DI PUSKESMAS GEMOLONG
Oleh :
161212029
FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Premenopause adalah proses alamiah kehidupan seorang
perumpuan. Selain gangguan siklus haid memang menimbulkan gejala-
gejala dan keluhan disertai perubahan secara fisik dan psikis. Gejala yang
timbul dari tiga komponen utama yaitu, menurunnya kegiatan ovarium
yang diikuti dengan defisiensi hormonal terutama esterogen, yang
memunculkan berbagai gejala dan tanda menjelang, selama serta
menopause. Faktor-faktor sosial-budaya yang ditentukan oleh lingkungan
perempuan, faktor-faktor psikologis yang tergantung dari struktur karakter
perempuan.
Premenopase adalah masa dimana tubuh mulai bertransisi menuju
menopause. Masa ini biasa terjadi selama 2-8 tahun,dan ditambah 1 tahun
di akhir menuju menopause. Masa premenopase biasanya terjadi pada
usia di atas 40 tahun,tetapi banyak juga yang mengalami perubahan
ini saat usia masih dipertengahan 30 tahun (Lisnani,2010).
Perubahan fisik yang terasa dan menibulkan rasa tidak nyaman
adalah adanya semburan panas (hot flushes) dari dada ke atas yang sering
terjadi disusul dengan keringat banyak. Perbahan dan keluhan lain
yang dirasakan lagi seperti berdebar-debar (palpitis),vertigo,migraine,
nafsu seks (libido) menurun, gelisah, lekas marah, depresi, susah tidur
(insomnia), rasa kekurangan, rasa kesunyian, ketakutan keganasan,
tidak sabaran, rasa lelah, keropos tulang, nyeri tulang belakang, dan lain-
lain.
Menurut data dari WHO (2012) (World Health Organization),
setiap tahunnya sekitar 25 wanita diseluruh dunia diperkirakan
mengalami menopause. sekitar 467 juta wanita berusia 50 tahun keatas
menghabiska hidupnya dalam keadaan pasca menopause, dan 40 % dari
wanita pasca menopause tersebut tinggal dinegara berkembang dengan
usia rata-rata mengalami menopause pada usia 51 tahun. Menurt
WHO,di asia pada tahun 2025 jumlah wanita menopause akan melunjak
dari 107 juta jiwa. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2012 mengenai premenopause terdapat 4,3 juta seluruh jumlah
penduduk Indonesia yang sebesar 240 -250 juta pada tahun 2012. Dalam
kategori wanita tersebut (USIA dari 46-49 tahun) 18 % wanita Indonesia
telah mengalami premenopause dengan segala akibat serta dampak yang
menyertainya (Depkes RI, 2012).
Menurut Gibbs dan Kartan (2008), Kesehatan reproduksi adalah
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari
penyakit dan kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, fungsi, serta prosesnya. Salah satu proses dalam sistem
reproduksi adalah menstruasi (Pradyptasari dkk, 2013).
Menstruasi sebenarnya merupakan gejala biologis yang dialami
progresif, dan positif sebagai tanda biologis kematangan seksuai.
Sehingga peristiwa itu sebaiknya diterima dengan sikap wajar. Namun
bila peristiwa menstruasi menimbulkan kejut (scok) yang sangat hebat
disertai dengan iritasi (rangsangan yang menggagu), biasanya akan
merasa sakit, disertai dengan mual-mual, cepat lelah, dan berbagai emosi
depresif (Proverawati dan Siti, 2009)
Laporan menunjukkan bahwa hanya (10%) dari perempuan
mengalami kehilangan darah yang cukup parah menyebabkan anemia
(Handayani, 2014). Menurut RISKESDAS tahun 2012 presentasi
gangguan reproduksi sebanyak (10%) mengalami haid tidak teratur.
Dalam penelitian Pradyptasari (2012) yang mengalami polimenorhea
adalah (6,8%), oligomenorhea adalah (8,4%), menoragia adalah (2,5%)
dan hipomenorhea adalah (12,4%).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis
merumuskan masalah “Asuhan Kebidanan Premenopause Pada Ny “K”
Umur 48 Tahun Dengan Oligomenorea di Puskesmas Gemolong”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Kebidanan Premenopause Pada Ny “K” Umur 48
Tahun Dengan Oligomenorea di Puskesmas Gemolong
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
a. Manfaat Bagi Puskesmas Gemolong
Sebagai bahan masukan dalam memberikan asuhan kebidanan
Premenopause dalam memfasilitasi pemenuhan kebutuhan fisik dan
psikologis pada Premenopause
A. Premenopause
1. Pengertian Premenopause
Premenopause merupakan masa peralihan antara masa
reproduksi dan masa senium. Biasanya masa ini disebut juga dengan
pra menopause, antara usia 46-50 tahun,ditandai dengan siklus haid
yang tidak teratur, dengan pendarahan haid yang memanjang dan
relative banyak. Premenopause merupakan bagian dari masa
klimakterium yang terjadi sebelum premenopause (kusmiran, 2011 ).
