Anda di halaman 1dari 12

JOURNAL READING

Side Effects of Misoprostol Per Rectal for Treating Postpartum Hemorrhage


in Vaginal Delivery versus Cesarean Section: What Do We Know So Far?

Dosen Pembimbing :
dr. Eddy Purwanta, Sp.OG

Disusun oleh :
Bella Kartika
2017730025

KEPANITERAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022
Side Effects of Misoprostol Per Rectal for Treating Postpartum Hemorrhage in Vaginal
Delivery versus Cesarean Section: What Do We Know So Far?

Abstrak

TUJUAN:Membandingkan insiden dan profil samping misoprostol per rektal untuk pengobatan
pascasalin pada persalinan pervaginam versus seksio sesarea.

METODE:Penelitian observasional prospektif melibatkan 40 perempuan yang melahirkan


melalui persalinan pervaginan (VD) versus 40 pasien melalui Seksio Sesarea (CS) dilakukan di
bangsal ginekologi sebuah rumah sakit di Jawa Barat. Insiden efek samping misoprostol yang
diidentifikasi melalui pengamatan dan kajian medis medis. Probabilitas efek samping dinilai oleh
panel tenaga kesehatan. karakteristik pasien dan profil efek samping dianalisis secara deskriptif.
Proporsi insiden efek samping misoprostol antara dua metode persalinan dibandingkan
menggunakan uji Z.

HASIL:Tiga puluh empat pasien (85,0%) pasien di kelompok VD mengalami efek samping,
sementara semua pasien CS melaporkan setidaknya satu efek samping. Tidak ada perbedaan
yang signifikan terkait proporsi pasien yang mengalami efek samping di kedua kelompok
(p=0,366). Secara keseluruhan terdapat 135 dan 164 efek samping pada kelompok VD dan CS
secara berurutan. Tidak ada perbedaan yang nyata dalam profil efek samping kedua kelompok.
Efek samping saluran cerna merupakan efek samping yang sering ditemukan. Terkait
probabilitas kejadian efek samping, panelis menilai semua efek samping pada kelompok VD
sebagai “mungkin”. Sementara itu, sekitar 70% efek samping pada pasien CS dikategorikan
“mungkin” dan selebihnya “sangat mungkin”.

KESIMPULAN:Insiden tinggi efek samping misoprostol ditemukan baik pada pasien VD


maupun CS. Proporsi insiden dan profil samping cukup seragam pada dua kelompok tersebut.

