Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN POLA MAKAN IBU POST PARTUM TERHADAP


PROSES PENYEMBUHAN LUKA EPISIOTOMI DI KELURAHAN
BATANGKALUKU KECAMATAN SOMBA OPU

OLEH :
JUBELINS SOPIA SABONO
119231727

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FANI MITRA KARYA


(FAMIKA) MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagi seorang ibu, Episiotomi atau istilah yang paling tepat adalah

perineotomi. Episiotomi adalah tindakan sayatan yang dibuat tujuan

untuk memperlancar proses persalinan dan mencegah robekan vagina

(Barjon K, 2020), tetapi tidak semua ibu memerlukan episiotomi untuk

persalinan, namun pengalaman yang matang diperlukan untuk

menentukan kapan episiotomi tidak di perlukan. Walaupun hanya sedikit

bukti ilmiah yang mendukung penggunaanya, tetapi pada tahun-tahun

terakhir ini keuntungan episiotomi secara rutin tersebut mulai

dipertanyakan. Tindakan invasif ini bukan tanpa resiko, tetapi dapat

menimbulkan beberapa resiko di antaranya;

Resiko terjadinya perdarahan yang lebih besar saat persalinan,

proses penyembuhan biasanya lebih nyeri dan lebih lama dibandingkan

robekan spontan, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, bagi beberapa

wanita akan merasakan nyeri saat berhubungan seksual selama

beberapa bulan setelah melahirkan, resiko terjadinya robekan pada

persalinan berikutnya lebih besar, inkontinensia anus. Indikasi lain untuk

episiotomi guna mencegah terjadinya pendarahan intrakranial pada bayi

baru lahir. Dari tindakan episiotomi tersebut dapat menimbulkan luka atau

terputusnya jaringan (Higuera.V, 2017).


Proses penyembuhan luka episiotomi biasanya bervariasi, ada yang

cepat dan lambat, hal ini dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya

yaitu: kondisi fisik ibu bersalin, status gizi, kondisi luka dan

perawatannya. Menurut penelitian yang dilakukan (Siti Muniroh, 2019)

bahwa Pola makan ibu postpartum dalam kategori makan gizi seimbang

sebanyak 17 responden (94,5 %), dan fase penyembuhan luka pada ibu

postpartum yang berada pada fase inflamasi sejumlah 13 responden

(72,2%). Hasil uji spearman’s correlation ρ = 0,046 yang berarti ada

hubungan antara pola makan ibu postpartum dengan penyembuhan luka

episiotomy di BPM Hj Umi Salamah Peterongan Jombang.

Penggunaan episiotomi, yang dahulu merupakan praktek standar

sudah makin berkurang pada tahun-tahun terakhir ini. Berdasarkan

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2018, angka

kematian ibu masih tinggi di Indonesia yaitu 359 per 100.000 kelahiran

hidup. Jika dibandingkan dengan hasil Survei Penduduk Antar Sensus

(SUPAS) tahun 2020 memang menunjukan penurunan menjadi 305

kematian per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun hasil tersebut tidak jauh

berbeda, masih sangat sulit untuk mencapai progaram SGDS bahwa

target sistem kesehatan nasional pada goals ke-3 yang menerangkan

bahwa pada tahun 2030, mengurangi angka kematian ibu hingga di

bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup (Kementerian Kesehatan RI,

2020).
Tujuan dilakukan tindakan episiotomi diantaranya adalah mencegah

robekan yang luas dan tidak beraturan pada daerah perineum. Adapun

keuntungannya adalah lebih mudah dijahit serta hasilnya lebih baik,

sedangkan kerugiannya adalah resiko terjadi robekan yang meluas

sampai ke anus. Tindakan episiotomi ini paling sering dilakukan pada

primipara karena jalan lahirnya kurang elastis dan sukar meregang.

Tetapi tidak menutup kemungkinan pada persalinan kedua dan ketiga

juga memerlukan tindakan episiotomi jika bayi yang kedua,atau yang ke

tiga, terlalu besar, perineum kaku, persalinan sungsang (Prawirohardjo,

2017).

