Oleh :
Pembimbing :
dr. Grace Panghadean, M.Kes
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1 Definisi...........................................................................................................3
2.2 Epidemiologi..................................................................................................3
2.3 Etiologi...........................................................................................................5
2.5 Patogenesis.....................................................................................................7
2.7 Diagnosis........................................................................................................9
2.8 Penatalaksanaan............................................................................................11
2.9 Pencegahan...................................................................................................14
2.10 Prognosis....................................................................................................14
BAB III..................................................................................................................15
KESIMPULAN......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
i
BAB I
PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes
scabiei var. hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida,
ordo Acarina, famili Sarcoptidae. Skabies dapat menjangkiti semua orang pada semua
umur, ras, dan tingkat ekonomi sosial. Sekitar 300 juta kasus skabies di seluruh dunia
dilaporkan setiap tahunnya. Menurut Depkes RI, berdasarkan data dari puskesmas
seluruh Indonesia pada tahun 2008, angka kejadian skabies adalah 5,6%-12,95%. Skabies
di Indonesia menduduki urutan ke tiga dari dua belas penyakit kulit tersering. Skabies
rendah. Akan tetapi, penyakit ini dapat menjadi kronis dan berat serta menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. Lesi pada skabies menimbulkan rasa tidak nyaman karena
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan sosial
ekonomi yang rendah, kebersihan yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya
penduduk dan ekologi. Keadaan tersebut memudahkan transmisi dan infestasi Sarcoptes
scabiei. Oleh karena itu, prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di
lingkungan dengan kepadatan penghuni dan kontak interpersonal yang tinggi seperti
asrama, panti asuhan, dan penjara. Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh
subyektif dan obyektif yang dikenal dengan 4 tanda utama atau tanda kardinal pada
1
infestasi skabies. Tanda tersebut antara lain adalah pruritus nokturna, menyerang
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, dapat mengenai semua
golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes
scabiei. Kata skabies sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu scabere yang berarti
menggaruk. Sedangkan nama Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa Yunani yaitu sarx
(daging) dan koptein (menancap dan memotong). Secara harfiah skabies berarti gatal
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitas terhadap
tungau sarcoptes skabies varietas hominis. Di Indonesia skabies lebih dikenal dengan
nama gudik, kudis, buduk, kerak, dan gatal agago. Skabies adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei varian hominis, yang penularannya terjadi
2.2 Epidemiologi
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat
mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit ini banyak dijumpai
pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur. Insiden untuk
pria dan wanita sama. Skabies dapat menjangkiti semua orang pada semua umur, ras,
dan tingkat ekonomi sosial. Sekitar 300 juta kasus skabies di seluruh dunia dilaporkan
setiap tahunnya. Menurut Depkes RI, berdasarkan data dari puskesmas seluruh
Indonesia pada tahun 2008, angka kejadian skabies adalah 5,6%-12,95%. Skabies di
Indonesia menduduki urutan ke tiga dari dua belas penyakit kulit tersering
3
Skabies juga merupakan salah satu penyakit kulit yang terabaikan di beberapa
negara seperti Papua New Guinea, Fiji, Australia, New Zealand, Melanesia,
Polynesium dan Micronesia di Pasifik. Pada negara Afrika seperti Ethiopia dan
masyarakat penyakit ini tidak mengancam jiwa. Penyakit skabies sering diabaikan
oleh individu yang terkena dampaknya dan tidak memotivasi individu tersebut untuk
Di daerah tropis dan subtropis, seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah dan Selatan,
Kepulauan Karibia, India dan Asia Tenggara termasuk Indonesia merupakan daerah
endemik skabies. Faktor kontribusi utama dalam kejadian skabies adalah kemiskinan
dan kepadatan penduduk. Oleh karena itu, kelompok ini lebih rentan terkena skabies.
mencerminkan peran mendasar dari kontak fisik dalam penularan dari orang ke orang.
individu yang memiliki status gizi rendah memiliki faktor risiko lebih besar terkena
skabies. Insiden skabies di negara berkembang sampai saat ini menunjukkan siklus
fluktuasi yang belum dapat dijelaskan, interval antara akhir dari suatu endemik dan
permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Transmisi skabies sering
terjadi ketika individu-individu tidur bersama di satu tempat tidur yang sama, hal ini
sering terjadi pada tempat seperti sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama
dan pemondokan, pondok pesantren dan fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh
4
Di salah satu negara Eropa, khususnya negara Jerman terjadi peningkatan insidensi
skabies yang diakibatkan kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama.
