Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL

PENGARUH PIJAT PERINEUM TERHADAP KEJADIAN RUPTUR


PERINEUM PADA IBU PRIMIGRAVIDA

LITERATUR REVIEW

RENI NUR’AINI
P17331173018

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN JEMBER


JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan merupakan suatu proses normal yang terjadi pada setiap wanita.
Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan, presentasi
belakang kepala, dengan kekuatan sendiri, dan berlangsung kurang dari 24
jam menurut WHO (2010) dalam (Oktarina, 2016). Sedangkan, primipara
adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk
hidup di dunia luar (Hakimi, 2010). Pada proses persalinan normal dapat
terjadi berbagai komplikasi dan harus segera tertangani. Jika penangangan
tersebut lambat dilakukan maka dapat menyebabkan mordibitas ataupun
mortalitas pada ibu dan janin. Salah satu komplikasi yang terjadi adalah
perdarahan setelah persalinan yang bisa disebabkan karena atonia uteri,
retensio plasenta, dan ruptur perineum (Prawirohardjo, 2014).
Ruptur perineum merupakan robeknya perineum yang terjadi pada saat
proses persalinan bayi karena kekakuan perineum (Kurniarum, 2016). Ruptur
perineum dapat terjadi secara spontan ataupun dengan tindakan. Umumnya
ruptur perineum terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat (Widiastini, 2014). Kejadian ruptur perineum ini dapat
diidentifikasi dengan terjadinya perdarahan dengan memastikan kelengkapan
plasenta dan kontraksi rahim baik. Pada persalinan pertama hampir semua ibu
mengalami ruptur perineum dan tidak jarang juga terjadi pada persalinan
berikutnya (Widiastini, 2014).
Berdasarkan data WHO (2016) terdapat 2,7 juta kasus ruptur perineum
pada ibu bersalin dan diperkirakan akan mencapai 6,3 juta kasus pada tahun
2050. Hal ini dikarenakan....... Asia sendiri menyumbangkan cukup banyak
kasus dengan 50% kejadian ruptur perineum di dunia berasal dari Asia
(WHO, 2016). Hasil laporan kasus menyatakan bahwa pada saat persalinan
sebanyak 85% ibu mengalami ruptur perineum dan 60-70% membutuhkan
penjahitan (Maternity, 2018). Selain itu, kasus yang telah dilaporkan oleh
William (2018), sekitar 90% wanita mengalami ruptur perineum setelah
persalinan pervaginam yang disebabkan karena persalinan spontan ataupun
episiotomi.
Dahlen et al. (2013), mengemukakan bahwa ibu dengan paritas primipara
lebih berisiko mengalami ruptur perineum. Hal ini disebabkan karena ibu
primipara memiliki jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi,
sehingga otot-otot perineum masih kaku dan belum meregang. Hal yang sama
juga dijelaskan bahwa kejadian ruptur perineum lebih besar terjadi pada
85,05% primipara dibandingkan 68,73% pada multipara. Hal ini disebabkan
karena jaringan yang belum pernah teregang sebelumnya, sehingga
mengakibatkan elastisitas kurang baik, dan mudah robek pada persalinan
(Pangastuti, 2016). Sehingga, ibu primigravida memiliki risiko lebih tinggi
dalam kejadian ruptur perineum pada saat proses persalinan.
Faktor risiko ruptur perineum yakni karena faktor maternal, fetal, dan
intrapartum. Faktor maternal meliputi, paritas, usia ibu (<20 tahun atau >35
tahun), persalinan pervaginam setelah kelahiran secara SC, ukuran perineum
pendek (<25mm), dan etnis Asia. Faktor risiko fetal antara lain, berat badan
bayi baru lahir (giant baby >4000 gram), kelainan presentasi, dan distosia
bahu. Sedangkan faktor risiko Intrapartum yaitu, penggunaan alat pada
persalinan (ekstraksi forsep atau vakum), kala II memanjang (>60 menit) atau
persalinan presipitatus, penggunaan epidural, injeksi oksitosin (induksi),
midline episiotomy, dan posisi ibu (Maternity, 2018).
Riwayat persalinan dengan ruptur perineum dapat mempengaruhi kondisi
fisik dan psikologis pada ibu post partum. Kodisi fisik ibu dengan luka
perineum lebih rentan terjadi infeksi luka jahitan perineum dan inkontinensia