Bebarapa hal yang dapat dilakukan sebelum atau selama

persalinan untuk melindungi perinium, dan menghindari tindakan

episiotomi: makan makanan yang bergizi selama kehamilan, karena

nutrisi atau pola makan yang baik mendukung jaringan yang sehat,

lakukan pijat perinium secara teratur selama beberapa minggu sebelum

pelahiran, selama mengejan, gunakan tekanan kebawah yang sepontan

atau tekanan yang singkat (lima sampai tujuh detik), selama pelahiran,

gunakan posisi yang membuat pelahiran yang lebih efisien, selama

pelahiran, bekerja samalah dengan memberi perawatan dan gunakan

gerak pernafasan ringan untuk menghindari penekanan sementara

kepala dan bahu bayi keluar.


Berdasarkan data yang diperoleh survei awal yang dilakukan

dengan mewawancarai perawat dan ibu post partum di Kelurahan

Batangkaluku Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa diketahui bahwa

perawat sering memberikan sosialisasi tentang pentingnya pola makan

ibu post partum dan hasil wawancara 3 ibu post partum mengatakan

bahwa setelah perawat mengatakan bahwa petingnya pola makan untuk

penyembuhan luka maka ibu post partum melaksanakan pola makan

yang dianjurkan tetapi 1 ibu yang tidak mengikuti saran perawat yang

mengakibatkan penyembuhan luka yang lambat.

Maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian lebih lanjut

dengan mengambil judul adalah “ HUBUNGAN POLA MAKAN IBU POST

PARTUM TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN LUKA EPISIOTOMI DI

KELURAHAN BATANGKALUKU KECAMATAN SOMBA OPU

KABUPATEN GOWA”.

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas adalah sebagai

berikut:

Apakah ada Pola Makan Ibu Post Partum Terhadap Proses

Penyembuhan Luka Episiotomi Di Kelurahan Batangkaluku Kecamatan

Somba Opu Kabupaten Gowa?.


A. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pola Makan Ibu Post Partum Terhadap Proses

Penyembuhan Luka Episiotomi Di Kelurahan Batangkaluku

Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengidentifikasi Pola Makan Ibu Post Partum Di Kelurahan

Batangkaluku Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa

b. Untuk mengidentifikasi Proses Penyembuhan Luka Episiotomi Di

Kelurahan Batangkaluku Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

c. Untuk menganalisis Pola Makan Ibu Post Partum Terhadap Proses

Penyembuhan Luka Episiotomi Di Kelurahan Batangkaluku

Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

B. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat:

1. Teoritis

Dapat menambah wawasan dan meningkatkan ilmu pengetahuan

tentang Pola Makan Ibu Post Partum Terhadap Proses

Penyembuhan Luka Episiotomi.


2. Manfaat Praktis

a. Responden

Menambah informasi dan ilmu tentang Pola Makan Ibu Post

Partum Terhadap Proses Penyembuhan Luka Episiotomi Di

Kelurahan Batangkaluku Kecamatan Somba Opu Kabupaten

Gowa

b. Institusi

Sebagai bahan masukan/referensi untuk mahasiswa Stik

Famika Makassar dan peneliti selanjutnya

b. Bagi bidan

Bidan dapat memanfaatkan penelitian ini untuk

perencanaan dan pengembangan pelayanan kesehatan dan

upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

khususnya dengan Pola Makan Ibu Post Partum Terhadap

Proses Penyembuhan Luka Episiotomi.

c. Bagi Peneliti

Peneliti selanjutnya dapat melakukan pengembangan

penelitian dengan variabel yang lebih luas lagi.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Umum Tentang Episiotomi

1. Pengertian Episiotomi

Episiotomi merupakan suatu tindakan insisi pada perineum yang

menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara,

jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit

sebelah depan perineum (Sarwono, 2017).Episiotomi adalah insisi

pudendum / perineum untuk melebarkan orifisium ( lubang / muara )

vulva sehingga mempermudah jalan keluar bayi (Benson dan Pernoll,

2018).

