DISUSUN OLEH :
AGUS ISTIKHAROH
NIM.22082001
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan sering kali menyebabkan robekan perineum baik pada primigr
avida maupun multigravida dengan perineum yang kaku. Seringkali robekan perin
eum terjadi sewaktu melahirkan dan penaganannya merupakan masalah kebidanan.
Robekan pada perineum ini bisa terjadi secara spontan dan bisa juga terjadi karen
a dilakukannya episiotomi dalam upaya melebarkan jalan lahir. Tingkat/derajat ro
bekan perineum ada 4 tingkatan/derajat. Beberapa cedera jaringan penyokong bai
k cedera akut maupun kronis akan menimbulkan masalah pada genekologi dikemu
dian hari jika dilakukan perawatan yang kurang benar dan penggunaan bahan yan
g kurang tepat. Kerusakan pada jaringan penyokong biasanya akan segera terlihat
dan diperbaiki pada saat setelah persalinan.(Herawati, 2017)
Royal College of Obstricians and Gynaecologists (RCOG) menurut Chap
man, tahun 2016 mengatakan bahwa kelahiran di Inggris Raya 80% terjadi Rob
ekan perineum sebagian besar tergolong derajat dua, yang bervariasi dari robeka
n kecil dan berbatas tegas sampe robekan yang panjang atau rumit. Tiga bulan pe
rtama post partum hampir 23% ibu mengeluhkan dispareunia, 19% mengeluhkan
inkontinensia urine dan 3-10% mengeluhkan inkontinensia alvi. Ibu post partum
mengalami robekan derajat tiga atau empat sebanyak 0,5- 2,5%, dengan resiko ke
kambuhan 4,5% pada kelahiran per vagina berikutnya. Teori tersebut sejalan den
gan penelitian yang dilakukan oleh Mohamed dan (Nagger., 2018) menemukan b
ahwa periode post partum adalah periode selama wanita menyusui, sedangkan se
cara fisik dan psikologis yaitu post partum. (Chapman, 2018)
Nyeri perineum sebagai manifestasi dari luka bekas penjahitan yang dirasa
kan pasien akibat rupture perineum pada kala pengeluaran. Robekan perineum terj
adi pada hampir semua persalinan pervaginam baik itu robekan yang disengaja de
ngan episiotomi maupun robekan secara spontan akibat dari persalinan, robekan p
erineum ada yang perlu tindakan penjahitan ada yang tidak perlu.Dari jahitan peri
neum tadi pasti menimbulkan rasa nyeri (Chapman, 2018)
Penjahitan robekan perineum dengan anastesi merupakan salah satu progra
m asuhan sayang ibu, yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit yang dialami ib
u selama proses penjahitan luka jalan lahir (Mochtar, 2018) Penjahitan perineum
merupakan upaya untuk memperbaiki fungsi organ reproduksi ibu yang mengalam
1
i rupture pada saat melahirkan. Cukup banyak faktor yang mempengaruhi penyem
buhan luka perineum di antaranya mobilisasi dini, vulva hygiene, luas luka, umur,
vaskularisasi, stressor dan juga nutrisi. Luka dikatakan sembuh jika dalam 1 ming
gu kondisi luka kering, menutup dan tidak ada tanda- tanda infeksi (Mochtar, 201
8)
Akan tetapi menurut Saifudin (2017) dalam Penelitian Herdini dan Indar
wati pada tahun 2018, pemberian anastesi juga dapat menimbulkan kerusakan sist
em imun yang berakibat terjadi penurunan ketahanan tubuh sehingga akan terjadi
pemanjangan penyembuhan luka 2-3 hari dari pada tanpa anestesi Fase penyembu
han secara ideal merupakan proses penyembuhan luka dalam memulihkan seperti
jaringan semula, bila tidak memungkinkan maka akan terbentuk jaringan parut. Pe
nggunaan bahan yang tepat dalam perawatan luka perineum merupakan tehnik ya
ng benar, karena jika penggunaan bahan yang kurang tepat dapat menyebabkan lu
ka sulit sembuh atau penyembuhan lama dan menimbulkan infeksi (Suwandi, 201
6). Penyembuhan luka jahitan perineum ditandai dengan tidak adanya infeksi sepe
rti kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri) dan fun
gsi onela (terganggunya fungsi). Penyembuhan luka jahitan secara normal akan ter
jadi pada hari kelima hingga hari ketujuh dan bisa juga lebih cepat dalam waktu 5
hari yang ditandai dengan luka kering, tidak adanya kemerahan, pembengkakan, j
aringan menyatu dan tidak nyeri ketika untuk duduk dan berjalan (Uliyah, 2018).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Manfaat
2
anya :
2. Bagi Penulis
Dapat dijadikan sumber informasi dan sebagai bahan rujukan sebagai peny
empurnaan laporan pendahuluan memandikan bayi
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Asuhan kebidanan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan
pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh da
lam keadaaan seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil. Periode
masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan.
Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reprodu
ksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya per
ubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Saleha, 2018).
Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan
daerah antar paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masaanta
ra kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada w
aktu sebelum hamil. Menjaga kebersihan pada masa nifas untuk menghindari i
nfeksi, baik pada luka jahitan atau kulit (Anggraeni, 2017)
Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat p
ada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisita
s jaringan tersebut. Oleh sebab itu, pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus
mengacu pada pertimbangan klinik yang tepat dan tehnik yang paling sesuai dengan k
ondisi yang sedang dihadapi. (Rusda 2017)
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ke
tika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan ras
a sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kon
disi optimal bagi pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2016). Anestesi merupa
kan tatalaksana untuk mematikan rasa, baik rasa nyeri, takut, dan tidak nyama
n (Mangku, 2018) .
B. Indikasi
Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun faktor janin. Indi
kasi ibu antara lain adalah:
a. Primigravida umumnya
b. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu
c. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada per
4
salinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak b
esar
d. Arkus pubis yang sempit
Indikasi janin antara lain adalah:
a. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadin
ya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti p
enyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva
dan vagina.
c. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar.
d. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti p
ada gawat janin, tali pusat menumbung.
Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah:
a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam
b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti pe
nyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva d
an vagina.
C. Etiologi
5
kepala janin sudah terlihat dengan diameter 3 - 4 cm pada waktu his. Pada pe
nggunaan cunam beberapa penulis melakukan episiotomi setelah cunam terpa
sang tetapi sebelum traksi dilakukan, dengan alasan bahwa bila dilakukan seb
elum pemasangan, akan memperbanyak perdarahan serta memperbesar resiko
perluasan luka episiotomi yang tidak terkontrol selama pemasangan cunam.
Pada persalinan letak sungsang, episiotomi sebaiknya dilakukan sebelum bok
ong lahir, dengan demikian luasnya episiotomi dapat disesuaikan dengan keb
utuhan.
D. Patofisiologis
E. Penatalaksanaan
6
Penerimaan anastesi lokal sangat cepat dan anastesi lokal yang baru segera
muncul mengikuti ditemukannya kokain.Anastesi injeksi yang pertama adala
h ester lain dari PABA yaitu Procaine yang disintesa oleh Einhorn pada tahun
1905. Obat ini terbukti tidak bersifat addiksi dan jauh kurang toksik dibandin
g kokain. Ester-ester lain telah dibuat termasuk Benzocaine, Dibucaine, Tetra
caine dan Chloroprocaine, dan semuanya terbukti sedikit toksisitasnya, tetapi
kadang-kadang menunjukkan sensitisasi dan reaksi alergi. Penelitian untuk an
astesi lokal terus berlangsung sehingga banyak obat-obat dengan berbagai ke
untungan dapat digunakan pada saat ini.
Perineal body merupakan struktur perineum yang terdiri dari tendon dan seb
agai tempat bertemunya serabut-serabut otot tersebut diatas.Persyarafan peri
neum berasal dari segmen sakral 2,3,4 dari sumsum tulang belakang (spinal
cord) yang bergabung membentuk nervus pudendus. Syaraf ini meninggalk
an pelvis melalui foramen sciatic mayor dan melalui lateral ligamentum sak
7
rospinosum, kembali memasuki pelvis melalui foramen sciatic minor dan k
emudian lewat sepanjang dinding samping fossa iliorektal dalam suatu r
uang fasial yang disebut kanalis Alcock. Begitu memasuki kanalis Alcock,
n. pudendus terbagi menjadi 3 bagian / cabang utama, yaitu: n. hemorrhoidal
is inferior diregio anal, n. perinealis yang juga membagi diri menjadi n. labia
lis posterior dan n. perinealis profunda ke bagian anterior dari dasar pelvis d
an diafragma urogenital; dan cabang ketiga adalah n. dorsalis klitoris.
8
g antara zat anestesi lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap perubaha
n voltase muatan listrik (voltase sensitive Na+ channels). Dengan bertambahn
ya efek anestesi lokal di dalam syaraf, maka ambang rangsang membran aka
n meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun,
konduksi impuls melambat dan factor pengaman (safety factor) konduksi sya
raf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan penurunan kemung
kinan menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian mengakibatkan kega
galan konduksi syaraf.
Kerja anestesi lokal juga dipengaruhi :
1. pka :
Obat anestesi lokal yang mempunyai pka mendekati PH fisiologis mis: 7,4
akan mempunyai konsentrasi basa nonionisasi yang tinggi dan akan mudah
menembus membran sel syaraf sehingga “ onset of action “ akan lebih cepa
t.
2. Lipid Solubility :
Kemampuan obat anastesi lokal untuk menembus lingkungan hydrophobic
sehingga makin mudah larut dalam lemak, maka “duration of action” sema
kin panjang.
3. Protein Binding :
Obat anastesi lokal yang berikatan dengan plasma protein (1-acid glyco
protein), maka “duration of action” obat anastesi lokal menjadi lebih panj
ang.
Oleh karena itu sangat hati-hati pada pasien dengan plasma protein
yang rendah, dan obat akan bebas dalam sirkulasi darah sehingga akan tim
bul efek toksik pada pasien. Obat anastesi disuntikkan disekitar daerah op
erasi dengan cara infiltrasi. Pada episiotomi, infiltrasi obat anastesi harus
mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
9
Gambar 3. Tehnik anastesi infiltrasi lokal pada episiotomi.
