Anda di halaman 1dari 19

Journal Reading

Factors Associated with Placenta Praevia in


Primigravidas and Its Pregnancy Outcome

Oleh:
Widya Melianita 17360158

Perseptor:
dr. Bambang Kurniawan, Sp. OG

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RS PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2018
Journal Reading

Faktor – Faktor Yang Berkaitan Dengan Plasenta Previa


Pada Primigravida Dan Outcome Kehamilan

Oleh:
Widya Melianita 17360158

Perseptor:
dr. Bambang Kurniawan, Sp. OG

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RS PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2018
FAKTOR – FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN PLASENTA
PREVIA PADA PRIMIGRAVIDA DAN OUTCOME KEHAMILAN
Nur Azurah AG, Zainol ZW, Lim PS, Shafiee MN, Kampan N, Mohsin WS, et al.

ABSTRAK

Tujuan. Untuk meneliti faktor – faktor yang berkaitan dengan plasenta previa

pada primigravida dan juga membandingkan outcome kehamilan antara

primigravida dan nonprimigravida.

Metode. Penelitiann ini berupa penelitian kohort retrospektif yang dilakukan pada

perempuan yang menjalani sectio caesarea (SC) untuk plasenta previa mayor di

rumah sakit pendidikan tersier dari bulan Januari 2007 hingga Desember 2013.

Dilakukan peninjauan rekam medis.

Hasil. Dari 243 pasien dengan plasenta previa mayor, sebanyak 56 pasien (23.0%)

merupakan primigravida dan 187 pasien (7.7.0%) merupakan nonprimigravida.

Faktor – faktor yang berkaitan dengan plasenta previa pada primigravida adalah

riwayat konsepsi buatan (P = 0.02) dan riwayat endometriosis (P = 0.01). Untuk

outcome ibu, nonprimigravida bersalin di usia kehamilan yang lebih dini

dibandingkan primigravida (35.76 ± 2.54 minggu versus 36.52 ± 1.95 minggu, P

= 0.03) dengan jumlah perdarahan yang lebih banyak (P = 0.04). Sebagian besar

primigravida mengalami plasenta previa posterior tipe II atau tipe III. Untuk

outcome neonatus, skor Apgar pada menit pertama secara signifikan lebih rendah

pada nonprimigravida (7.89 ± 1.72 versus 8.39 ± 1.288.39 ± 1.28, P = 0.02).

Kesimpulan. Penelitian ini menekankan bahwa endometriosis dan konsepsi

buatan berkaitan erat dengan plasenta previa pada primigravida. Pemahaman

tentang outcome kehamilan pada perempuan dengan plasenta previa dapat


membantu dokter dalam mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko morbiditas

dan mortalitas lebih tinggi. Identifikasi faktor risiko yang berpotensi pada

primigravida dapat membantu dalam konseling dan tatalaksana pasien tersebut.

1. PENDAHULUAN

Kejadian plasenta praevia dilaporkan 0,5 - 1,0% dari jumlah total

kehamilan1. Namun, kondisi ini kerap membutuhkan pengawasan intensif saat

dirawat di rumah sakit. Di sebuah rumah sakit universitas tersier di Kuala

Lumpur, Malaysia, 4% dari jumlah total operasi caesar dilakukan untuk plasenta

praevia.

Plasenta praevia telah didokumentasikan dengan baik untuk dikaitkan

dengan hasil maternal yang buruk serta hasil neonatal2. Studi telah melaporkan

5% histerektomi obstetrik disebabkan oleh plasenta praevia3,4. Indikasi

histerektomi peripartum darurat dalam beberapa tahun terakhir telah berubah dari

atonia uterus tradisional ke plasentasi abnormal yang kini menjadi indikasi umum

karena jumlah ibu hamil dengan bekas caesar yang lebih tinggi. Plasenta praevia

tetap merupakan faktor risiko untuk berbagai komplikasi maternal. Ada kejadian

perdarahan postpartum (PPH) yang lebih tinggi dan transfusi darah pada wanita

dengan plasenta praevia dibandingkan dengan populasi umum5-7. Wanita dengan

plasenta praevia lebih mungkin melahirkan bayi sebelum 37 minggu dengan

Apgar skor kurang dari 78. Studi juga menunjukkan bahwa ada penerimaan yang

lebih tinggi ke unit perawatan intensif neonatal, kelahiran mati dan kematian8,9.
Patofisiologi yang tepat dari plasenta praevia tidak diketahui, namun

jaringan parut rahim mungkin bertanggung jawab atas implantasi abnormal ini.