2. Tujuan Episiotomi

Tujuan episiotomi yaitu membentuk insisi bedah yang lurus, sebagai

pengganti robekan tak teratur yang mungkin terjadi. Episiotomi dapat

mencegah vagina robek secara spontan, karena jika robeknya tidak

teratur maka menjahitnya akan sulit dan hasil jahitannya pun tidak rapi,

tujuan lain episiotomiyaitu mempersingkat waktu ibu dalam mendorong

bayinya keluar (Williams, 2017).


3. Waktu Pelaksanaan

Episiotomi Menurut Benson dan Pernoll (2018), episiotomi

sebaiknya dilakukan ketika kepala bayi meregang perineum pada janin

matur, sebelum kepala sampai pada otot-otot perineum pada janin matur.

Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang

timbul dari luka episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi

dilakukan terlalu lambat maka laserasi tidak dapat dicegah. sehingga

salah satu tujuan episiotomi itu sendiri tidak akan tercapai. Episiotomi

biasanya dilakukan pada saat kepala janin sudah terlihat dengan

diameter 3 - 4 cm pada waktu his. Jika dilakukan bersama dengan

penggunaan ekstraksi forsep, sebagian besar dokter melakukan

episiotomi setelah pemasangan sendok atau bilah forsep.

4. Tindakan Episiotomi

Pertama pegang gunting epis yang tajam dengan satu tangan,

kemudian letakkan jari telunjuk dan jari tengah di antaraa kepala bayi dan

perineum searah dengan rencana sayatan. Setelah itu, tunggu fase acme

(puncak his). Kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka di

antara jari telunjuk dan tengah. Gunting perineum, dimulai dari fourchet

(komissura posterior) 45 derajat ke lateral kiri atau kanan.

5. Indikasi Episiotomi

Untuk persalinan dengan tindakan atau instrument (persalinan

dengan cunam, ekstraksi dan vakum); untuk mencegah robekan


perineum yang kaku atau diperkirakan tidak mampu beradaptasi

terhadap regangan yang berlebihan,dan untuk mencegah kerusakan

jaringan pada ibu dan bayi pada kasus letak / presentasi abnormal

(bokong, muka, ubun-ubun kecil di belakang) dengan menyediakan

tempat yang luas untuk persalinan yang aman.

6. Jenis - Jenis Episiotomi

Sebelumnya ada 4 jenis episiotomi yaitu; Episiotomi medialis,

Episiotomi mediolateralis, Episiotomi lateralis, dan Insisi Schuchardt.

Namun menurut Benson dan Pernoll (2018), sekarang ini hanya ada dua

jenis episiotomi yang di gunakan yaitu:

a. Episiotomi median, merupakan episiotomi yang paling mudah

dilakukan dan diperbaiki. Sayatan dimulai pada garis tengah

komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai

serabut sfingter ani. Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah:

perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh

karena daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.

Sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali

lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan. Sedangkan

kerugiannya adalah: dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet

(laserasi median sfingter ani) atau komplit (laserasi dinding rektum).

b. Episiotomi mediolateral, digunakan secara luas pada obstetri

operatif karena aman. Sayatan di sini dimulai dari bagian belakang


introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah

sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung

pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-

kira 4 cm. Sayatan di sini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter

ani untuk mencegah ruptura perinea tingkat III. Perdarahan luka

lebih banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh

darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka

lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah

penjahitan selesai hasilnya harus simetris

7. Benang Yang Digunakan Dalam Penjahitan Episiotomi

Alat menjahit yang digunakan dalam perbaikan episitomi atau

laserasi dapat menahan tepi – tepi luka sementara sehingga terjadi

pembentukan kolagen yang baik. Benang yang dapat diabsorbsi secara

alamiah diserap melalui absorbsi air yang melemahkan rantai polimer

jahitan. Benang sintetik yang dapat diabsorbsi yang paling banyak

digunakan adalah polygarin 910 (Vicryl) yang dapat menahan luka kira-

kira 65% dari kekuatan pertamanya setelah 14 hari penjahitan dan

biasanya diabsorbsi lengkap setelah 70 hari prosedur dilakukannya.

