Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S”


P1001 Ab000 DENGAN KELUHAN NYERI JAHITAN EPISIOTOMI
DI PRAKTEK BIDAN MANDIRI MAMIK YULAIKAH
KABUPATEN MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi

Dosen Pembimbing : Mustika Dewi, S.ST, M.Keb

Oleh:

Ida Ayu Natasya Gabriella Sanjaya 220070500111023

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022

1
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Faktor jalan lahir mempunyai peranan penting baik sebelum maupun sesudah proses

persalinan. Perineum merupakan salah satu jalur yang dilalui pada saat proses persalinan

dapat robek ketika melahirkan atau secara sengaja digunting guna melebarkan jalan

keluarnya bayi (episiotomi). Persalinan pervaginam sering disertai dengan ruptur. Pada

beberapa kasus ruptur ini menjadi lebih berat, vagina mengalami laserasi dan perineum

sering robek terutama pada primigravida, ruptur dapat terjadi secara spontan selama

persalinan pervaginam (Savitri dkk, 2015:84).

Luka perineum didefinisikan sebagai adanya robekan pada jalan lahir maupun karena

episotomi pada saat melahirkan janin. Robekan perineum terjadi pada hampir semua

persalinan pertama dan tidak jarang juga terjadi pada persalinan berikutnya. Perineum

adalah merupakan bagian permukaan pintu bawah panggul, yang terletak antara vulva dan

anus. Perineumterdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis (Wiknjosastro,

2007).

Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus robekan (ruptur) perineum pada

ibu bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2020, seiring dengan

bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan dengan baik dan kurang pengetahuan ibu

tentang perawatan mandiri ibu di rumah (Hilmi dalam Bascom, 2010). Di Amerika dari

26 juta ibu bersalin, terdapat 40% mengalami ruptur perineum (Heimburger dalam

Bascom, 2011). Di Asia masalah robekan perineum cukup banyak dalam masyarakat, 50%

dari kejadian robekan perineum di dunia terjadi di Asia. Prevalensi ibu bersalin yang

mengalami robekan perineum di Indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu 24%, dan

pada ibu umur 32-39 tahun sebesar 62% (Campion dalam Bascom, 2011).

Episiotomi adalah insisi pudendum untuk melebarkan orifisium vulva sehingga

mempermudah jalan keluarnya bayi. Keuntungan episiotomi yaitu untuk mencegah robekan

2
perineum, mengurangi tekanan kepala janin, mempersingkat persalinan kala dua dengan

menghilangkan tahanan otot-otot pudendum, dan dapat diperbaiki dengan lebih memuaskan

dibanding robekan yang tidak teratur (Benson dan Pernoll, 2013:176).

Tindakan episiotomi merupakan hal yang cukup dikenal dalam bidang kebidanan.

Kumera dkk (2015) menyatakan bahwa selama masa studinya, ada 310 ibu hamil yang

datang di bangsal Rumah Sakit Umum Mizan Aman dari 1 Januari sampai 30 Maret 2013

terdapat 30,6% pasien yang diepisiotomi. Sementara di kota Erbil Irak, Ali dan Zangana

(2016) menunjukkan bahwa penyebab episiotomi dari 221 wanita saat menjalani episiotomi

terdapat 65,6% dari mereka dikarenakan perineum kaku, 12,2% karena kelelahan ibu, dan

presentase kecil karena tindakan episiotomi sebagai prosedur rutin untuk persalinan normal

ialah 8,6%, dengan ukuran bayi 5,9%, serta riwayat sedera perineum sebelumnya ada 5,4%.

Menurut Wenniarti dkk (2016) bahwa tingkat nyeri post episiotomi yang bervariasi

terjadi karena insisi dan penjahitan pada saat episiotomi menimbulkan nyeri tajam dengan

tingkat yang berbeda hal ini dikarenakan aktifnya nosiseptor perifer yang merupakan

reseptor khusus penghantar stimulus noxious. Jahitan episiotomi selain memiliki manfaat,

ternyata menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu kenyamanan ibu. Pernyataan ini

diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Kuncahyana bahwa sebanyak 70,9% ibu

mengalami nyeri di sekitar jahitan episiotomi. Selain itu Oliveira juga mengatakan sebanyak

73% nyeri post episiotomi sangat mengganggu kenyamanan ibu yang mengakibatkan

kesulitan pada saat buang air besar, buang air kecil, serta insomnia. Nyeri dapat terjadi pada

hari pertama sampai hari ke empat post episiotomi karena proses inflamasi dan terjadi

pelepasan zat-zat kimia seperti prostaglandin yang dapat meningkatkan transmisi nyeri

(Wenniarti dkk, 2016:378).

Berdasarkan uraian di atas, tindakan episiotomi pada proses persalinan masih banyak

rumah sakit yang melakukan prosedur episiotomy, sedangkan kita ketahui bahwa sudah

tidak ada evidence based terhadap tindakan episiotomy. Meskipun episiotomi memiliki

manfaat tetapi bila merujuk kepada komplikasi-komplikasi atau keluhan-keluhan yang akan

ibu postpartum alami akan menjadi dampak besar bagi proses masa nifas yang normal bagi
3
ibu bahkan mengakibatkan trauma pada ibu yang nantinya bisa mengganggu psikisnya.

Sedangkan kita ketahui bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses alami yang akan

dialami oleh kaum wanita. Sehingga untuk menerapkan tindakan episiotomi sangat

memerlukan pertimbangan yang kuat. Maka dari itu penulis tertarik menerapkan prinsip-

prinsip asuhan manajemen kebidanan.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Dapat melaksanakan Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ny “S” P1001 Ab000 dengan

keluhan nyeri jahitan episiotomi dengan penerapan manajemen asuhan kebidanaan

sesuai wewenang bidan di PMB Mamik Yulaikah

1.2.2 Tujuan Khusus

Dapat melaksanakan pengkajian dan analisis data pada Ny “S” P1001 Ab000 dengan

keluhan nyeri jahitan episiotomi di PMB Mamik Yulaikah

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Manfaat Akademis

Dapat mengaplikasi ilmu, keterampilan dan pengalaman nyata penulis dalam

memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan keluhan nyeri jahitan episiotomi

dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan menurut tujuh langkah

varney.

1.3.2 Manfaat Praktis

Dapat menambah referensi dan sumber bacaan untuk meningkatkan kualitas

pendidikan khususnya pada ibu dengan keluhan nyeri jahitan episiotomi

1.4 Ruang Lingkup

4
Adapun ruang lingkup penulisan laporan komperhensif ini meliputi : Manajemen Asuhan

Kebidanan Pasien dengan Keluhan Nyeri Jahitan Episiotomi di PMB Mamik Yulaikah Kab.

Malang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjaun Khusus Luka Perineum


a. Defenisi Ruptur Perineum
Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan

secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat persalinan.

Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan

penjahitan (Sukrisno, Adi 2010). Robekan perineum terjadi hampir pada semua

persalinan pertama dan tidak jarang pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat

dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga sampai dasar panggul dilalui oleh kepala

janin dengan cepat (Soepardiman dalam Nurasiah, 2012).

Menurut Prawirohardjo 12 (2011), tempat yang paling sering mengalami

perlukaan akibat persalinan adalah perineum. Ruptur perineum adalah robekan yang

terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau

tindakan.

b. Faktor yang Mempengaruhi Ruptur Perineum

Ruptur perineum disebabkan oleh faktor yang mencakup paritas, jarak

kelahiran, berat badan lahir, dan riwayat persalinan yang mencakup ekstraksi cuman,

ekstraksi vakum dan episiotomi. Berikut adalah faktor yang mempengaruhi:

1. Paritas

Jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang pernah

dilahirkan hidup maupun mati bila berat badan tidak diketahui maka dipakai umur

kehamilan lebih dari 24 minggu. Robekan perineum hampir terjadi pada semua

persalinan pertama (primipara) dan tidak jarang pada persalinan berikutnya

(multipara) (Sumarah, 2008).


5
2. Berat Lahir Bayi

Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan risiko terjadinya ruptur

perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki berat lebih dari 4000

gram. Hal ini terjadi karena semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan akan

meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak cukup kuat

menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada

proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur

perineum. Kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya

ibu menderita diabetes mellitus, ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi besar,

faktor genetik, dan pengaruh kecukupan gizi. Berat bayi lahir normal adalah sekitar

2500 sampai 4000 gram (Saifuddin, 2008).

3. Cara Mengejan

Kelahiran kepala harus dilakukan cara-cara yang telah direncanakan untuk

memungkinkan lahirnya kepala dengan pelan-pelan. Lahirnya kepala dengan pelan-

pelan dan sedikit demi sedikit mengurangi terjadinya laserasi. Penolong harus

mencegah terjadinya pengeluaran kepala yang tiba-tiba oleh karena ini akan

mengakibatkan laserasi yang hebat dan tidak teratur, bahkan dapat meluas sampai

14 sphincter ani dan rektum. Pimpinan mengejan yang benar sangat penting, dua

kekuatan yang bertanggung jawab untuk lahirnya bayi adalah kontraksi uterus dan

kekuatan mengejan (Oxorn, 2010).

4. Elastisitas Perineum
Perineum yang kaku dan tidak elastis akan menghambat persalinan kala II dan

dapat meningkatkan resiko terhadap janin. Juga menyebabkan robekan perineum

yang luas sampai tingkat 3. Hal ini sering ditemui pada primigravida berumur diatas

35 tahun (Mochtar, 2011).

5. Umur ibu <20 tahun dan > 35 tahun


Berdasarkan penelitian responden yang tidak mengalami kejadian ruptur

perineum cenderung berumur tidak beresiko (20-35 tahun), sedangkan responden


6
yang mengalami ruptur perineum adalah responden yang berumur resiko tinggi

sebanyak 11 orang. Hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi chi square dengan ρ

value 0,022 < α 0,05 yang artinya Ho ditolak, menunjukan ada hubungan antara

umur ibu dengan kejadian ruptur perineum. Pada umur <20 tahun organ-organ

reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan

persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi. Selain itu, kekuatan otot-otot

perineum dan 15 otot-otot perut belum bekerja secara optimal, sehingga sering

terjadi persalinan lama atau macet yang memerlukan tindakan. Faktor resiko untuk

persalinan sulit pada ibu yang belum pernah melahirkan pada kelompok umur ibu

dibawah 20 tahun dan pada kelompok umur di atas 35 tahun adalah 3 kali lebih

tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat (20-35 tahun) (Mustika & Suryani,

2010).

c. Klasifikasi Ruptur Perineum


1. Ruptur Perineum Spontan

 Derajat 1 : mukosa vagina dan kulit perineum

 Derajat 2 : mukosa vagina, kulit perineum, dan otot perineum.

