Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEBIDANAN PREMENOPAUSE PADA NY ’’K’’

UMUR 48 TAHUN DENGAN OLIGOMENOREA

DI PUSKESMAS GEMOLONG

Oleh :

Ratni Lara Dini Zuhdi

161212029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

TAHUN 2021/2022

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Premenopause adalah proses alamiah kehidupan seorang
perumpuan. Selain gangguan siklus haid memang menimbulkan gejala-
gejala dan keluhan disertai perubahan secara fisik dan psikis. Gejala yang
timbul dari tiga komponen utama yaitu, menurunnya kegiatan ovarium
yang diikuti dengan defisiensi hormonal terutama esterogen, yang
memunculkan berbagai gejala dan tanda menjelang, selama serta
menopause. Faktor-faktor sosial-budaya yang ditentukan oleh lingkungan
perempuan, faktor-faktor psikologis yang tergantung dari struktur karakter
perempuan.
Premenopase adalah masa dimana tubuh mulai bertransisi menuju
menopause. Masa ini biasa terjadi selama 2-8 tahun,dan ditambah 1 tahun
di akhir menuju menopause. Masa premenopase biasanya terjadi pada
usia di atas 40 tahun,tetapi banyak juga yang mengalami perubahan
ini saat usia masih dipertengahan 30 tahun (Lisnani,2010).
Perubahan fisik yang terasa dan menibulkan rasa tidak nyaman
adalah adanya semburan panas (hot flushes) dari dada ke atas yang sering
terjadi disusul dengan keringat banyak. Perbahan dan keluhan lain
yang dirasakan lagi seperti berdebar-debar (palpitis),vertigo,migraine,
nafsu seks (libido) menurun, gelisah, lekas marah, depresi, susah tidur
(insomnia), rasa kekurangan, rasa kesunyian, ketakutan keganasan,
tidak sabaran, rasa lelah, keropos tulang, nyeri tulang belakang, dan lain-
lain.
Menurut data dari WHO (2012) (World Health Organization),
setiap tahunnya sekitar 25 wanita diseluruh dunia diperkirakan
mengalami menopause. sekitar 467 juta wanita berusia 50 tahun keatas
menghabiska hidupnya dalam keadaan pasca menopause, dan 40 % dari
wanita pasca menopause tersebut tinggal dinegara berkembang dengan
usia rata-rata mengalami menopause pada usia 51 tahun. Menurt
WHO,di asia pada tahun 2025 jumlah wanita menopause akan melunjak
dari 107 juta jiwa. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2012 mengenai premenopause terdapat 4,3 juta seluruh jumlah
penduduk Indonesia yang sebesar 240 -250 juta pada tahun 2012. Dalam
kategori wanita tersebut (USIA dari 46-49 tahun) 18 % wanita Indonesia
telah mengalami premenopause dengan segala akibat serta dampak yang
menyertainya (Depkes RI, 2012).
Menurut Gibbs dan Kartan (2008), Kesehatan reproduksi adalah
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari
penyakit dan kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, fungsi, serta prosesnya. Salah satu proses dalam sistem
reproduksi adalah menstruasi (Pradyptasari dkk, 2013).
Menstruasi sebenarnya merupakan gejala biologis yang dialami
progresif, dan positif sebagai tanda biologis kematangan seksuai.
Sehingga peristiwa itu sebaiknya diterima dengan sikap wajar. Namun
bila peristiwa menstruasi menimbulkan kejut (scok) yang sangat hebat
disertai dengan iritasi (rangsangan yang menggagu), biasanya akan
merasa sakit, disertai dengan mual-mual, cepat lelah, dan berbagai emosi
depresif (Proverawati dan Siti, 2009)
Laporan menunjukkan bahwa hanya (10%) dari perempuan
mengalami kehilangan darah yang cukup parah menyebabkan anemia
(Handayani, 2014). Menurut RISKESDAS tahun 2012 presentasi
gangguan reproduksi sebanyak (10%) mengalami haid tidak teratur.
Dalam penelitian Pradyptasari (2012) yang mengalami polimenorhea
adalah (6,8%), oligomenorhea adalah (8,4%), menoragia adalah (2,5%)
dan hipomenorhea adalah (12,4%).

Komplikasi lain akibat menstruasi adalah timbulnya menstruasi


pengganti. Gejala yang dapat dialami berupa timbulnya perdarahan pada
waktu-waktu tertentu. Banyak penyebab kenapa siklus menstruasi menjadi
panjang dan sebaliknya, pendek. Namun, penanganan kasus dengan siklus
menstruasi yang tidak normal, tak berdasarkan kepada panjang dan
pendeknya sebuah siklus menstruasi, melainkan berdasarkan kelainan yang
dijumpai. Penanganan yang dilakukan berdasarkan penyebabnya
(Proverawati dan Siti, 2009).
Ganguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat
digolongkan dalam kelainan banyaknya darah dan lamanya perdarahan
pada haid (hipermenorea, menoragia dan hipomenorea), kelainan siklus
(polimenorea, oligomenorea, anemone), perdarahan di luar haid
metroragia, gangguan lain yang ada hubungan dengan haid (Proverawati
dan Siti, 2009).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis
merumuskan masalah “Asuhan Kebidanan Premenopause Pada Ny “K”
Umur 48 Tahun Dengan Oligomenorea di Puskesmas Gemolong”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Kebidanan Premenopause Pada Ny “K” Umur 48
Tahun Dengan Oligomenorea di Puskesmas Gemolong
2. Tujuan Khusus

a. Dilakukanya pengkajian data subjektif Pada Ny “K” Umur 48


Tahun Dengan Oligomenorea di Puskesmas Gemolong

b. Dilakukanya pengkajian data objektif Pada Ny “K” Umur 48


Tahun Dengan Oligomenorea di Puskesmas Gemolong
c. Dilakukanya diagnosis Pada Ny “K” Umur 48 Tahun Dengan
Oligomenorea di Puskesmas Gemolong
d. Dapat melakukan asuhan kebidanan Pada Ny “K” Umur 48
Tahun Dengan Oligomenorea di Puskesmas Gemolong

D. Manfaat Penulisan
a. Manfaat Bagi Puskesmas Gemolong
Sebagai bahan masukan dalam memberikan asuhan kebidanan
Premenopause dalam memfasilitasi pemenuhan kebutuhan fisik dan
psikologis pada Premenopause

b. Manfaat Bagi Penulis


Untuk menambah wawasan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan
mengaplikasikan teori di lapangan yang sebelumnya telah diperoleh
selama perkuliahan, sehingga dapat menerapkan manajemen asuhan
kebidanan Premenopause sesuai dengan standar profesi kebidanan.