KATA KUNCI: samping, misoprostol, perdarahan pas-casalin, persalinan pervaginam,


persalinan seksio sesarea.
PENGANTAR
Perdarahan Postpartum Primer (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan darah dari saluran
genital sebanyak 500 mL atau lebih setelah persalinan normal pervaginam (NVD) atau 1.000 mL
atau lebih setelah operasi caesar dalam waktu 24 jam setelah kelahiran.1 PPP berkontribusi
signifikan terhadap morbiditas ibu dan kematian. PPH adalah penyebab utama kematian ibu
secara global, menyumbang seperempat dari kematian setiap tahun.2 Di negara maju, PPH
adalah kondisi yang sebagian besar dapat dicegah dan dikelola.3 Di negara berkembang,
kematian akibat PPP tetap tinggi dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa PPH menyebabkan
hingga 60% dari semua kematian ibu. Di Indonesia, PPH bertanggung jawab atas 43% kasus
kematian ibu.
Beberapa organisasi kesehatan wanita utama termasuk Federasi Internasional Ginekologi
dan Obstetri (FIGO), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Royal College of Obstetricians
and Gynecologists telah mendukung penggunaan uterotonika suntik (yaitu oksitosin,
ergometrine) sebagai pengobatan lini pertama untuk PPH karena bukti keefektifan dan
keamanannya.
Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia telah mengeluarkan pedoman
penanganan PPH yang sesuai dengan organisasi internasional tersebut di atas.8 Oksitosin dan
ergometrin terbukti efektif dan aman pada ibu hamil bahkan pada ibu hamil dengan hipertensi
dan preeklamsia. Sayangnya, obat ini harus diberikan melalui suntikan saja dan memerlukan
pendinginan untuk menjaga stabilitas obatnya. Selain itu yang melakukannya harus tenaga
kesehatan profesional yang terampil. Maka dari itu, pada daerah yang terbatas SDM akan
mengalami keterbatasan seperti daerah pedesaan dan daerah yang terisolasi.
Misoprostol sebagai analog prostaglandin E1 (PGE1) yang stabil, telah terbukti secara
efektif merangsang kontraktilitas uterus pada awal kehamilan dan saat cukup bulan. Misoprostol
dikenal sebagai uterotonika alternatif dalam situasi di mana pengobatan lini pertama tidak
tersedia. Obat ini terdaftar di Indonesia untuk pengobatan maag dan tukak lambung. Obat ini
sebenarnya belum disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk digunakan dalam
pencegahan dan pengobatan PPH. Namun, penggunaan misoprostol dalam pengelolaan PPP
cukup umum di kalangan ginekolog. Di rangkaian sumber daya yang rendah seperti negara maju,
penggunaan misoprostol telah menarik banyak perhatian karena harganya yang lebih murah,
stabilitas obat terhadap panas dan waktu paruh yang lebih lama dibandingkan dengan uterotonika
injeksi konvensional yang digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk PPP. Selain itu,
misoprostol dapat diberikan dalam beberapa rute (termasuk oral, bukal, vagina, sublingual dan
rektal) yang mendukung kemudahan pemberian dan membuatnya lebih populer di fasilitas
kesehatan yang penyedia layanan kesehatan terampilnya (SDM) terbatas. Dapat dipahami,
misoprostol telah ditambahkan ke dalam uraian pengobatan esensial WHO untuk pengobatan
PPH. Namun demikian, pemberian misoprostol menimbulkan risiko tertentu sehingga efektivitas
dan keamanannya dipertanyakan. Sebuah tinjauan sistematis dari 10 uji coba terkontrol secara
acak (RCT) menggunakan oksitosin dan misoprostol untuk pengobatan PPH menyoroti bahwa
penggunaan misoprostol sebagai pengobatan tambahan untuk oksitosin tidak memberikan
manfaat tambahan bagi pasien.11 Dalam hal keamanannya, misoprostol sering dikaitkan dengan
beberapa efek samping sementara seperti menggigil dan demam.12 Selain itu, beberapa uji coba
terkontrol secara acak dari misoprostol telah melaporkan mortilitas dan morbiditas parah pada
ibu yang mungkin terkait dengan penggunaannya.
Telah terbukti bahwa misoprostol harus dicadangkan dalam kondisi tertentu di mana
pengobatan PPH lini pertama tidak praktis. Namun, penggunaan misoprostol untuk pengobatan
PPH di rumah sakit studi adalah lazim dan tidak sejalan dengan bukti yang ada di mana akses ke
pengobatan lini pertama di rumah sakit segera tersedia. Penting untuk dicatat bahwa efek
samping yang berhubungan dengan misoprostol menempati urutan ketiga dari laporan kejadian
obat yang merugikan di rumah sakit penelitian. Selain itu, beberapa penelitian telah dilakukan
untuk mengevaluasi efek samping misoprostol dalam dua cara persalinan (persalinan sesar
versus pervaginam). Berdasarkan alasan tersebut di atas, penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan kejadian dan profil efek samping misoprostol pada persalinan pervaginam dan
seksio sesarea.

1. METODE
Ini adalah studi kohort observasional prospektif. Subyek penelitian adalah ibu
hamil yang dirawat di bangsal ginekologi di RSUD Jawa Barat periode Juni-Agustus
2018. Kriteria inklusi adalah pasien yang menjalani persalinan pervaginam atau seksio
sesarea yang didiagnosis dengan PPP dan menerima misoprostol melalui rute rektal
dalam waktu 24 jam setelah melahirkan. Kriteria eksklusi adalah pasien rujukan yang
bersalin di rumah sakit lain, yang mendapat misoprostol melalui jalur lain selain per
rektal dan pasien yang meninggal.