Usia ibu yang terganggu, paritas yang lebih tinggi, persalinan sesarea, kuretase

sebelumnya, riwayat plasenta praevia, dan rahim abnormal telah dikaitkan dengan

peningkatan risiko plasenta praevia2,10. Baru-baru ini, Healy dan koleganya

melaporkan kejadian plasenta praevia yang lebih tinggi pada pasien endometriosis

yang mengandung teknik reproduksi buatan dibandingkan dengan pasien tanpa

endometriosis11. Sampai saat ini, kejadian plasenta praevia pada primigravida

tanpa risiko yang signifikan kurang dipahami. Tidak diketahui apakah

endometriosis yang tidak terdiagnosis pada pasien tersebut mungkin bertanggung

jawab atas terjadinya plasenta praevia.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hasil kehamilan di antara

primigravida dengan plasenta praevia mayor dibandingkan dengan

nonprimigravida. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan plasenta praevia pada primigravida.

2. METODE PENELITIAN

Studi kohort retrospektif dilakukan untuk mengevaluasi faktor-faktor

terkait dan hasil kehamilan pada primigravida dengan plasenta praevia mayor.

Kriteria inklusi adalah semua wanita yang menjalani operasi caesar untuk plasenta

praevia mayor di Departemen Obstetri dan Ginekologi, Pusat UKM Medical, dari

Januari 2007 sampai Desember 2013. Kriteria eksklusi adalah wanita dengan

catatan medis yang hilang. Semua prosedur operasi yang dilakukan di pusat kami

dimasukkan ke dalam buku operasi. Buku-buku itu disimpan di area resepsionis di


ruang rekam medis. Nomor registrasi rumah sakit wanita yang menjalani operasi

caesar untuk plasenta mayor mayor diperoleh dari buku rekam medis. Dengan

menggunakan nomor registrasi rumah sakit, catatan medis dari wanita-wanita ini

diambil dari kantor kasir. Catatan medis ditinjau untuk data demografis, temuan

intraoperatif, dan manajemen pasca operasi dan dimasukkan ke dalam lembar

data.

Studi ini disetujui oleh dewan peninjau etik dari Pusat Kesehatan UKM,

Malaysia, dan didanai oleh Young Researcher's Grant, Universiti Kebangsaan

Malaysia.

Semua data dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 21.0. Data

disajikan sebagai sarana untuk variabel dan persentase kontinyu untuk variabel

kategoris. Variabel kontinyu dianalisis dan dibandingkan dengan uji using Siswa.

Variabel kategoris dianalisis dan dibandingkan dengan menggunakan Pearson Chi

Square dan Yates Continuity Corrections dan 𝑃 nilai <0,05 dianggap

menunjukkan signifikansi statistik.

3. HASIL

Total ditemukan sebanyak 270 perempuan dengan plasenta previa mayor

dalam catatan kamar operasi; namun hanya 243 rekam medis yang dapat ditinjau.

Dari 243 perempuan yang didiagnosis dengan plasenta previa mayor, sebanyak 56

perempuan (23.0%) merupakan primigravida dan 187 perempuan (77.0%)

merupakan nonprimigravida.
Tabel 1. Data sosiodemografik primigravida dan nonprimigravida dengan
plasenta previa mayor
Primigravida Nonprimigravida 𝑃 value
𝑁 = 56 𝑁 = 187
Umur (tahun) 30.44 ± 3.48 33.82 ± 4.47 0.020a

Ras (%) 0.231b

Malaysia 43 (76.8) 128 (68.5)

China 12 (21.4) 47 (25.1)

Indian 0 (0.0) 2 (1.1)

Lainnya 1 (1.8) 10 (5.3)

Berat badan (kg) 61.99 ± 10.28 65.41 ± 12.19 0.040a

Pekerjaan (%) 0.320b

Housewife 11 (19.6) 54 (28.9)

Nonprofessional 23 (41.1) 75 (40.1)

Professional 22 (39.3) 58 (31.0)

Merokok (%) 0 (0.0) 2 (1.1%) 1.000b

Data sosiodemografik primigravida dan nonprimigravida dengan plasenta

previa mayor ditunjukkan dalam Tabel 1. Primigravida berusia lebih muda dan

memiliki berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan nonprimigravida.