c. Manfaat Bagi Institusi


Hasil asuhan kebidanan Premenopause ini dapat digunakan sebagai
dokumentasi bagi mahasiswa dalam meningkatkan proses
pembelajaran dan data dasar dalam memberikan asuhan kebidanan
premenopause guna meningkatkan mutu pelayanan kebidanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Premenopause
1. Pengertian Premenopause
Premenopause merupakan masa peralihan antara masa
reproduksi dan masa senium. Biasanya masa ini disebut juga dengan
pra menopause, antara usia 46-50 tahun,ditandai dengan siklus haid
yang tidak teratur, dengan pendarahan haid yang memanjang dan
relative banyak. Premenopause merupakan bagian dari masa
klimakterium yang terjadi sebelum premenopause (kusmiran, 2011 ).
Premeopause adalah masa sekitar usia 46-50 thn dengan
dimulainya dengan siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit
atau banyak, yang kadan kadang disertai dengan rasa nyeri. Pada
beberapa wanita telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan
sindrom prahaid. Dari hasil analisa hormonal dapat ditemukan kadar
FSH dan estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang tinggi
dapat menyebabkan terjadinya stimulasi ovarium yang berlebihan
( hiperstimulasi), sehingga kadang- kadang dijumpai kadar estrogen
yang tinggi. Keluhan yang muncul dapat disebabka karena hormon
yang normal maupun tinggi. Sedangkan keluhan yang muncul pada
masa pascamenopause disebabkan karena kadar hormon yang rendah.
Premenopause merupakan masa sebelum menopause dimana
mulai terjadi perubahan endokrin,biologis, dan gejala klinik
sebagai awal perubahan dari menopause dan mencakup juga satu
tahun atau dua belas bulan pertama setelah terjadi menopause.
Perubahan premenopause dan proses penuaan itu diantaranya seperti
seperti perubahan pola pendarahan, hot flash, gangguan tidur,
perubahan atropik, perubahan psikologi, perubahan berat badan,
perubahan kulit, seksualitas dan perubahan fungsi tiroid (varney, 2009).
Premenopause merupakan periode menuju menopause (ketika
muncul keluhan/gejala endokrin, biologis, dan manifestasi klinik dari
menopause) dan satu tahun setelah menopause terjadi.
Transisi menopause/ menopausal transition; periode atau waktu
sebelum haid terakhir (Final Menstrual Period/FMP) ketika terjadi
perubahan siklus menstruasi.

2. Fisologis premenopause
Proses menjadi tua pada dasarnya telah dimulai ketika sorang
wanita memasuki usia 40 tahun. Pada waktu lahir, seorang wanita
memiliki jumlah folikel sebanyak ± 750.000 buah dan jumlah ini
akan terus berkurang seiring berjalannya usia hingga akhirnya tinggal
beberapa ribu buah saja ketika mengalami menopause. Semakin
bertambah usia, khususnya ketika memasuki masa perimenopause,
folikel-folikel itu akan mengalami peningkatan resistensi terhadap
rangsangan gonadotropin. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan folikel,
ovulasi, dan pembentukan korpus luteum dalam siklus ovarium berhenti
secara perlahan-lahan. Pada wanita diatas 40 tahun, 25% diantaranya
mengalami siklus haid yang anovulatoar. Resistensi folikel terhadap
gonadotropin ini mengakibatkan penurunan peroduksi estrogen dan
peningkatan kadar hormon gonadotropin. Tingginya kadar
gonadotropin ini menyebabkan rendahnya estrogen sehingga tidak ada
umpan balik negatif dalam poros hipotalamus dan hipofisis. Walaupun
secara endrokinologi terjadi perubahan hormonal, namun tidak ada
kriteria khusus pengukuran kadar hormon untuk menentukan fase awal
atau akhir dari masa transisi menopause.
Penyebab menopause adalah “matinya” (burning out) ovarium.
Sepanjang kehidupan seksual seorang wanita, kira-kira 400 folikel
primordial tumbuh menjadi folikel matang dan berovulasi, dan
beratus- ratus dari ribuan ovum berdegenerasi. Pada usia sekitar 45
tahun, hanya tinggal beberapa folikel-folikel primordial yang akan
dirangsang oleh FSH dan LH, dan produksi estrogen dari ovarium
berkurang sewaktu jumlah folikel primordial mencapai nol. Ketika
produksi estrogen turun di bawah nilai kritis, estrogen tidak lagi
menghambat produksi gonadotropin FSH dan LH. Sebaliknya,
gonadotropin FSH dan LH (terutama FSH) diproduksi sesudah
menopause dalam jumlah besar dan kontinu, tetapi ketika folikel
primordial yang tersisa menjadi atretik, produksi estrogen oleh
ovarium turun secara nyata menjadi nol (Guyton, 2011).
Bertolak belakang dengan keyakinan umum, kadar estrogen
perempuan sering relatif stabil atau bahkan meningkat di masa
pramenopause. Kadar itu tidak berkurang selama kurang dari satu tahun
sebelum periode menstruasi terakhir. Sebelum menopause,
estrogen utama yang dihasilkan tubuh seorang wanita adalah estradiol.
Namun selama masa premenopause, tubuh wanita mulai menghasilkan
lebih banyak estrogen dari jenis yang berbeda, yang dinamakan estron,
yang dihasilkan di dalam indung telur maupun dalam lemak tubuh.
Kadar testosteron biasanya tidak turun secara nyata selama
pramenopause. Kenyataannya, indung telur pascamenopause dari
kebanyakan wanita mengeluarkan testosterone lebih banyak daripada
indung telur pramenopause. (Wijayanti, 2009).
Menurut Fritz (2010), kadar estradiol serum pada wanita pasca
menopause sekitar 10-20pg/mL dan sebagian besar merupakan hasil
konversi estron, yang diperoleh dari konversi perifer
androstenedion. Kadar estrogen pada wanita menopause sangat
bergantung dari konversi androstenedion dan testosteron menjadi
estrogen. Sebuah penelitian di Australia menemukan bahwa kadar
testosteron dalam sirkulasi tidak berubah sejak 5 tahun sebelum
menopause hingga 7 tahun setelah menopause. Androstenedion adalah
androgen utama yang dikeluarkan oleh folikel yang sedang
berkembang. Dengan terhentinya perkembangan folikuler pada wanita
pascamenopause, kadar androstenedion turun 50%. Setelah menopause,
hanya 20% androstenedion yang disekresi oleh ovarium.
Dehidroepiandrosteron (DHEA) dan dehidroepiandrosteron sulfat
(DHEAS) terutama dihasilkan oleh kelenjar adrenal (<25% oleh
ovarium). Dengan penuaan, produksi DHEA turun 60% dan DHEAS
turun 80%. Berat badan memiliki korelasi yang positif dengan kadar
estron dan estradiol di sirkulasi dengan adanya konversi androstenedion
menjadi estrogen, namun dengan penuaan, kontribusi adrenal
sebagai prekursor produksi estrogen menjadi tidak adekuat.

3. Patofisiologi Sindroma Perimenopause


Sindrom perimenopause adalah sekumpulan gejala dan tanda yang
terjadi pada masa perimenopause. Kurang lebih 70% wanita usia peri
dan pascamenopause mengalami keluhan vasomotor, keluhan psikis,
depresi, dan keluhan lainnya dengan derajat berat-ringan yang
berbeda-beda pada setiap individu. Keluhan tersebut akan mencapai
puncaknya pada saat menjelang dan setelah menopause kemuadian
berangsur-angsur berkurang seiring dengan bartambahnya usia dan
tecapainya keseimbangan hormon pada masa senium

