapat

9
dilakukan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE (Hematoxylin-
Eosin ).4

2.8 Diagnosa Banding


Skabies juga dikenal sebagai the great immitator karena efloresensinya yang
dapat menyerupai penyakit kulit lain. Diagnosis banding skabies yaitu pioderma,
impetigo, dermatitis, dan pedikulosis korporis.
1. Pioderma
Pioderma merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Secara umum, pioderma dapat menimbulkan efloresensi yang mirip dengan
skabies, hanya saja, pada pioderma yang ditemukan hanya lesi makulopapular
yang dapat disertai dengan pustul tanpa ditemukan kanalikuli (terowongan) yang
hanya ada pada skabies.
2. Dermatitis Atopik
Pada dermatitis atopik, lesi yang muncul berupa makula eritematosa yang
dapat disertai dengan gatal, dengan area predileksi terutama pada pipi dan
ekstremitas. Namun, dermatitis atopik tidak menimbulkan kanalikuli yang khas
terdapat pada skabies. Selain itu, pada anamnesis perlu ditekankan adanya riwayat
atopi pada pasien, sementara hal itu tidak diperlukan pada penderita skabies.
3. Pedikulosis Korporis
Pedikulosis korporis juga merupakan penyakit kulit akibat infestasi parasit.
Pada pedikulosis, penemuan telur dan titik merah pada pakaian maupun pakaian
dalam akibat darah bekas gigitan tungau dapat menjadi ciri khas. Selain itu, lesi
berbentuk kanalikuli juga tidak didapatkan pada pedikulosis korporis.6

2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Penatalaksanaan Umum
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur
setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci
secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula dengan

10
anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak,
juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya
kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan maupun
perorangan dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus
diperhatikan:
1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
2) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang
akan dipakai harus disetrika.
3) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.9

2.9.2 Penatalaksanaan Khusus


a. Krim Permetrin (Elimete, Acticin)
Suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang efektif pada manusia
dengan toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian yang berlebihan
sekalipun.
Permetrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel melalui
ikatan dengan natrium sehingga menghambat repolarisasi dinding sel dan
akhirnya terjadi paralisis parasite. Obat ini ditoleransi dengan baik,
diserap minimal oleh kulit, tidak diabsorbsi sistemik, dimetabolisasi
dengan cepat, serta dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum.
Oleh karena itu, obat ini merupakan terapi pilihan lini pertama
rekomendasi CDC untuk terapi tungau tubuh.
Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan krim dengan kadar 1% untuk
terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau tubuh. Studi
menunjukkan penggunaan permetrin 1% untuk tungau daerah kepala
lebih baik dari lindane karena aman dan tidak diabsorbsi secara sistemik.

11
Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher
ke bawah dan dibilas setelah 8 sampai 14 jam . Bila diperlukan,
pengobatan dapat diulang setelah 5 sampai 7 hari kemudian. Efek
samping yang sering ditemukan adalah rasa terbakar, perih dan gatal,
sedangkan yang jarangnya adalah dermatitis kontak derajat ringan sampai
sedang.

b. Gamma Benzene Heksaklorida (lindane)

Lindane merupakan pilihan terapi lini kedua rekomendasi CDC.


Dalam beberapa studi memperlihatkan keefektifan yang sama dengan
permetrin studi lain menunjukkan lindane kurang unggul dibanding
permetrin. Lindane diserap masuk kemukosa paru paru, mukosa usus, dan
selaput lendir, kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
menyebabkan eksitasi, konfulsi, dan kematian tungau. Lindane
dimetabolisme dan diekskresikan melalui urine dan feses.

Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna. Sediaan obat ini biasanya sebanyak 60 mg. Pemakaian secara
tunggal dengan mengoleskan keseluruh tubuh dari leher kebawah selama
12 sampai 24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian
dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Dianjurkan
utnuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak
menggunakan konsentrasi lain selain 1%. Efek sampingnya adalah
toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi
walaupun jarang terjadi.

c. Presipitat Sulfur

Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% sampai 10%)
dan umumnya salep konsentrasi 6% dalam petrolatum lebih disukai. Cara

12
pengaplikasiannya dengan mengoleskan salep setelah mandi atau malam
hari keseluruh kulit tubuh selama 24 jam selama 3 hari berturut turut,
kemudian dibersihkan. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan
oleh anak anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam
konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pada obat ini adalah bau tidak enak,
meninggalkan noda yang berminyak, mewarnai pakaian, dan kadang
kadang menimbulkan iritasi.