Populasi etnis di Malaysia terdiri dari Melayu (60%), Cina (20%), India (10%)

dan lain – lain (10%). Mayoritas populasi sampel merupakan etnis Melayu (70%),

diikuti oleh etnis Cina (24%), lainnya (4%), dan India (1%). Hal ini serupa dengan

populasi umum di Malaysia. Tidak ada perbedaan dalam etnisitas, pekerjaan dan

kebiasaan merokok pada kedua kelompok.


Tabel 2. Faktor – faktor yang berkaitan dengan plasenta previa
Primigravida Nonprimigravida 𝑃 value
𝑁 = 56 𝑁 = 187

Konsepsi buatan (%) 5 (8.9) 4 (2.1) 0.018a

Riwayat sectio caesar (%) 0 62 (33.1) 0.000a

Riwayat endometriosis (%) 12 (21.4) 13 (6.9) 0.002a

Riwayat fibroid (%) 2 (3.5) 13 (7.5) 0.545a

Riwayat D&C/Hysteroscopy (%) 4 (7.1) 41 (28.0) 0.012a

Riwayat subfertilitas (%) 18 (32.1) 44 (23.5) 0.195a

Tabel 2 menunjukkan faktor – faktor yang berkaitan dengan plasenta

previa pada primigravida dan nonprimigravida. Primigravida memiliki angka

konsepsi buatan yang lebih tinggi secara signifikan (8.9% versus 2.1%) dan

riwayat endometriosis (21.4% versus 6.9%). Sepertiga dari primigravida tersebut

(32.1%) memiliki riwayat subfertilitas, dibandingkan dengan 23.5%

nonprimigravida; namun hal tersebut tidak signifikan secara statistik. Sebanyak

33% nonprimigravia memiliki riwayat jaringan parut dan 28% pernah menjalani

kuretase.

Tabel 3. Perbandingan data obstetrik dengan plasenta previa mayor


Primigravida Nonprimigravida 𝑃 value
𝑁 = 56 𝑁 = 187
Usia kehamilan (minggu) 31.68 ± 4.49 32.92 ± 3.55 0.033a

Riwayat haemorrhage 26 (46.4) 81 (43.3) 0.681b

antepartum (%)

Received dexamethasone (%) 19 (33.9) 77 (43.3) 0.330b

Tipe plasenta praevia (%) 0.011b

Posterior tipe II 23 (41.1) 54 (28.9)

Posterior tipe III 30 (53.6) 96 (51.3)

Anterior tipe III 0 12 (6.4)


Tipe IV 3 (5.3) 25 (13.4)

Pre-op MRI (%) 0 11 (5.8) 0.421b

Pre-op haemoglobin (gm%) 11.70 ± 0.94 11.40 ± 1.36 0.127a

Tabel 3 menunjukkan perbandingan data obstetrik antara primigravida dan

nonprimigravida. Primigravida dirawat pada usia kehamilan lebih awal

dibandingkan dengan nonprimigravida (31.68 ± 4.49 minggu versus 32.92 ± 3.55

minggu). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam insidensi perdarahan

antepartum dan pemberian deksametason pada kedua kelompok. Menariknya,

tidak ada primigravida dengan plasenta letak anterior. Sebagian besar

primigravidas mengalami plasenta previa letak posterior tipe II atau tipe III. Kadar

hemoglobin preoperatif ditemukan serupa pada kedua kelompok. Hanya 5,8%

nonprimigravida yang menjalani MRI untuk kecurigaan plasenta akreta. Dari 11

perempuan, sebanyak 7 orang memiliki tanda plasenta akreta yang sangat sugestif

pada MRI.