 Derajat 3 : mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, dan otot sfingter

anni

 Derajat 4 : mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter anni,

dan dinding rectum (pada laserasi derajat III dan IV memerlukan teknik dan

prosedur khusus maka pada derajat tersebut segera dirujuk) (Asuhan

Persalinan Normal, 2007).

2. Ruptur Perineum Disengaja (Episiotomi)


Episiotomi adalah insisi bedah yang dibuat di perineum untuk memudahkan

proses kelahiran (Norwitz & Schorge, 2008). Pada persalinan spontan sering terjadi

robekan perineum yang merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur. Hal ini

akan menghambat penyembuhan sesudah luka dijahit. Oleh karena itu, dan juga

7
untuk melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi pada perineum saat

kepala janin tampak dari luar dan mulai meregangkan perineum. Insisi tersebut

dilakukan pada garis tengah (episiotomi medialis) atau ke jurusan lateral

(episiotomi mediolateralis) (Wiknjosastro, 2008). Perlu diketahui bahwa episiotomi

medial dan mediolateral dengan sudut 60 derajat akan sangat berkaitan dengan

OASI (Obstetric Anal Spinchter Injury). Studi 17 menyatakan bahwa dokter dan

bidan pada umumnya tidak bisa menempatkan sudut yang aman dan benar, oleh

sebab itu lah dalam melakukan episiotomi harus dilakukan dengan hati-hati

(Freeman, et al., 2014). Sedangkan penelitian lain menyatakan bahwa tidak ada

manfaat yang signifikan dari prosedur episiotomi. Faktanya, episiotomi akan

menyebabkan morbiditas dibandingkan persalinan tanpa episiotomy. Hal ini

ditunjukkan dalam bentuk nyeri dan dyspareunia yang signifikan pada kelompok

penelitian (Islam, et al 2013). Indikasi dilakukan episiotomy adalah sebagai

persiapan persalinan operatif dimana hal ini biasanya dilakukan untuk

mempermudah kelahiran dengan komplikasi distosia bahu. Tujuan episiotomi

adalah untuk mengurangi komplikasi trauma dasar panggul saat kelahiran, yang

mencakup perdarahan, infeksi, prolaps genital, dan inkontinensia akibat OASI.

Meskipun demikian kadang tak terlihat manfaat ibu yang menjalani proses

episiotomi (Norwitz & Schorge, 2008).

d. Evidence Based
Menurut Depkes RI (2010) dalam asuhan persalinan, yaitu :

1. Asuhan sayang ibu dan bayi harus dimasukan dalam sebagai bagian dari

persalinan bersih dan aman, termasuk hadirnya keluarga atau orang-orang yang

member dukungan bagi ibu.

2. Menggunakan partograf untuk memantau persalinan dan berfungsi sebagai

suatu catatan rekam medis.

3. Manajemen aktif kala III, termasuk penjepitan dan pemotongan tali pusat secara

dini, member suntika oktitosin secara IM, melakukan penegangan tali pusat
8
terkendali atau PTT dan segera melakukan massase fundus, dilakukan pada

semua persalinan normal.

4. Penolong persalinan harus tetap tinggal pada ibu dan bayi setidaknya 2 jam pasca

melahirkan atau jika keadaaan ibu telah stabil. Fundus harus diperiksa setiap 15

menit selama 1 jam dan 30 menit pada jam kedua. Massase fundus harus sering

diperiksa untuk memastikan tonus uterus tetap baik, perdarahan minimal dan

pencegahan perdarahan.

5. Setelah 24 jam pasca persalinan, fundus harus sering diperiksa dan di massase

sampai tonus baik. Ibu dan anggota keluarga dapat diajarkan melakukannya.

2.2 Nyeri Luka Perineum


a. Pengertian Nyeri
Nyeri sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan baik sensori maupun

emosional yang berhubungan dengan resiko dan aktualnya kerusakan jaringan

tubuh. Secara umum nyeri digambarkan sebagai keadaaan yang tidak nyaman,

akibat dari rudapaksa pada jaringan terdapat puka yang menggambarkan nyeri

sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensi alat atau menggambarkan

suatu istilah kerusakan. Nyeri adalah suatu sensasi tunggal yang disebabkan oleh

stimulus spesifik bersifat subyektif dan berbeda antara masing-masing individu

karena dipengaruhi oleh faktor psikososial dan kultur bendorphin seseorang

sehingga orang tersebut lebih merasakan nyeri (Potter dan Perry, 2005 : 1).

Menurut Andarmoyo (2013 : 45) mendefinisikan nyeri sebagai suatu

sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual, potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-

kejadian saat terjadi kerusakan (International Association for the study of pain).

Prasetyo (2010 : 16) mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme

proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan

individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri.

9
Nyeri persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi (pemendekan)

otot Rahim. Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah

perut dan menjalar kearah paha. Kontraksi ini menyebabkan adanya pembukaan

mulut Rahim ( serviks) dengan adanya pemukaan.

10
servik ini maka akan terjadi persalinan (Judha dkk, 2012 : 32).

b. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri menurut Andarmoyo (2013:123) yaitu:

 Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi

1. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau

intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang

bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat. Untuk

tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari

beberapa detik hingga enam bulan. Fungsi nyeri akut ialah memberi peringatan

akan suatu cidera atau penyakit yang akan datang.

Nyeri akut akan berhenti dengan sendirinya (self limting) dan akhirnya

menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area

yang terjadi kerusakan. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari enema bulan),

memiliki omset yang tiba-tiba, dan terlokasi. Nyeri ini biasanya disebabkan

trauma bedah atau inflamasi. Kebanyakan orang pernah mengalami nyeri jenis

ini, seperti pada saat sakit kepala, sakit gigi, terbakar, tertusuk duri, pasca

persalinan, pasca pembedahan, dan lain sebagainya.

Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivasi system saraf simpatis yang akan

memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi, peningkatan

tekanan darah, peningkatan denyut jantung, diaphoresis, dan dilatasi pupil.

Secara verbal klien yang mengalami nyeri akan melaporkan adanya

ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang dirasakannya. Klien yang

mengalami nyeri akut biasanya juga akan memperlihatkan respons emosi dan

perilaku seperti menangis, mengarang kesakitan, mengerutkan wajah, atau

menyerigai.

2. Nyeri kronik

11
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang

suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas yang bervariasi,

dan biasanya berlangsung lebih dari enam. Nyeri kronik dapat tidak mempunyai

awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena

biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang

diarahkanpada penyebabnya.

2.3 Perawatan Luka Perineum

Perawatan perineum pada masa nifas adalah pemenuhan kebutuhan untuk meyehatkan

daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran

placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti waktu sebelum hamil. Bila daerah

vulva dan perineum tidak bersih, mudah terjadi infeksi pada jahitan perineum saluran vagina

dan uterus. Perawatan luka bekas jahitan sangatlah penting karena luka bekas jahitan jalan

lahir ini dapat menjadi pintu masuk kuman dan menimbulkan infeksi, ibu menjadi demam,

luka basah dan jahitan terbuka, bahkan ada yang mengeluarkan bau busuk dari jalan lahir

(vagina). Perawatan luka jalan lahir ini dimulai sesegera mungkin setelah 6 jam dari

persalinan normal. Ibu akan dilatih dan dianjurkan untuk mulai bergerak duduk dan latihan

berjalan. Tentu saja bila keadaan ibu cukup stabil dan tidak mengalami komplikasi misalnya

tekanan darah tinggi atau pendarahan.

a. Tujuan Perawatan Luka Perineum

1.Untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah vulva, perineum, maupun di dalam

uterus.

2.Untuk penyembuhan luka perineum (jahitan perineum).

3.Untuk menjaga kebersihan perineum dan vulva

b. Waktu perawatan luka perineum

1. Saat Mandi Pada saat mandi

Ibu post partum pasti melepas pembalut. Setelah terbuka maka akan kemungkinan

12
terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu

maka perlu dilakukan penggantian pembalut.

2. Setelah Buang Air Kecil (BAK)

Pada saat buang air kecil kemungkin besar terjadi kontaminasi air seni pada rektum

akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan

pembersihan perineum.

3. Setelah Buang Air Besar (BAB)

Pada saat buang air besar, dilakukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus,

untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum. (Refni, 2011).

c. Kompres Air Dingin (Cold Therapy)

 Pengertian

Menurut Haroen (2008 : 22) Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh

dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan dingin pada bagian

tubuh yang memerlukan. Pemberian kompres dingin dapat menurunkan

prostaglandin yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada

tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif kompres dingin

dapat diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi (Andarmoyo,

2013).

Kompres dingin dapat menurunkan suhu tubuh, mencegah terjadinya

peradangan meluas, mengurangi meluas, mengurangi kongesti, mengurangi

perdarahan setempat, mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat (Rukiyah

dan Yulianti, 2010 : 357).

Secara umum nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan

akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut syaraf dalam tubuh ke

otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, maupun emosional.

Menurut jurnal Rahmawati (2011) setiap ibu yang telah menjalani proses

13
persalinan dengan mendapatkan luka perineum akan merasakan nyeri, nyeri

yang dirasakan pada setiap ibu dengan luka perineum menimbulkan dampak

yang tidak menyenangkan seperti kesakitan dan rasa takut untuk bergerak

sehingga banyak ibu dengan luka perineum jarang mau bergerak pasca

persalinan sehingga dapat mengakibatkan banyak masalah diantaranya sub

involusi uterus, pengeluaran lockea yang tidak lancar, dan perdarahan

pascapartum. Ibu bersalin dengan luka perineum akan mengalami nyeri dan

ketidaknyamanan. Adapun definisi dari Kozier dan Erb, nyeri diperkenalkan

sebagai suatu pengalaman emosional yang penatalaksanaannya tidak hanya pada

pengelolaan fisik semata, namun penting juga untuk melakukan manipulasi

(tindakan) psikologis untuk mengatasi nyeri.

Pemberian kompres dingin dapat mengurangi nyeri sesuai dengan jurnal

Rahmawati (2011) yaitu Metode sederhana yang dapat digunakan untuk

mengurangi nyeri yang secara alamiah yaitu dengan memberikan kompres

dingin pada luka, ini merupakan alternatif pilihan yang alamiah yaitu dengan

memberikan kompres dingin pada luka,ini merupakan alternatif pilihan yang

alamiah dan sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa nyeri selain dengan

memakai obat-obatan. Terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan

memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai

otak lebih sedikit.