a. Keluhan dan Gejala Vasomotor


Keluhan vasomotor yang dijumpai berupa perasaan/semburan
panas (hot flushes) yang muncul secara tiba-tiba dan kemudian
disertai keringat yang banyak. Keluhan ini muncul di malam
hari dan menjelang pagi kemudian perlahan-lahan akan
dirasakan juga pada siang hari. Semburan panas ini mula-mula
dirasakan di daerah kepala, leher, dan dada. Kulit di area tersebut
terlihat kemerahan, namun suhu badan tetap normal meskipun
pasien merasakan panas. Segera setelah panas, area yang
dirasakan panas tersebut mengeluarkan keringat (night
sweats)dalam jumlah yang banyak pada bagian tubuh terutama
seluruh kepala, leher, dada bagian atas, dan punggung. Selain itu,
dapat juga diikuti dengan adanya sakit kepala, vertigo, perasaan
kurang nyaman, dan palpitasi.
Hot flushes pada wanita dalam masa transisi menopause rata-
rata mulai dirasakan 2 tahun sebelum Final Menstrual Period
(FMP) dan 85 persen wanita akan terus mengalaminya setidaknya
selama 2 tahun. Diantara wanita tersebut, 25 sampai 50 persen
mengalami hot flusehes selama 2 tahun, bahkan ada yang lebih
dari 15 tahun.3 Durasi tiap episode serangan hot flushes
bervariasi, hingga mencapai 10 menit lamanya, dengan rata-rata
durasi serangan 10 menit. Frekuensi hot flushes setiap harinya
bervariasi antar individu, dimulai 1-2 kali per jam. Pada kondisi
yang berat, frekuensinya dapat mencapai 20 kali sehari. Selain
itu, jika muncul pada malam hari hal ini dapat mengganggu
kualitas tidur sehingga cenderung menjadi cepat lelah dan
mudah tersinggung. Hot flushes dapat diperberat dengan adanya
stres, alkohol, kopi, makanan dan minuman yang panas. Hal ini
juga dapat terjadi karena reaksi alergi pada kasus hipertiroid, akibat
obat- obatan tertentu seperti insulin, niacin, nifedipin,
nitrogliserin, kalsitonin, dan antiestrogen.
Mekanisme pasti patogenesis keluhan vasomotor belum
diketahui tapi data yang berhubungan dengan fisiologi dan
behavior menunjukkan bahwa keluhan vasomotor dihasilkan
karena adanya defek fungsi pada pusat termoregulasi di
hipotalamus. Pada area preoptik medial hipotalamus terdapat
nukleus yang merupakan termoregulator yang mengatur
pengeluaran keringat dan vasodilatasi yang merupakan
mekanisme primer pengeluaran panas tubuh.
Oleh karena keluhan vasomotor muncul setelah terjadinya
menopause alami atau pasca ooforektomi, maka diperkirakan
mekanisme yang mendasarinya adalah bersifat endokrinologi dan
berhubungan dengan berkurangnya jumlah estrogen di
ovarium maupun meningkatnya sekresi gonadrotropin oleh
pituitari. Selain itu, besar kemungkinan keluhan ini timbul karena
interaksi antara hormon estrogen dan progesteron yang
fluktuatif pada masa perimenopause.
Keluhan vasomotor dapat muncul pada kondisi kadar estrogen
tinggi, rendah, maupun normal dalam darah. Keluhan
vasomotor muncul sebagai akibat reaksi withdrawl estrogen.
Meskipun estrogen memiliki efek yang signifikan
terhadap munculnya hot flushes, namun masih terdapat faktor
lain yang diperkirakan terlibat dalam patofisiologi hot flushes.
Perubahan kadar neurotransmiter akan mempersempit zona
termoregulasi di hipotalamus dan menurunkan pengeluaran
keringat, bahkan perubahan suhu tubuh yang sangat kecil pun
dapat memicu mekanisme pelepasan panas. Norepinefrin
merupakan neurotransmiter utama yang dapat mempersempit
titik pengaturan (setpoint) termoregulasi dan memicu
mekanisme pengeluaran panas tubuh yang berhubungan dengan
hot flushes. Sebagaimana diketahui, estrogen mengatur reseptor
adrenergik pada banyak jaringan. Pada saat menopause, terjadi
penurunan kadar estrogen dan resptor α2 adrenergik di
hipotalamus. Penurunan reseptor α2 adrenergik presinaps akan
memicu peningkatan norepinefrin dan yang selanjutnya akan
menyebabkan gejala vasomotor. Selain itu, penurunan α2
adrenergik reseptor presinaps juga akan memicu peningkatan
serotonin yang mengakibatkan mekanisme pengeluaran panas
yang dipicu oleh perubahan suhu tubuh meski sangat kecil.
b. Keluhan dan Gejala Urogenital
Alat genital wanita serta saluran kemih bagian bawah
merupakan organ yang sangat dipengaruhi oleh hormon
estrogen. Reseptor estrogen dan progesteron teridentifikasi
di vulva, vagina, kandung kemih, uretra, otot dasar pelvis
serta fasia endopelvis. Struktur tersebut memilki sebuah
persamaan kemampuan untuk mereaksi perubahan hormonal
sebagaimana pada kondisi menopause dan nifas.
Epitel uretra dan trigonum vesika mengalami atrofi. Hal
ini akan menimbulkan uretritis, sistitis, atau kolpitis, sering
berkemih dan inkontinensia urin serta adanya infeksi saluran
kemih. Terdapat juga gangguan miksi berupa disuri, polakisuri,
nikturi, rasa ingin berkemih hebat, atau urin yang tertahan, hal
ini sangat erat kaitannya dengan atrofi mukosa uretra.
Pada usia perimenopause ini, serviks mengalami proses
involusi, berkerut, sel epitelnya menipis sehingga mudah
cedera. Kelenjar endoservikal mengalami atrofi sehingga lendir
serviks yang diproduksi berkurang jumlahnya. Tanpa efek lokal
estrogen vagina akan kehilangan kolagen, jaringan lemak dan
kemampuan untuk menahan cairan.dinding vagina menyusut,
rugae menjadi mendatar, dan akan nampak merah muda pucat.
Permukaan epitel vagina menipis hingga beberapa lapis sel
sehingga mengurangi rasio sel permukaan dan sel basal. Pada
akhirnya, vagina menjadi lebih rapuh, kering dan mudah
berndarah dengan trauma minimal. Pembuluh darah di vagina
menyempit sehingga seiring berjalannya waktu vagina akan
terus menegang dan kehilangan fleksibilitasnya. Saat seorang
wanita memasuki usia perimenopause, pH vagina akan
meningkat karena menurunnya estrogen, dan akan terus
meningkat pada masa post menopause sehingga mangakibatkan
mudahnya terjadi infeksi oleh bakteri trikomonas, kandida
albikan, stafilo dan streptokokus, serta bakteri coli bahkan
gonokokus. Adanya hormon estrogen akan membuat pH
vagina menjadi asam sehingga memicu sintesis Nitrit oksid
(NO) yang memiliki sifat antibakteri dan hanya dapat
diproduksi bilamana pH vagina kurang dari 4,5. Selain bersifat
bakterisid, NO di vagina juga bersifat radikal bebas bagi sel-
sel tumor dan kanker. Akibat perubahan ini, maka terjadi
kekeringan vagina, iritasi, dispareuni, dan rekurensi infeksi
saluran kemih.
c. Keluhan dan Gejala Psikologis
Suasana hati, perilaku, fungsi kognitif, fungsi sensorik, dan
kerja susunan saraf pusat dipengaruhi oleh hormon steroid seks.
Apabila timbul perubahan pada hormon ini maka akan timbul
keluhan psikis dan perubahan fungsi kognitif. Berkurangnya
sirkulasi darah ke otak juga mempersulit konsentrasi sehingga
mudah lupa. Pada akhirnya, akibat berkurangnya hormon
steroid seks ini, pada wanita perimenopause dapat terjadi
keluhan seperti mudah tersinggung, cepat marah, perasaan
tertekan. Pada dasarnya kejadian depresi pada pria dan
wanita memiliki angka perbandingan yang sama, akan tetapi
dengan terapi pemberian estrogen keluhan depresi dapat
ditekan. Oleh karena itu, estrogen dianggap sebagai salah satu
faktor predisposisi terjadinya depresi. Penyebab depresi diduga
akibat meningkatnya aktivitas serotonin di otak. Estrogen akan
menghambat aktivitas enzim monoamin oksidase (MAO),
suatu enzim yang menonaktifkan serotonin dan noradrenalin.
Berkurangnya jumlah estrogen akan berdampak pada
berkurangnya jumlah MAO dalam plasma. Pemberian
serotonin-antagonis dapat mengurangi keluhan depresi pada
wanita pascamenopause.
Masa transisi menopause memiliki permasalahan
sosiokultural yang kompleks sebagaimana perunahan hormonal
yang terjadi. Faktor psikososial dapat mempengruhi gejala
perubahan mood dan kognitif, bahkan sejak memasuki masa
transisi menopause, wanita telah menghadapi berbagai tekanan
seperti halnya penyakit yang dihadapi, merawat orang tua,
perceraian, perubahan karir dan pensiun. Budaya barat yang
menitik beratkan pada kecantikan dan kemudaan menjadi
stressor bagi wanita yang tengah menjadi tua untuk merasa
kehilangan status, fungsi, dan kendali diri.
d. Keluhan Gangguan Haid
1) Polimenorea
Adalah siklus haid yang lebih pendek yaitu kurang dari
21 hari.
2) Oligomenorea
Adalah haid dengan siklus yang lebih panjang yaitu lebih
dari 35 hari.
3) Amenorea
Adalah tidak terjadinya haid pada wanita pada kurun
waktu tertentu.
4) Hipermenorea ( menoregia)
Adalah perdarahan haid dengan jumlah darah yang
lebih banyak dan atau lamanya lebih lama dari normal dari
siklus yang teratur.
5) Hipomenorea
Adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih sedikit
dan atau lamanya lebih pendek dari normal.

