Oleh :
Kezia A Rumsowek
Pembimbing :
dr.Josef Wattimury, Sp.OG
setiap persalinan pervaginam. Menurut WHO, hampir 90% persalinan pervaginam mengalami robekan perineum,
● Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ruptur perineum dengan kualitas hidup ibu pasca persalinan
● Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara ruptur perineum dengan kualitas hidup wanita pasca persalinan
pervaginam
• Kualitas hidup diukur melalui wawancara dengan kuesioner PFDI-20 dan ruptur perineum
dikelompokkan dari data rekam medis. Analisis data menggunakan uji chi-square.
Hasil
● Terdapat 96 responden yang terdiri dari 48 responden dengan persalinan pervaginam dengan ruptur
perineum dan 48 responden tanpa robekan perineum yang memenuhi kriteria inklusi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ruptur perineum dengan kualitas hidup ibu pasca
persalinan pervaginam.
Hasil
Hasil
● Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa responden yang mengalami gangguan kualitas hidup berdasarkan
skor PFDI-20 lebih tinggi pada responden dengan ruptur perineum pasca persalinan pervaginam, 46
responden (95,8%) dibandingkan yang tidak mengalami ruptur yaitu 22 ( 45,8%). Secara statistik terdapat
hubungan yang signifikan antara robekan perineum dengan kualitas hidup wanita pasca persalinan
pervaginam (p<0,05)
Diskusi
Distribusi Frekuensi Ruptur Perineum pada Persalinan Pervaginam :
● Pada kelompok subjek dengan ruptur perineum, usia termuda adalah 18 tahun dan tertua adalah 42 tahun.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Waldernstrom bahwa pada primipara risiko tertinggi
terjadinya ruptur perineum adalah pada usia 25- kelompok usia 29 tahun, sedangkan pada multipara usia 30-
34 tahun, risiko ruptur primipara tertinggi pada kelompok usia > 35 tahun.
● Untuk multipara berusia 30-34 tahun, derajat ruptur perineum pada persalinan pervaginam adalah
50% tanpa ruptur, dengan ruptur grade 1 (19,8%) dan grade 2 (30,2%). Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nuring Pangastuti bahwa derajat ruptur perineum tertinggi adalah ruptur grade 2,
● Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa penurunan kualitas hidup berbanding lurus dengan derajat ruptur,
namun hal ini tidak menutup kemungkinan terjadi penurunan kualitas hidup pada persalinan pervaginam tanpa
ruptur perineum. Persalinan tanpa ruptur perineum adalah fungsi fisik, peran fisik, nyeri tubuh, kesehatan umum,
menurun dari waktu ke waktu. Beberapa variabel pada <1 tahun pascapersalinan, misalnya, "peran
emosional", dinilai baik, tetapi kemudian skor menurun secara signifikan dalam 1-3 tahun, kemudian
meningkat setelah tiga tahun pascapersalinan, sedangkan variabel "vitalitas" hampir tidak berubah.
● Ini konsisten dengan penelitian ini yang menunjukkan bahwa vitalitas dan status emosional pasien ruptur
perineum tidak terlalu banyak berubah meskipun kualitas hidup mengalami penurunan, sesuai dengan
mengalami penurunan skor dari waktu ke waktu, tetapi ada variabel yang mengalami penurunan skor
yang signifikan yaitu variabel kesehatan umum, peran emosional, dan kesehatan mental, misalnya, "peran
fisik", mengalami penurunan skor pada tahun ke-3 pascapersalinan. Secara keseluruhan, mereka
menunjukkan penurunan kualitas hidup pada periode 1-3 tahun postpartum dibandingkan dengan tahun
pertama postpartum..
● Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah masalah dalam kehamilan juga memiliki peran
dalam menurunkan kualitas hidup wanita yang mengalami ruptur perineum sebagai kelanjutan dari
penelitian ini. Juan juga menyimpulkan bahwa ruptur perineum derajat ketiga/keempat dan episiotomi
menyebabkan kualitas hidup pascakelahiran yang lebih buruk, sementara yang lain tidak menemukan
hubungan tersebut
Hubungan Antara Ruptur Perineum dan Kualitas Hidup Wanita Pasca Persalinan Vagina
● Dalam penelitian ini, wanita dengan ruptur perineum setelah persalinan pervaginam adalah 46 (95,8%)
dibandingkan dengan 22 (45,8%). Secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara ruptur perineum
dengan kualitas hidup wanita pasca persalinan pervaginam (p < 0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Fazari pada tahun 2020 bahwa terjadi penurunan kualitas hidup pada pasien nifas dengan ruptur
derajat satu dan dua biasanya sembuh dengan lancar. Namun, pada derajat ketiga dan keempat yang lebih luas,
ada kemungkinan cacat sisa yang dapat berdampak signifikan pada kualitas hidup wanita.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1) Distribusi frekuensi ruptur perineum pada persalinan pervaginam didapatkan bahwa ruptur perineum grade 2
paling sering terjadi.
2) Kualitas hidup wanita setelah persalinan pervaginam sebagian besar terganggu.
3) Penurunan kualitas hidup wanita pasca persalinan pervaginam berbanding lurus dengan derajat ruptur
perineum.
4) Ada hubungan yang signifikan antara ruptur perineum dengan kualitas hidup wanita pasca persalinan
pervaginam di RS Jaringan Program Residensi Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
03 04 05
Thanks