Faktor lainnya yakni fasilitas umum yang dipakai secara bersama- sama di lingkungan
padat penduduk. Penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara
penderita skabies dengan orang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa skabies
dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat utama.
2.3 Etiologi
Sarcoptes scabiei tergolong filum artropoda, kelas araknida, ordo akarina, famili
ditransmisikan secara kontak langsung, sedangkan jenis lain yakni Sarcoptes scabiei
var mange ditransmisikan ke manusia melalui kontak dengan berbagai hewan liar,
hewan yang didomestikasi, dan hewan ternak. Sarcoptes scabiei merupakan tungau
kecil yang berbentuk bulat dan lonjong dan bagian ventral yang datar, parasit betina
setelah dibuahi akan mencari lokasi yang tepat pada permukaan kulit untuk bertelur
Secara morfologi merupakan tungau berukuran kecil yang berbentuk oval, bagian
perutnya rata dan punggungnya cembung.Tungau ini bewarna putih kotor, tidak
bermata dan translusen. Dari segi ukuran, ukuran tungau betina berkisar 330-450
mikron x 230- 350 mikron, sedangkan tungau jantan lebih kecil, yakni berkisar 200-
240 mikron x 150- 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang
kaki depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir
pada rambut, sedangkan pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan
keempat berakhir dengan alat perekat. Selama ini terdapat 15 varietas atau strain
pendekatan biomolekuler. Skabies juga menginfestasi hewan lain seperti sapi, babi,
5
kambing, kelinci dan kuda. Secara morofologi, skabies yang ditemukan pada hewan
tampak serupa, namun memiliki perbedaan secara biologis terdiri dari varian berbeda.
Setiap hewan memiliki spesies skabies yang berbeda strain dan tidak akan mampu
bertahan hidup apabila berganti tuan rumah. Seperti contoh skabies pada kambing
dapat menyerang manusia, akan tetapi tidak akan bertahan hidup lebih lama pada kulit
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, namun terkadang jantan dapat bertahan
hidup beberapa saat di dalam terowongan yang digali oleh betina. Sarcoptes scabiei
betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan
kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari
sampai mencapai 40 atau 50 butir. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup
sebulan lamanya. Telurnya akan menetas dalam waktu 3-5 hari, dan akan menjadi
larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini biasanya akan hidup dalam
terowongan yang digali oleh induknya. Selanjutnya larva tersebut akan berubah
menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk yakni jantan dan betina dengan 4 pasang
kaki. Seluruh siklus hidup dari Sarcoptes scabiei berkisar 8-12 hari mulai dari telur
6
2.4 Cara Penularan
Sarcoptes scabiei mudah menular karena kontak kulit yang sering terjadi,
terutama bila tinggal di tempat tinggal yang sama. Penularan terjadi akibat kontak
langsung dengan kulit pasien atau tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi
tungau. Skabies dapat mewabah pada daerah padat penduduk seperti daerah kumuh,
Penyebab skabies antara lain disebabkan oleh rendahnya faktor sosial ekonomi,
kebersihan yang buruk seperti mandi, pemakaian handuk, mengganti pakaian dan
seperti di asrama, panti asuhan, penjara, pondok pesantren yang kurang terjaga
penyakit skabies antara lain turunnya imunitas tubuh akibat HIV, sosial ekonomi yang
2.5 Patogenesis
Tungau skabies yang biasanya menyerang manusia adalah tungau betina yang
telah dibuahi. Tungau yang telah dibuahi biasanya akan membentuk lubang–lubang
fertilisasi, tungau betina akan menuju stratum korneum untuk membuat terowongan.
Selama di stratum korneum, tungau betina ini akan bertahan hidup dengan cara
menghisap cairan yang keluar dari sel-sel kulit untuk kemudian meletakkan telurnya.