Table 4: Perbandingan outcome obstetrik dengan plasenta previa mayor


Primigravida Nonprimigravida 𝑃 value
𝑁 = 56 𝑁 = 187
Gestation at delivery (weeks) 36.52 ± 1.95 35.76 ± 2.54 0.020a

Post-op haemoglobin (gm%) 10.16 ± 1.46 10.68 ± 6.86 0.575a

Tipe caesarean (%) 1.000b

Segmen bawah 56 (100) 185 (98.9)

Klasik 0 2 (1.1)

Caesarean (%) 0.533b

Elective 32 (57.1) 98 (52.4)

Emergency 24 (42.9) 89 (47.6)

Estimated blood loss (mls) 524.11 ± 289.98 690.16 ± 597.34 0.005a

Postpartum haemorrhage (%) 0.490b


Primary PPH 12 (21.4) 55 (29.4)

Secondary PPH 1 (1.8) 3 (1.6)

Received blood transfusion (%) 8 (14.3) 40 (21.4) 0.241b

DIVC (%) 0 8 (4.3) 0.251b

Placenta accreta (intraoperative) (%) 0 5 (2.6) 0.431b

Additional intervention (%)

Bakri Balloon 0 1 1.000b

Internal iliac artery ligation 0 1 1.000b

B-lynch suture 0 0

Embolization 0 1 1.000b

Hysterectomy 0 6 0.386b

Maternal death (%) 0 0

Tabel 4 menunjukkan perbandingan outcome obstetrik antara primigravida

dan nonprimigravida. Dua kasus persalinan SC klasik dilakukan pada

nonprimigravida. Perkiraan jumlah perdarahaan secara signifikan lebih tinggi

pada nonprimigravida, dibandingkan dengan primigravida. Sembilan perempuan

(4.8%) memerlukan tindakan tambahan yang dilakukan intraoperatif untuk

menghentikan perdarahan, antara lain 6 tindakan histerektomi. Namun, kadar

hemoglobin pascaoperatif serupa antara kedua kelompok. Tidak ada kematian ibu

dalam populasi sampel penelitian ini.

Table 5. Perbandingan outcome neonatus dari perempuan dengan plasenta


previa mayor
Primigravida Nonprimigravida 𝑃 value
𝑁 = 56 𝑁 = 187
Berat badan Bayi (kg) 2.75 ± 0.52 2.67 ± 0.56 0.354a

Jenis Kelamin (%) 0.007b

Perempuan 34 (60.7) 75 (40.1)

Laki-laki 22 (39.3) 112 (59.9)


Apgar score

1 menit 8.39 ± 1.28 7.89 ± 1.72 0.021a

5 menit 9.41 ± 1.28 9.25 ± 1.12 0.376a

Cord pH 7.27 ± 0.06 7.28 ± 0.09 0.364a

NICU admission (%) 11 (19.6) 52 (27.8) 0.221b

Neonatal death (%) 1 (1.8) 1 (0.5) 0.363b

Fetal anomaly (%) 0 3 (1.6) 0.792b

Tabel 5 menunjukkan perbandingan outcome neonatus antara

primigravida dan nonprimigravida. Kelompok primigravida lebih sering

melahirkan bayi perempuan. Skor Apgar dalam menit pertama secara signifikan

lebih rendah pada kelompok nonprimigravida, dibandingkan dengan primigravida

(7.89 ± 1.72 versus 8.39 ± 1.28). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam berat

badan, skor Apgar pada menit kelima, pH tali pusat, rawatan di NICU, dan

kelainan janin antara kedua kelompok.