Rasa nyeri dan tidak nyaman di area perineum dapat diatasi dengan

menggunakan kompres dingin pada area perineum setiap 2 jam sekali selama 24

jam pertama sesudah melahirkan (Murkoff, 2006).

 Tujuan Kompres Dingin

Menurut Haroen (2008), tujuan kompres dingin sebagai berikut :

1) Menurunkan suhu tubuh

2) Mencegah peradangan meluas

14
3) Mengurangi kongesti

4) Mengurangi perdarahan setempat

5) Mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat

15
PATHWAY

Dukungan dari bidan dan


keluarga untuk ibu

Pemeriksaan dan KIE


BAB III
terhadap luka epsiotomi
KERANGKA KONSEP ASUHAN

 Judul asuhan kebidanan: judul memuat gambaran umum asuhan kebidanan yang
diberikan kepada klien. Judul asuhan kebidanan terdiri dari riwayat obstetri dan
diagnosa pemeriksaan klien (Varney, 2007).
 Hari/tanggal dan waktu pengkajian: mengetahui tanggal pengkajian saat ini, tanggal
dilakukan pemeriksaan kehamilan guna menentukan jadwal kembali untuk periksa
selanjutnya. (Gondodiputro, 2007).
 Tempat pengkajian: penggalian data diri pasien pada tempat awal penerimaan pasien
dapat dijadikan indikator penanganan pasien (Gondodiputro, 2007).

I. PENGKAJIAN DATA
Langkah ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang akurat dan lengkap
dari semua sumber berkaitan dengan kondisi klien. Pemerolehan data ini dilakukan
melalui cara anamnesa. Anamnesa dibagi menjadi 2 yaitu autoanamnesa (anamnesa yang

16
dilakukan secara langsung kepada pasien) dan alloanamnesa (anamnesa yang dilakukan
kepada keluarga pasien atau melalui catatan rekam medik pasien) (Sulistyawati, 2015).
1.1 Data Subjektif
1.1.1 Identitas Ibu dan Suami
1. Nama klien dan suami
Nama klien dan suami diketahui agar dapat mengenal dan mempermudah dalam
melakukan bina hubungan saling percaya (BHSP) dan menerapkan komunikasi efektif
dengan klien dan keluarga. Identitas juga berfungsi untuk membedakan dengan klien
yang lain (Bobak, 2005).
2. Umur Ibu
Untuk mengetahui apakah terdapat risiko komplikasi karena faktor usia terlalu mudah
35 tahun (Walyani, 2015).
3. Agama
Kemungkinan adanya pengaruh kepercayaan terhadap kebiasaan pengelolaan
kesehatan klien dapat diketahui dari agama yang dianut. Bidan akan lebih mudah
dalam melakukan pendekatan dengan klien dalam melaksanakan asuhan kebidanan
(Bobak, 2005).

4. Pendidikan
Tingkat pendidikan menggambarkan pemberian konseling kepada klien tentang
asuhan yang telah diberikan. Tingkat pendidikan mempengaruhi sikap dan perilaku
kesehatan seseorang (Bobak, 2005).
5. Pekerjaan
Pekerjaan menggambarkan sosial ekonomi klien agar nasehat yang diberikan sesuai
dengan kemampuan klien (Bobak, 2005). Selain itu, data mengenai pekerjaan penting
untuk dikaji untuk mengetahui apakah ibu hamil memiliki risiko pajanan berbahaya
dari tempat kerjanya atau tidak (Marmi, 2011).
6. Alamat
Alamat rumah klien menggambarkan karakteristik lingkungan serta masyarakat yang
mungkin mempengaruhi kondisi klien (Manuaba, 2012).
1.1.2 Alasan datang
Alasan kedatangan ke tempat pelayanan kesehatan dapat bersifat langsung
berdasarkan keinginan pribadi maupun tidak langsung berupa saran dari tenaga kesehatan
(Bobak, 2005).

17
1.1.3 Keluhan Utama
Keluhan utama adalah untuk mendorong pasien untuk datang ke petugas.
Keluhan atau ketidaknyamanan tersebut haruse segera mendapat tatalaksana, karena
apabila keluhan tersebut semakin parah beberapa keluhan seperti sulit tidur dapat
meningkatkan risiko kehamilan (Sarwono, 2016).
1.1.4 Riwayat Menstruasi
- HPHT : HPHT berguna untuk menentukan usia kehamilan serta menentukan tafsiran
persalinan. Penghitungan tersebut dapat dilakukan apabila ibu memiliki menstruasi
dan jarak antar menstruasinya teratur.
- Siklus menstruasi : untuk mengetahui siklus menstruasi yang dialami klien apakah
siklusnya teratur atau tidak dan berapa hari siklus menstruasi klien. Normalnya ±28
hari.
- Lama menstruasi : untuk mengetahui lamanya menstruasi klien, perkiraan
jumlah perdarahan yang dialami klien (dihitung melalui jumlah pembalut yang
digunakan klien dalam 1 hari ketika menstruasi), mengidentifikasi apakah ada
kelainan lamanya menstruasi pada klien atau tidak. Normal 3-8 hari
- Keluhan terkait menstruasi : untuk mengetahui adakah keluhan yang dirasakan klien
terkait menstruasi misalnya adakah nyeri haid, adakah fluor albus (keputihan), dan
lain-lain.

1.1.5 Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang Lalu

Hamil Persalinan Anak Nifas


Kelamin
Penyulit

Penyulit

Penyulit
Penolon

Tempat

Laktasi

No
PB/BB

(usia)
Jenis
Cara

H/M
Usia
Ke-

Mengkaji adanya kemungkinan gangguan obstetrik pada kehamilan, persalinan,


dan nifas yang lalu dikarenakan beberapa komplikasi kehamilan bersifat berulang pada
kehamilan berikutnya (Varney, 2007).

1.1.7 Riwayat KB yang Digunakan


Mengetahui apakah pasien pernah ikut KB jenis apa, berapa lama, dan keluhan
selama menggunakan kontrasepsi tersebut (Ambarwati, 2008).
1.1.8 Riwayat Kesehatan Ibu

18
Kondisi medis tertentu dapat berpotensi mempengaruhi ibu. Beberapa jenis dari
kondisi medis ini misalnya anemia, asma, infeksi TORCH, penyakit jantung, epilepsi,
DM, hipertensi, penyakit tiroid, penyakit paru, infeksi ginjal, TBC, hepatitis B, gonorea,
sifilis (Manuaba, 2012)
1.1.9 Riwayat Kesehatan Keluarga
Beberapa kondisi kehamilan dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, misalnya kehamilan
ganda, kelainan morfologi mayor ataupun minor, abortus, dan preeklamsi (Saifuddin,
2008).
1.1.0 Pola Kebiasaan Sehari-Hari
- Pola kebiasaan
Untuk mengetahui kemungkinan yang mengganggu atau bahkan memperburuk
kondisi ibu dan janin. Kebiasaan seperti merokok, minum- minuman beralkohol,
mengkonsumsi obat-obatan psikotropika, maupun kebiasaan kontak dengan radiasi
atau zat kimia dapat menganggu ibu dan janin
- Nutrisi
Penambahan berat badan dalam kehamilan kira-kira 10-12 kg selama seluruh
kehamilan. Hal tersebut penting sebagai tanda pertumbuhan dan perkembangan anak
yang baik. Pada bagian ini yang harus ditanyakan adalah frekuensi makan pasien per
hari, dan menanyakan apakah terdapat pantangan makanan ataukah tidak (Walyani,
2015).
- Eliminasi
Pada trimester pertama dan ketiga normalnya frekuensi BAK akan meningkat
karena adanya penurunan kepala ke PAP, serta juga akan sering mengalami
konstipasi dikarenakan terdapat peningkatan hormon progesteron. Apabila konstipasi
tersebut tidak ditangani maka dapat berkembang menjadi hemoroid dan akan
menganggu proses persalinan normal (Marmi, 2011)
- Istirahat
Waktu istirahat dan tidur harus diperhatikan dengan baik, karena istirahat dan tidur
yang teratur dapat meningkatkan kesehatan untuk kepentingan pertumbuhan dan
perkembangan janin (Manuaba, 2012). Posisi yang tepat pada ibu hamil trimester 2
dan 3 adalah miring ke kiri supaya meminimalisasi terjadinya gangguan hipotensi
terlentang (Manuaba, 2010).
- Aktivitas
Ibu hamil harus tetap melakukan aktivitas fisik, namun harus menghindari pekerjaan
rumah tangga yang berat ataupun yang menimbulkan kelelahan yang berlebihan

19
dikarenakan dapat berisiko terjadi abortus ataupun persalinan prematur. Beberapa
aktivitas yang disarankan untuk ibu hamil adalah jalan-jalan, senam hamil sesuai
indikasi, ataupun melakukan aktivitas rumah tangga yang tidak terlalu berat
(Manuaba, 2010)
- Personal Hygiene
Pengkajian mengenai personal hygiene dapat berupa kebersihan tubuh seperti
mencuci rambut, mandi, menggosok gigi, kebersihan vulva, serta kebersihan
payudara. Selain itu, personal hygiene ini juga dapat mengkaji kebersihan
pakaianan dan kebersihan lingkungan (Manuaba, 2010).
- Hubungan Seksual
Menurut Manuaba (2012) hubungan seksual harus dihentikan apabila dapat
menimbulkan perasaan sakit, terdapat tanda infeksi, terjadi perdarahan, ataupun
terdapat risiko abortus.
- Riwayat Merokok, Alkohol, dan Obat-Obatan
Apabila merokok dan menggunakan alkohol maka janin akan bersiko mengalami
penurunan perfusi uteroplasenta, penurunan oksigenasi, ataupun malformasi
kongenital. Selain itu, penggunaan obat-obatan terlarang dapat menyebabkan abortus,
persalinan prematur, dan BBLR (Fraser, 2009).