Dalam waktu 2-3 hari telur-telur tersebut akan menetas di dalam stratum korneum.
Telur yang sudah menetas akan berbentuk larva yang mempunyai 3 pasang kaki, larva
ini dapat tinggal di terowongan, tetapi juga dapat keluar, dengan cara melubangi atap
7
dimana mereka berubah menjadi nimfa. Selanjutnya akan berubah menjadi bentuk
dewasa setelah 7-10 hari kemudian. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai
bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Tungau betina dapat bertahan
hidup selama 2-3 minggu pada terowongan yang dibentuk pada kulit. Terowongan
yang dibentuk dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum granulosum.
Kelainan kulit yang ditimbulkan tidak hanya berasal dari tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat intervensi yang diberikan yakni garukan. Gatal yang
timbul merupakan proses sensitisasi terhadap sekreta dan eksekreta tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan sebelum infestasi. Pada saat itu terbentuklah
ruam primer pada kulit dengan ditemukannya papul, vesikel, urtikari, eritema, dan
lain-lain. Rasa gatal yang akan menimbulkan keinginan untuk menggaruk lokasi yang
terinfeksi, sehingga akan menimbulkan ruam sekunder pada kulit yakni erosi,
kulitnya. Lesi primer yang terbentuk akibat infeksi skabies pada umumnya berupa
terowongan yang berisi tungau, telur, dan hasil metabolisme. Terowongan berwarna
putih abu-abu, tipis dan kecil seperti benang dengan struktur linear atau berkelok-
kelok kurang lebih 1-10 mm yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam
stratum korneum. Di ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil.
Terowongan dapat ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Ketika menggali
Sekret dan eksret tersebut akan menyebabkan sensitisasi sehingga menimbulkan lesi
sekunder. Lesi sekunder berupa papul, vesikel, pustul, dan terkadang bula. Selain itu
8
dapat pula terbentuk lesi tersier berupa ekskoriasi, eksematisasi, dan pioderma.
Meskipun dapat terbentuk lesi sekunder dan tersier, namun tungau hanya dapat
ditemukan pada lesi primer. Lesi primer pada skabies sangat menular melalui jatuhnya
krusta yang berisi tungau. Krusta tersebut menyediakan makanan dan perlindungan
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi sarcoptes scabiei sangat
bervariasi. Dikenal 4 tanda utama atau tanda kardinal pada infestasi skabies yaitu,
(kunikulus), dan ditemukan parasit Sarcoptes scabiei. Pruritus nokturna adalah rasa
gatal yang terasa lebih hebat pada malam hari karena meningkatnya aktivitas tungau
akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali
mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah. Pada infeksi inisial, gatal timbul
setelah 3 sampai 4 minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya dalam
waktu beberapa jam. Studi lain menunjukkan pada infestasi rekuren, gejala dapat
timbul dalam 4-6 hari karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.
2.7 Diagnosis
Diagnosis skabies ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Apabila ditemukan dua dari empat tanda kardinal skabies, maka diagnosis sudah dapat
terlihat sulit, karena sering dikaburkan oleh eksim atau impetigo atau atipikal.
Kelainan kulit dapat disertai papula, vesikula, urtika, dan lain-lain. Garukan tangan
yaitu :
9
a. KOH 10%
Berdasarkan identifikasi tungau, telur, atau pellet kotoran tungau dari kerokan
kulit (misalnya, dari papula scabietic atau dari bawah kuku) atau dengan
deteksi tungau pada ujung liang. Setelah lesi ditetesi satu atau dua tetes minyak
pemeriksaan ini memiliki spesifisitas yang cukup baik namun sensivitas rendah
untuk skabies biasa, hal ini berhubungan dengan kuantitas tungau yang
jumlah sampel dan kerokan yang dilakukan secara berulang. Dalam beberapa
ditemukan kesulitan dalam membedakan tungau aktif, reaksi kulit sisa, dan
reinfestation.
b. Dermatoscopy
contrail” pada pola kulit yang mewakili tungau dan liang. Namun pemeriksaan
ini memiliki beberapa kesulitan apabila dilakukan pada bayi dan juga
dalam sampel. Oleh karena itu, pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan
10
biasanya dilakukan bersama deteksi assay enzyme-linked immunosorbent PCR,
d. Swab kulit
lalu dilekatkan selotip pada kulit yang sudah dibersihkan dan dengan cepat
dengan mikroskop.