d. Benzil Benzoate

Benzil benzoat bersifat neuro toksik pada tungau skabies, efektif


untuk semua stadium. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode
kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak anak, dosis dapat
dikurangi menjadi 12,5%. Efek sampingnya adalah menyebabkan
dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, sehingga penderita harus
diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan
berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Kontraindikasi obat ini
yaitu wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak anak kurang dari 2
tahun.

e. Krim Crotamiton (eurax)

Digunakan sebagai krim 10% atau lotion. Tinggkat keberhasilan


bervariasi antara 50% dan 70%. hasil terbaik telah diperoleh bila
diaplikasikan 2 kali sehari selama 5 hari berturut turut setelah mandi dan
mengganti pakaian dari leher ke bawah . Efek samping yang ditimbulkan
berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.

13
f. Ivermectin

Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh


streptomyces avermitilis, antiparasit yang strukturnya mirip antibiotik
makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui
aktif melawan ekto dan endo parasit. Diberikan secara oral, dosis tunggal,
200 ug/kgbb. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Ivermectin
merupakan pilihan terapi lini ke tiga rekomendasi CDC. Efek sampingnya
adalah kontak dermatitis dan nekrolisis epidermatoksik dan tidak boleh
pada wanita hamil dan menyusui.

g. Monosulfiram

Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus


ditambahkan 2 sampai 3 hari.

h. Malathion

Malathion 0,5% adalah insektisida organo fosfa dengan dasar air


digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.
Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi
memberikan efek samping yang buruk.9

2.10 Komplikasi

Infeksi sekunder pada pasien scabies merupakan akibat dari infeksi


dari bakteri atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik
yang ada. Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi
sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustule,
supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua
tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat
terhadap iritasi. Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus

14
terhadap topical atau antibiotic oral, tergantung tingkat piodermanya. Selain
itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada scabies
Norwegian, glomerulonefritris post streptococcus bisa terjadi karena
scabies-induced pyodermas yang disebabkan streptococcus pyogens. Ketika
gejala dan tanda masih menetap lebih dari 12 minggu terdapat beberapa
kemungkinan yang dapat dijelaskan diantaranya resistensi terapi, kegagalan
terapi, reinfeksi dari anggota keluarga lain atau teman sekamar, alergi obat,
atau perburukan gejala karena reaktifitas silang dengan antigen dari
penderita scabies lainnya.10

2.11 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi maka penyakit ini dapat
diberantas dan memberi prognosis baik. Jika tidak dirawat kondisi ini bisa menetap
untuk beberapa tahun. Oleh karena manusia merupakan penjamu (hospes) definitive,
maka jika tidak diobati dengan sempurna sarcoptes scabiei akan tetap hidup tumbuh
pada manusia. Pada individu yang imunokompeten jumlah tungau akan berkurang
seiringnya waktu.10

15
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : An. S

Umur : 14 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Aia Pacah

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal periksa : Selasa, 10 Januari 2023

3.2. Anamnesa
3.2.1 Keluhan Utama
Pasien datang ke poli dengan keluhan gatal-gatal dan timbul bercak-
bercak kemerahan pada semua sela-sela jari kedua tangan dan bagian perut
sejak 2 minggu yang lalu.

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan gatal-gatal dan timbul bercak-bercak kemerahan pada semua sela-
sela jari kedua tangan dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, awalnya gatal-gatal
dan bercak-bercak kemerahan hanya dirasakan pada sela-sela jari tangan
kanannya. Lalu menyebar ke sela-sela jari tangan kiri, dan sekarang menyebar
hingga ke punggung telapak tangan dan bagian perut. Keluhan gatal yang
dirasakan sangat menganggu saat malam hari sehingga mengganggu tidur
pasien.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

16
 Pasien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya

3.2.4 Riwayat Pengobatan


 Pasien belum pernah berobat karena keluhan ini sebelumnya

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien.

1.2.6 Riwayat Sosial dan Kebiasaan


 Pasien tinggal di asrama, dalam satu kamar terdapat 15 orang, posisi tempat
tidur berjejer.
 Pasien sering gonta-ganti handuk dengan temannya dan begitu juga selimut.
 Teman pasien juga ada yang memiliki sakit seperti ini.