4. DISKUSI

Plasenta previa telah dilaporkan berkaitan dengan morbiditas dan

mortalitas berat pada ibu dan outcome neonatus yang buruk. Etiologi pasti

plasenta previa masih belum diketahui. Namun, jaringan parut pada uterus diduga

menjadi penyebab dasar plasenta previa. Hingga saat ini, data mengenai

primigravida dengan plasenta previa masih sangat sedikit. Penelitian ini

merupakan penelitian pertama yang mempelajari faktor –faktor yang berkaitan

dengan kejadian plasenta praevia pada primigravida dan outcomenya terhadap

kehamilan.
Menariknya, penelitian ini menemukan insidensi konsepsi buatan dan

endometriosis yang lebih tinggi pada primigravida dengan plasenta previa. Dari

56 primigravida, sebanyak 8.9% hamil setelah pemberian klomifen sitrat,

inseminasi intrauterin (IUI), in vitro fertilization (IVF), dan intracytoplasmic

sperm injection (ICSI). Beberapa peneliti melaporkan prevalensi plasenta previa

yang lebih tinggi pada perempuang yang hamil setelah menjalani artificial

reproductive technologies (ART). Romundstad et al. melaporkan risiko plasenta

previa enam kali lebih tinggi pada perempuan yang menjalani terapi ART

dibandingkan dengan perempuan yang hamil secara spontan.

Patofisiologi pasti plasenta previa pada pasien yang menjalani ART

tersebut belum diketahui dengan kelas. Transfer embrio melalui transervikal

diduga menjadi penjelasan untuk tingginya angka kejadian plasenta previa setelah

IVF/ICSI. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Baba et al. melaporkan bahwa

sebanyak 80% embrio diimplantasi pada lokasi transfer. Terdapat kecenderungan

untuk meletakkan embrio pada bagian bawah rongga uterus, dimana beberapa

penelitian melaporkan outcome yang lebih baik pada deposisi embrio dengan

letak rendah.Namun, penelitian terbaru menunjukkan angka kejadian plasenta

previa yang serupa setelah IVF/ICSI dan gamete intrafallopian transfer (GIFT).

Temuan ini menunjukkan bahwa transfer embrio transervikal lebih jarang menjadi

penyebab plasenta previa pada pasien yang menjalani ART.

Beberapa peneliti menduga bahwa peletakan mekanik embrio

menyebabkan pelepasan prostaglandin, yang menimbulkan kontraktilitas uterus.

Hal ini dapat menjelaskan proses terjadinya implantasi pada rongga uterus bagian

bawah, sehingga menyebabkan plasenta previa.


Seperlima dari primigravida dalam penelitian ini (21.4%) didiagnosis

dengan endometriosis sebelum kehamilan, dibandingkan hanya 6.9% pada

nonprimigravida. Healy et al. melaporkan insidensi plasenta previa yang lebih

tinggi pada pasien dengan endometriosis yang berhasil hamil dengan terapi ART

dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita endometriosis. Penelitian

menunjukkan bahwa perempuan yang didiagnosis dengan endometriosis memiliki

prevalensi perdarahan antepartum yang lebih tinggi. Endometriosis diduga

mengubah karakteristik endometrium. Penyakit tersebut mempengaruhi ekspresi

berbagai faktor dan marker reseptivitas selama masa implantasi. Setelah ovulasi,

progesteron berperan penting dalam memediasi perubahan pada endometrium

selama fase sekretorik. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa endometriosis

menyebabkan resistensi progesteron, sehingga mempengaruhi plasentasi.

Dalam penelitian ini, perkiraan kehilangan darah pada nonprimigravida

secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan primigravida. Perdarahan yang

lebih sedikit pada primigravida dapat disebabkan oleh lokalisasi plasenta di

posterior dan juga prevalensi plasenta akreta yang lebih rendah. Selain itu,

penelitian menunjukkan bahwa kemampuan kontraksi uterus primigravida saat

postpartum lebih baik dibandingkan dengan nonprimigravida. Kontraksi uterus

memiliki peranan yang sangat penting sebagai mekanisme protektif terhadap

perdarahan intraoperatif.

Sebanyak 33% nonprimigravida memiliki riwayat SC dan 28% memiliki

riwayat dilatasi dan kuretase. Sectio caesarea serta dilatasi dan kuretase telah

diketahui sebagai faktor risiko untuk perdarahan postpartum. Seperti yang

disebutkan sebelumnya, tidak ada primigravida dengan plasenta letak anterior.