Pemeriksaan ini menggunakan tinta cina, papul skabies akan dilapisi dengan
tinta cina dengan menggunakan pena dan dibiarkan selama 20-30 menit
masuk ke dalam terowongan dan membentuk garis khas yakni zig zag.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan skabies dilakukan kepada penderita dan seluruh anggota
keluarga atau orang yang dekat dengan penderita meskipun tidak menimbulkan gejala.
Syarat obat yang ideal harus efektif terhadap semua stadium tungau, harus tidak
menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau, serta tidak mewarnai atau merusak
pakaian, dan mudah diperoleh serta murah. Penatalaksanaan umum meliputi edukasi
(b) Pengobatan skabisid topikal yang dioleskan di seluruh kulit, kecuali wajah,
11
(d) Ganti pakaian, handuk, sprei yang digunakan, dan selalu cuci dengan teratur,
bila perlu direndam dengan air panas, karena tungau akan mati pada suhu
130ºC;
serumah;
(f) Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan skabisid dan tidak
krim 5%, Krotamiton losio 10% dan Krotamiton krim 10%, Sulfur presipitatum 5%-
10%, Benzyl Benzoat Losio 25%, Gamma benzene hexachloride 1% krim (Lindane
losio 1%), dan Ivermektin merupakan regimen untuk pengobatan tungau yang hanya
Permetrin krim 5% telah disetujui oleh United States Food and Drug
Administration (FDA). Aman dan efektif bila digunakan pada anak-anak berusia 2
bulan atau lebih, dan merupakan obat pilihan untuk pengobatan skabies. Permetrin
dapat membunuh tungau dan telur. Aplikasinya hanya sekali dan dihapus setelah 10
jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Krotamiton losio 10% dan
Krotamiton krim 10% telah disetujui FDA untuk pengobatan skabies pada orang
dewasa. Aman bila digunakan dengan pengarahan, yaitu harus dijauhkan dari mata,
mulut, dan uretra. Obat ini memiliki dua efek, yaitu sebagai antiskabies dan antigatal.
12
Sulfur presipitatum 5%-10% digunakan untuk mengobati skabies pada anak-anak dan
orang dewasa. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur sehingga penggunaanya
tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian,
kadang-kadang menyebabkan iritasi. Telah terbukti dapat mengobati anak usia kurang
dari 2 bulan. Benzyl Benzoat losio 25% efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan
kadangkadang menyebabkan rasa makin gatal dan panas setelah dipakai. Gamma
Meskipun telah disetujui penggunaannya oleh FDA untuk pengobtan skabies, lindane
tidak dianjurkan sebagai terapi lini pertama. Penggunaan yang berlebihan atau secara
tidak sengaja menelan lindane dapat menjadi racun bagi otak dan bagian-bagian lain
dari system saraf. Penggunaan lindane harus terbatas pada pasien yang mengalami
gagal pengobatan dengan obat lain yang memiliki efek lebih sedikit atau tidak mampu
mentoleransi obat tersebut. Lindane tidak boleh digunakan pada bayi yang premature,
orang dengan gangguan kejang, ibu hamil atau menyusui, iritasi kulit, serta bayi, anak-
anak, dan orang dewasa yang beratnya kurang dari 110 pon. Ivermektin merupakan
agen antiparasit oral yang yang digunakan untuk infeksi cacing. Bukti menunjukkan
bahwa ivermektin oral dapat menjadi pengobatan yang aman dan efektif untuk
skabies. Tapi, ivermektin tidak termasuk obat yang disetujui FDA. Ivermektin oral
digunakan untuk pasien yang mengalami gagal pengobatan atau tidak dapat
mentoleransi obat topikal. Dosis yang digunakan untuk skabies klasik adalah 2 dosis
terpisah.