3.3. Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalisata

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif

Kepala : Dalam batas normal

Leher : Dalam batas normal

Pemeriksaan Thoraks : Dalam batas normal

Pemeriksaan Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas : Pada status dermatologikus

Genitalia : Dalam batas normal

3.3.2 Status Dermatologikus

Lokasi : Regio sela-sela jari tangan kanan dan kiri,


punggung telapak tangan kanan dan kiri, perut

17
Distribusi : Terlokalisir
Bentuk dan susunan : Tidak khas
Batas : Tegas
Ukuran : Miliar - lentikuler
Efloresensi : Makula eritem, papul eritem, pustul, vesikel

Gambar 3.1Skabies pada sela jari tangan

Gambar 3.2 Skabies pada perut

3.3.3 Status Venereologikus

Kelainan selaput lendir : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : Tidak ditemukan kelainan

18
Kelenjar Limfa : Tidak ditemukan pembesaran KGB

3.4 Pemeriksaan Anjuran

Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% (tidak dilakukan)

3.5. Diagnosa Kerja


Skabies

3.6. Diagnosa Banding


 Pedikulosis Korporis
 Pioderma
 Dermatitis Atopik

3.7. Penatalaksanaan

a. Terapi Umum
 Menjaga kebersihan dan mandi secara teratur setiap hari.
 Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci
secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas
b. Terapi Khusus
 Sistemik : Cetirizin 10 mg 1x sehari
 Topikal : Permetrin 5 % dioleskan pada seluruh tubuh dan di bilas
setelah 8-14 jam,diulang setelah 5-7 hari kemudian

3.8.Prognosis
 Qua ad vitam : Bonam
 Qua ad kosmetikum : Bonam
 Qua ad sanationam : Bonam
 Qua ad functionam : Bonam

19
RESEP
PUSKESMAS AIR DINGIN
Ruangan Poliklinik : Kulit dan Kelamin
Dokter : Vani
Sip no : 0707/sip/2023
Padang, 10 Januari 2023

R/ Permetrin cream 5 % tube No. I


S.ue
R/ Cetirizine tab 10 mg No. X
S1 dd tab I

Pro : An. S
Umur : 14 Tahun
Alamat : Aia Pacah

20
BAB IV
KESIMPULAN

Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu kecil)
yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis yang dapat ditularkan melalui kontak
langsung maupun tidak langsung. Skabies dikenal sebagai penyakit “the greatest
immitator”, untuk itu diperlukan ananmesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang baik dalam menegakkan diagnosa skabies sehingga penderita dapat
diterapi dengan tepat dan cepat serta mengurangi risiko untuk menularkan penyakit
tersebut kepada orang lain. Terdapat 4 tanda kardinal yang dapat ditemukan pada
penderita skabies yaitu pruritus nocturnal, menyerang secara kelompok, adanya
terowongan ( kunikulus ) dan adanya tungau. Diagnosa skabies dapat ditegakkan
apabila ditemui 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Hengge UR, Currie BJ, Jäger G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a ubiquitous
neglected skin disease. Lancet Infect Dis. 2006;6:769-79.
2. Sutejo, I.R., Rosyidi, V.A., & Zaelany, A.I. 2017. Prevalensi, Karakteristik
dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Skabies di Pesantren
Nurul Qamain Kabupaten Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.5 No.1.
3. Azizah IN, Setiyowati W. Hubungan tingkat pengetahuan ibu pemulung
tentang personal hygiene dengan kejadian skabies pada balita di tempat
pembuangan akhir Kota Semarang. 2011;1(1).
4. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 5.
Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007.
5. Wardhana,A.H., Manurung, J., Iskandar,T. Skabies : Tantangan Penyakit
Zoonosis Masa Kini dan Masa Datang. Wartazoa 2006;16(1):40-52.
6. Aina RA, Ibrohim, Suarsini E. Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) dengan rimbulnya penyakit Skabies di Wilayah Kecamatan
Tlanakan Kabupaten Pamekasan. Universitas Negeri Malang. 2014.
7. Siregar., 2005. Atlas Berwarna Sarzipati Penyakit Kulit. Jakarta ; EGC.
8. Subchan., 2001. Skabies. Majalah Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin.Jakarta:Sari Pustaka.
9. Sudriman.T.2006.Scabies:Masalah Diagnosis dan Pengobatan.Majalah
Kesehatan Damianus.Vol.5,No.3.2006.Hal:177-190.
10. McCroskey.Scabies in emergency medicine treatment and
management.2010.www.medicine.madscape.

22

Anda mungkin juga menyukai