4. Perubahan Hormonal Pada Masa Premenopause


Transisi menopause dikarakteristik oleh kadar estrogen yang
berfluktuasi, siklus menstruasi yang tidak regular, dan kadang-kadang
terdapat gabungan manifestasi klinis kelebihan dan defisiensi
estrogen. Karena itu, selama satu minggu wanita bisa mengeluh
mastalgia dan perdarahan yang parah dan minggu berikutnya,
mengalami gejala klinis vasomotor, gangguan tidur dan kelelahan
sebagai akibat dari insufisiensi estrogen. Perubahan hormonal ini
memiliki dampak pada hasrat seksual wanita dan kapasitas untuk
mencapai orgasme. Selama masa perimenopause, wanita biasanya
mengeluhkan kekeringan vagina berhubungan dengan aktifitas
seksual. Tanda ini merupakan tanda dari kegagalan untuk orgasme dan
lubrikasi, tetapi bukan karena insufisiensi estrogen.
Pada saat premenopause terjadinya penurunan jumlah folikel
ovarium, sehingga menyebabkan penurunan produksi estrogen. Terjadi
peningkatan Serum Gonadotropin yang menyebabkan FSH dan LH
meningkat juga. Peningkatan FSH ini akan terjad beberapa tahun
sebelum terjadinya menopause. Peningkatan FSH akan menurunkan
Inhibin B sehingga dapat menurunkan jumlah folikel di ovarium.
Estrogen tidak akan hilang sampai akhir dari masa perimenopause dan
hal ini merupakan suatu respon dari peningkatan konsentrasi FSH.
Akibat dari fluktuatifnya hormon selama periode transisi ini, yaitu dari
premenopause sampai menopause maka, pengukuran untuk FSH dan
estradiol tidak memiliki nilai yang reliabel dalam pada penentuan
status menopause.
Berlawanan dengan penurunan estrogen selama masa menopause,
kadar testosteron tidak berubah tiba-tiba selama masa transisi
menopause, tetapi menurun secara progresif seiring dengan usia dari
tahun pertengahan reproduksi. Setelah menopause hormon yang
mengalami perubahan terdiri dari empat, yaitu androgen, estrogen,
progesteron dan gonadotropin. Sekitar 50% androstenedion yang
beredar mengalami penurunan. Androgen adrenal akan berkurang
sebanyak 60-80% sesuai dengan umur. Penurunan testosteron lebih
minimal. Terjadi konversi dari androstenedion sebanyak 14%, tetapi
mayoritas diproduksi oleh sel stroma hilar dan terluteinisasi di dalam
ovarium yang berespon terhadap meningkatnya gonadotropin.
Peningkatannya relatif terjadi pada testosteron dibandingkan
androgen lain. Peningkatan relatif testosteron dibandingkan androgen
lain mungkin menyebabkan berkurangnya garis rambut, suara serak
dan rambut di wajah kadang-kadang dapat dilihat pada wanita-wanita
yang lebih tua.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan dan gejala


perimenopause
a. Aktifitas fisik
Tingkat aktifitas fisik berbanding terbalik dengan kadar estradiol
pada wanita di akhir transisi menopause. Tingkat aktifitas juga
berbanding terbalik dengan kadar hormon testoteron. Semakin
tinggi tingkat aktifitas fisik maka kadar estradiol dan testoteron
pada wanita yang mengalami masa transisi menopause akan
semakin rendah. Adapaun hormon lainnya tidak terpengaruh secara
signifikan oleh aktifitas fisik yaitu luteinizing hormone (LH) dan
follicle-stimulating hormone (FSH). Dan hal ini juga berkaitan
dengan gejala pada masa transisi menopause.
b. Jumlah kelahiran
Wanita nullipara akan memasuki masa peimenopause lebih awal
dibandingkan dengan wanita multipara. usia premenopause berkisar
antara 46 sampai 50 tahun.
c. Oophorectom
Wanita yang mangalami oophorectomy unilateral akan
mengalami perimenopause lebih
d. Siklus haid
Wanita dengan siklus haid yang akan memendek lebih awal
memasuki masa perimenopause.
e. Faktor sosial ekonomi
Insiden sindroma perimenopause 1,75 kali lebih tinggi dan
umur rata-rata dimulainya perimenopause 1,2 tahun lebih muda
pada wanita yang memiliki riwayat keadaan ekonomi yang sulit di
masa kanak-kanak dan dewasa dalam hidupnya bila dibandingkan
dengan wanita yang tidak mengalami kesulitan ekonomi dalam
hidupnya. Kesulitan ekonomi seumur hidup dapat mempengaruhi
fungsi ovarium lebih kuat daripada kesulitan ekonomi pada masa
kanak-kanak atau dewasa saja21. Pada wanita yang tidak bekerja
dan memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah memiliki
hubungan yang signifikan dengan kejadian menopause lebih awal.
Tingkat pendidikan dan ekonomi yang lemah tersebut menjadi
faktor pemicu stres fisik dan sosial yang berhubungan dengan
amenorea dan disfungsi seksual.
f. Indeks masa tubuh
Sebuah penelitian pada wanita Spanyol menunjukkan bahwa
obesitas berhubungan dengan munculnya gejala menopause
yang berat. Indeks masa tubuh yang tinggi merupakan faktor
predisposisi bagi seorang wanita untuk lebih sering mengalami hot
flushes.
Pada fase premenopause wanita yang mengalami obesitas
memiliki kadar hormon estradiol dan inhibin B yang secara
signifikan lebih rendah daripada wanita yang tidak mengalami
obesitas. Kadar FSH pada wanita obesitas secara signifikan lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami obesitas.
Namun pada fase akhir transisi menopause ekadar estradiol lebih
tinggi pada kelompok wanita yang obesitas. Pada wanita
postmenopause kadar FSH yang lebih rendah ditemukan pada
kelompok wanita yang obesitas dibandingkan kelompok wanita
yang tidak obesitas. Obesitas merupakan faktor penting
yang mempengaruhi perubahan hormonal selama masa transisi
menopause yang tergantung pada umur, ras, dan merokok. Namun
mekanisme hal ini masih belum begitu jelas.
Sebuah penelitian cross sectional dengan survey terhadap
populasi menemukan bahwa merokok dan BMI yang tinggi dapat
memicu seorang wanita untuk mengalami hot flushes lebih sering
dan lebih berat23. Penelitian lain menunjukkan wanita dengan
Indeks Masa Tubuh 32kg/m2 lebih sering mengalami hot flushes
dibanding kan dengan wanita yang memiliki Indeks Masa Tubuh
kurang dari 19kg/m2.
Hubungan antara hot flushes dan indeks masa tubuh mungkin
hanya pada wanita yang usianya lebih muda yaitu di awal
memasuki masa transisi menopause atau sepanjang masa transisi
perimenopause (46-50 tahun). Di sisi lain, indeks masa tubuh yang
tinggi dapat menjadi faktor pelindung terhadap hot flushes pada
wanita yang usianya lebih tua (usia 51-60) atau postmenopause
dimana kadar estrogen telah berkurang secara nyata dibandingkan
wanita pada masa transisi menopause. Hal ini dikarenakan adanya
konversi androgen menjadi estrogen pada jaringan lemak. Hipotesis
klinis yang telah diterima secara luas adalah wanita dengan berat
badan yang lebih rendah akan mengalami hot flushes lebih sering
dibandingkan dengan wanita yang lebih gemuk.
g. Merokok
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa merokok memiliki
hubungan positif dengan gejala vasomotor. Merokok dapat memicu
seorang wanita untuk mengalami hot flushes lebih sering dan
lebih berat. Pada wanita mantan perokok, tidak memiliki
peningkatan resiko untuk mengalami hot flushes sedang atau berat
apabila dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah merokok
sama sekali. Namun demikian, peningkatan resiko mengalami hot
flushes ditemukan secara bermakna pada wanita yang masih
merokok di saat masa transisi menopause.
h. Status Perkawinan
Sebuah penelitian menemukan bahwa gejala kekeringan vagina
secara signifikan lebih ringan sebagaimana sering dilaporkan pada
wanita yang belum menikah, janda, dan wanita yang bercerai
apabila dibandingkan dengan wanita yang menikah atau masih
memiliki suami.

