SKABIES
Oleh :
dr.Ivani Titania
Pembimbing :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini
dengan judul “Skabies” yang merupakan salah satu tugas Program Internship di
Puskesmas Air Dingin.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada
dr. Falenshia Wahyuni selaku pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus ini tepat waktu demi memenuhi tugas Program Internship di
Puskesmas Air Dingin.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna, karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk
penyempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
Latar Belakang............................................................................................. 1
Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
memperhatikan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan serta hunian yang padat
merupakan faktor terjadinya santri terkena penyakit scabies. Berdasarkan study
pendahuluan yang dilakukan peneliti di Pondok pesantren Nur Huda II Sambi
Boyolali melalui metode wawancara dan observasi pada 10 santri yang diambil secara
acak dari jumlah 250 santri dipondok pesantren Nur Huda II, didapatkan 40% atau 4
dari 10 santri yang terkena scabies. Sedangkan terdapat 60% atau 6 dari 10 santri
yang tidak terkena scabies, hal ini memiliki karakter yang berbeda diantaranya dari
perilaku hidup bersih dan sehat.2
Pasien yang menderita skabies bu tuh penjelasan tahap demi tahap dalam
menggunakan terapi yang spesifik, dimana pada anggota keluarga yang tidak punya
keluhan dan tidak mengalami kontak langsung dengan penderita juga membutuhkan
pengobatan. Kemudian pasien perlu tahu bagaimana menjaga kebersihan
lingkungannya dan juga termasuk mengelola pakaian, selimut, handuk, lantai, matras,
tempat pakaian, dll.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes Scabiei var Hominis. Nama Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa
Yunani “sarx” yang berarti daging dan “koptein” yang berarti irisan/potongan, serta
dari bahasa Latin “scabere” yang berarti garukan. Penyakit ini dikenal juga dengan
nama the itch, gudik, atau gatal agogo. Skabies ditemukan di semua negara dengan
prevalensi yang bervariasi.4
2.2 Epidemiologi
Kejadian skabies sering di jumpai di daerah tropis terutama pada anak-anak dari
masyarakat yang tinggal di daerah dengan tingkat higiene, sanitasi dan ekonomi yang
relatif rendah.5 Skabies di Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit
tersering. Kasus skabies cepat menular dari anak-anak hingga dewasa pada zaman
penjajahan Jepang yang diakibatkan karena kesulitan penduduk untuk memperoleh
makanan, pakaian dan sarana pembersih tubuh. Perbandingan penderita skabies
lakilaki lebih besar dibandingkan dengan perempuan yakni 83,7% : 18,3%.6
2.3 Etiologi
Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai
akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei dan Sarcoptes scabiei varian
hominis. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei
termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super famili
Sarcoptes.4 Tungau ini khusus menyerang dan menjalani siklus hidupnya dalam
lapisan tanduk kulit manusia.
Secara morfologi tungau ini berukuran kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor dan
tidak bermata. Ukuran betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron,
3
sedangkan jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk
dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan yang berakhir dengan
penghisap kecildi bagian ujungnya sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki
kedua pada betina berakhir dengan rambut (satae), sedangkan yang jantan pasangan
kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.7
2.4 Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan penularan oleh tungau Sarcoptes Scabiei yang
terjadi karena kontak langsung maupun tidak langsung dengan penderita dan
menyebabkan infeksi dan sensitasi parasit. Keadaan tersebut menimbulkan lesi
primer pada tubuh. Lesi primer skabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur
dan hasil metabolisme. Pada saat menggali terowongan tungau mengeluarkan sekret
yang dapat melisiskan stratum korneum. Sekret dan ekskret menyebabkan sensitisasi
sehingga menimbulkan pruritus (gatal-gatal) dan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa
papul, vesikel, pustul dan kadang bula. Lesi tersier dapat juga terjadi berupa
ekskoriasi, eksematisasi dan pioderma. Tungau hanya terdapat pada lesi primer.