fekal. Sedangkan pada kondisi psikologis, ibu akan mengalami nyeri, sakit,
dan kecemasan terhadap kondisi jahitan perineumnya, sehingga akan
mempengaruhi mobilisasi dan aktivitas sehari-hari ibu (Ryan Goh, Daryl Goh,
and Hasthika Ellepola, 2018). Dijelaskan dalam literatur bahwa, diantara
perempuan yang mengalami ruptur perineum, 40% perempuan melaporkan
rasa sakit pada 2 minggu pertama setelah persalinan dan beberapa masih
perempuan masih merasakan nyeri pada 8 minggu hingga 3 bulan setelah
persalinan (Beckmann and Stock OM, 2013).
Berbagai metode alternatif dilakukan untuk mencegah terjadinya ruptur
perineum seperti pijat perineum, kompres hangat, manuver rintgen, hands-off,
hands on the perineum, dan tindakan episiotomi (Goh, Goh, and Ellepola,
2018). WHO dalam artikelnya merekomendasikan untuk melakukan pijat
perineum selama kehamilan dikarenakan pijat perineum terbukti mampu
menjaga perineum tetap utuh dan menurunkan risiko kejadian ruptur perineum
yang serius (WHO, 2018). Menurut JNPK-KR (2017) untuk mengurangi
risiko ruptur perineum maka persalinan dilakukan sesuai standar APN. Selain
itu, kebijakan pemerintah tentang program untuk ibu hamil yaitu ANC terpadu
yang disebutkan bahwa ibu hamil mendapatkan pelayanan dan konseling
kesehatan serta persiapan persalinan yang bersih dan aman (Kemenkes RI,
2014). Oleh karena itu, upaya preventif yang dapat dilakukan oleh bidan
adalah mengajarkan ibu hamil tentang pijat perineum sejak usia kehamilan
>34 minggu. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan elastisitas perineum
sehingga mempermudah dalam proses persalinan bayi secara pervaginam
(Oxford University Hospitals, 2017).
Menurut Isti Kundarti, dkk (2014) pijat perineum memiliki pengaruh
terhadap kejadian ruptur perineum. Pemijatan perineum pada bulan- bulan
terakhir kehamilan meningkatkan hormonal yang membuat lembut jaringan
ikat sehingga perineum lebih elastis dan mudah teregang dan melatih ibu
mengendurkan perineum ketika merasakan tekanan saat kepala bayi muncul,
juga mengurangi nyeri akibat peregangan.
Hasil studi yang lain juga menyebutkan bahwa intervensi pijat perineum
selama kehamilan mampu menjaga perineum selama persalinan dan
menurunkan tindakan episiotomi. Kejadian ruptur perineum derajat 1 lebih
banyak terjadi pada kelompok pijat perineum. Sedangkan ruptur perineum
derajat 2,3, dan 4 lebih sering terjadi pada kelompok yang tidak mendapatkan
intervensi (Shahoei et al., 2016). Sesuai dengan hasil beberapa penelitian
terdahulu, maka pijat perineum terbukti dapat menjaga perineum tetap utuh
dan memperkecil kejadian ruptur perineum yang lebih serius (derajat 2,3,4)
dengan membuat elastisitas pada otot perineum.
Berdasarkan uraian data di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
literatur review artikel jurnal tentang “Pengaruh Pijat Perineum terhadap
Kejadian Ruptur Perineum pada Ibu Primigravida”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uaraian permaslahan pada latar belakang di atas, maka rumusan
masalah pada literatur review ini adalah “Bagaimanakah pengaruh pijat
perineum terhadap kejadian ruptur perineum pada ibu primigravida?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengaruh pijat perineum terhadap kejadian ruptur
perineum pada ibu primigravida berdasarkan literatur review artikel
jurnal.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi pijat perineum pada ibu primigravida
berdasarkan literatur review atikel jurnal.
b. Mengidentifikasi kejadian ruptur perineum pada ibu primigravida
berdasarkan literatur review artikel jurnal.
c. Menganalisis pengaruh pijat perineum terhadap kejadian ruptur
perineum pada ibu primigravida berdasarkan literatur review
artikel jurnal.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru
untuk meningkatkan pengetahuan, serta dapat menjadi referensi bagi
peneliti selanjutnya mengenai pengaruh pijat perineum terhadap
ruptur perineum.