Ukuran sampel dihitung menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:


n= n
1 + Ne2
Menunjukkan:
n : ukuran sampel untuk setiap kelompok
n : Ukuran populasi
e : Margin kesalahan

Ukuran sampel untuk kelompok persalinan pervaginam:


n=N = 40 = 40 = 36,36 ~ 40 pasien
(1 +
Ne2) ( 1 + 40 x 0,052 ) 1.1
Ukuran sampel untuk kelompok operasi caesar:
n=N = 45 = 45 = 40,9 ~ 40 pasien
(1 +
Ne2) ( 1 + 45 x 0,052 ) 1.1

Peneliti utama mengidentifikasi terjadinya efek samping melalui observasi pasien


dan review catatan medis. Probabilitas efek samping dinilai oleh panel yang terdiri dari
ginekolog, bidan dan apoteker. Pemeringkatan dilakukan dengan menggunakan algoritma
Naranjo15dan konsensus di antara anggota panel digunakan sebagai penilaian akhir.
Studi ini disetujui oleh Komite Etika Manusia dari rumah sakit studi. Informed consent
tertulis diperoleh dari pasien sebelum observasi.Karakteristik pasien dan data efek
samping diringkas menggunakan statistik deskriptif. Proporsi kejadian efek samping
misoprostol antara dua cara persalinan dibandingkan dengan menggunakan uji-Z.
Analisis data statistik dilakukan dengan menggunakan statistik Product and Service
Solutions (SPSS) for Windows versi 22.0. Tingkat signifikansi ditetapkan pada nilai
probabilitas p < 0,05.
2. HASIL
Ada 40 pasien yang diamati di setiap kelompok selama studi tiga bulan ini.
Karakteristik ibu dan kebidanan pasien dirangkum dalam Tabel 1. Seperti yang terlihat
pada Tabel 1, tidak ada perbedaan yang terlihat pada usia ibu dan usia kehamilan antara
kedua kelompok. Berkenaan dengan paritas, pasien pada kelompok CS cenderung
memiliki pengalaman melahirkan yang lebih banyak dengan hampir 40% memiliki
paritas ketiga dibandingkan dengan 22,5% pada kelompok VD. Empat pasien dalam
kelompok CS memiliki penyakit penyerta (yaitu hipertensi, infeksi human
immunodeficiency virus, hepatitis B, tumor otak) dengan hanya satu pasien yang minum
obat secara teratur. Sementara itu, tidak ada pasien dalam kelompok VD yang
melaporkan adanya penyakit penyerta dan minum obat rutin.
Tabel 1.Karakteristik Maternal dan Obstetri Pasien

Tabel 1.Karakteristik Maternal dan Obstetri Pasien


Grup Persalinan Vagina Grup Operasi Caesar
Karakteristik
(N=40 Pasien) (N=40 Pasien)

29,58
(±7,510
Usia ibu dalam tahun (±SD) 29,05 (± 7,172) )
36,83
Usia kehamilan dalam minggu (±2,899
(±SD) 37,65 (± 1,099) )
Paritas, N (%) 10
1 15 (37,5) (25.0)
15
2 16 (40,0) (37,5)
15
3 9 (22.5) (37,5)
Adanya penyakit penyerta, N
(%) - 4 (10.0)
Konsumsi obat secara rutin, N
(%) - 1 (2.5)
Tabel 2. Data Klinis Pra-dan
Pascapersalinan Pasien

Parameter Klinis Grup Persalinan Vagina Grup Operasi Caesar


(N=40 Pasien) (N=40 Pasien)

sebelum
melahir Pasca sebelum
kan persalinan melahirkan Pasca persalinan
Suhu, N (%) 40
Normal (36,1-37,2 C) (100,0) 5 (12.5) 37(92.5) 1 (2.5)
Di atas normal (>37,2 C) - 35 (87,5) 3(7.5) 39 (97,5)
Skala Nyeri (5 poin), N (%) 40
3 (100,0) 40 (100,0) 39(97.5) 39 (97,5)
4 - - 1(2.5) 1 (2.5)
Kadar hemoglobin, N (%)
8-12 g/dL 25 (62.5) 39 (97,5) 22(55.0) 40 (100,0)
12-16 g/dL 15 (37,5) 1 (2.5) 18(45.0)
Volume perdarahan, N (%)
>500ml - 40 (100,0) - -
> 1000 mL - - - 40 (100,0)