1.1.1 Riwayat Biopsikososial


Untuk mengkaji apakah terdapat budaya ataupun pantangan yang berkaitan dengan
ibu yang mungkin dapat merugikan kondisi kesehatan ibu(Romauli, 2011). Pada bagian
ini juga dapat diisikan oleh keadaan yang dialami oleh ibu hamil terkait dukungan suami,
dukungan keluarga, respon ibu terhadap kehamilannya, hubungan ibu dengan
keluarganya, dan lain-lain (Kuswanti, 2014).
1.2 Data Obyektif
1.2.1 Pemeriksaan Umum
A. Keadaan umum `
Dikategorikan baik jika pasien menunjukkan respon yang baik terhadap lingkungan
dan orang sekitar, serta secara fisik pasien tidak mengalami ketergantungan dalam
berjalan. Keadaan dikatakan lemah jika pasien kurang atau tidak memberikan respon
yang baik terhadap lingkungan dan orang lain, serta pasien sudah tidak mampu lagi untuk
berjalan sendiri (Sulistyawati, 2015). Pengkajian keadaan umum meliputi kesadaran,
sikap tubuh, keadaan punggung, penampilan, serta cara berjalan.

B. Kesadaran

20
pengkajian tingkat kesadaran mulai dari keadaan composmentis (kesadaran maksimal),
sampai dengan koma (Sulistyawati, 2015).
C. Tanda-tanda vital:
- Tekanan darah: tekanan darah normal yaitu 100/70-130/90 mmHg (Sulistyawati,
2015).
- Suhu: suhu tubuh normal antara 36,5 – 37,50C (Sulistyawati, 2015).
- Nadi: denyut nadi normal antara 60 – 100 kali/menit. Apabila melebihi 100
kali/menit dikhawtirkan adanya hipotiroidsme (Sulistyawati, 2015).
- Pernafasan: frekuensi nafas normal 16 – 24 kali/menit (Sulistyawati, 2015).
D. Pemeriksaan Antropometri
Pemeriksaan antopometri terdiri dari tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan
atas. Pengukuran tinggi badan diperlukan karena apabila dibawah 145 cm , maka terdapat
risiko Cepalo Pelvic Disproposion (Romauli, 2011). Berat badan digunakan untuk
mengetahui kenaikan berat badan selama kehamilan serta untuk mengetahui status gizi
pada ibu hamil. Apabila ibu terlalu obesitas, maka akan berisiko terjadi beberapa
komplikasi kehamilan seperti diabetes mellitus, hipertensi, ataupun distosia bahu.
Pemeriksaan LiLa bertujuan untuk menentukan status gizi ibu hamil. Normalnya adalah
23.5, sehingga apabila dibawah 23.5 maka ibu hamil mengalami kurang energi kronis
(Romauli, 2011).
Untuk pertambahan berat badan pada kehamilan, ibu hamil tunggal dengan status gizi
normal, normalnya bertambah 25-35 pounds (12.5-17.5 kg), status gizi underweight 28-
40 pounds (14-20 kg), Overweight 15-25 pounds (7.5-12.5 kg), dan obesitas 11-20
pounds (5.5-10 kg). Sedangkan, pada ibu hamil dengan kehamilan ganda apabila status
gizinya normal, berat badan akan bertambah 37-54 pounds (18.5-27 kg), status gizi
underweight 50-62 pounds (25-31 kg), Overweight 31-50 pounds (15.5-25 kg), dan
obesitas 25- 42 pounds (12.5-21 kg) (CDC, 2021). Menurut ACOG (2013) pertambahan
berat badan ibu hamil dengan status gizi underweight dan normal pada trimester 2 dan 3
adalah 1 pounds tiap minggu atau setara dengan 0.5 kg.

1.2.2 Pemeriksaan Fisik


A. Kepala dan Wajah
Pemeriksaan pada bagian kepala terdiri dari bentuk kepala, warna rambut, kebersihan
rambut, kesehatan rambut. Pada pemeriksaan muka terdiri dari adanya kloasma
gravidarum, tidak menunjukkan kelumpuhan, edema. Pemeriksaan mata terdiri dari
konjungtiva, sklera, dan kelopak mata apakah bengkak atau tidak. Pada pemeriksaan gigi
dan mulut terdiri dari karies, stomatitis, serta gingivitis (Romauli, 2011).

21
B. Leher
Normalnya pada pemeriksaan leher tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid,
kelenjar limfe, dan tidak ditemukan bendungan vena jugularis (Marmi, 2011).
C. Dada
Normalnya tidak terdapat pembesaran pada kelenjar limfe pada ketiak, bentuk dada
simetris, terdapat hiperpigmentasi pada areola dan puting susu, kolostrum keluar apabila
sudah melewati minggu ke 12 pada pasien multigravida, sedangkan pada ibu
primigravida akan diproduksi pada masa akhir kehamilan, tidak teraba benjolan,
pernafasan teratur, tidak ada retraksi inter costae, tidak terdapat wheezing ataupun ronchi.
Murmur jantung sistolik ditemukan pada 90% wanita hamil dikarenakan tekanan darah
ibu selama hamil akan meningkat (Romauli, 2011).
D. Abdomen
Pada pemeriksaan inspeksi meliputi arah pembesaran abdomen, bekas luka, tampak
gerakan janin atau tidak, adanya striae gravidarum, adanya tambahan striae alba pada
wanita multipara, linea nigra. Pada saat dilakukan palpasi, leopold 1 untuk mengetahui
tinggi fundus uteri serta bagian yang berada pada bagian fundus uteri. Pada leopold 2
untuk menentukan bagian kanan dan kiri ibu terdapat ekstremitas janin atau punggung
janin. Leopold 3 untuk mengetahui bagian janin yang ada pada bagian bawah/presentasi.
Leopold 4 untuk menentukan apakah bagian janin sudah masuk panggul atau belum
(Marmi, 2011). Setelah itu, dilakukan auskultasi denyut jantung janin. Denyut jantung
janin normalnya berada di kisaran 120-160 denyut/menit (Manuaba, 2012). Pada
trimester pertama hanya teraba ballottement yaitu gerakan dari janin yang belum
mengalami engagaed dan biasanya teraba pada minggu ke 10-18 (Manuaba, 2010). Pada
trimester 2 dapat dilakukan pemeriksaan TFU, Leopold 1 hingga Leopold 3 serta
pemeriksaan DJJ. Sedangkan, pada trimester 3 dapat dilakukan semua tahapan leopold
dan pemeriksaan DJJ.
E. Ekstremitas
Untuk menilai kesimetrisan dan pergerakan yang bebas dari ekstremitas atas dan
bawah. Selain itu juga perlu diperiksa adanya edem pada daerah tangan dan kaki yang
dapat menjadi indikasi adanya hipertensi dan gangguan ginjal. Pada ekstremitas atas,
kuku jari juga diperiksa apakah berwarna pucat atau tidak, karena warna pucat pada
kuku dapat mengindikasikan gangguan sirkulasi berat pada ibu misalnya penyakit
jantung (Marmi, 2011).
F. Genetalia dan Anus
Pemeriksaan genetalia eksterna terdiri dari inspeksi vulva untuk mengetahui

22
pengeluaran cairan, darah, keputihan, perlukaan pada vulva, serta pertumbuhan abnormal
kondiloma akuminata. Pada pemeriksaan palpasi terdiri dari pembengkakan kelenjar
skene dan bartolini. Pada pemeriksaan anus meliputi ada atau tidak benjolan di anus atau
yang disebut hemoroid (Marmi, 2011).
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan oleh ibu hamil meliputi, pemeriksaan
hemoglobin, golongan darah, proterinuria, reduksi urin, USG, pemeriksaan sifilis, dan
HbsAg.

1.3 Identifikasi Diagnosa/Masalah Potensial

Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan


diagnosa masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien. Bidan diharapkan dapat
bersiap-siap bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi (Varney, 2007).

1.4 Identifikasi Kebutuhan Segera, Kolaborasi, dan Rujukan

Pada langkah ini membutuhkan kesinambungan dan proses manajemen kebidanan.


Langkah ini mengidentifikasi perlu tindakan segera yang mampu dilakukan mandiri atau
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan tim kesehatan yang lain sesuai dengan
kondisi klien. Disini bidan dituntut untuk dapat menentukan langkah diagnosa potensial
(Varney, 2007).

1.5 Intervensi

Langkah ini ditentukan dari hasil kajian pada langkah sebelumnya. Jika terdapat
informasi/data yang tidak lengkap dapat dilengkapi, merupakan kelanjutan
penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi yang sifatnya segera atau rutin. Rencana asuhan dibuat berdasarkan
pertimbangan yang tepat, baik dari pengetahuan, teori yang up to date, dan divalidasikan
dengan kebutuhan pasien. Penyusunan rencana asuhan sebaiknya melibatkan pasien.
Sebelum pelaksanaan rencana asuhan, sebaiknya dilakukan kesepakatan antara bidan dan
pasien ke dalam informed consent (Varney, 2007).
II. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau bersama–sama dengan
klien atau anggota tim kesehatan. Bila tindakan dilakukan oleh dokter atau tim
kesehatan lain, bidan tetap memegang tanggung jawab untuk mengarahkan
kesinambungan asuhan berikutnya (Varney, 2007). Penatalaksanaan adalah tahap
pelaksanaan dari yang sudah direncanakan.

23
III. EVALUASI
Menurut Varney (2007) evaluasi merupakan tindakan pengukuran keberhasilan
dalam melaksanakan tindakan dan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
tindakan yang dilakukan apakah sesuai kriteria hasil yang ditetapkan dan apakah perlu
untuk melakukan asuhan lanjutan atau tidak.

BAB IV
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN MASA NIFAS PADA NY “S” P1001 Ab000 DENGAN


KELUHAN NYERI JAHITAN EPISIOTOMI

Hari, tanggal pengkajian : 5 Oktober 2022


Pukul : 20.40 WIB
No. rekam medis : 488
Petugas : Ida Ayu Gabriella, S.Keb
Tempat : PMB Mamik Yulaikah, S.Tr., Keb.