Penelitian melaporkan insidensi plasenta akreta yang lebih tinggi pada perempuan

dengan plasenta letak anterior dibandingkan dengan letak posterior. Perdarahan

dilaporkan terjadi dalam jumlah yang lebih banyak pada plasenta dengan letak

anterior, karena plasenta terletak pada atau dibawah lokasi insisi.

Risiko plasenta akreta lebih tinggi pada perempuan dengan plasenta previa

yang memiliki riwayat persalinan SC. Hal ini dapat dijelaskan oleh implantasi

plasenta pada jaringan parut, didukung oleh teori yang menyebutkan bahwa

perlekatan atau invasi trofoblast ditingkatkan oleh riwayat disrupsi miometrium.

Dalam penelitian ini, sebanyak 11 perempuan (5.9%) dicurigai menderita plasenta

akreta, sehingga menjalani pemeriksaan MRI. Dari 11 perempuan tersebut,

sebanyak 7 perempuan memiliki tanda yang sugestif plasenta akreta. Sebanyak 3

dari 7 perempuan dengan tanda positif tersebut dipastikan menderita plasenta

akreta saat masa intraoperatif dan menjalani histerektomi. Satu perempuan

menjalani embolisasi yang dilakukan segera setelah persalinan sebelum menjalani

histerektomi. Satu perempuan memiliki tanda negatif pada pemeriksaan MRI,

tetapi pada masa intraoperatif perempuan tersebut ditemukan mengalami plasenta

akreta dan membutuhkan histerektomi. Seorang perempuan lain yang tidak

terdaftar di rumah sakit ini datang dengan perdarahan perdarahan antepartum

dengan usia kehamilan 37 minggu. Perempuan tersebut tidak menjalani

pemeriksaan MRI pada masa antenatal. Histerektomi dilakukan atas indikasi

plasenta akreta. Seorang perempuan membutuhkan histerektomi akibat atonia

uterus. Dua perempuan lainnya membutuhkan insersi balon Bakri dan ligasi arteri

iliaka internal untuk atonia uterus. Outcome ibu lainnya antara primigravida dan

nonprimigravida ditemukan sebanding.


Dalam penelitian ini, outcome neonatus untuk kedua kelompok tidak

signifikan kecuali Apgar skor. Apgar skor dalam menit pertama yang lebih tinggi

pada primigravida dapat dihubungkan dengan lokalisasi plasenta di posterior.

Persalinan bayi jauh lebih mudah dengan lokalisasi plasenta di posterior, karena

plasenta cenderung tidak terpotong saat persalinan bayi, sehingga menurunkan

prevalensi hipoksia janin dan anemia pada primigravida. Selain itu, SC dilakukan

pada usia kehamilan yang lebih lanjut pada primigravida, sehingga menurunkan

prevalensi bayi prematur pada kelompok ini.

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Sifat retrospektif dari

penelitian ini tidak memasukkan parameter tertentu akibat keterbatasan

dokumentasi dan tidak menyertakan bias yang mungkin muncul. Penelitian ini

hanya dilakukan di rumah sakit tersier, sehingga populasi sampel tidak

menggambarkan populasi umum. hubungan antara endometriosis dan konsepsi

buatan pada primigravida dengan plasenta previa hanya dapat dipelajari oleh

penelitian prospektif longitudinal.

Penelitian ini menekankan temuan menarik lokasi plasenta previa pada

primigravida. Mengingat tingginya prevalensi endometriosis pada primigravida

dengan plasenta previa, penelitian molekuler lanjutan sedang dilakukan untuk

meneliti hubungan antara kedua hal tersebut. Penelitian tersebut terfokus pada

pemeriksaan status metilasi promoter uPA dan kadar ekspresi uPA ada plasenta

dan lapisan endometrium pada plasenta previa dengan kecurigaan endometriosis.