Efek Samping Misoprostol


Semua pasien dalam kelompok VD menerima misoprostol per rektal 400 mcg yang
diberikan dalam dosis tunggal. Sementara itu, sebagian besar pasien CS (N=38, 95,0%) diberikan
dosis total misoprostol yang lebih tinggi (yaitu 600 mcg dosis tunggal) melalui rute dubur dan
dua pasien menerima dosis total 800 mcg dibagi menjadi dua dosis (600 mcg diikuti oleh 200
mcg). Dosis kedua diberikan karena perdarahan persisten meskipun pemberian dosis pertama.
Pasien diamati sebelum dan sesudah melahirkan untuk mengevaluasi status klinis pasien dan
mengidentifikasi adanya efek samping misoprostol. Data klinis dirinci dalam Tabel 2.
Dapat dilihat dari Tabel 2 bahwa setelah melahirkan sebagian besar pasien VD (87,5%)
dan hampir semua pasien CS mengalami peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal. Kedua
kelompok menunjukkan pola yang sama dalam tingkat keparahan nyeri dimana tidak ada
perubahan skala nyeri sebelum dan sesudah melahirkan. Meskipun demikian, satu pasien dalam
kelompok CS melaporkan nyeri yang sedikit lebih parah (yaitu, skala 4) dibandingkan dengan
pasien lain di keduanyakelompok. Mengenai tingkat hemoglobin (Hb), lebih dari 60% pasien VD
memiliki Hb <12 g/dL dan proporsinya meningkat pesat menjadi 97,5%. Kondisi serupa
didokumentasikan pada kelompok CS dengan semua pasien memiliki kadar Hb postpartum
rendah. Tingginya proporsi pasien dengan penurunan kadar Hb sebagian dapat dijelaskan karena
volume kehilangan darah (yaitu> 500 mL pada kelompok VD dan> 1000 mL pada kelompok
CS).
Tiga puluh empat pasien (85,0%) pasien dalam kelompok VD mengalami efek samping,
sementara semua pasien CS melaporkan setidaknya satu efek samping setelah menerima
misoprostol. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam proporsi pasien yang mengalami efek
samping pada kedua kelompok (p=0,366). Secara total, ada 135 dan 164 efek samping pada
kelompok VD dan kelompok CS, masing-masing. Rincian efek samping misoprostol pada kedua
kelompok penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Seperti dijelaskan pada Tabel 3, efek samping
gastrointestinal (misalnya mual, muntah, diare) merupakan efek samping yang paling sering
terjadi pada kedua kelompok. Dalam hal profil efek samping, tidak ada perbedaan yang terlihat
antara kedua kelompok. Namun, nyeri perut dan kelelahan hanya diamati pada pasien CS.

Tabel 3.Efek Samping Misoprostol Per Rektal pada Persalinan Vagina dan Operasi Caesar
Jenis Efek
Samping Grup Persalinan Vagina Grup Operasi Caesar Nilai-P
N (%) (N=40 Pasien) (N=40 Pasien)

Mual 31 (77,5) 34(85.0) 0,438


muntah 31 (77,5) 34(85.0) 0,432
pireksia 27 (67,5) 33(82.5) 0,366
Gemetaran 20 (50,0) 23(57.5) 0,432
Diare 10 (25.0) 8 (20.0) 0,454
Sakit perut - 2(5.0) 0,454
Sakit kepala 16 (40,0) 29(72.5) 0.228
Kelelahan - 1(2.5) 0,477
*Z-test digunakan untuk membandingkan proporsi setiap kejadian efek samping yang dialami
oleh pasien dalam kelompok persalinan pervaginam dibandingkan dengan operasi caesar.

Mengenai kemungkinan terjadinya efek samping, ada sedikit perbedaan antara pasien VD
dan CS. Panelis menilai semua efek samping pada pasien VD sebagai kemungkinan. Sementara
itu, lebih dari 70% (N=115/164 ) dari efek samping pada pasien CS dianggap sebagai
kemungkinan meninggalkan sisa proporsi sebagai pasti. Selanjutnya, nyeri perut dan kelelahan,
yang tidak ada pada pasien VD, dinilai sebagai pasti pada kelompok CS.