Premeopause adalah masa sekitar usia 46-50 thn dengan
dimulainya dengan siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit
atau banyak, yang kadan kadang disertai dengan rasa nyeri. Pada
beberapa wanita telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan
sindrom prahaid. Dari hasil analisa hormonal dapat ditemukan kadar
FSH dan estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang tinggi
dapat menyebabkan terjadinya stimulasi ovarium yang berlebihan
( hiperstimulasi), sehingga kadang- kadang dijumpai kadar estrogen
yang tinggi. Keluhan yang muncul dapat disebabka karena hormon
yang normal maupun tinggi. Sedangkan keluhan yang muncul pada
masa pascamenopause disebabkan karena kadar hormon yang rendah.
Premenopause merupakan masa sebelum menopause dimana
mulai terjadi perubahan endokrin,biologis, dan gejala klinik
sebagai awal perubahan dari menopause dan mencakup juga satu
tahun atau dua belas bulan pertama setelah terjadi menopause.
Perubahan premenopause dan proses penuaan itu diantaranya seperti
seperti perubahan pola pendarahan, hot flash, gangguan tidur,
perubahan atropik, perubahan psikologi, perubahan berat badan,
perubahan kulit, seksualitas dan perubahan fungsi tiroid (varney, 2009).
Premenopause merupakan periode menuju menopause (ketika
muncul keluhan/gejala endokrin, biologis, dan manifestasi klinik dari
menopause) dan satu tahun setelah menopause terjadi.
Transisi menopause/ menopausal transition; periode atau waktu
sebelum haid terakhir (Final Menstrual Period/FMP) ketika terjadi
perubahan siklus menstruasi.
2. Fisologis premenopause
Proses menjadi tua pada dasarnya telah dimulai ketika sorang
wanita memasuki usia 40 tahun. Pada waktu lahir, seorang wanita
memiliki jumlah folikel sebanyak ± 750.000 buah dan jumlah ini
akan terus berkurang seiring berjalannya usia hingga akhirnya tinggal
beberapa ribu buah saja ketika mengalami menopause. Semakin
bertambah usia, khususnya ketika memasuki masa perimenopause,
folikel-folikel itu akan mengalami peningkatan resistensi terhadap
rangsangan gonadotropin. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan folikel,
ovulasi, dan pembentukan korpus luteum dalam siklus ovarium berhenti
secara perlahan-lahan. Pada wanita diatas 40 tahun, 25% diantaranya
mengalami siklus haid yang anovulatoar. Resistensi folikel terhadap
gonadotropin ini mengakibatkan penurunan peroduksi estrogen dan
peningkatan kadar hormon gonadotropin. Tingginya kadar
gonadotropin ini menyebabkan rendahnya estrogen sehingga tidak ada
umpan balik negatif dalam poros hipotalamus dan hipofisis. Walaupun
secara endrokinologi terjadi perubahan hormonal, namun tidak ada
kriteria khusus pengukuran kadar hormon untuk menentukan fase awal
atau akhir dari masa transisi menopause.
Penyebab menopause adalah “matinya” (burning out) ovarium.
Sepanjang kehidupan seksual seorang wanita, kira-kira 400 folikel
primordial tumbuh menjadi folikel matang dan berovulasi, dan
beratus- ratus dari ribuan ovum berdegenerasi. Pada usia sekitar 45
tahun, hanya tinggal beberapa folikel-folikel primordial yang akan
dirangsang oleh FSH dan LH, dan produksi estrogen dari ovarium
berkurang sewaktu jumlah folikel primordial mencapai nol. Ketika
produksi estrogen turun di bawah nilai kritis, estrogen tidak lagi
menghambat produksi gonadotropin FSH dan LH. Sebaliknya,
gonadotropin FSH dan LH (terutama FSH) diproduksi sesudah
menopause dalam jumlah besar dan kontinu, tetapi ketika folikel
primordial yang tersisa menjadi atretik, produksi estrogen oleh
ovarium turun secara nyata menjadi nol (Guyton, 2011).