1.4.2 Manfaat Praktis


a. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan referensi bagi pembaca
yang akan melakukan literatur review.
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan dapat menambah wawasan bagi bidan dalam
memberikan keterampilan pijat perineum pada ibu hamil trimester
tiga untuk melakukan pijat perineum dalam upaya preventif
kejadian ruptur perineum.
c. Bagi Reviewer
Sebagai sarana meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan
keterampilan pada ibu hamil trimester 3 dalam melakukan pijat
perineum dengan hasil penelitian dan teori.
DAFTAR ISI

Beckmann and Stock OM (2013) ‘Antenatal perineal massage for reducing


perineal trauma (Review)’, Cochrane Library, (4), p. 3. doi:
10.1002/14651858.CD005123.pub3.www.cochranelibrary.com.

Dahlen, H. et al. (2013) ‘Trends and risk factors for severe perineal trauma during
childbirth in New South Wales between 2000 and 2008 : a population-based
data study’, BMJ Open, (3), pp. 1–7. doi: 10.1136/bmjopen-2013-002824.

Hakimi, M. (2010) Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan oleh Harry
Oxorn & William R. Forte. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica (YEM).
Available at: https://books.google.co.id/books?id=SsWCb5m-
sUMC&pg=PA58&dq=primipara+adalah&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwii
uNen8t_sAhWzH7cAHdUbAiMQ6AEwAHoECAAQAg#v=onepage&q=pr
imipara adalah&f=false.

Isti Kundarti, F., Estuning, D. and Budiarti, T. (2014) ‘Pengaruh Pemijatan


Perineum pada Ibu Primigravida terhadap Robekan Perineum saat
Persalinan’, Gema Bidan Indonesia, III(1), pp. 51–55.

JNPK-KR (2017) Asuhan Persalinan Normal, Asuhan Esensial bagi Ibu Bersalin-
Bayi Baru Lahir serta Penatalaksanaan Komplikasi Segera
Pascapersalinan dan Nifas. Jakarta: JNPK-KR.

Kemenkes RI (2014) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97


Tahun 2014. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Available at:
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/PMK No. 97 ttg Pelayanan
Kesehatan Kehamilan.pdf.

Kemenkes RI (2020) Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019, Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI. Available at:
http://www.kemkes.go.id.

Kristianingsih, A., Mukhlis, H. and Ermawati, E. (2019) ‘Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Kejadian Perdarahan Post Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Pringsewu’, Wellness
And Healthy Magazine, 1(2), pp. 139–149. Available at:
http://wellness.journalpress.id/index.php/wellness/.

Kurniarum, A. (2016) Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.


Jakarta Selatan: Kemenkes RI. Available at:
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Asuhan-Kebidanan-Persalinan-dan-BBL-
Komprehensif.pdf.
Maternity, D. (2018) ‘Care of your Perineum following 3 rd and 4 th degree
tears’, NHS Trust, pp. 1–7. Available at: http://www.meht.nhs.uk/get-
involved/.

Oktarina, M. (2016) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru
Lahir. Yogyakarta: Deepublish.

Oxford University Hospitals (2017) ‘Antenatal perineal massage’, NHS Trust, pp.
1–7. Available at: www.ouh.nhs.uk/patient-guide/leaflets/library.aspx.

Pangastuti, N. (2016) ‘Robekam Perineum pada Persalinan Vaginal di Bidan


Praktek Swasta (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta Indonesia Tahun 2014-
2016’, Jurnal Kesehatan Reproduksi, 3(3), pp. 179–187. doi:
https://doi.org/10.22146/jkr.36184.

Prawirohardjo, S. (2014) Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Ryan, G., Daryl, G. and Hasthika, E. (2018) ‘Perineal tears – A review’,


Australian Journal of General Practice, 47(1), pp. 35–38. doi:
10.31128/AFP-09-17-4333.

Shahoei, R. et al. (2016) ‘The impact of perineal massage during pregnancy on


perineal laceration during childbirth and postpartum : A randomized clinical
trial study’, 4(1), pp. 13–20. doi: 10.22122/cdj.v4i1.218.

WHO (2016) Monitoring Health for The SDGs, World Health Statistics. World
Health Statistics.

WHO (2018) ‘WHO recommendation on techniques for preventing perineal


trauma during labour’, RHL, pp. 1–14. Available at:
https://extranet.who.int/rhl/topics/preconception-pregnancy-childbirth-and-
postpartum-care/care-during-childbirth/care-during-labour-2nd-stage/who-
recommendation-techniques-preventing-perineal-trauma-during-labour.

Widiastini, L. P. (2014) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dan
Bayi Baru Lahir. IN MEDIA. Available at:
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=7NR5DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR3&dq=persalinan+widi
astini+&ots=kMHyssht52&sig=K8yJBJ4xgpy3jcaxp9zy2e19FLA&redir_es
c=y#v=onepage&q=persalinan widiastini&f=false.

William, C. M. (2018) ‘Clinical Guideline for : The Management of Perineal


Trauma following Childbirth Clinical Guideline for : The Management of
Perineal Trauma following Childbirth’, NHS Foundation Trust, (10), pp. 1–
11.
Yuliawati and Anggraini, Y. (2013) ‘Hubungan Riwayat Pre-eklamsia, Retensio
Plasenta, Atonia Uteri dan Laserasi Jalan Lahir dengan Kejadian Perdarahan
Post Partum pada Ibu Nifas’, Jurnal Kesehatan, VI(1), pp. 75–82.

Anda mungkin juga menyukai