5. KESIMPULAN

Sebagai kesimpulan, riwayat konsepsi buatan dan endometriosis

ditemukan berkaitan dengan primigravida yang menderita plasenta previa. Untuk

outcome ibu, nonprimigravida memerlukan persalinan lebih dini dan perdarahan

dengan jumlah yang lebih banyak. Sebagian besar primigravida mengalami

plasenta previa posterior tipe II atau tipe III. Skor Apgar dalam menit pertama

secara signifikan lebih rendah pada nonprimigravida. Pemahaman tentang

outcome kehamilan pada perempuan dengan plasenta previa dapat membantu

dokter dalam identifikasi pasien yang memiliki risiko morbiditas dan mortalitas

yang lebih tinggi. Identifikasi faktor risiko yang berpotensi pada primigravida

dapat membantu dalam konseling dan tatalaksana pasien tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

1. Y.Matsuda, K.Hayashi, A. Shiozaki,Y.Kawamichi, S. Satoh, and S. Saito,


“Comparison of risk factors for placental abruption and placenta previa: case
cohort study,” Journal of Obstetrics andGynaecology Research, vol. 37, no. 6,
pp. 538–546, 2011.

2. E. C. Olive, C. L. Roberts, C. S. Algert, and J. M. Morris, “Placenta praevia:


maternal morbidity and place of birth,” Australianand New Zealand Journal of
Obstetrics and Gynaecology, vol. 45, no. 6, pp. 499–504, 2005.

3. T. Takayama, H. Minakami, T. Koike, T. Watanabe, and I. Sato, “Risks


associated with cesarean sections in women with placenta previa,” Journal of
Obstetrics and Gynaecology Research, vol. 23, no. 4, pp. 375–379, 1997.

4. J. M. G. Crane, M. C. van den Hof, L. Dodds, B. A. Armson, and R. Liston,


“Maternal complications with placenta previa,” The American Journal of
Perinatology, vol. 17, no. 2, pp. 101–105, 2000.

5. E. Sheiner, I. Shoham-Vardi, M. Hallak, R. Hershkowitz, M. Katz, and


M.Mazor, “Placenta previa: obstetric risk factors and pregnancy outcome,” The
Journal of Maternal-Fetal Medicine, vol. 10, no. 6, pp. 414–419, 2001.

6. L. Tuzovic, “Complete versus incomplete placenta previa and obstetric


outcome,” International Journal of Gynecology andObstetrics, vol. 93, no. 2,
pp. 110–117, 2006.

7. C. Onwere, I.Gurol-Urganci,D.A.Cromwell, T. A. Mahmood, A. Templeton,


and J. H. van der Meulen, “Maternal morbidity associated with placenta
praevia among women who had elective caesarean section,” European Journal
of Obstetrics &Gynecology and Reproductive Biology, vol. 159, no. 1, pp. 62–
66, 2011.

8. M. Schneiderman and J. Balayla, “A comparative study of neonatal outcomes


in placenta previa versus cesarean for other indication at term,” Journal of
Maternal-Fetal and NeonatalMedicine, vol. 26, no. 11, pp. 1121–1127, 2013.

9. T. Rosenberg, G. Pariente, R. Sergienko, A. Wiznitzer, and E. Sheiner,


“Critical analysis of risk factors and outcome of placenta previa,” Archives of
Gynecology and Obstetrics, vol. 284, no. 1, pp. 47–51, 2011.

10. Y. Oyelese and J. C. Smulian, “Placenta previa, placenta accreta, and vasa
previa,” Obstetrics and Gynecology, vol. 107, no. 4, pp. 927–941, 2006.

11. D. L. Healy, S. Breheny, J. Halliday et al., “Prevalence and risk factors for
obstetric haemorrhage in 6730 singleton births after assisted reproductive
technology in Victoria Australia,” HumanReproduction, vol. 25, no. 1, pp.
265–274, 2010.

12. R. A. Jackson, K. A. Gibson, Y. W. Wu, and M. S. Croughan, “Perinatal


outcomes in singletons following in vitro fertilization: a meta-analysis,”
Obstetrics and Gynecology, vol. 103, no. 3, pp. 551–563, 2004.

13. L. B. Romundstad, P.R.Romundstad, A. Sunde, V. vonD¨uring, R. Skjærven,


and L. J. Vatten, “Increased risk of placenta previa in pregnancies following
IVF/ICSI; a comparison of ART and non-ART pregnancies in the same
mother,” HumanReproduction, vol. 21, no. 9, pp. 2353–2358, 2006.