Ukuran yang paling umum digunakan dalam memperbaiki jaringan

trauma adalah 2-0, 3-0, dan 4-0, 4-0 yang paling tipis. Benang jahit yang

biasa digunakan dalam kebidanan dimasukkan ke dalam jarum, dan

hampir semua jahitan menggunakan jarum ½ lingkaran yang runcing


pada bagian ujungnya. Ujung runcing dapat masuk dalam jaringan tanpa

merusaknya.

8. Penyembuhan Luka Episiotomi

Proses penyembuhan terjadi dalam tiga fase, yaitu:

a. Fase 1: Segera setelah cedera, respons peradangan menyebabkan

peningkatan aliran darah ke area luka, meningkatkan cairan dalam

jaringan,serta akumulasi leukosit dan fibrosit. Leukosit akan

memproduksi enzim proteolitik yang memakan jaringan yang

mengalami cedera.

b. Fase 2: Setelah beberapa hari kemudian, fibroblast akan

membentuk benang – benang kolagen pada tempat cedera.

c. Fase 3: Pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi

jaringan yang rusak kemudian menutup luka. Proses penyembuhan

sangat dihubungani oleh usia, berat badan, status nutrisi, dehidrasi,

aliran darah yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya.

Penyembuhan luka sayatan episiotomi yang sempurna tergantung

kepada beberapa hal. Tidak adanya infeksi pada vagina sangat

mempermudah penyembuhan. Keterampilan menjahit juga sangat

diperlukan agar otot-otot yang tersayat diatur kembali sesuai

dengan fungsinya atau jalurnya dan juga dihindari sedikit mungkin

pembuluh darah agar tidak tersayat. Jika sel saraf terpotong,

pembuluh darah tidak akan terbentuk lagi


9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka

a. Status nutrisi yang tidak tercukupi memperlambat penyembuhan

luka.

b. Kebiasaan merokok dapat memperlambat penyembuhan luka.

c. Penambahan usia memperlambat penyembuhan luka

d. Peningkatan kortikosteroid akibat stress dapat memperlambat

penyembuhan luka.

e. Ganguan oksigenisasi dapat mengganggu sintesis kolagen dan

menghambat epitelisasi sehingga memperlambat penyembuhan

luka.

f. Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka

B. Tinjauan Umum Tentang Pola Makan Ibu

1. Pengertian Pola Makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah

dan jenis makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi

mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu

kesembuhan penyakit

Pengertian pola makan menurut Handajani adalah tingkah laku

manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi makanan yang

meliputi sikap, kepercayaan, dan pilihan makanan, sedangkan menurut

Suhardjo pola makan di artikan sebagai cara seseorang atau sekelompok


orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsi makanan terhadap

pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.

Menurut Heaper 1986 dalam Nadeak (2011) pola makan adalah

cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam memilih jenis dan

jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang atau

lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Penanaman

pola makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi,

saat bayi masih makan nasi tim, yaitu ketika usia baru enam bulan ke

atas, ibu harus tahu dan mampu menerapkan pola makan sehat.

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran

mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan tiap hari oleh

seseorang atau sekelompok orang dalam memenuhi kebutuhan gizi

setiap hari. Jumlah dan takaran makan seseorang dengan orang lainnya

berbeda-beda, tergantung jenis kelamin, aktivitas fisik serta kondisi

seseorang.

Pendapat para pakar tersebut dapat diartikan secara umum pola

makan merupakan cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau

kelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam

konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah

makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor

sosial budaya dimana mereka hidup.Dan menurut seorang ahli


mengatakan bahwa pola makan di definisikan sebagai karateristik dari

kegiatan yang berulang kali makan individu atau setiap orang makan

dalam memenuhi kebutuhan makanan.

Secara umum pola makan memiliki 3 (tiga) komponen yang terdiri

dari: jenis, frekuensi, dan jumlah makanan.

a. Jenis makan

Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari

terdiri dari makanan pokok, Lauk hewani,Lauk nabati, Sayuran ,dan

Buah yang dikonsumsi setiap hari Makanan pokok adalah sumber

makanan utama di negara indonesia yang dikonsumsi setiap orang

atau sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jangung, sagu,

umbi-umbian, dan tepung. (Sulistyoningsih,2011).

b. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi

makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan

(Depkes, 2013). sedangkan frekuensi makan merupakan berulang kali

makan sehari dengan jumlah tiga kali makan pagi, makan siang, dan

makan malam.

c. Jumlah makan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam

setiap orang atau setiap individu dalam kelompok.