6. Gejala- Gejala pre menopause (Mubarak, 2012)


Gejala- gejala menurt Mubarak di pengaruhi oleh 4 faktor antara lain :
a. Faktor Psikis
Perubahan-perubahan psikologik maupun fisik ini
berhubungan dengan kadar estrogen. Gejala yang menonjol adalah
menonjol adalah berkurangnya tenaga dan gairah berkurangnya
kosntrasi dan kemapuan akademik,serta timbulnya perubahan
emosi seperti mudah tersinggung, susah tidur,rasa
kesepian,ketakutan keganasan, tidak sabar dan lain-lain.
Perubahan psikis ini berbeda-beda bergantung pada kemampuan
seorang wanita untuk menyesuaikan diri.
b. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor
fisik,kesehatan dan pendidikan. Apabila faktor-faktor di atas
cukup baik,akan mengurangi beban fisiologis dan fisikologik.
c. Budaya Dan Lingkungan
Pengaruh budaya dan lingkungan sudah terbukti sangat
mempengaruhi wanita dalam penyesuaian diri dengan fase
klimakterium.
d. Faktor Lain
Wanita yang belum menikah dan wanita karier, baik yang
sudah atau belum berumah tangga, riwayat menarche yang
terlambat berpengaruh terhadap keluhan-keluhan klimakterium
yang ringan.tanda dan gejala menopause mempunyai ciri-ciri
khusus, baik tanda dan gejala menopause karena mempunyai
ciri-ciri khusus,baik tanda dan gejala menopause karena
perubahan fisik maupun karena perubahan psikilogis.
Gejala-gejala menepaouse disebabkan oleh perubahan kadar
esterogen dan progesterone. Karena fungsi ovarium berkurang,
maka ovarium menghasilakn lebih sedikit esterogen dan
progesterone dan tubuh memberikan reaksi. Beberapa wanita
hanya mengalami sedikit gejala, sedangkan wanita lain
mengalami berbagai gejala yang sifatnya ringan sampai berat
(Proverawari, 2010).
Berkurangnya kadar esterogen secara bertahap
menyebabkan tubuh secara perlahan menyesuaikan diri
terhadap perubahan hormon,tetapi pada beberapa wanita
penurunan kadar esterogen ini terjadi secara tiba-tiba dan
menyebabkan gejala- gejala yang hebat. Hail ini sering terjadi
jika menopause disebabkan oleh pengangkatan ovarium
(Proverawati, 2010).

7. Keluhan fisik yang dialami wanita premenopause (Aqila, 2010)


a. Ketidak teraturan siklus haid
Disini siklus pendarahan yang keluar dari vagina tidak teratur.
Pendarahan seperti ini terjadi terutama diawal menopause.
Pendarahan akan terjadi dalam rentang waktu bebarapa bulan yang
kemudian akan berhenti sama sekali. Gejala ini disebut gejala
peralihan .
b. Kekeringan vagina
Gejala pada vagina muncul akibat perubahan yang terjadi
pada lapisan dinsing vagina.vagina menjadi kering dan kurang
elastis. Isi disebabkan karena penurunan kadar esterogen. Tidak
hanya itu, juga muncul rasa gatal pada vagina. Yang lebih parah lagi
adalah rasa sakit saat berhubungan seksual, karena erubahan pada
vagina, maka wanita menopause biasanya rentan terhadap infeksi
vagina. Intercourse yang terjadi teratur akan menjaga kelembapan
alat kelamin. Kekeringan vagina terjadi karena leher Rahim
sedikit sekali mensekresikan lendir. Penyebabnya adalah
kekuranagn esterom yang menyebabkan liang,vagina menjadi lebih
tipis,lebih kering dan kurang elastis. Alat kelamian mulai mengerut,
keputihan, rasa sakit pada saat kencing (Aqila 2010).

8. Hal yang dilakukan pada saat melewati masa premenopause


a. Mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin seperti
buah dan sayur
b. Berolahraga teratur
c. Makanan yang baik dan bergizi
d. Melakukan hobi
e. Mengurangi mengkosumsi kopi, teh, minuman soda dan alcohol
Menghindari rokok
f. Tetaplah berkarya dan usahakan dapat memberikan manfaat bagi
orang lain.
g. Berfikir bahwa menopause itu adalah sesuatu yang wajar
h. Terlibat dalam aktivitas-aktivitas keagamaan dan sosial.
i. Besilaturahmi dengan teman bersama untuk bertukar fikiran
j. Mengkomunikasikan masalah dengan pasangan
k. Tingkatkan ibadah (Aqila, 2010).

B. Menstruasi
1. Pengertian
Menstruasi adalah proses alami yang terjadi pada perempuan yang
merupakan perdarahan teratur dari uterus sebagai tanda bahwa alat
kandungan telah menunaikan faalnya (Kusmiran, 2012).
Menstruasi adalah tanda bahwa siklus masa subur telah dimulai.
Menstruasi saat lapisan dalam dinding rahim luruh dan keluar (Atikah
dan Siti, 2009).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
menstruasi adalah proses alami sebagai tanda bahwa alat kandungan
telah berfungsi.