1.1 Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas


I. PENGKAJIAN
DATA SUBJEKTIF
A. Identitas
Nama Ibu : Ny. S Nama Suami : Tn. M

24
Umur : 22 tahun Umur : 35 tahun
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswi Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Kuwolo RT 17 RW 04, Bululawang, Kab. Malang

B. Keluhan Utama
Nyeri di luka jahitan episiotomi

C. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali pada usia 20 tahun
D. Riwayat Menstruasi
 Menarche : umur 14 tahun
 Siklus : teratur
 Dysmenorrhea : tidak ada rasa nyeri
 Banyaknya : 3 kali ganti doek

E. Riwayat Kehamilan
Hamil Persalinan Anak Nifas
Penolong

Kelamin
Penyulit

Penyulit

Penyulit
Tempat

Laktasi
PB/BB

(usia)
Jenis
Cara

H/M
Usia
Ke-

No

1. 1 38-39 - Bidan PMB Pervaginam - Perempuan 51cm/3.200gr Hidup  -


mgg (6 jam)

F. Pola Nutrisi
 Makan : 2 kali sehari
 Jenis makan : nasi, sayur, lauk
 Minum : 8 gelas sehari
 Jenis minum : air putih dan teh
G. Pola Eliminasi

25
 BAB : 1 kali dalam satu hari
 Warnanya : kuning kecokelatan
 Keluhan: tidak keluhan saat BAB
 Konsistensi : lembek
 BAK : 5-6 kali dalam satu hari
 Warna : jernih
 Keluhan : tidak ada rasa sakit pada BAK
H. Pola Aktifitas
 Kegiatan sehari hari : melakukan pekerjaan rumah
 Istirahat/tidur : siang 1 jam, malam 7 jam
 Seksualitas : belum melakukan hubungan seksual
I. Personal Hygine
 Mandi : 2 kali dalam satu hari
 Membersihkan alat kelamin : mandi, BAB, BAK
 Mengganti pakaian dalam : saat lembab
J. Riwayat Kontrasepsi
Kontrasepsi suntik KB 3 bulan selama 1,5 tahun
K. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Tidak ada riwayat penyakit menular seperti Hepatitis B, TBC, dan HIV/AIDS
Tidak ada riwayat penyakit menurun seperti Jantung, DM, dan Hipertensi
Tidak ada riwayat penyakit alergi terhadap makanan maupun obat-obatan

L. Riwayat Kesehatan Keluarga


Dari pihak ibu maupun bapak (orang tua) tidak ada riwayat penyakit keturunan
seperti Jantung, DM, dan Hipertensi
M. Riwayat Psikososial
 Psikologi : ibu mengatakan merasa cemas dan takut dengan kondisinya saat ini
 Sosial budaya : ibu mengatakan tidak mengikuti adat kebiasaan di daerah tempat
tinggalnya yang bisa mengganggu kesehatannya

DATA OBJEKTIF
A. Keadaan umum : Baik
1. Kesadaran : compos mentis
2. Keadaan emosional : cemas
B. Tanda vital

26
1. Tekanan darah : 110/80 mmHg
2. Denyut nadi : 85 x/menit
3. Pernapasan : 22 x/menit
4. Suhu : 36.3 C
5. BB : 73 kg
6. Lila : 24 cm
7. TB : 163 cm
C. Pemeriksaan fisik
1. Mata : Konjungtiva merah muda, sclera putih
2. Payudara : bentuk simetris, tidak ada pembesaran, putting susu
menonjol, tidak ada benjolan rasa nyeri, ASI kiri dan kanan (+).
3. Abdomen : tidak ada bekas operasi, kontraksi baik, TFU 2 jari dibawah
pusat, VU kosong
4. Ekstremitas atas : Oedem (-/-)
Ekstremitas bawah : Oedem (-/-) varises (- /- ), Homan (- / -).
5. Genetalia : ada pengeluaran lokhea rubra berwarna merah ± 5 cc, (+) ada
luka jahitan, luka jahitan sedikit bengkak
6. Anus : tidak ada hemoroid

D. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan ANC Terpadu
- Tanggal : 3 Agustus 2022
- Tempat : UPT Puskesmas Bululawang
- Pemeriksaan :
 Pemeriksaan Gol. Darah : O
 Pemeriksaan Hemoglobin : Hb 12,6 gr%
 Pemeriksaan HIV : Non reaktif
 Pemeriksaan HBsAg : Non reaktif
 Pemeriksaan Sifilis : Non reaktif

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosa
P1001Ab000 postpartum 6 jam
Masalah

27
Ibu merasakan nyeri di bekas jahitan
Analisa dan Intrepetasi Data
Luka episiotomi merupakan rusaknya jaringan daerah perineum tersebut,
dimana luka tersebut berada di daerah yang lembab dan rentan akan masuknya
kuman-kuman. Pada masa nifas masih terdapat pengeluaran darah lochia dan
kotoran yang keluar dari vagina. Vagina merupakan organ terbuka yang mudah
dimasuki kuman dan mengakibatkan terjadinya infeksi dan kemudian dapat
menjalar ke rahim. Padahal, dalam keadaan luka, perineum rentan didatangi
kumam dan bakteri sehingga mudah terinfeksi (Marmi, 2012: 141).
Kebutuhan
 Menjelaskan terkait kondisi ibu
 Melakukan pemeriksaan TTV
 Mengajarkan perawatan luka
 KIE kebutuhan nutrisi
 KIE mobilisasi
 KIE tentang ASI Esklusif
 Memberi dukungan secara psikologis pada ibu

III. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Pemeriksaan TTV, inspeksi luka, dan KIE tentang tanda bahaya serta
konsumsi makanan berprotein tinggi
IV. PENATALAKSANAAN
Diagnosa : Masa nifas hari pertama dengan luka episiotomi
Masalah Aktual : Nyeri luka episiotomi
Masalah Potensial : Antisipasi infeksi luka episiotomi
Tujuan : 1. Masa nifas berlangsung normal
2. Nyeri pada luka episiotomi berkurang
3. Tidak terjadi infeksi
Kriteria : 1. Keadaan umum ibu baik
2. Ekspresi wajah ibu senang
3. Ibu tidak mengeluh nyeri pada luka bekas jahitan
4. Tanda-tanda vital dalam batas normal
a. Tekanan darah systole 90-130 mmHg dan diastole 60-
90 mmHg
b. Nadi 80-100 kali/menit

28
c. Suhu 36,5-37,5ºC
d. Pernapasan 16-24 kali/menit
5. TFU turun 1 cm setiap hari
6. Kontraksi uterus baik teraba bundar dan keras
7. Pengeluaran lochia sesuai waktunya
Penatalaksanaan tanggal 5 Oktober 2022 pukul 21.10 WIB

1. Jelaskan ibu hasil pemeriksaan


Rasional: Agar ibu mengetahui dan mengerti kondisinya saat ini.
2. Observasi Tinggi Fundus Uteri (TFU), kontraksi uterus, pengeluaran lochia Rasional:
Pemeriksaan TFU dilakukan untuk mengetahui bahwa proses involusi uteri berjalan
normal atau tidak, normalnya TFU mengalami penurunan 1 cm/hari yang teraba
bundar dan keras (Saleha, 2013: 130). Menilai kontraksi uterus merupakan salah satu
upaya pencegahan perdarahan postpartum yang diakibatkan oleh atonia uteri dan
memperlambat proses involusi (Saleha, 2013: 131). Salah satu indikator untuk
mengetahui bahwa masa nifas berlangsung normal dengan ditandai pengeluaran
lochia yang sesuai dengan waktu dan warna serta baunya (Maritalia, 2012: 21).
3. Jelaskan penyebab nyeri luka episiotomi yang dirasakan ibu
Rasional: Adanya pemisahan jaringan otot-otot perineum pada saat dilakukan
episiotomi yang mengakibatkan nyeri (Pudiastuti, 2012:1).

4. Anjurkan ibu mobilisasi dini secara bertahap


Rasional: mobilisasi dini dapat memulihkan kondisi tubuh dengan cepat, system
sirkulasi di dalam tubuh pun bisa berfungsi normal kembali. Bahkan dapat mencegah
aliran darah terhambat. Hambatan aliran darah dapat menyebabkan terjadinya
thrombosis vena dalam dan dapat menyebabkan infeksi (Marmi, 2012:137).
5. Lakukan perawatan luka episiotomi
Rasional: Melakukan perawatan luka episiotomi dapat mencegah terjadinya infeksi
dan mempercepat proses penyembuhan (Marmi, 2012: 141).
6. Berikan pendidikan kesehatan tentang istirahat yang cukup
Rasional: Memulihkan kembali tenaga ibu yang terkuras selama proses persalinan
(Marmi, 2012:137).
7. Jelaskan kepada ibu tentang akibat kurang istirahat

29
Rasional: Kurang istirahat akan mengurangi produksi ASI dan memperbanyak
perdarahan yang dapat menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat
bayi dan dirinya sendiri (Marmi, 2012:145).
8. Jelaskan kepada ibu tentang manfaat dari ASI eksklusif
Rasional: Komposisi susuai kebutuhan, kalori dari ASI memenuhi kebutuhan bayi
sampai usia enam bulan, ASI mengandung zat pelindung, perkembangan
psikomotorik bayi lebih cepat, manfaat bagi ibu dapat mempercepat kembalinya
rahim kebentuk semula (Saleha, 2013:31-32).
9. Anjurkan kepada ibu untuk makan makanan yang bergizi
Rasional: Makan yang bergizi mampu memulihkan tenaga dan pemenuhan nutrisi ibu
selama proses pemulihan dengan luka persalinan dan tidak hanya itu pemenuhan gizi
yang baik pada ibu akan berdampak positif terhadap produksi ASI ibu dan makanan
yang mengandung serat dapat memperlancar BAB (Saleha, 2013:31-131).
10. Anjurkan kepada ibu untuk menjaga kebersihan diri terutama daerah perineum
Rasional: Menjaga kebersihan daerah perineum ibu dan mencegahnya dari infeksi
serta membantu mempercepat proses penyembuhan luka jahitan episiotomi (Marmi,
2012:139).
11. Ajarkan kepada ibu tentang cara perawatan luka episiotomi
Rasional: Mengajarkan kepada ibu cara perawatan luka episiotomi yang benar, maka
ibu dapat mencegah terjadinya infeksi pada luka episiotomi (Marmi, 2012: 142).