2. Pengaturan Pola Makan pada Ibu post partum

Selama masa Ibu post partum harus memperhatikan makanan yang

dikonsumsi. Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung zat

tenaga, zat pembangun, dan zat yang sesuai dengan kebutuhan gizi.

Makanan bergizi ini untuk penyembuhan luka dan meningkatkan produksi

ASI.

Ibu post partum sering mengalami penurunan karena menurunnya

nafsu makan, tetapi makanan ini harus tetap diberikan seperti biasa.

Untuk mengatasi sebaiknya porsi makanan ibu diberikan lebih sedikit

dengan frekuensi pemberian lebih sering, demikian juga kebutuhan zat

pembangun dan zat pengatur seperti lauk- pauk, sayuran, dan buah-

buahan berwarna.

Pola makan yang baik bagi ibu harus memenuhi sumber

karbohidrat, protein dan lemak serta vitamin dan mineral. Untuk

pengganti nasi dapat digunakan jagung, ubi jalar dan roti. Untuk

pengganti protein hewani dapat digunakan Tempe, Tahu. Makanan ibu

diharapkan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi agar ibu.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan yang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan

makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi

terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama,

pendidikan, dan lingkungan


a. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk

daya beli pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan

menurunan daya beli pangan secara kualitas maupun kuantitas

masyarakat.

Pendapatan yang tinggidapat mencakup kurangnya daya beli

denganh kurangnya pola makan masysrakat sehingga pemilihan suatu

bahan makanan lebih di dasarkan dalam pertimbangan selera

dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk mengkonsumsi

makanan impor.(Sulistyoningsih, 2011).

b. Faktor Sosial Budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat

dipengaruhi oleh faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat

daerah yang menjadi kebiasaan atau adat. Kebudayaan di suatu

masyarakat memiliki cara mengkonsumsi pola makan dengan cara

sendiri. Dalam budaya mempunyai suatu cara bentuk macam pola

makan seperti:dimakan, bagaimana pengolahanya, persiapan dan

penyajian, (Sulistyoningsih, 2011).

c. Agama

Dalam agama pola makan ialah suatu cara makan dengan

diawali berdoa sebelum makan dengan diawali makan mengunakan

tangan kanan.
d. Pendidikan

Dalam pendidikan pola makan iala salah satu pengetahuan, yang

dipelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan

dan penentuan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011).

e. Lingkungan

Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh terhadap

pembentuk perilaku makan berupa lingkungan keluarga melalui

adanya promosi, media elektroni, dan media cetak. (Sulistyoningsih,

2011).

f. Kebiasaan makan

Kebiasaan makan ialah suatu cara seseorang yang mempunyai

keterbiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi

dan jenis makanan yang dimakan.

Menurut Willy (2011) mengatakan bahwa suatu penduduk

mempunyai kebiasaan makan dalam tiga kali sehari adalah kebiasaan

makan dalam setiap waktu.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi

Kebutuhan gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada angka

kecukupan gizi yang di anjurkan (AKG). Yang berdasarkan umur,

pekerjaan, jenis kelamin, dan kondisi tempat tinggal seperti yang

disebutkan. (Sulistyoningsih, 2011).


a. Umur

Kebutuhan zat gizi pada orang dewasa berbeda dengan

kebutuhan gizi pada usia balita karena pada masa balita terjadi

pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat. Semakin bertambah

umur kebutuhan zat gizi seseorang lebih rendah untuk tiap kilogram

berat badan orang dewasa.

b. Aktifitas

Aktifitas dalam angka kecukupan gizi ialah suatu kegiatan

seseorang yang beraktifitas dalam menjalankan pekerjaan setiap hari.

c. Jenis Kelamin

Dalam angka kecukupan gizi pada jenis kalamin ialah untuk

mengetahui identitas seorang individu maupun sekelompok

masyarakat.

d. Daerah Tempat Tinggal

Suatu penduduk yang bertinggal perkotaan atau pendesaan

membutuhkan pengetahuan tentang pola makan dengan cara yang

benar dan baik dalam tempat waktu makan teratur.