13
2.9 Pencegahan
Pencegahan skabies dilakukan dengan cara melakukan edukasi pada pasien tentang
menjaga higiene pribadi, dan tata cara penggunaan obat. Selain itu, pencegahan
skabies dilakukan dengan cara memutus transmisi penularan dengan cara pengobatan
yang dilakukan harus pada orang serumah dan orang disekitar pasien yang
berhubungan erat. Dan selama pengobatan harus dijelaskan pemakaian obat pada
pasien bahwa krim harus dioleskan ke seluruh tubuh dan dibiarkan selama 12 jam.
Pencegahan skabies juga dapat dilakukan dengan cara membersihkan media yang
dapat menjadi transmisi tidak langsung seperti pakaian, seprai, handuk, dan lain-lain
harus dicuci menggunakan air panas diatas 60ºC, kasur, bantal dan guling harus
dijemur paling sedikit 2 kali seminggu dan memperhatikan ventilasi rumah agar
2.10 Prognosis
Prognosis sangat baik bila dilakukan tatalaksana dengan tepat
14
BAB III
KESIMPULAN
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes sacbiei var. hominis. Siklus hidup skabies memiliki beberapa fase, yaitu telur,
larva, nimfa, dan dewasa. Sarcoptes scabiei bertahan hidup dengan membuat lesi berupa
terowongan di lapisan stratum korneum kulit manusia yang berisi telur, tungau, dan hasil
metabolisme. Lesi tersebut sangat menular melalui kontak langsung kulit ke kulit maupun
kontak tidak langsung. Skabies dapat menginfestasi siapa saja, namun beberapa
kelompok yang memiliki kerentanan dan lebih berisiko untuk terinfeksi adalah anak-
anak/usia muda, dewasa muda yang aktif secara seksual, penghuni rumah jompo, fasilitas
kesehatan jangka panjang, sekolah berasrama, dan tempat huni lain yang ramai dengan
kebersihan rendah, sistem kekebaan tubuh yang rendah, pendapatan keluarga yang
rendah, kebersihan yang buruk seperti berbagi pakaian dan handuk serta frekuensi mandi
yang jarang. Terdapat empat tanda kardinal dari infeksi oleh Sarcoptes scabiei, yaitu
terinfeksi dan orang-orang yang dekat dengan penderita maupun melakuan kontak
langsung dengan penderita. Pengulangan terapi dapat dilakukan bila tanda dan gejala
menetap. Pilihan obat untuk skabies adalah Permethrin krim 5%, Krotamiton losio atau
krim 10%, Sulfur presipitatum 5%-10%, Benzyl Benzoate 25%, Lindane losio 1 %, dan
Ivermektin oral.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, dan Sungkar S. Parasitologi kedokteran edisi
keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
2. Audhah NA, Umniyati SR, dan Siswati AS. Scabies risk factor on students of islamic
boarding school (study at darul hijrah islamic boarding school, cindai alus village,
martapura subdistrict, banjar district, south kalimantan). J Buski. 2012;1(4):14- 22.
3. Aminah P, Sibero HT, dan Ratna MG. Hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian
skabies. J Majority. 2015;5(4):54- 59.
5. Stephen J dan Gilmore. Control strategies for endemic childhood scabies. PloS ONE
[internet]. 2011 [diakses pada 30 November 2015]; 6(1):e15990. Tersedia
dari:http://journals.plos.org/plosone/artic le?id=10.1371/journal.pone.001599. Firza
Syailindra dan Hanna Mutiara l Skabies Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |42
6. Ronny PH. Skabies. Dalam: Adhi D, Mochtar H, Siti A, Editor. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. hlm. 122-125.
7. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi I. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
9. Currie BJ dan McCarthy JS. Permethrin and ivermectin for scabies. N Egl J Med.
2010;362(8):717-725.
16
11. Centers for Disease Control Prevention; 2010 [diakses tanggal 29 oktober 2015].
Tersedia dari: http://www.cdc.gov/parasites/scabies/ep i.html.
12. American Academy of Dermatology 1938; 2015 [diakses tanggal 30 Oktober 2015].
Tersedia dari: https://www.aad.org/dermatology-a-toz/diseases-and-treatments/q---
t/scabies/who-gets-causes
17