Tungau hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, yaitu jari tangan
pergelangan tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak depan, umbilicus,
gluteus, ekstremitas, dan area genital. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan
telapak kaki. Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih
abu-abu dengan panjang yang bervariasi, rata-rata 1 mm, berbentuk lurus atau
4
berkelok-kelok. Terowongan ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Di
ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan umumnya
sangat jarang ditemukan pada penderita yang datang pada stadium lanjut karena telah
terjadi infeksi sekunder.8
Siklus hidup tungau ini adalah dimulai dari kopulasi (perkawinan) yang terjadi
diatas kulit lalu yang jantan akan mati atau masih dapat bertahan hidup beberapa hari
5
dalam terowongan yang di gali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum sambil meletakkan telur nya 2 atau 4
butir/hari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Telur akan menetas biasanya dalam
waktu 3-5 hari dan akan menjadi larva yang akan tinggal dalam terowongan tetapi
dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2
bentuk yaitu jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai
dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari tetapi ada juga
juga yang menyebutkan selama 8-17 hari. Tungau skabies ini umumnya hidup pada
suhu yang lembab dan pada suhu kamar 21°C dengan kelembaban relative 40-80%,
tungau masih dapat hidup di luar tubuh hospes selama 24-36 jam.8
6
S.scabiei biasanya memilih lokasi epidermis yang tipis untuk menggali
terowongan misalnya di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, penis, areola
mammae, peri-umbilikalis, lipat payudara, pinggang, bokong bagian bawah
intergluteal, paha serta lipatan aksila anterior dan posterior.4
7
Gambar 2.4 Lesi Skabies di Telapak dan Jari Tangan
Gambar 2.5 Lesi Skabies di Bokong, Pangkal Paha Bagian Posterior Bilateral Asimetris
8
Gambar 2.6 Lesi Skabies di Penis dan Skrotum
2.7 Diagnosis
Penetapan diagnosa skabies dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gatal
terutama pada malam hari dan adanya anggota keluarga yang sakit seperti penderita.
Pemeriksaan fisik yang penting adalah dengan melihat bentuk tonjolan kulit yang gatal
dan area penyebarannya. Untuk memastikan diagnosa skabies adalah dengan pemeriksaan
mikroskop untuk melihat ada tidaknya Sarcoptes scabiei atau telurnya.
Pada pemeriksaan laboratorium, dapat dilakukan dengan pemeriksaan kerokan
kulit, tes tinta (Burrow ink test), dan video dermatoskopi. Kerokan kulit dilakukan
didaerah sekitar papula. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi
dengan KOH 10%, kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa dibawah
mikroskop. Diagnosis skabies positif apabila ditemukan tungau, nimfa,larva, telur
atau kotoran Sarcoptes scabiei. Tes tinta dilakukan dengan menggosok tinta
secukupnya pada kulit yang mencurigakan. Hal tersebut membuat terowongan terlihat
sebagai garis penuh tinta bergelombang yang terdapat di stratum korneum. Atau
dapat juga dilakukan Uji tetrasiklin dimana pada lesi dioleskan salep tetrasiklin
yang akan masuk ke dalam kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan
menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan
memberikan efluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli. Selain itu juga dapat
9
dilakukan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE (Hematoxylin-
Eosin ).4
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Penatalaksanaan Umum
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur
setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci
secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula dengan
10
anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak,
juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya
kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan maupun
perorangan dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus
diperhatikan:
1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
2) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang
akan dipakai harus disetrika.
3) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.9
11
Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari leher
ke bawah dan dibilas setelah 8 sampai 14 jam . Bila diperlukan,
pengobatan dapat diulang setelah 5 sampai 7 hari kemudian. Efek
samping yang sering ditemukan adalah rasa terbakar, perih dan gatal,
sedangkan yang jarangnya adalah dermatitis kontak derajat ringan sampai
sedang.
Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna. Sediaan obat ini biasanya sebanyak 60 mg. Pemakaian secara
tunggal dengan mengoleskan keseluruh tubuh dari leher kebawah selama
12 sampai 24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian
dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Dianjurkan
utnuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak
menggunakan konsentrasi lain selain 1%. Efek sampingnya adalah
toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi
walaupun jarang terjadi.
c. Presipitat Sulfur
Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% sampai 10%)
dan umumnya salep konsentrasi 6% dalam petrolatum lebih disukai. Cara
12
pengaplikasiannya dengan mengoleskan salep setelah mandi atau malam
hari keseluruh kulit tubuh selama 24 jam selama 3 hari berturut turut,
kemudian dibersihkan. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan
oleh anak anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam
konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pada obat ini adalah bau tidak enak,
meninggalkan noda yang berminyak, mewarnai pakaian, dan kadang
kadang menimbulkan iritasi.