5. Pola Makan Seimbang

Pola makan seimbang adalah suatu cara pengaturan jumlah dan

jenis makan dalam bentuk susunan makanan sehari-hari yang

mengandung zat gizi yang terdiri dari enam zat yaitu karbohidrat, protein,

lemak, vitamin, mineral, dan air. dan keaneka ragam makanan.


Konsumsi pola makan seimbang merupakan susunan jumlah

makanan yang dikonsumsi dengan mengandung gizi seimbang dalam

tubuh dan mengandung dua zat ialah: zat pembagun dan zat pengatur.

makan seimbang ialah makanan yang memiliki banyak kandungan gizi

dan asupan gizi yang terdapat pada makanan pokok, lauk hewani dan

lauk nabati, sayur, dan buah. Jumlah dan jenis Makanan sehari-hari ialah

cara makan seseorang individu atau sekelompok orang dengan

mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, protein,

sayuran,dan buah frekuensi tiga kali sehari dengan makan selingan pagi

dan siang.Dengan mencapai gizi tubuh yang cukup dan pola makan yang

berlebihan dapat mengakibatkan kegemukan atau obesitas pada tubuh.

Menu seimbang adalah makanan yang beraneka ragam yang

memenuhi kebutuhan zat gizi dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang

(PUGS). (Depkes RI, 2012). Dalam bentuk penyajian makanan dan

bentuk hidangan makanan yang disajikan seprti hidangan pagi, hidangan

siang, dan hidangan malam dan menganung zat pembangun dan

pengatur.Bahan makanan sumber zat pembangun yang berasal dari

bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu.

Sedangkan dari hewani adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil

olahan seperti keju. Zat pembangun berperan untuk perkembangan

kualitas tingkat kecerdasan seseorang. Bahan makanan sumber zat


pengatur adalah semua sayur dan buah banyak mengandung vitamin

dan mineral yang berperan untuk melancarkan fungsi organ tubuh.

Konsumsi makanan adalah susunan makanan yang merupakan

suatu kebiasaan yang dimakan seseorang dalam jenis dan jumlah bahan

makanan setiap orang dalam hari yang dikonsumsi atau dimakan dengan

jangka waktu tertentu (Harap,VY. 2012).

Pengukuran Konsumsi Makanan Survey konsumsi makanan

merupakan metode yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi

perorangan atau kelompok. Tujuan survey konsumsi makanan adalah

untuk pengukuran jumlah makanan yang dikonsumsi pada tingkat

kelompok, rumah tangga dan perorangan, sehingga diketahui kebiasaan

makan dan dapat dinilai kecukupan makanan yang dikonsumsi

seseorang.

a. Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan ialah seseorang atau suatu kebiasaan individu

dalam keluarga maupun dimasyarakat yang mempunyai cara makan

dalam bentuk jenis makan, jumlah nakan dan frekuensi makan

meliputu: karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayur,dan buah yang

dikonsumsi setiap hari. Menurut Sudirman (2010). Kebiasaan sarapan

pagi merupakan salah satu dasar dalam Pedoman Umum Gizi

Seimbang (PUGS). Bahwa kebiasaan sarapan pagi suatu cara makan

seseorang individu atau sekelompok masyarakat yang baik karena


sarapan pagi dapat menambah energi yang cukup dan beraktifitas

untuk meningkatkan produktifitas.

b. Makanan Sehat

Makanan sehat adalah suatu makanan yang seimbang dengan

beraneka ragamdengan mengandung zat gizi yang diperlukan oleh

tubuh dalam jumlahyang cukup energi makan sehat dapat

mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang berbagai jenis

makanan yang mengandung banyak jumlah kalori.