3. DISKUSI
Misoprostol dapat diberikan melalui banyak rute termasuk oral, vagina,
sublingual, bukal atau rektal. Sebuah studi farmakokinetik membandingkan profil
pemberian misoprostol dalam tiga rute yang berbeda (yaitu oral, rektal, vagina)
menunjukkan bahwa misoprostol vagina memiliki area under curve (AUC) yang lebih
besar dan beredar di dalam tubuh lebih lama daripada rute oral. Misoprostol rektal
menunjukkan profil yang mirip dengan rute vagina tetapi dengan AUC yang lebih
rendah. Misoprostol oral memiliki konsentrasi plasma puncak yang lebih tinggi dan
penyerapan yang lebih cepat daripada rute vaginal atau rektal yang menyoroti tingkat
efek samping terkait gastrointestinal yang lebih tinggi (mual, diare) yang terkait dengan
misoprostol oral dibandingkan dengan rute vagina dan rektal.11, 16Penelitian ini
menggunakan tablet misoprostol yang dirancang untuk pemberian oral daripada
formulasi rektal yang dirancang khusus. Namun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Khan dan rekan mengungkapkan bahwa tablet misoprostol oral dapat diserap melalui
rektal dan vagina.
Sulit untuk membandingkan temuan kami dengan penelitian lain meskipun
banyak penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi efek samping misoprostol. Sejauh
pengetahuan kami, sedikit penelitian telah dilakukan untuk membandingkan efek
samping misoprostol antara pasien VD dan CS. Mengenai profil efek samping, hasil
penelitian ini sejalan dengan WHO Adverse Reaction Database bahwa efek samping
yang paling sering terjadi terkait misoprostol adalah sebagai berikut: diare, sakit perut,
mual, perdarahan, aborsi, muntah, dispepsia. , perut kembung, aborsi, muntah, pusing,
menoragia, perdarahan vagina dan demam.17 Demikian pula, data yang dikumpulkan
dari tinjauan Cochrane menunjukkan bahwa misoprostol yang diberikan dalam dosis
pengobatan memiliki peningkatan risiko efek samping dibandingkan dengan plasebo.
Menurut ulasan, pasien yang memakai misoprostol memiliki risiko sekitar dua kali lipat
untuk mengalami muntah dan menggigil, dan risiko tiga kali lipat dari demam. Namun
demikian, efek samping yang dilaporkan bersifat sementara
Profil keamanan misoprostol dalam kebidanan terkait dengan profil
farmakokinetik analog PGE1.9Selain mekanisme uterotoniknya, misoprostol telah
menunjukkan efek farmakologis pada beberapa sistem organ. Ini dapat menghambat
faktor pengaktif trombosit dan mempengaruhi proses metabolisme dan fisiologis.18
PGE1 seperti misoprostol bekerja pada pusat termoregulasi pusat yang dapat menjelaskan
kejadian pireksia pada penggunaan misoprostol.19 Sebuah meta-analisis sistematis yang
dilakukan dengan melibatkan 33 percobaan menemukan bahwa kejadian pireksia setelah
pemberian misoprostol sangat ditentukan oleh dosis dan rutenya.20Studi tersebut
melaporkan bahwa insiden pireksia tertinggi tercatat pada rute sublingual (15%) dengan
tingkat yang lebih rendah dengan oral (11,4%) dan rektal (4%) yang bertentangan dengan
temuan kami yang menunjukkan tingginya insiden pireksia lebih dari 60%.
Sejalan dan rekan menemukan rute sublingual memiliki bioavailabilitas tertinggi
dari semua mode administrasi dan rute ini dikaitkan dengan insiden efek samping
tertinggi dibandingkan dengan rute lain.21 Lebih lanjut, penelitian ini menggarisbawahi
temuan penting bahwa pasien yang memakai misoprostol memiliki risiko lima kali
pireksia dibandingkan dengan mereka yang diberi plasebo atau agen uterotonik
lainnya.20Efek PGE1 pada sistem termoregulasi sentral juga berdampak pada kejadian
menggigil. Sebuah uji coba terkontrol plasebo acak misoprostol untuk pencegahan PPP
melaporkan menggigil lebih sering terjadi pada kelompok misoprostol dibandingkan
plasebo (19% vs 5% masing-masing).22
Sesuai dengan hasil penelitian kami, tingkat menggigil yang lebih tinggi
ditemukan dalam penelitian lain di mana menggigil didokumentasikan pada 32%-57%