14. K. Baba, O. Ishihara, N. Hayashi, M. Saitoh, J. Taya, and K. Kinoshita,


“Where does the embryo implant after embryo transfer in humans?” Fertility
and Sterility, vol. 73,no. 1, pp. 123–125, 2000.

15. B. Coroleu, P. N. Barri, O. Carreras, F.Martinez, A. Veiga, and J. Balasch,


“The usefulness of ultrasound guidance in frozenthawed embryo transfer: a
prospective randomized clinical trial,” Human Reproduction, vol. 17, no. 11,
pp. 2885–2890, 2002.

16. R. Fanchin, C. Righini, F.Olivennes, S. Taylor,D. de Ziegler, and R. Frydman,


“Uterine contractions at the time of embryo transfer alter pregnancy rates after
in-vitro fertilization,” HumanReproduction, vol. 13, no. 7, pp. 1968–1974,
1998.

17. R. Mansour, “Minimizing embryo expulsion after embryo transfer: a


randomized controlled study,” Human Reproduction, vol. 20, no. 1, pp. 170–
174, 2005.

18. L. Benaglia, A. Bermejo, E. Somigliana et al., “Pregnancy outcome in women


with endometriomas achieving pregnancy through IVF,” Human Reproduction,
vol. 27,no. 6, pp. 1663–1667, 2012.

19. H. Falconer, “Pregnancy outcomes in women with endometriosis,” Seminars in


Reproductive Medicine, vol. 31, no. 2, pp. 178–182, 2013.

20. K. L. Bruner-Tran, J. L.Herington, A. J. Duleba,H. S. Taylor, and K. G.


Osteen, “Medical management of endometriosis: emerging evidence linking
inflammation to disease pathophysiology,” Minerva Ginecologica, vol. 65, no.
2, pp. 199–213, 2013.

21. S. Korosec, H. Ban Frangez, I. Verdenik et al., “Singleton pregnancy outcomes


after in vitro fertilization with fresh or frozenthawed embryo transfer and
incidence of placenta praevia,” BioMed Research International, vol. 2014,
Article ID 431797, 8 pages, 2014.
22. C. Wilkinson and M. W. Enkin, “Manual removal of placenta at caesarean
section,” Cochrane Database of Systematic Reviews, no. 2, Article ID
CD000130, 2000.

23. M.A.P.C. vanHam, P.W. J. vanDongen, andJ.Mulder, “Maternal consequences


of caesarean section. A retrospective study of intra-operative and postoperative
maternal complications of caesarean section during a 10-year period,”
European Journal ofObstetrics Gynecology and Reproductive Biology, vol. 74,
no. 1, pp. 1–6, 1997.

24. Z.M. S. Zaki, A. M. Bahar, M. E. Ali, H. A. M. Albar, and M. A. Gerais, “Risk


factors and morbidity in patients with placenta previa accreta compared to
placenta previa non-accreta,” ActaObstetricia et Gynecologica Scandinavica,
vol. 77, no. 4, pp. 391–394, 1998.

25. J. Hasegawa, R. Matsuoka, K. Ichizuka et al., “Predisposing factors for


massive hemorrhage during Cesarean section in patients with placenta previa,”
Ultrasound in Obstetrics andGynecology, vol. 34, no. 1, pp. 80–84, 2009.

26. M. C. Frederiksen, R. Glassenberg, and C. S. Stika, “Placenta previa: a 22-year


analysis,” The American Journal of Obstetricsand Gynecology, vol. 180, no. 6,
part 1, pp. 1432–1437, 1999.

27. D. G. Jang, J. S. We, J. U. Shin et al., “Maternal outcomes according to


placental position in placental previa,” InternationalJournal ofMedical
Sciences, vol. 8, no. 5,pp. 439–444, 2011.

28. E. Lachman, A. Mali, G. Gino, M. Burstein, and M. Stark, “Placenta accreta


with placenta previa after previous cesarean sections–a growing danger in
modern obstetrics,” Harefuah, vol. 138, no. 8, pp. 628–712, 2000.

Anda mungkin juga menyukai