12. Jelaskan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi


Rasional: Menjelaskan tanda-tanda infeksi pada jahitan luka episiotomi, diharapkan
ibu dapat lebih memperhatikan serta mencegah sedini mungkin terjadinya infeksi
(Marmi, 2012:142).
13. Jelaskan kepada ibu tentang tehnik menyusui yang baik dan benar
Rasional: Bayi akan tampak tenang karena mudah mnghisap ASI, pemenuhan nutrisi
bayi cukup, dan mencegah terjadinya puting susu lecet dan tidak terasa nyeri (Saleha,
2013:38).
14. Anjurkan ibu untuk tidak melakukan hubungan seksual selama 6 minggu dengan luka
persalinan

30
Rasional: Batasan waktu 6 minggu didasarkan atas pemikiran pada masa itu semua
luka akibat persalinan, termasuk luka episiotomi biasanya telah sembuh dengan baik
(Marmi, 2012:147).
15. Anjurkan ibu untuk meminum hingga habis obat analgetik dan antibiotik serta zat
besi yang telah diberikan.
Rasional: Obat analgetik dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami ibu dan obat
antibiotik dapat menghambat mikroba atau jenis lain penyebab infeksi, serta dengan
pemberian zat besi pada ibu nifas karena di masa nifas kebutuhan Fe meningkat
akibat kehilangan darah pada saat proses persalinan (Saleha, 2013:31-132)

V. EVALUASI
Tanggal 5 Oktober 2022 pukul 21.20 WIB

1. Masa nifas berlangsung normal ditandai dengan;


a. Masa nifas hari pertama
b. Keadaan umum ibu baik
c. Ibu dapat beristirahat dengan tenang
d. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit teratur
Suhu : 36,6ºC aksilar
Pernapasan : 23 kali/menit saat istirahat
e. TFU 2 jari bawah pusat
f. Kontraksi uterus baik, teraba bundar dan keras
g. engeluaran lochia rubra dan tidak berbau
h. Ibu menyusui bayinya
i. Ibu bersedia mengkonsumsi makanan yang bergizi serta menjaga personal hygiene.
2. Nyeri luka episiotomi belum berkurang ditandai dengan;
a. Ibu masih sedikit meringis ketika bergerak
b. Ibu masih mengeluh nyeri luka episiotomi
c. Nyeri tekan pada perineum
3. Potensial terjadi infeksi ditandai dengan;
a. Luka jahitan masih lembab
b. Ada pengeluaran lochia
c. Nyeri tekan pada perineum.

31
VI. CATATAN PERKEMBANGAN
Catatan Perkembangan 1
Tanggal : 8 Oktober 2022 Jam : 14.15 WIB
Tempat : PMB Mamik Yulaikah, S.Tr., Keb.
S:
1. Ibu mengeluh masih merasakan nyeri pada daerah luka jahitan
2. Ibu mengatakan masih ada pengeluaran darah dari jalan lahir
3. Ibu telah dapat beranjak dari tempat tidur tanpa dibantu
4. Ibu belum dapat beraktivitas seaktif biasanya
5. Ibu telah mengganti pembalutnya dengan rutin dan pada saat kunjungan
6. Ibu telah menyusui bayinya dan pengeluaran ASI lancar
7. Ibu telah BAB 2 kali setelah melahirkan yaitu pada tanggal 6 Oktober 2022 dan pagi
ini dengan konsistensi feses lunak, berwarna kuning, dan tidak bercampur darah
O:
1. Masa nifas hari ketiga
2. Keadaan umum ibu baik
3. Kesadaran composmentis
4. Ekspresi ibu sedikit meringis bila terlalu banyak bergerak
5. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, teratur
Suhu : 36,6ºC, aksilar
Pernapasan : 22 kali/menit, saat istirahat
6. Berat badan sewaktu hamil : 73 kg
Berat badan sekarang : 68 kg
7. Pemeriksaan fisik terfokus
a. Wajah
Inspeksi : tidak pucat
Palpasi : tidak ada pitting oedem
b. Mata
Inspeksi : konjungtiva merah mudah, sklera tidak ikterus
c. Payudara
Inspeksi : tampak pembesaran, tidak ada peradangan, puting susu mulai menonjol

32
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, bila dilakukan penekanan pada aerola ada
pengeluaran ASI
d. Abdomen
Inspeksi : tidak ada bekas luka operasi, tampak linea nigra dan striae livid
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, TFU 3 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik
teraba bundar dan keras
e. Vulva dan perineum
Inspeksi : tidak ada varices, terdapat pengeluaran lochia rubra, terdapat luka
jahitan episiotomi secara mediolateral, luka jahitan tampak masih sedikit lembab
Palpasi : terdapat nyeri tekan, tidak pitting oedem Pada luka jahitan tidak terdapat
pus/nanah, suhu perineum kurang lebih sama dengan suhu tubuh sekitarnya, tidak
ada bau busuk dari daerah luka
f. Ekstremitas
Inspeksi : tidak varices Palpasi : tidak ada pitting oedem
A:
- Diagnosis : P1001 Ab000 post masa nifas hari ke-3
- Masalah : ibu merasa nyeri pada bagian luka jahitan
- Kebutuhan : identifikasi tanda bahaya pada bagian luka
P:
1. Memberitahu kepada ibu bahwa kondisinya saat ini dalam keadaan baik
2. Mengobservasi kontraksi uterus baik teraba bundar dan keras.
3. Menjelaskan kepada ibu penyebab masih keluarnya darah dari jalan lahir yaitu
disebabkan oleh terjadinya involusi uteri atau proses pengecilan uterus kembali
seperti keadaan sebelum hamil, dan pengeluaran darah yang keluar tidaklah banyak
dan masih berwarna merah.
4. Menganjurkan ibu tetap melakukan aktivitas secara bertahap dan menghindari
pekerjaan yang terlalu berat, karena dengan mobilisasi dini dapat membantu proses
penyembuhan luka serta pencegahan infeksi pada luka episiotomi
5. Menganjurkan ibu saat membersihkan daerah genitalianya dengan membasuh dari
arah depan ke belakang hingga tidak ada sisa-sisa kotoran yang menempel di sekitar
vagina dan perineum, setelah dibasuh, keringkan perineum dengan handuk lembut,
lalu kenakan pembalut baru.
6. Menganjurkan ibu mengganti pembalutnya sekali dalam ± 4 jam atau jika ibu merasa
pembalut telah penuh bahkan jika ibu merasa sudah tidak nyaman

33
7. Menganjurkan kepada ibu bila membasuh daerah genitalia cukup menggunakan air
biasa yang bersih, jangan pernah menaburinya dengan bedak atau ramuanramuan
8. Memberikan pendidikan kesehatan tentang istirahat yang cukup yaitu ± 8 jam di
malam hari dan ± 2 jam di siang hari untuk masa pemulihan tenaga ibu setelah
melahirkan
9. Menganjurkan kepada ibu untuk makan makanan yang bergizi seimbang yaitu
karbohidrat (nasi, kentang, roti), protein (tahu, tempe, daging, ikan, telur), vitamin
(buah dan sayur) dan memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung protein
untuk mempercepat penyembuhan luka episiotomi.
10. Menganjurkan kepada ibu untuk tidak melakukan hubungan suami istri selama 6
minggu atau 40 hari karena batasan waktu 6 minggu didasarkan atas pemikiran pada
masa itu smua luka akibat persalinan, termasuk luka episiotomi biasanya telah
sembuh dengan baik.
11. Menjelaskan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi yakni terdapat warna
kemerahan daerah luka episiotomi, adanya pengeluaran darah yang banyak padahal
sebelumnya sudah tidak, terasa panas daerah genitalia, bahkan mengeluarkan nanah
dan mengeluarkan bau yang sangat menyengat dari luka episiotomi hingga jalan lahir,
bahkan suhu tubuh melebihi 37,5ºC.
12. Menganjurkan kepada ibu untuk segera kepelayanan kesehatan segera mungkin bila
merasa ada tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi atau bila memiliki keluhan
lainnya

Catatan Perkembangan 2
Tanggal : 11 Oktober 2022 Jam : 16.40 WIB
Tempat : PMB Mamik Yulaikah, S.Tr., Keb.

S:
1. Ibu mengatakan sudah tidak merasakan nyeri pada luka episiotomi

34
2. Ibu mengatakan masih ada darah yang keluar dari jalan lahir tetapi sudah tidak sangat
merah
3. Ibu telah beraktivitas seperti biasanya
4. Ibu sudah memberikan ASI pada bayinya dan ASI ibu lancar
5. Ibu mengatakan sulit tidur di malam hari
O:
1. Masa nifas hari ketujuh
2. Keadaan umum ibu baik
3. Kesadaraan composmentis
4. Ekpresi wajah ibu tampak ceria
5. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 78 kali/menit, teratur
Suhu : 36,5ºC, aksilar
Pernapasan : 24 kali/menit, saat istirahat
6. Berat badan yang lalu : 68 kg
Berat badan sekarang : 65 kg
7. Pemeriksaan fisik terfokus
a. Wajah
Inspeksi : tidak pucat
Palpasi : tidak pitting oedem
b. Mata
Inspeksi : konjungtiva merah mudah, skleras tidak ikterus
c. Payudara
Inspeksi : tampak pembesaran, tidak ada peradangan, puting susu menonjol
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, bila dilakukan penekanan pada aerola ada
pengeluaran ASI lancar
d. Abdomen
Inspeksi : tidak ada bekas luka operasi, tampak linea nigra dan striae livid
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, TFU pertengahan simfisis-pusat
e. Vulva dan perineum
Inspeksi : tidak ada varices, terdapat pengeluaran lochia sanguilenta, jahitan luka
episiotomi tampak kering,

35
Palpasi : pada luka jahitan tidak ada nyeri tekan dan pitting oedem Pada luka
jahitan tidak terdapat pus/nanah, suhu perineum kurang lebih sama dengan suhu
tubuh sekitarnya, tidak ada bau busuk dari daerah luka.
f. Ekstremitas
Inspeksi : tidak varices
Palpasi : tidak pitting oedem
A:
- Diagnosis : P1001 Ab000 post masa nifas hari ke-7
- Masalah : -
P:
1. Memberitahu kepada ibu bahwa kondisinya saat ini dalam keadaan baik
2. Menjelaskan kepada ibu penyebab masih keluarnya darah dari jalan lahir yaitu
disebabkan oleh terjadinya involusi uteri atau proses pengecilan uterus kembali
seperti keadaan sebelum hamil dan pada hari ke 4-7 darah yang keluar sudah tidak
merah tetapi kemerah muda atau kecoklatan
3. Memberikan pendidikan kesehatan istirahat yang cukup ± 8 jam di malam hari dan ±
2 jam di siang hari dan bila ibu menyusui bayinya saat berbaring ibu dapat pula
memejamkan mata untuk beristirahat, jangan makan makanan berat kurang dari tiga
jam sebelum pergi tidur, hindari kopi, the, minum segelas susu 106 hangat setengah
jam sebelum tidur, dan berhenti bekerja setidaknya sejam sebelum waktu tidur dan
baca buku atau mendengar music menenangkan atau bahkan ayat suci Al-Qur’an.
4. Menjelaskan kepada ibu akibat kurang istirahat dapat mengakibatkan kurangnya
produksi ASI dan memperbanyak perdarahan yang dapat menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya
5. Menganjurkan kepada ibu tetap memberikan ASI kepada bayinya sesering mungkin
6. Menganjurkan kepada ibu tetap mempertahankan makan makanan yang bergizi
seimbang.
7. Menganjurkan kepada ibu untuk tetap menjaga kebersihan diri terutama daerah
perineum meski ibu merasa bahwa bekas jahitan sudah mulai kering, dengan
pengganti pakaian dalam apabila terasa lembab, basah, kotor dan apabila ibu sudah
tidak nyaman lagi dan mengganti pembalut atau pakaian dalam 3- 4 jam sekali atau
bila keadaan pembalut telah penuh atau dirasa tak nyaman sebagai upaya pencegahan
infeksi
8. Menganjurkan kepada ibu untuk tetap membersihkan daerah genitalianya dengan
membasuh dari arah depan ke belakang hingga tidak ada sisa-sisa kotoran yang