2. Siklus haid
Pada wanita biasanya pertama kali mengalami menstruasi
(menarche) pada umur 12-16 tahun. siklus menstruasi normal terjadi
setiap 22-35 hari, dengan lama menstruasi selama 2-7 hari (Kusmiran,
2012).
Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput
lendir uterus mengalami perubahan-perubahan yang berkaitan erat
dengan aktifitas ovarium. Menurut Atikah dan Siti (2009), siklus
menstruasi terdiri dari 4 fase, yaitu :
a. Fase menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang yang
tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek.
Dapat diakibatkan juga karena berhentinya sekresi hormon
estrogen dan progesteron sehingga kandungan hormon dalam darah
menjadi tidak ada.
b. Fase proliferasi / fase folikuler ditandai dengan menurunnya
hormon progesteron sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk
mensekresikan FSH dan merangsang folikel ovarium, serta dapat
membuat hormon estrogen diproduksi kembali. Sel folikel
berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak dan
menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH
dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekresi FSH tetapi dapat
memperbaiki dinding endometrium yang robek.
c. Fase Ovulasi / fase Luteal ditandai dengan sekresi LH yang
memacu matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah
menstruasi. Sel ovum yang matang akan meninggalkan folikel dan
folikel akan mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum.
Corpus luteum berfungsi untuk mempertebal dinding endometrium
yang kaya akan pembuluh darah
d. Fase pasca Ovulasi/fase Sekresi ditandai dengan Corpus luteum
yang mengecil dan menghilang dan berubah menjadi Corpus
albicans yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormon
estrogen dan progesteron sehingga hipofisis aktif mensekresikan
FSH dan LH. Dengan berhentinya sekresi progesteron maka
penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga
menyebabkan endometrium mengering dan robek. Terjadilah fase
perdarahan/menstruasi.

3. Gangguan Menstruasi
Gangguan Menstruasi menurut Manuaba (2010), terbagi menjadi :
a. Gangguan banyak dan lama haid
b. Menoragia yaitu siklus menstruasi tetap tetapi kelainan jumlah darah
lebih banyak dan disertai gumpalan lama pedarahan lebih dari 8 hari.
c. Hipomenorea yaitu siklus tetap tetapi perdarahan kurang dari 3 hari.

4. Gangguan siklus haid


a. Polimenorea yaitu menstruasi yang lebih pendek dai biasanya yaitu
kurang dari 21 hari.
b. Oligomenorea yaitu siklus menstruasi melebihi 35 hari sedangkan
jumlah darah masih sama.
c. Amenorea yaitu keadaan tidak datangnya haid selama 3 bulan
berturut-berturut.
d. Metroragia, yaitu perdarahan yang terjadi diluar menstruasi dengan
menyebabkan kelainan hormonal atau kelainan organ genetalia.

5. Ketegangan menstruasi
Keluhan pra mestruasi terjadi sekitar beberapa hari sebelum sampai saat
menstruasi berlangsung.
6. Oligomomenorea
Oligomenorea disebut juga sebagai haid jarang atau siklus panjang.
Oligomenorea terjadi bila siklus lebih dari 35 hari. Darah haid biasanya
berkurang (Dewi, 2012). Oligomenoera merupakan suatu kelainan siklus
yang ditandai dengan lamanya waktu siklus had lebih dari 35 hari
(Saryono,2009). Oligomenorea adalah siklus menstruasi memanjang lebih
dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama (Kumalasari, 2012)
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
oligomenorea adalah siklus menstruasi lebih dari 35 hari.

a. Etiologi
Oligomenorea biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat juga
disebabkan kelainan endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofise-
hipotalamus, dan menopause atau sebab sistemik seperti kehilangan berat
badan berlebihan (Dewi, 2012).
Oligomenorea sering terdapat pada wanita astenis. Dapat juga terjadi
pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik dimana pada keadanan ini
dihasilkan androgem yang lebih tinggi dari kadar pada wanita normal.
Oligomenorea dapat juga terjadi pada stress fisik dan emosional, penyakit
kronis, tumor yang mengsekresikan estrogen dan nutrisi buruk.
Oligomenorea dapat juga disebabkan tidak seimbangan hormonal seperti
pada awal pubertas (Dewi, 2012).
Oligomenorea yang menetap dapat terjadi akibat perpanjangan
stadium folikular, perpanjangan stadium luteal ataupun perpanjangan
kedua stadium tersebut. Bila siklus tiba- tiba memanjang maka disebabkan
oleh pengaruh psikis atau pengaruh penyakit (Dewi, 2012).
Menurut Kumalasari (2012), penyebab oligomenorea adalah
perpanjangan siklus folikuler dan stadium luteal, kedua stadium ini
menjadi panjang karena pengaruh psikis, penyakit, dan TBC.
Menurut Purwoastuti dan Walyani (2015), antara lain :
1) Stress dan depresi
2) Sakit kronik
3) Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexianervosa, bulimia)
4) Penurunan berat badan berlebihan
5) Olahraga berlebih misalnya atlit
6) Adanya tumor yang melepaskan estrogen
7) Adanya kelainan pada struktur rahim atau servik yang menghambat
pengeluaran menstruasi
8) Penggonaan obat-obat tertentu

b. Gejala
Gejala oligomenorea terdiri dari periode menstruasi yang lebih panjang
dari 35 hari dimana hanya didapatkan 4-9 periode dalam 1 tahun.
Beberapa wanita dengan oligomenorea mungkin sulit hamil. Bila kadar
estrogen yang menjadi peyebab, wanita tersebut mungkin mengalami
osteoporosis dan penyakit kardiovaskular. Wanita tersebut juga memiliki
resiko besar untuk mengalami kanker uterus (Dewi, 2012).

c. Pengobatan
Pengobatan oligomenorea tergantung dengan penyebab. Pada
oligomenorea dengan onovulatoir serta pada remaja dan wanita yang
mendekati menopause tidak memerlukan terapi. Perbaikan status gizi
pada penderita dengan gangguan nutrisi dapat memperbaiki keadaan
oligomenorea (Dewi, 2012).
Oligomenorea sering diobati dengan pil KB untuk memperbaiki
ketidak seimbangan hormon pasien dengan sindrom ovarium polikistik
juga sering diterapi dengan hormonal. Bila gejala terjadi akibat adanya
tumor, operasi mungkin diperlukan (Dewi, 2012).
Menurut Purwoastuti dan Walyani (2015) pengobatan oligomenorea
disamping mengatasi faktor yang menjadi penyebab timbulnya
oligomenorea juga akan diterapi menggunakan hormon, diantaranya
dengan mengkonsumsi obat kontrasepsi. Jenis hormon yang diberikan
akan disesuaikan dengan jenis hormon yang mengalami penurunan dalam
tubuh. Pasien yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3
bulan setelah terapi diberikan dan kemuadian 6 bulan untuk evaluasi efek
yang terjadi.
Oligomenorea yang disebabkan anvulatoar tidak memerlukan terapi,
sedangkan bila mendekati amenore diusahakan dengan ovulasi
(Kumalasari, 2012).

d. Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya fertilitas
dan stress emosional pada penderita sehingga dapat memperburuk
terjadinya kelainan haid lebih lanjut. Prognosa akan buruk bila
oligomenorea mengarah ke infertilitas atau tanda dari keganasan (Dewi,
2012).

BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal pengkajian : 06 Oktober 2 2022


Jam : 09.00 WIB
Tempat Pengkajian : Puskesmas Gemolong
Nama pengkaji : Ratni Lara Dini Zuhdi

A. Data Subjektif
1. Identitas
Nama : Ny. K
Umur : 48 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Gemolong, 003/007
2. Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin memeriksakan keadaanya saat ini
Keluhan
Ibu mengeluh belum mengalami datang bulan selama 3 bulan, siklus
menstruasinya menjadi lebih panjang dari biasanya, dan lamanya 4
hari. Keadaan ini sudah dialaminya selama kurang lebih 1 tahun. Ibu
merasa cemas dengan keadanya saat ini.
3. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 Tahun
Lamanya : 3-4 Hari
Siklus : 3-4 bulan
Banyaknya : 3x Kali ganti Pembalut
Desminorhea : Tidak Ada

4. Jumlah Anak
Ibu mengatakan memiliki 2 anak, dan tidak pernah keguguran.

5. Riwayat Kontrasepsi
Pernah menjadi akseptor KB : Pernah
Jenis kontrasepsi yang digunakan : KB pil
Lamanya : 7 Tahun
Kontrasepsi yang digunakan saat ini :Tidak menggunakan
kontrasepsi apapun (Alasan
: suami sudah meninggal)
6. Riwayat Kesehatan
Riwayat Penyakit yang lalu : Tidak sedang ataupun pernah
mengalami penyakit jantung, DM, Hipertensi, TBC, asma, hipertensi,
Hepatitis, IMS, dan kelainan darah.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak sedang ataupun pernah
mengalami penyakit jantung, DM, Hipertensi, TBC, asma, hipertensi,
Hepatitis, IMS, dan kelainan darah.
Alergi Obat : Tidak ada
Operasi : Tidak Pernah

7. Pola Kebiasaan Yang Mempengaruhi Kesehatan


Tidak ada

8. Pola Fungsional Kesehatan


a. Nutrisi : makan 3 kali sehari dengan porsi sedang (Nasi,
sayur, lauk pauk). Minum (8 gelas perhari & tidak memiliki
pantangan ataupun alergi makanan.
b. Eliminasi : tidak ada keluhan dan penyulit. BAK (5-7kali
sehari) dan BAB (1 Kali Sehari)
c. Istirahat : Malam (5 jam) dan jarang tidur siang.
d. Aktifitas : Buruh Cuci
e. Hygene : mandi 2 kali sehari, ganti celana dalam 2 kali
sehari, keramas setiap hari, gosok gigi 3 kali sehari dan tidak
pernah menggunakan sabun pembersih kewanitaan.

9. Keadaan Psikososial dan Spiritual


Keadaan psikologi ibu baik dan ibu mengatakan rajin beribadah serta
mengaji.

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Antropometri
Berat Badan : 53 Kg
Tinggi Badan : 149 Cm
Tanda-tanda Vital
TD : 120/79 mmHg
Nadi : 94x/m
Pernapasan : 20x/m
Suhu :37°C

2. Pemeriksaan Fisik
Bentuk Tubuh : Normal

Wajah : Tidak Pucat, tidak ada jerawat, tidak ada cloasma,


tidak ada kemerhan

Mata : simetris, konjungtiva tidak pucat (merah muda), sklera


putih tidak ikterik

Telinga : Simetris, tidak ada serumen

Mulut : bibir tidak pucat dan tidak kering

Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak kelenjar


tiroid, tidak ada pembesaran limfe

Dada : Payudara simetris, tidak ada benjolan yang abnormal,


tidak ada retraksi dada, tidak ada kemerahan dan keriput
seperti kulit jeruk diarea payudara.
Abdomen : tidak ada luka bekas operasi, tidak teraba masa, tidak
teraba ballotement
Ekstermitas : tidak ada odema.
3. Pemeriksaan Penunjang
PP Test : Negatif

C. Assasment
Ny K umur 48 Tahun dengan Oligomenorea
Masalah
Ibu merasa cemas karena tidak mengalami menstruasi
Kebutuhan
Beri dukungan moril pada ibu dan informasi tentang mengapa ibu tidak
menstruasi.

D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, TTV dalam
batas normal. Keadaan ibu dalam kondisi baik.
Evaluasi : Ibu mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
2. Memberitahu ibu tentang siklus menstruasi yang dialaminya ini
merupakan hal yang normal dan merupakan salah satu gejala yang
umum terjadi pada ibu premenopause.
Evaluasi : Ibu mengetahui penyebab menstruasinya
3. Memberitahu ibu pengertian premenopause adalah masa sekitar usia
46-50 tahun dengan dimulainya siklus haid yang tidak teratur,
memanjang, sedikit atau banyak, yang kadang-kadang disertai dengan
rasa nyeri.
Evaluasi : Ibu mengetahui tentang pengertian premenopause
4. Memberitahu ibu bahwa keadaan ibu saat ini sering disebut dengan
oligomenorea disebut juga sebagai haid jarang atau siklus panjang.
Oligomenorea terjadi bila siklus lebih dari 35 hari. Darah haid
biasanya berkurang. Hal ini sering terjadi pada ibu pada fase
premenopause karena hormon pada ibu mulai tidak stabil.
Evaluasi : Ibu mengetahui tentang Oligomenorea
5. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang
mengandung vitamin seperti buah-buahan dan sayur seperti jeruk,
pisang, apel, anggur, brokoli, sawi, bayam, dan tomat. Serta konsumsi
ikan, telur, dan daging sapi. Berolahraga teratur dan mengurangi
mengkosumsi kopi, teh, minuman soda dan alcohol Menghindari
rokok, serta perbanyak konsumsi air putih. Pola hidup sehat ini sangat
membantu ibu dalam menghadapi masa premonopause karena pada
masa ini ibu akan mengalami banyak perubahan pada tubuhnya.
Evaluasi : Ibu bersedia melakukan anjuran
6. Memberitahu ibu untuk tidak khawatir dengan keadaanya saat ini.
Karena hal ini normal terjadi pada ibu yang mengalami
premenopause.
Evaluasi : Ibu tidak khawatir lagi dengan keadaanya

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini, akan dibahas tentang ada atau tidaknya kesenjangan antara teori dan
hasil tinjauan kasus pada pelaksanaan Manajemen Asuhan Kebidanan Ny ’’K’’
Umur 48 Tahun Dengan Anemia Oligomenorea di Puskesmas Gemolongtanggal
06 Oktober 2022. Untuk memudahkan pembahasan, maka penulis akan
membahas berdasarkan pendekatan manajemen asuhan kebidanan dengan SOAP
uraian sebagai berikut:
A. Data Subjektif
Pengumpulan data dilakukan melalui anamnesa pada Ny “K”. Pada
tahap ini data diperoleh dari Klien dalam memberikan informasi, sehingga
penulis dengan mudah memperoleh data yang diinginkan. Alasan datang
Ny ”K” umur 48 tahun ke Puskesmas Gemolong ingin Memeriksakan
keadaanya. Klien mengeluh belum mensgalami datang bulan selama 3
bulan, siklus menstruasinya menjadi lebih panjang dari biasanya, dan
lamanya 4 hari. Keadaan ini sudah dialaminya selama kurang lebih 1
tahun. Ibu merasa cemas dengan keadanya saat ini.
Menurut Dewi (2012) diperoleh data subyektif pada kasus gangguan
reproduksi dengan oligomenorea keluhan yang dialami pasien yaitu
mengalami pada pasien oligomenore menstruasi yang lebih panjang dari
35 hari. Dalam hal ini penulis menemukan kesenjanan antara teori dan
praktik yang ada di Puskesmas Bringin yaitu pada pemeriksaan
laboratorium seperti pemeriksaan indikasi USG, kadar Hb, Pemeriksaan
Hematokrit, Kadar Leukosit dan golongan darah. Pada kasus ini hanya
dilakukan PP test. Hal ini dikarenakan umur ibu yang sudah 46 tahun
wajar bila mengalami oligomenorea karena telah memasuki masa pre
menopause sehingga mengalami gangguan pola haid. Selanjutnya pada
Ny. K tidak dilakukan pemeriksaan USG, kadar Hb, pemeriksaan
hematokrit, kadar leukosit dan golongan darah karena tidak ada indikasi
untuk pemeriksaan tersebut serta fasilitas puskesmas tidak mendukung
dilakukan pemeriksaan penunjang seperti USG.