Bertolak belakang dengan keyakinan umum, kadar estrogen
perempuan sering relatif stabil atau bahkan meningkat di masa
pramenopause. Kadar itu tidak berkurang selama kurang dari satu tahun
sebelum periode menstruasi terakhir. Sebelum menopause,
estrogen utama yang dihasilkan tubuh seorang wanita adalah estradiol.
Namun selama masa premenopause, tubuh wanita mulai menghasilkan
lebih banyak estrogen dari jenis yang berbeda, yang dinamakan estron,
yang dihasilkan di dalam indung telur maupun dalam lemak tubuh.
Kadar testosteron biasanya tidak turun secara nyata selama
pramenopause. Kenyataannya, indung telur pascamenopause dari
kebanyakan wanita mengeluarkan testosterone lebih banyak daripada
indung telur pramenopause. (Wijayanti, 2009).
Menurut Fritz (2010), kadar estradiol serum pada wanita pasca
menopause sekitar 10-20pg/mL dan sebagian besar merupakan hasil
konversi estron, yang diperoleh dari konversi perifer
androstenedion. Kadar estrogen pada wanita menopause sangat
bergantung dari konversi androstenedion dan testosteron menjadi
estrogen. Sebuah penelitian di Australia menemukan bahwa kadar
testosteron dalam sirkulasi tidak berubah sejak 5 tahun sebelum
menopause hingga 7 tahun setelah menopause. Androstenedion adalah
androgen utama yang dikeluarkan oleh folikel yang sedang
berkembang. Dengan terhentinya perkembangan folikuler pada wanita
pascamenopause, kadar androstenedion turun 50%. Setelah menopause,
hanya 20% androstenedion yang disekresi oleh ovarium.
Dehidroepiandrosteron (DHEA) dan dehidroepiandrosteron sulfat
(DHEAS) terutama dihasilkan oleh kelenjar adrenal (<25% oleh
ovarium). Dengan penuaan, produksi DHEA turun 60% dan DHEAS
turun 80%. Berat badan memiliki korelasi yang positif dengan kadar
estron dan estradiol di sirkulasi dengan adanya konversi androstenedion
menjadi estrogen, namun dengan penuaan, kontribusi adrenal
sebagai prekursor produksi estrogen menjadi tidak adekuat.
B. Menstruasi
1. Pengertian
Menstruasi adalah proses alami yang terjadi pada perempuan yang
merupakan perdarahan teratur dari uterus sebagai tanda bahwa alat
kandungan telah menunaikan faalnya (Kusmiran, 2012).
Menstruasi adalah tanda bahwa siklus masa subur telah dimulai.
Menstruasi saat lapisan dalam dinding rahim luruh dan keluar (Atikah
dan Siti, 2009).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
menstruasi adalah proses alami sebagai tanda bahwa alat kandungan
telah berfungsi.
2. Siklus haid
Pada wanita biasanya pertama kali mengalami menstruasi
(menarche) pada umur 12-16 tahun. siklus menstruasi normal terjadi
setiap 22-35 hari, dengan lama menstruasi selama 2-7 hari (Kusmiran,
2012).
Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput
lendir uterus mengalami perubahan-perubahan yang berkaitan erat
dengan aktifitas ovarium. Menurut Atikah dan Siti (2009), siklus
menstruasi terdiri dari 4 fase, yaitu :
a. Fase menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang yang
tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek.
Dapat diakibatkan juga karena berhentinya sekresi hormon
estrogen dan progesteron sehingga kandungan hormon dalam darah
menjadi tidak ada.
b. Fase proliferasi / fase folikuler ditandai dengan menurunnya
hormon progesteron sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk
mensekresikan FSH dan merangsang folikel ovarium, serta dapat
membuat hormon estrogen diproduksi kembali. Sel folikel
berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak dan
menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH
dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekresi FSH tetapi dapat
memperbaiki dinding endometrium yang robek.
c. Fase Ovulasi / fase Luteal ditandai dengan sekresi LH yang
memacu matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah
menstruasi. Sel ovum yang matang akan meninggalkan folikel dan
folikel akan mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum.
Corpus luteum berfungsi untuk mempertebal dinding endometrium
yang kaya akan pembuluh darah
d. Fase pasca Ovulasi/fase Sekresi ditandai dengan Corpus luteum
yang mengecil dan menghilang dan berubah menjadi Corpus
albicans yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormon
estrogen dan progesteron sehingga hipofisis aktif mensekresikan
FSH dan LH. Dengan berhentinya sekresi progesteron maka
penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga
menyebabkan endometrium mengering dan robek. Terjadilah fase
perdarahan/menstruasi.