10
n). Pada umumnya zat vasokonstriktor ini harus diberikan dalam kadar efe
ktif minimal.
Reaksi lokal:
1. Nyeri pada penyuntikan
2. Rasa terbakar
3. Anastesia persisten
4. Infeksi
5. Edema
6. Toksisitas loka
11
umbuhan dan penggantian sel-sel yang rusak, sehingga memperlambat penye
mbuhan luka perineum (Anggraini, 2017). Menurut hasil penelitian sesuai den
gan penelitian Rumini (2017) rata-rata lama penyembuhan luka perineum anta
ra kelompok yang diberi anestesi adalah 8,77 hari dibulatkan menjadi 9 hari, s
edangkan pada kelompok yang tidak dibei anestesi adalah 8,38 hari dibulatkan
menjadi 8 hari. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya kesesuaian anta
ra hasil yang diperoleh dengan teori yang dikemukakan pada tinjauan pustaka
bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka perineum a
dalah pemberian anestesi dengan adrenalin, personal hygine, perawatan perine
um dan nutrisi yang baik.
F. Jenis-Jenis Anestesi
12
a dengan tepat.
a. Parenteral
2. Anestesi regional Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersif
at sebagai analgetik karena menghilangkan nyeri dan pasien dapat tetap sada
r. Oleh sebab itu, teknik ini tidak memenuhi trias anestesi karena hanya men
ghilangkan persepsi nyeri saja. Jika diberi tambahan obat hipnotik atau seda
si, disebut sebagai balans anestesi sehingga masuk dalam triasanesthesia. Ha
nya regional yang diblok saja yang tidak merasakan sensasi nyeri (Pramono,
2018).
a) Anestesi spinal
b) Anestesi epidural
c) Anestesi kaudal
d) Blokade perifer
13
jarum spinal, total spinal, hametom di tempat penyuntikan, post dural punct
ure headache (PDPH), meningitis, dan abses spidural.
BAB IV
PEMBAHASAN
14
i hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara. Menurut Latief ( 2017) anestesi
lokal adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong na
trium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanja
ng saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifir. Berdasarkan hasil penel
itian bahwa ibu bersalin yang diberikan anestesi sebanyak 7 responden (50,0
%), dan yang tidak diberi anestesi jahitan perineum sebanyak 7 responden (50,
0 %). Menurut JNPK-KR (2018) bidan harus memberikan anestesi lokal
pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau episiotomi. Dengan
memberikan anestesi lokal berarti bidan telah memberikan asuhan sayang ibu.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
ma penyembuhan luka perineum tanpa anastesi adalah 5-6 hari. Menurut JNP
K-KR (2018) bidan harus memberikan anestesi lokal pada setiap ibu yang m
emerlukan penjahitan laserasi atau episiotomi. Dengan memberikan anestesi l
okal berarti bidan telah memberikan asuhan sayang ibu.
B. Saran
2. Bagi peneliti
3. Bagi Institusi
DAFTAR PUSTAKA
16
Chapman, V. (2018). Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran.
Jakarta:EGC.
Hidayat, A A. (2017). Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data.
Salemba Medika. Jakarta Selatan
Herawati. (2017). Hubungan Perawatan Perineum dengan Kesemb
uhan Luka Perineum pada Ibu Nifas Hari Keenam di Bidan Praktik Swasta
Mojokerto Kedawung Sragen. Program Studi Kebidanan Fakultas Kedokte
ran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Nagger. (2018). Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk Pe
rencanaan Keperawatan Pasien. Edisi:3. Jakarta : EGC.
Rahmawati. (2017). Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Pengura
ngan Nyeri Luka Perineum Pada Ibu Nifas di BPS Siti Alfirdaus Kingking
Kabupaten Tuban. Jurnal Sain Med, 5(2), 43-46.
Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonata
l. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2001; 455–458 .
Albar, E. Perawatan Luka Jalan Lahir, Ilmu Bedah Kebidanan, Edit.
H. Wiknjosastro, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2
018; 170-187.
Benson RC, Pernoll ML. Hand book of Obstetric & Gynaecology ,
Mc Graw-Hill, Inc, 9 th ed, 1994;362-372.
Cunningham FG, Mac Donald PC, Gan NF et al. Williams Obstet
rics, 20 th ed.Appleton and Lange, 1997; 342-345
Muhamad rusda. 2020. anastesi infiltrasi pada episotomi. Obstetri
ginekologi fakultas kedokteran usu. Sumatra . indonesia
SKRIPSI HERMAYANTI.pdf (unar.ac.id) dikases
tanggal 05 JUli 2023 jam 05.00 wita
Sarwono. (2016).. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas.Yogy
akarta : Katahati
Wiknjosastro, Hanifa. (2017). Ilmu Kandungan. Yaya
san Bina Pustaka-SP:Jakarta
Sulistyawati, A. (2016). Buku Ajar Asuhan Kebidana
n pada Ibu Nifas. Yogyakarta:
17
18