B. Data Objektif
Pengumpulan data objektif dilakukan melalui pemeriksaan fisik
dengan cara inspeksi, palpasi, dan pemeriksaan lab. Data diperoleh secara
terfokus pada masalah klien sehingga intervensinya juga lebih terfokus
sesuai keadaan klien. Berdasarkan studi kasus pada Ny ”K” Umur 48
tahun didapatkan hasil pemeriksaan umum, fisik, dan antropometri dalam
batas normal. Dan dilakukan pemeriksaan penunjang meliputi PP Test
dengan hasil Negatif. Hal ini sesuai dengan Purwoastuti dan Walyani
(2015), pada kasus oligomenorea bila diperlukan untuk mendukung
penegakan diagnosa mengetahui kondisi klien sebagai data penunjang
seperti pemeriksaan pada oligomenorea adalah USG PP Test. Hal ini
menunjukkan tidak ada kesenjangan antara teori dan juga praktik.

C. Assasment
Pada kasus ini pengkajian data Ny “K” dapat ditegakkan diagnosa
kebidanan yaitu Ny “K” umur 48 tahun dengan oligomenorea. Masalah
yang timbul pada Ny ”K” adalah kecemasan. Sesuai teori masalah yang
timbul pada oligomenorea adalah rasa tidak nyaman dan kecemasan yang
dialami pasien (Purwoastuti dan Walyani, 2015). Sedangkan kebutuhan
yang diperlukan oleh ibu dengan oligomenorea adalah KIE. Pada langkah
ini antara teori dengan kasus tidak ada kesenjangan.

D. Perencanaan Asuhan Kebidanan


Berdasarkan tinjauan manajemen asuhan kebidanan bahwa
melaksanaan rencana tindakan harus efesien dan menjamin rasa aman
pada klien. Implementasi dapat dilaksanakan seluruhnya oleh bidan
ataupun sebagian dilaksanakan ibu.
Ny “K ”diberikan pendidikan kesehatan mengenai pengertian
Premenopause dan Oligomenorea, meyakinkan ibu bahwa keadaanya saat
ini normal terjadi pada ibu yang mendekati menopausememberikan KIE
tentang perbaikan gizi yang dialaminya.
Menurut Dewi (2012) Pengobatan oligomenorea tergantung dengan
penyebab. Pada oligomenorea dengan onovulatoir serta pada remaja dan
wanita yang mendekati menopause tidak memerlukan terapi. Perbaikan
status gizi pada penderita dengan gangguan nutrisi dapat memperbaiki
keadaan oligomenorea (Dewi, 2012). Hal ini sesuai dengan teori dan
praktik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah penulis mempelajari teori dan pengalaman langsung di lahan


praktek melalui presus tentang asuhan kebidanan pada Ny “K” Umur 48 Tahun
dengan oligomenarea, maka bab ini penulis menarik kesimpulan dan saran
sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Telah dilaksanakan pengkajian dan analisa data Ny “K” Umur 48


Tahun dengan oligomenarea di Puskesmas Gemolong
2. Telah dilaksanakan diagnosa / masalah aktual pada Ny “K” Umur
48 Tahun dengan oligomenarea di Puskesmas Gemolong
3. Melaksanakan tindakan asuhan kebidanan yang telah disusun pada
Ny “K” Umur 48 Tahun dengan oligomenarea di Puskesmas
Bringin dengan hasil yaitu semua tindakan yang telah direncanakan
dapat dilaksanakan seluruhnya dengan baik tanpa adanya
hambatan.
4. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah pada Ny “K” Umur 48
Tahun dengan oligomenarea di Puskesmas Gemolong
B. Saran

1. Bagi Institusi

Sebagai bahan refrensi atau informasi tambahan bagi rekan-rekan


mahasiswi Kebidanan Fakultas Kesehatan Universitas Ngudi
Waluyo dalam penerapan Asuhan Kebidanan premenopause
dengan oligomenarea.

2. Bagi Puskesmas Gemolong


Diharapkan dapat menjadi bahan masukan sumber refrensi
tambahan untuk meningkatkan pengetahuan tentang Asuhan
Kebidanan premenopause dengan oligomenarea.

3. Manfaat Ilmiah

Diharapkan hasil Laporan Kasus ini dapat menjadi sumber


informasi dan menambah pengetahuan serta bahan acuan bagi
mahasiswi selanjutnya.

4. Manfaat Bagi Penulis

Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat memperluas wawasan


mengenai Asuhan Kebidanan premenopause dengan oligomenarea.
DAFTAR PUSTAKA

Atikah dan Siti. 2007. Menarche. Yogyakarta: Nuha Medika


DepKes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan

Dewi. 2012. Biologi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama

Handayani. 2014. Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi Pada Ny. R P2A0


Umur 29 tahun Dengan Menoragia Di RSUD Assalam Gemolong
Sragen. STIKes Kusuma Husada.

Hidayat. 2010. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta :


Salemba Medika

Kumalasari. 2012. Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika

Kusmiran. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba


Medika

Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta : EGC.

Muslihatun dkk. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitrayama

Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.


Nursalam. 2009. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep Dan
Praktik. Jakarta : Salemba Medika.
Purwoastuti dan Walyani. 2015. Ilmu Obstetri Ginekologi Sosial Untuk
Kebidanan. Yogyakarta :Pustaka baru Press

Riwidikdo. 2006. StatistikKesehatan. Jogjakarta : Mitra Cendekia. Saryono. 2009.

Sindrom Menstruasi. Yogyakarta: Nuha Medika

Yulifah dan Surachmindari. 2013. Konsep Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika


Aqila, Smart, 2010. Bahagia di Usia Menopause. Yogyakarta: Rohima Press.
Departemen Kesehatan RI. 2012. Survei Demografi Kesehatan
Indonesia dan Angka Kematian Ibu
Elvira, D. 2016. Disfungsi Seksual pada Perempuan. Jakarta : Balai
Penerbit
FKUI.
Fritz MA, Speroff L. 2010. Clinical Gynecologic Endrocinology and Infertility.
Jakarta: Salemba Medika.
Guyton, Hall JE. 2011. Textbook of Medical Physiology 13th ed.
Philadelphia (PA): Elsevier, Inc.
Hidayat, A, 2010. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika.
Kurmalasari, Andhyantoro. 2012. Kesehatan Reproduksi Untuk Kebidanan
Dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Kusmiran, E. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita.
Jakarta: Salemba Medika.
Lisnani. 2010. Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Premenopause Dalam
Menghadapi Perubahan Pada Masalah Menopause Di Kelurahan Sari
Kecamatan Medan Denai
Manan E. 2013. Bebas dari Ancaman Disfungsi Seksual Khusus Wanita. Jakarta:
Buku Biru.
Mubarak. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsep Dan Aplikasi
Dalam
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Muslihatun. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.


Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nursalam, S. 2010. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan.
Jakarta: CV. Agung Seto.
Proverawati, Atikah. 2010. Menopause dan Sindrome Premenopause.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Riwidikdo, H. 2009. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Rohima Press.
Sastrawinata, S .2014. Klimakterium dan Menopause. Jakarta: Yayasan
Bina
Pustaka Prawiroharjo.
Varney, Helen; Kriebs J.M; Gegor C.L. 2009. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan
Volume 4. Jakarta: EGC.
Wijayanti, D. 2009. Fakta Penting Seputar Kesehatan Reproduksi
Wanita.
Yogjakarta: Rohima Press.
Wiknjosastro. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan

Neonatal, Edisi 1. Cet. 12. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawiroharjo.

Anda mungkin juga menyukai