3. Gangguan Menstruasi
Gangguan Menstruasi menurut Manuaba (2010), terbagi menjadi :
a. Gangguan banyak dan lama haid
b. Menoragia yaitu siklus menstruasi tetap tetapi kelainan jumlah darah
lebih banyak dan disertai gumpalan lama pedarahan lebih dari 8 hari.
c. Hipomenorea yaitu siklus tetap tetapi perdarahan kurang dari 3 hari.
5. Ketegangan menstruasi
Keluhan pra mestruasi terjadi sekitar beberapa hari sebelum sampai saat
menstruasi berlangsung.
6. Oligomomenorea
Oligomenorea disebut juga sebagai haid jarang atau siklus panjang.
Oligomenorea terjadi bila siklus lebih dari 35 hari. Darah haid biasanya
berkurang (Dewi, 2012). Oligomenoera merupakan suatu kelainan siklus
yang ditandai dengan lamanya waktu siklus had lebih dari 35 hari
(Saryono,2009). Oligomenorea adalah siklus menstruasi memanjang lebih
dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama (Kumalasari, 2012)
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
oligomenorea adalah siklus menstruasi lebih dari 35 hari.
a. Etiologi
Oligomenorea biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat juga
disebabkan kelainan endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofise-
hipotalamus, dan menopause atau sebab sistemik seperti kehilangan berat
badan berlebihan (Dewi, 2012).
Oligomenorea sering terdapat pada wanita astenis. Dapat juga terjadi
pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik dimana pada keadanan ini
dihasilkan androgem yang lebih tinggi dari kadar pada wanita normal.
Oligomenorea dapat juga terjadi pada stress fisik dan emosional, penyakit
kronis, tumor yang mengsekresikan estrogen dan nutrisi buruk.
Oligomenorea dapat juga disebabkan tidak seimbangan hormonal seperti
pada awal pubertas (Dewi, 2012).
Oligomenorea yang menetap dapat terjadi akibat perpanjangan
stadium folikular, perpanjangan stadium luteal ataupun perpanjangan
kedua stadium tersebut. Bila siklus tiba- tiba memanjang maka disebabkan
oleh pengaruh psikis atau pengaruh penyakit (Dewi, 2012).
Menurut Kumalasari (2012), penyebab oligomenorea adalah
perpanjangan siklus folikuler dan stadium luteal, kedua stadium ini
menjadi panjang karena pengaruh psikis, penyakit, dan TBC.
Menurut Purwoastuti dan Walyani (2015), antara lain :
1) Stress dan depresi
2) Sakit kronik
3) Pasien dengan gangguan makan (seperti anorexianervosa, bulimia)
4) Penurunan berat badan berlebihan
5) Olahraga berlebih misalnya atlit
6) Adanya tumor yang melepaskan estrogen
7) Adanya kelainan pada struktur rahim atau servik yang menghambat
pengeluaran menstruasi
8) Penggonaan obat-obat tertentu
b. Gejala
Gejala oligomenorea terdiri dari periode menstruasi yang lebih panjang
dari 35 hari dimana hanya didapatkan 4-9 periode dalam 1 tahun.
Beberapa wanita dengan oligomenorea mungkin sulit hamil. Bila kadar
estrogen yang menjadi peyebab, wanita tersebut mungkin mengalami
osteoporosis dan penyakit kardiovaskular. Wanita tersebut juga memiliki
resiko besar untuk mengalami kanker uterus (Dewi, 2012).
c. Pengobatan
Pengobatan oligomenorea tergantung dengan penyebab. Pada
oligomenorea dengan onovulatoir serta pada remaja dan wanita yang
mendekati menopause tidak memerlukan terapi. Perbaikan status gizi
pada penderita dengan gangguan nutrisi dapat memperbaiki keadaan
oligomenorea (Dewi, 2012).
Oligomenorea sering diobati dengan pil KB untuk memperbaiki
ketidak seimbangan hormon pasien dengan sindrom ovarium polikistik
juga sering diterapi dengan hormonal. Bila gejala terjadi akibat adanya
tumor, operasi mungkin diperlukan (Dewi, 2012).