36
menempel di sekitar vagina dan perineum, setelah dibasuh, keringkan perineum
dengan handuk lembut, lalu kenakan pembalut baru atau pakaian dalam ibu.
9. Menjelaskan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi yakni terdapat warna
kemerahan daerah luka episiotomi, adanya pengeluaran darah yang banyak padahal
sebelumnya sudah tidak, terasa panas daerah genitalia, bahkan mengeluarkan nanah
dan mengeluarkan bau yang sangat menyengat dari luka episiotomi hingga jalan lahir,
bahkan suhu tubuh melebihi 37,5ºC
10. Memberikan konseling kontrasespsi secara dini kepada ibu dengan KB yang tidak
menggangu ASI
a. Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan
pemberian ASI. MAL meruapakn kontrasepsi bila menyusui secara pebuh, belum
haid setelah melahirkan dan umur bayi kurang dari 6 bulan. Keutungan
efektivitas tinggi, segera efektif, tidak mengganggu senggama, tidak perlu
pengawasan medis, tidak pelu biaya.
b. Pil progestin (Mini Pil) bekerja dengan cara mengentalkan lendir serviks
sehingga menghambat penetrasi sperma, mengganggu motilitas tuba sehingga
transpotrasi sperma teganggu. Keutungan; tidak mengganggu senggama, efektif
bila digunakan secara benar, kesuburan segera kembali, dapat dihentikan setiap
saat, tidak mempengaruhi ASI. Kerugian; harus 108 digunakan setiap hari pada
waktu yang sama bila lupa 1 maka kegagalan menjadi lebih besar, mual, pusing
timbul jerawat
c. Suntik 3 bulan bekerja dengan mencegah terjadinya ovulasi, mengentalkan lendir
seviks, menghambat transportasi gamet oleh tuba, membuat selaput lendir rahim
tipis. Keuntungan; mencegah kehamilan jangka panjang, tidak berpengaruh
terhadap ASI, tidak berpengaruh pada senggama, membantu mencegah Ca
endometrium dan kehamilan ektopik. Kerugian; pasien sangat bergantung pada
pelayanan kesehatan, kesuburan terlambat kembali karena belum habusnya
pelepasan obat suntikan dari depo), kering pada vagina, libido menurun, sakit
kepala, timbul jerawat.
d. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) bekerja dengan cara mengurangi
transportasi sperma, menekan ovulasi, lendir serviks menjadi kental, mengganggu
proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi. Keuntungan;
daya guna tinggi, perlindungan jangka panjang, pengembalian kesuburan dengan
cepat setelah pencabutan, tidak mengganggu senggama, tidak mempengaruhi
produksi ASI, dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan. Kerugian; nyeri kepala,

37
perasaan mual, kepala pusing, membutuhkan tindakan pembedahan minor untuk
insersi dan pencabutan, perubahan pola haid.
e. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) menghambat kemampuan sperma
masuk ke tuba fallopii, mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum
uteri, mencegah sperma dan ovum bertemu. Keuntungan; efektivitas tinggi, dapat
efektif setelah pemasangan, metode jangka panjang, tidak mempengaruhi
hubungan seksual, tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI, tidak ada efek
samping hormonal. Kerugian; perubahan siklus haid, haid lebih lama dan banyak,
saat haid terasa lebih nyeri, AKDR dapat keluar dengan sendirinya, tidak
mencegah kehamilan ektopik, akseptor harus memeriksa posisi benang AKDR.

BAB V

PEMBAHASAN

38
Pada bab ini, penulis akan membandingkan teori yang ada dengan data yang
didapatkan dari kasus yang ditemui di lahan. Dalam membandingkan teori dan data
tersebut, penulis menggunakan langkah-langkah dalam manajemen kebidanan yaitu
identifikasi data dasar, interpretasi data dasar, diagnosa, masalah, kebutuhan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi. Tujuan dari pembahasan ini adalah agar terdapat sebuah
pemecahan masalah dari keluhan dan kesenjangan yang ada, sehingga dapat digunakan
sebagai tindak lanjut asuhan kebidanan yang tepat khususnya pada pelaksanaan
manajemen Asuhan Kebidanan pada Ny “S” P1001 Ab000 Dengan Keluhan Nyeri Jahitan
Episiotomi di PMB Mamik Yulaikah, S.Tr., Keb di Kabupaten Malang.

5.1 Identifikasi Data Dasar

Dalam pengkajian dimulai dari pengumpulan data baik dari ibu maupun dari pihak

keluarganya, dilanjutkan dengan pemeriksaan berupa inspeksi, palpasi, perkusi,

auskultasi, dan pemeriksaan laboratorium. Pada tinjauan khusus bahwa tindakan

episiotomi dilakukan ketika adanya rupture perineum.

Berdasarkan pengkajian subyektif Ny S mengatakan bahwa ingin memeriksakan

kondisinya yang mengalami nyeri luka jahitan episiotomi. Ketika dilakukan pengkajian

data obyektif ditemukan ttv ibu dalam keadan normal, namun pada bagian genetalia ibu

terdapat luka jahitan yang sedikit bengkak akibat dari adanya rupture uteri derajat dua

yaitu robekan pada mukosa vagina, kulit perineum, dan otot perineum.

Dengan demikian apa yang dijelaskan pada tinjauan khusus bahwa tindakan

episiotomi dilakukan ketika adanya rupture uteri pada tinjauan kasus secara garis besar

tidak ada perbedaan.

5.2 Interpretasi Data Dasar

Berdasarkan identifikasi data dasar, diagnosa pada kasus Ny S usia 22 tahun

39
P1001Ab000 dengan keluhan ibu merasakan nyeri di bagian luka jahitan episiotomi.

5.3 Identifikasi Diagnosa dan Masalah Aktual

Dalam menegakan suatu diagnosa kebidanan atau masalah kebidanan

berdasarkan pendekatan asuhan kebidanan didukung oleh beberapa data, baik data

subjektif maupun data objektif yang diperoleh dari hasil pengkajian yang telah

dilaksanakan.

Hasil pengkajian pada kasus Ny “S” didapatkan data subjektif dan objektif yang

diperoleh menunjukkan diagnosa nyeri luka jahitan dengan luka episiotomi. Pasien

mengeluhkan merasakan nyeri pada jahitan bekas pengguntingan pada jalan lahir pada

saat setelah melahirkan. Persalinan Ibu adalah persalinan anak pertamanya, dari hasil

pemeriksaan vulva dan perineum didapatkan jahitan bekas luka episiotomi secara

mediolateral.

Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa nyeri pada luka episiotomi disebabkan

karena terputusnya jaringan atau otot-otot perineum akibat tindakan episiotomi maka

aliran darah pada jaringan tersebut terhambat dan mengantarkan respon nyeri ke

hypothalamus dan presepsikan ke saraf parifer dan menimbulkan nyeri (Pudiastuti,

2012:1). Oleh karena itu, sangat pertimbangkan untuk melakukan tindakan episiotomi

harus mengacu pada penilaian klinik yang tepat dan tehnik yang paling sesuai dengan

kondisi yang sedang dihadapi, dengan demikian tidak lagi dianjurkan untuk melakukan

tindakan episiotomi secara rutin.

Prinsip tindakan episiotomi ialah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada

jaringan lunak yang diakibatkan daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau

keelastisitasan jaringan tersebut, serta tindakan ini bertujuan untuk mencegah trauma

pada kepala janin, mencegah kerusakan pada sfingter ani (Pudiastuti, 2012:1).

Selain nyeri luka episiotomi yang dirasakan ibu nifas dengan luka episiotomi ada

beberapa yang menjadi perhatian bidan yaitu memperhatikan keadaan luka episiotomi

40
tersebut. Pada kasus Ny “S” pada pemeriksaan luka episiotomi didapatkan hasil keadaan

luka tersebut masih lembab, jahitan masih dalam keadaan basah, kondisi luka tidak

menunjukkan adanya oedem dan tidak adanya tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi

seperti adanya pus/nanah, bau busuk dan suhu sekitar luka lebih tinggi dari pada suhu

tubuh ibu.

Selain menimbulkan rasa nyeri saat masa nifas, episiotomi secara mediolateral

juga memberi manfaat bagi ibu, yaitu ketika ibu BAB ibu tidak takut akan jahitannya

dapat terlepas sewaktu-waktu jika ibu mengejan, dan ibu tetap dapat menjaga kebersihan

anusnya setelah BAB karena jahitan bekas episiotomi secara mediolateral tidak

mendekati anus.

Episiotomi mediolateral dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perluasan

laserasi akan lebih kecil kemungkinannya mengenai sfingter ani. (Benson dan Pernoll,

2013:176). Berdasarkan penelitian yang dilakuakan oleh Ali dan Zangana (2016) bahwa

episiotomi dikaitkan dengan meningkatnya kehilangan darah pada saat persalinan,

pembentukan hematoma, infeksi, dan jarang abses dan pembentukan fistula rectovaginal.

Episiotomi garis tengah dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi kerusakan sfingter

anus dan rektum bila dibandingkan dengan episiotomi mediolateral.

Proses penyembuhan luka terdpat tiga fase, yaitu fase inflamasi selama 24 jam

pertama-48 jam, fase proliferasi (48 jam-5 hari, dan fase maturasi (5 hari-berbulanbulan).

Pada fase inflamasi terjadi penggumapalan darah untuk menyatukan daerah yang terpisah

akibat episiotomi (Majid dan Prayogi, 2013) sehingga pada hari pertrama sampai 2 hari

biasa pada luka episiotomi akan terjadi pembengkakan kecil.