wanita yang menerima misoprostol. Efek samping umum lainnya dari misoprostol
termasuk diare dan mual yang terjadi karena dampak prostaglandin pada otot polos
saluran pencernaan termasuk peningkatan waktu transit orocaecal.
Penelitian saat ini juga mengungkapkan bahwa pasien dalam kelompok CS
menerima dosis misoprostol yang lebih tinggi (600 mcg sebagai dosis tunggal dan dua
pasien menggunakan dosis total 800 mc) dibandingkan dengan kelompok VD (yaitu, 400
mcg). Sebuah meta-analisis yang membandingkan misoprostol 400 mcg vs 600 mcg tidak
menunjukkan bukti penggunaan misoprostol dengan dosis yang lebih tinggi untuk
mengurangi kehilangan darah. Selain itu, insiden pireksia lebih tinggi di antara wanita
yang menerima misoprostol dibandingkan dengan mereka yang menggunakan
uterotonika lainnya. Dosis misoprostol yang lebih tinggi (600 mcg) dikaitkan dengan
lebih banyak insiden pireksia daripada dosis yang lebih rendah (400 mcg).17Studi kami
mengkonfirmasi temuan meta-analisis di mana pasien CS menunjukkan tingkat demam
yang lebih tinggi (82,5%) dibandingkan dengan kelompok VD (67,5%). Lebih lanjut,
telah ditemukan bahwa penelitian yang melaporkan kematian ibu setelah menggunakan
misoprostol, pasien dalam penelitian tersebut diberikan dengan dosis yang lebih tinggi
(yaitu, 600 mcg).
Faktanya, beberapa percobaan menemukan temuan signifikan bahwa tidak ada
kemanjuran yang signifikan antara misoprostol 400 mcg vs dosis yang lebih tinggi.
Sebaliknya, temuan menyoroti masalah keamanan yang berkaitan dengan penggunaan
misoprostol dosis tinggi karena frekuensi dan tingkat keparahan efek samping terkait
dosis.17, 24.Sangat disayangkan bahwa tidak ada jalur klinis untuk manajemen PPH di
rumah sakit studi. Temuan penelitian ini mengkonfirmasi bukti yang ada kepada dokter
kandungan dan ginekolog mengenai keamanan misoprostol untuk mengobati PPH.
Selanjutnya, hasilnya dapat digunakan sebagai informasi penting bagi para klinisi untuk
mengembangkan jalur klinis di rumah sakit studi untuk membimbing mereka ketika
merawat pasien dengan PPH. Meskipun demikian, ada beberapa keterbatasan dalam
penelitian ini. Pertama, penelitian ini dilakukan di satu rumah sakit dengan jumlah
sampel sederhana yang mengurangi generalisasi temuan.
Temuan kami menyoroti bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih
memahami tingkat dan pola efek samping misoprostol dalam dua cara pemberian. Studi
masa depan harus mencakup ukuran sampel yang lebih besar dengan berbagai rute
misoprostol dan beberapa institusi untuk memberikan gambaran yang lebih luas tentang
efek samping dan untuk mengidentifikasi pengaruh cara pemberian pada efek samping.
Kedua, panelis yang menilai kemungkinan efek samping dipilih untuk kenyamanan dan
tidak ada pelatihan formal yang diberikan. Namun demikian, panelis dianggap memiliki
pengetahuan klinis dan pengalaman profesional yang memadai, dan panelis diminta
untuk membaca algoritma Naranjo sebelum rapat panel. Hasilnya mungkin berbeda jika
pelatihan formal tentang cara menggunakan algoritma Naranjo telah diberikan kepada
panelis.
KESIMPULAN
Singkatnya, penelitian ini menemukan tingginya insiden efek samping terkait misoprostol
baik pada pasien VD dan CS dan tingkat kejadian tidak berbeda secara signifikan antara dua
mode pengiriman. Selain itu, tidak ada perbedaan yang terlihat dalam profil efek samping yang
didokumentasikan pada kedua kelompok. Studi ini mengangkat keprihatinan tentang pentingnya
penggunaan misoprostol secara bijaksana untuk indikasi obstetri dan ginekologi dalam
pengaturan klinis yang tepat untuk memastikan efektivitas dan keamanannya. Selain itu,
seringnya terjadinya efek samping terkait penggunaannya memerlukan farmakovigilans aktif
yang melibatkan tenaga kesehatan garda terdepan khususnya dokter, perawat dan apoteker.

Anda mungkin juga menyukai