Hubungan makanan dan kesehatan ialah salah satu jenis

makanan yang banyak mengandung zat yang dibutuhkan olehtubuh

makanan merupakan suatu kebutuhan yang utama di indonesia yang

dikonsumsi sebagai makanan pokok mengandung zat gizi diantara

lain; lemak. Protein. mineral.vitamin.dan air.

Pola konsumsi pangan merupakan susunan makananjenis dan

jumlah makanan setiap satu orang atau per hari yang dikonsumsikan

dalam waktu tertentu yang dikelompokkan meliputi padi-padian [beras,

jangung,dan terigu.
C. Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Metode Rancangan Hasil kesimpulan

. dan Penelitia Penelitian

tahun n
1. Metode penelitianHasil penelitian Ada
Siti Hubungan Pola Penelitia menggunak dengan menggunakn Hubungan
Muniro Makan Dengan n ini an cross-
Hasil uji spearman’s Pola Makan
h Proses deskriptif sectional correlation diperoleh ρ Dengan
NTAK Penyembuhan analitik study = 0,046 yang Proses
(2019) Luka Episiotomi dengan mempunyai makna Ho Penyembuh
pendekat ditolak artinya terdapat an Luka
an cross hubungan pola makan Episiotomi
sectional terhadap
penyembuhan luka
episiotomi di BPM Hj.
Umi Salamah
Peterongan Jombang.
2. Erna Hubungan Metode nelitian ini sebagian besar Terdapat
Rahma Pemenuhan Gizi Penelitian menggunak responden (66.7%) hubunganant
wati Ibu Nifas Dengan deskriptif an desain terpenuhi kebutuhan ara
Dan Pemulihan Luka cross gizinya dan luka pemenuhan
Nining Perineum sectional perineumnya gizi ibu nifas
Tyas study mengalami pemulihan. dengan
Triatm Terdapat hubungan pemulihan
aja antara pemenuhan luka
2017 gizi ibu nifas dengan perineum.
pemulihan luka Penelitian
perineum (p<0.05). selanjutnya
diharapkan
dapat
menganalisis
faktor zat gizi
yang paling
dominan
dalam
pemulihan
luka
perineum.
3. Siti Hubungan pola Metode nelitian ini ada hubunganyang terdapathubu
Nur makan dengan Penelitian menggunak signifikan ngan yang
Hidaya penyembuhan deskriptif an desain antarapolamakan signifikan
ti 2016 luka postopsectio cross dengan antara
caesarea di RSUD sectional penyembuhanluka kebiasaanpol
dr. Soewondo study post opSectio a makan
Kendal Caesarea(pvalue=0,02 dengan
3) penyembuha
n luka post
op Sectio
Caesarea
(SC)

.
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Faktor nutrisi dapat mempengaruhi kelancaran penyembuhan luka,

ibu Makanan yang dikonsumsi ibu post partum sangat berpengaruh

terhadap proses penyembuhan luka Episiotomi. Apabila makanan yang

ibu makan mengandung cukup protein dan pola makan teratur, maka

mempercepat proses penyembuhan luka. Hal ini sesuai dengan teori

Menurut Yasmalizar (2013) bahwa asupan makanan yang bergizi dan

porsi yang sesuai dapat mempengaruhi percepatan penyembuhan luka

episiotomi terhadap proses penyembuhan luka pada episiotomi dan

pergantian jaringan yang sangat membutuhkan protein.

Adapun bentuk kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu:

Variabel Independen Variabel Dependen

Proses Penyembuhan
Pola makan Luka Episiotomi

Keterangan :

= Variabel independen

= Variabel dependen

= Garis pengaruh antar variabel


B. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas maka diduga:


Ada hubungan yang signifikan antara Pola Makan Ibu Post Partum
Terhadap Proses Penyembuhan Luka Episiotomi Di Kelurahan
Batangkaluku Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif


1. Klasifikasi Variabel Penelitian
a. Variabel Independen : Pola makan
b. Variabel Dependen : Proses Penyembuhan Luka Episiotomi
2. DefenisiOperasional
a. Pola makan
Pola makan adalah frekuensi makan ibu setiap harinya dan apakah
ibu makan makanan yang mengandung unsur karbohidrat, protein,
dan mineral.
Kriteria objektif :
1. Baik : Jika responden bisa menjawab dengan total skor > 4