Menurut Purwoastuti dan Walyani (2015) pengobatan oligomenorea
disamping mengatasi faktor yang menjadi penyebab timbulnya
oligomenorea juga akan diterapi menggunakan hormon, diantaranya
dengan mengkonsumsi obat kontrasepsi. Jenis hormon yang diberikan
akan disesuaikan dengan jenis hormon yang mengalami penurunan dalam
tubuh. Pasien yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3
bulan setelah terapi diberikan dan kemuadian 6 bulan untuk evaluasi efek
yang terjadi.
Oligomenorea yang disebabkan anvulatoar tidak memerlukan terapi,
sedangkan bila mendekati amenore diusahakan dengan ovulasi
(Kumalasari, 2012).
d. Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya fertilitas
dan stress emosional pada penderita sehingga dapat memperburuk
terjadinya kelainan haid lebih lanjut. Prognosa akan buruk bila
oligomenorea mengarah ke infertilitas atau tanda dari keganasan (Dewi,
2012).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Data Subjektif
1. Identitas
Nama : Ny. K
Umur : 48 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Gemolong, 003/007
2. Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin memeriksakan keadaanya saat ini
Keluhan
Ibu mengeluh belum mengalami datang bulan selama 3 bulan, siklus
menstruasinya menjadi lebih panjang dari biasanya, dan lamanya 4
hari. Keadaan ini sudah dialaminya selama kurang lebih 1 tahun. Ibu
merasa cemas dengan keadanya saat ini.
3. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 Tahun
Lamanya : 3-4 Hari
Siklus : 3-4 bulan
Banyaknya : 3x Kali ganti Pembalut
Desminorhea : Tidak Ada
4. Jumlah Anak
Ibu mengatakan memiliki 2 anak, dan tidak pernah keguguran.
5. Riwayat Kontrasepsi
Pernah menjadi akseptor KB : Pernah
Jenis kontrasepsi yang digunakan : KB pil
Lamanya : 7 Tahun
Kontrasepsi yang digunakan saat ini :Tidak menggunakan
kontrasepsi apapun (Alasan
: suami sudah meninggal)
6. Riwayat Kesehatan
Riwayat Penyakit yang lalu : Tidak sedang ataupun pernah
mengalami penyakit jantung, DM, Hipertensi, TBC, asma, hipertensi,
Hepatitis, IMS, dan kelainan darah.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak sedang ataupun pernah
mengalami penyakit jantung, DM, Hipertensi, TBC, asma, hipertensi,
Hepatitis, IMS, dan kelainan darah.
Alergi Obat : Tidak ada
Operasi : Tidak Pernah
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Antropometri
Berat Badan : 53 Kg
Tinggi Badan : 149 Cm
Tanda-tanda Vital
TD : 120/79 mmHg
Nadi : 94x/m
Pernapasan : 20x/m
Suhu :37°C
2. Pemeriksaan Fisik
Bentuk Tubuh : Normal
C. Assasment
Ny K umur 48 Tahun dengan Oligomenorea
Masalah
Ibu merasa cemas karena tidak mengalami menstruasi
Kebutuhan
Beri dukungan moril pada ibu dan informasi tentang mengapa ibu tidak
menstruasi.
D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, TTV dalam
batas normal. Keadaan ibu dalam kondisi baik.
Evaluasi : Ibu mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
2. Memberitahu ibu tentang siklus menstruasi yang dialaminya ini
merupakan hal yang normal dan merupakan salah satu gejala yang
umum terjadi pada ibu premenopause.
Evaluasi : Ibu mengetahui penyebab menstruasinya
3. Memberitahu ibu pengertian premenopause adalah masa sekitar usia
46-50 tahun dengan dimulainya siklus haid yang tidak teratur,
memanjang, sedikit atau banyak, yang kadang-kadang disertai dengan
rasa nyeri.
Evaluasi : Ibu mengetahui tentang pengertian premenopause
4. Memberitahu ibu bahwa keadaan ibu saat ini sering disebut dengan
oligomenorea disebut juga sebagai haid jarang atau siklus panjang.
Oligomenorea terjadi bila siklus lebih dari 35 hari. Darah haid
biasanya berkurang. Hal ini sering terjadi pada ibu pada fase
premenopause karena hormon pada ibu mulai tidak stabil.
Evaluasi : Ibu mengetahui tentang Oligomenorea
5. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang
mengandung vitamin seperti buah-buahan dan sayur seperti jeruk,
pisang, apel, anggur, brokoli, sawi, bayam, dan tomat. Serta konsumsi
ikan, telur, dan daging sapi. Berolahraga teratur dan mengurangi
mengkosumsi kopi, teh, minuman soda dan alcohol Menghindari
rokok, serta perbanyak konsumsi air putih. Pola hidup sehat ini sangat
membantu ibu dalam menghadapi masa premonopause karena pada
masa ini ibu akan mengalami banyak perubahan pada tubuhnya.