d. Benzil Benzoate
13
f. Ivermectin
g. Monosulfiram
h. Malathion
2.10 Komplikasi
14
terhadap topical atau antibiotic oral, tergantung tingkat piodermanya. Selain
itu, limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada scabies
Norwegian, glomerulonefritris post streptococcus bisa terjadi karena
scabies-induced pyodermas yang disebabkan streptococcus pyogens. Ketika
gejala dan tanda masih menetap lebih dari 12 minggu terdapat beberapa
kemungkinan yang dapat dijelaskan diantaranya resistensi terapi, kegagalan
terapi, reinfeksi dari anggota keluarga lain atau teman sekamar, alergi obat,
atau perburukan gejala karena reaktifitas silang dengan antigen dari
penderita scabies lainnya.10
2.11 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi maka penyakit ini dapat
diberantas dan memberi prognosis baik. Jika tidak dirawat kondisi ini bisa menetap
untuk beberapa tahun. Oleh karena manusia merupakan penjamu (hospes) definitive,
maka jika tidak diobati dengan sempurna sarcoptes scabiei akan tetap hidup tumbuh
pada manusia. Pada individu yang imunokompeten jumlah tungau akan berkurang
seiringnya waktu.10
15
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : An. S
Umur : 14 Tahun
Pekerjaan : Pelajar
3.2. Anamnesa
3.2.1 Keluhan Utama
Pasien datang ke poli dengan keluhan gatal-gatal dan timbul bercak-
bercak kemerahan pada semua sela-sela jari kedua tangan dan bagian perut
sejak 2 minggu yang lalu.
16
Pasien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya
17
Distribusi : Terlokalisir
Bentuk dan susunan : Tidak khas
Batas : Tegas
Ukuran : Miliar - lentikuler
Efloresensi : Makula eritem, papul eritem, pustul, vesikel
18
Kelenjar Limfa : Tidak ditemukan pembesaran KGB
3.7. Penatalaksanaan
a. Terapi Umum
Menjaga kebersihan dan mandi secara teratur setiap hari.
Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci
secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas
b. Terapi Khusus
Sistemik : Cetirizin 10 mg 1x sehari
Topikal : Permetrin 5 % dioleskan pada seluruh tubuh dan di bilas
setelah 8-14 jam,diulang setelah 5-7 hari kemudian
3.8.Prognosis
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad kosmetikum : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
19
RESEP
PUSKESMAS AIR DINGIN
Ruangan Poliklinik : Kulit dan Kelamin
Dokter : Vani
Sip no : 0707/sip/2023
Padang, 10 Januari 2023
Pro : An. S
Umur : 14 Tahun
Alamat : Aia Pacah
20
BAB IV
KESIMPULAN
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu kecil)
yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis yang dapat ditularkan melalui kontak
langsung maupun tidak langsung. Skabies dikenal sebagai penyakit “the greatest
immitator”, untuk itu diperlukan ananmesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang baik dalam menegakkan diagnosa skabies sehingga penderita dapat
diterapi dengan tepat dan cepat serta mengurangi risiko untuk menularkan penyakit
tersebut kepada orang lain. Terdapat 4 tanda kardinal yang dapat ditemukan pada
penderita skabies yaitu pruritus nocturnal, menyerang secara kelompok, adanya
terowongan ( kunikulus ) dan adanya tungau. Diagnosa skabies dapat ditegakkan
apabila ditemui 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Hengge UR, Currie BJ, Jäger G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a ubiquitous
neglected skin disease. Lancet Infect Dis. 2006;6:769-79.
2. Sutejo, I.R., Rosyidi, V.A., & Zaelany, A.I. 2017. Prevalensi, Karakteristik
dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Skabies di Pesantren
Nurul Qamain Kabupaten Jember. Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.5 No.1.
3. Azizah IN, Setiyowati W. Hubungan tingkat pengetahuan ibu pemulung
tentang personal hygiene dengan kejadian skabies pada balita di tempat
pembuangan akhir Kota Semarang. 2011;1(1).
4. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 5.
Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007.
5. Wardhana,A.H., Manurung, J., Iskandar,T. Skabies : Tantangan Penyakit
Zoonosis Masa Kini dan Masa Datang. Wartazoa 2006;16(1):40-52.
6. Aina RA, Ibrohim, Suarsini E. Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) dengan rimbulnya penyakit Skabies di Wilayah Kecamatan
Tlanakan Kabupaten Pamekasan. Universitas Negeri Malang. 2014.
7. Siregar., 2005. Atlas Berwarna Sarzipati Penyakit Kulit. Jakarta ; EGC.
8. Subchan., 2001. Skabies. Majalah Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin.Jakarta:Sari Pustaka.
9. Sudriman.T.2006.Scabies:Masalah Diagnosis dan Pengobatan.Majalah
Kesehatan Damianus.Vol.5,No.3.2006.Hal:177-190.
10. McCroskey.Scabies in emergency medicine treatment and
management.2010.www.medicine.madscape.
22