Sedangkan pada fase proliferasi terjadi pertumbuhan jaringan baru melalui

proses granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi. Pada fase ini pula akan terbentuk

jaringan parut epitel fibrosa yang lebih kuat pada saat fibroblas dan serat kolagen mulai

menyusut, menimbulkan kontraksi pada area tesebut (Primadona dan Susilowati, 2015:2-

41
3). Pada fase maturasi tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi

abnormal karena proses penyembuhan. Kolagen menjadi lebih tersusun dan yang berlebih

diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada, fibroblast berkurang dan

kapiler darah telah normal kembali (Majid dan Prayogi, 2013). Pada hari pertama sampai

hari kedua masa nifas sangatlah rentan akan terjadinya infeksi, karena pada waktu inilah

luka masih dalam keadaan lembab, dan keadaan luka masih basah diakibatkan karena

lochia yang keluar dari jalan lahir akan melewati luka tersebut.

Infeksi nifas yaitu infeksi bakteri pada dan melalui traktus genitalia yang terjadi

sesudah melahirkan, ditandai kenaikkan suhu sampai 38ºC atau lebih selama 2 hari dalam

10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama (Fauziyah,

2012:163) oleh sebab itulah keadaan luka episiotomi sangatlah penting untuk

diperhatikan hingga jahitan kering. Sebab, ibu nifas dengan luka episiotomi sangatlah

rentan akan terjadinya infeksi pada luka tersebut yang ditandai dengan adanya pus/nanah,

bau busuk dan suhu sekitar luka lebih tinggi dari pada suhu tubuh ibu.

5.5 Identifikasi Kebutuhan Segera

Beberapa data menunjukan situasi emergensial dimana bidan perlu bertindak segera

dimana demi keselamatan ibu, beberapa data menunjukan situasi yang memerlukan

tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter dan juga memerlukan konsultasi

dengan tim kesehatan lain. Bidan mengavaluasi situasi setiap pasien untuk menentukan

asuhan yang paling tepat. Pada kasus ibu dengan keluhan nyeri jahitan episiotomy bidan

perlu memberikan edukasi terkait hal tersebut dan mengajarkan tanda bahaya pada jahitan

episiotomi.

Pada kasus Ny. “S” dengan keluhan nyeri jahitan episiotomi dilakukan pemeriksaan

TTV dan inspeksi serta KIE cara merawat luka, konsumsi makanan berprotein tinggi, dan

KIE tanda bahaya pada luka jahitan episiotomi.

42
Dengan demikian tidak ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus, karena

tindakan yang telah dilakukan bidan adalah dengan melakukan pemeriksaan TTV dan

KIE telah dilaksanakan dengan tepat.

5.5 Rencana Asuhan yang Meneyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-

langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa

atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi dan pada langkah ini reformasi

data yang tidak lengkap bisa dilengkapi. Perencanaan ini disusun berdasarkkan diagnosa,

masalah dan kebutuhan. Pada tinjauan khusus keluhan nyeri jahitan episiotomi secara

garis besar penangan yang diberikan adalah pemeriksaan TTV dan melakukan KIE.

Penyusunan rencana asuhan serta penatalaksanaannya disesuaikan dengan diagnosa

yang telah ditegakkan sebelumnya. Penatalaksanaan dilakukan secara menyeluruh kepada

Ny S yaitu dengan menjelaskan hasil pemeriksaan pada pasien, melakukan inspeksi

genetalian dan pemeriksaan TTV, memberikan konseling kepada pasien terkait

kondisinya saat ini, serta KIE cara merawat luka, melihat tanda bahaya, dan konsumsi

makanan berprotein tinggi.

Dari rencana asuhan kebidanan yang telah diberikan pada kasus ini ada kesesuain

antara teori dengan kasus yang ada.

5.6 Implementasi Tindakan Asuhan Kebidanan

Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada

langkah kelima dilaksanakan secara efesien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan

oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota ksehatan yang lain. Walaupun bidan

tidak melakukannya sendiri tetapi bidan tetap memikul tanggung jawab untuk

mengarahkan pelaksanaanya sehingga dapat meningkatkan mutu dan asuhan pada ibu

dengan keluhan nyeri jahitan episiotomi.

43
Pada studi kasus Ny “S” dengan keluhan nyeri jahitan episiotomi, semua tindakan

yang direncanakan dapat dilaksanakan seluruhnya dengan baik tanpa ada hambatan

karena adanya kerjasama dan penerimaan yang baik dari klien serta adanya dukungan

dari keluarga dan petugas kesehatan di ruangan nifas PMB Kab. Malang.

5.7 Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan

Evaluasi manajemen asuhan kebidanan merupakan langkah akhir dari proses

manejemen asuhan kebidanan dalam mengevaluasi pencapaian tujuan, membandingkan

data yang dikumpulkan dengan kriteria yang diidentifikasikan, dan memutuskan apakah

tinjauan telah tercapai atau tidak dengan tindakan yang sudah diimplementasikan.

Pada kasus Ny. “S” didapatkan hasil akhir pada tanggal 5 Oktober 2022 yaitu Ny. “S”

dalam keadaan baik dan pasien masih merasakan nyeri di luka bekas jahitan episiotomi,

luka bekas jahitan tidak ada nanah dan pasien diperbolehkan pulang serta disarankan

melakukan kunjungan ulang 1 minggu kemudian untuk memeriksakan keadaanya atau

bila ada keluhan.

Dengan demikian, tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus dalam hal

penanganan asuhan kebidanan, dimana kasus keluhan nyeri jahitan episiotomi yang tidak

mengarah keganasan telah dilakukan asuhan yang sesuai dan tidak ditemukan pula

kesenjangan antara teori dan kasus dalam hal evaluasi atau hasil tindakan yang telah

dilakukan, karena setelah melakukan asuhan pada kasus Ny. “S” dengan keluhan nyeri

episiotomi, pada evaluasi atau hasil tindakan sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana

tindakan dan hal ini sesuai harapan dari tenaga kesehatan.

44
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Pengkajian

Pengkajian data subyektif maupun obyektif sesuai dengan teori yang ada.

6.1.2 Interpretasi Data Dasar

Berdasarkan identifikasi data dasar, diagnosa pada kasus Ny “S” P1001 Ab000

dengan keluhan nyeri jahitan episiotomi. Hal tersebut berdasarkan data subyektif

dan obyektif. Pasien mempunyai keluhan nyeri di aera genetalia dan pada saat di

inspeksi terlihat adanya luka jahitan yang masih basah dan sedikit membengkak,

kebutuhan segera adalah melakukan pemeriksaan TTV, mengajarkan ibu untuk

merawat luka dan konsumsi makanan berprotein tinggi, KIE kondisi ibu saat ini

serta KIE tanda bahaya pada luka jahitan.

6.1.3 Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial

Infeksi luka perineum, dan resiko perubahan terjadinya infeksi saluran kemih dan

infeksi jalan lahir dan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah.

6.1.4 Identifikasi Kebutuhan Segera

KIE kondisi ibu saat ini dalam kondisi baik baik saja

6.1.5 Intervensi

Intervensi yang dibuat pada konsep asuhan telah sesuai dengan teori dan studi

kasus.

6.1.6 Implementasi

Implementasi yang dilakukan sudah sesuai dengan kebutuhan ibu.

6.1.7 Evaluasi

Berdasarkan hasil evaluasi didapatkan bahwa asuhan yang diberikan telah

mencapai tujuan intervensi.

45
6.2 Saran

6.2.1 Bagi Mahasiswa Kebidanan

Sebagai pola pikir penatalaksanaan asuhan kebidanan pada ibu dengan keluhan nyeri

luka episiotomi, sehingga dapat menganalisa kasus secara komprehensif serta tepat

dan efektif.

6.2.2 Bagi Tempat Pelayanan Kesehatan

Saran bagi tempat pelayanan kesehatan adalah agar Praktik Bidan Mandiri dapat

mempertahankan dan meningkatkan tatalaksana asuhan kebidanan pada ibu dengan

keluhan nyeri bekas luka jahitan episiotomi sehingga dapat menjaga mutu dalam

memberikan pelayanan.

46
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, r. Y. (2016). Buku ajar asuhan keperawatan maternitas aplikasi Nanda, nic dan

noc. Jakarta: trans media.

Baston, h., & hall, j. (2012). Midwifery essensials: antenatal volume 2. Jakarta: EGC.

Bappenas, 2015. RPJMN 2015-2019 dan Strategi Pembangunan Kesehatan dan


Gizi.Masyarakat.http://www.depkes.go.id/resources/download/rakerkesnas-
2015/reg-timur/Bappenas.pdf (diakses tanggal 23 Januari 2017).
Cunningham. 2012. Obstetri williams edisi 23 vol 1. Jakarta : buku kedokteran

Dinkes Provsu. 2014. Profil Kesehatan Sumatera Utara


2014.http://diskes.sumutprov.go.id/diskesconfig/downlot.php?file=sumut_pro
fil_2014.pdf.PDF( diakses tanggal Januari 2017).

Fried, n. T., elliott, m. B., & oshinsky, m. L. (2017). The role of adenosine signaling in
headache: a review. Brain sciences, 7(3), 30. (online). (https://www.mdpi.com/2076-
3425/7/3/30/pdf, diakses pada 27 November 2021)

Humphries, a., mirjalili, s. A., tarr, g. P., thompson, j. M., & stone, p. (2019). The effect
of supine positioning on maternal hemodynamics during late pregnancy. The
journal of maternal-fetal & neonatal medicine, 32(23), 3923- 3930.
(https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/14767058.2018.1478958, diakses pada
27 November 2021)

Kemenkes, 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan


Dasar Dan Rujukan. Jakarta: Kemenkes.

Krywko, d. M., & king, k. C. (2020). Aortocaval compression syndrome. Statpearls


(online). (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/nbk430759/, diakses pada 27 November
2021)

LARASATI, S. (2014). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. K DENGAN MASALAH


UTAMA NYERI AKUT POST PARTUM SPONTAN DENGAN PRE EKLAMSIA RINGAN
DI RSUD Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA (Doctoral
dissertation, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO).

Manuaba, I.A.C. 2014. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Edisi 2.
Jakarta: EGC.

Mochtar, R. 2013. Sinopsis Obstetri. Edisi Ketiga. Jilid I. Jakarta:EGC.

47
Mulati, Erna, (ed.). 2015. Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak Continuum Of Carelife
Cycle. Jakarta: Kemenkes

Negro, a., delaruelle, z., ivanova, t. A., khan, s., ornello, r., raffaelli, b., ... & mitsikostas,
d. D. (2017). Headache and pregnancy: a systematic review. The journal of headache
and pain, 18(1), 1-20. (online). (https://link.springer.com/article/10.1186/s10194-017-
0816-0, diakses pada 27 November 2022

48
49

Anda mungkin juga menyukai