Evaluasi : Ibu bersedia melakukan anjuran
6. Memberitahu ibu untuk tidak khawatir dengan keadaanya saat ini.
Karena hal ini normal terjadi pada ibu yang mengalami
premenopause.
Evaluasi : Ibu tidak khawatir lagi dengan keadaanya
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini, akan dibahas tentang ada atau tidaknya kesenjangan antara teori dan
hasil tinjauan kasus pada pelaksanaan Manajemen Asuhan Kebidanan Ny ’’K’’
Umur 48 Tahun Dengan Anemia Oligomenorea di Puskesmas Gemolongtanggal
06 Oktober 2022. Untuk memudahkan pembahasan, maka penulis akan
membahas berdasarkan pendekatan manajemen asuhan kebidanan dengan SOAP
uraian sebagai berikut:
A. Data Subjektif
Pengumpulan data dilakukan melalui anamnesa pada Ny “K”. Pada
tahap ini data diperoleh dari Klien dalam memberikan informasi, sehingga
penulis dengan mudah memperoleh data yang diinginkan. Alasan datang
Ny ”K” umur 48 tahun ke Puskesmas Gemolong ingin Memeriksakan
keadaanya. Klien mengeluh belum mensgalami datang bulan selama 3
bulan, siklus menstruasinya menjadi lebih panjang dari biasanya, dan
lamanya 4 hari. Keadaan ini sudah dialaminya selama kurang lebih 1
tahun. Ibu merasa cemas dengan keadanya saat ini.
Menurut Dewi (2012) diperoleh data subyektif pada kasus gangguan
reproduksi dengan oligomenorea keluhan yang dialami pasien yaitu
mengalami pada pasien oligomenore menstruasi yang lebih panjang dari
35 hari. Dalam hal ini penulis menemukan kesenjanan antara teori dan
praktik yang ada di Puskesmas Bringin yaitu pada pemeriksaan
laboratorium seperti pemeriksaan indikasi USG, kadar Hb, Pemeriksaan
Hematokrit, Kadar Leukosit dan golongan darah. Pada kasus ini hanya
dilakukan PP test. Hal ini dikarenakan umur ibu yang sudah 46 tahun
wajar bila mengalami oligomenorea karena telah memasuki masa pre
menopause sehingga mengalami gangguan pola haid. Selanjutnya pada
Ny. K tidak dilakukan pemeriksaan USG, kadar Hb, pemeriksaan
hematokrit, kadar leukosit dan golongan darah karena tidak ada indikasi
untuk pemeriksaan tersebut serta fasilitas puskesmas tidak mendukung
dilakukan pemeriksaan penunjang seperti USG.
B. Data Objektif
Pengumpulan data objektif dilakukan melalui pemeriksaan fisik
dengan cara inspeksi, palpasi, dan pemeriksaan lab. Data diperoleh secara
terfokus pada masalah klien sehingga intervensinya juga lebih terfokus
sesuai keadaan klien. Berdasarkan studi kasus pada Ny ”K” Umur 48
tahun didapatkan hasil pemeriksaan umum, fisik, dan antropometri dalam
batas normal. Dan dilakukan pemeriksaan penunjang meliputi PP Test
dengan hasil Negatif. Hal ini sesuai dengan Purwoastuti dan Walyani
(2015), pada kasus oligomenorea bila diperlukan untuk mendukung
penegakan diagnosa mengetahui kondisi klien sebagai data penunjang
seperti pemeriksaan pada oligomenorea adalah USG PP Test. Hal ini
menunjukkan tidak ada kesenjangan antara teori dan juga praktik.
C. Assasment
Pada kasus ini pengkajian data Ny “K” dapat ditegakkan diagnosa
kebidanan yaitu Ny “K” umur 48 tahun dengan oligomenorea. Masalah
yang timbul pada Ny ”K” adalah kecemasan. Sesuai teori masalah yang
timbul pada oligomenorea adalah rasa tidak nyaman dan kecemasan yang
dialami pasien (Purwoastuti dan Walyani, 2015). Sedangkan kebutuhan
yang diperlukan oleh ibu dengan oligomenorea adalah KIE. Pada langkah
ini antara teori dengan kasus tidak ada kesenjangan.
A. Kesimpulan
1. Bagi Institusi
3. Manfaat Ilmiah
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta : EGC.