2. Kurang : Jika responden menjawab dengan total skor ≤ 4

b. Proses Penyembuhan Luka Episiotomi


Proses Penyembuhan Luka Episiotomi adalah waktu penyembuhan
luka (lama penyembuhan) .
Kriteria objektif :
1. Cepat : Jika proses penyembuhan < 1 bulan

2. Lama : Jika proses penyembuhan >1 bulan


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskripsi analitik

dengan jenis penelitian menggunakan cross-sectional study, yaitu pengukuran

variable bebas dan terkait hanya satu kali pada saat tertentu

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Ibu Post Partum

Terhadap Di Kelurahan Batangkaluku Kecamatan Somba Opu Kabupaten

Gowa berjumlah 20 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Ibu Post Partum di Kelurahan

Batangkaluku Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa dengan proses

pengambilan teknik accidental sampling pemilihan dengan semua populasi

dijadikan sampel dengan criteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) ibu post partum

2) ibu yang tahu baca tulis

3) Bersedia untuk menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi
1) ibu post partum yang tidak hadir.

2) Menolak untuk dijadikan responden

C. Pengumpulan Data

1. Instrument penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk variabel

independen pola makan dependen Proses Penyembuhan Luka Episiotomi

peneliti menggunakan kuesioner dengan yang dibuat dan dimodifikasi oleh

peneliti sendiri mengacu pada teori dan konsep, kemudian masing-masing

responden diminta kesediaanya untuk berparstisipasi dalam penelitian ini

dengan cara mengisi lembar penelitian.

a. Bagian A

Berisikan karakteristik responden yang meliputi nama, umur dan

status pendidikan.Terdiri dari 8 pernyataan untuk variabel independen

(pola makan) menggunakan skala gutman dimana terdapat dengan jumlah

pertanyaan 8 item dengan nilai baik= 1 nilai kurang=0. Maka dikatakan

“baik” jika responden dengan total skor ≥4 dan “kurang” jika responden

menjawab dengan total skor <4.

b. Bagian B

Berisikan karakteristik responden yang meliputi nama, umur ,jenis

kelamin, dan status pendidikan.Terdiri dari 8 pernyataan untuk variabel

dependen (pola makan) menggunakan skala gutman dimana terdapat

dengan jumlah pertanyaan 8 item dengan nilai baik= 1 nilai kurang=0. Maka
dikatakan “Baik” jika responden dengan total skor ≥4 dan “Kurang” jika

responden menjawab dengan total skor < 4.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi penelitian

1) Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Batangkaluku Kecamatan Somba

Opu Kabupaten Gowa.

b. Waktu penelitian

1) Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2021 di Kelurahan Batangkaluku

Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

3. Prosedur Pengumpulan Data

a. Metode Pengumpulan Data

1) Data primer, yaitu data yang di peroleh langsung dari responden melalui

kuesioner.

2) Data sekunder, data yang diambil dari dinas kesehatan yang berkaitan

dengan hal yang ingin di teliti.

b. Pengolahan Data

Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian akan diolah melalui

prosedur pengolahan data dengan melakukan :

1) Editing
Setelah kuesioner diisi oleh responden, kemudian dikumpulkan

dalam bentuk data. Data tersebut dilakukan pengecekan dan memeriksa

kelengkapan data, dan memeriksa keseragaman data.

2) Koding

Untuk memudahkan pengolahan data, semua data/ jawaban

disederhanakan dengan memberikan simbol untuk setiap jawaban.

3) Tabulasi

Data dikelompokkan ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang

dimiliki.

c. Analisa Data

1) Analisa Univariate

Data diolah dan disajikan kemudian dipresentasikan dan diuraikan

dalam bentuk tabel dengan menggunakan rumus

f
X= xk
n

Keterangan :

F = variabel yang diteliti

n = jumlah sampel penelitian

K = Konstanta(100%)

X = presentase hasil yang dicapai

2) Analisis Bivariat
Untuk menghubungankan antara independent variabel dengan

dependent variabel. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Squrae.

Adapun rumus yang digunakan untuk Chi-Square yaitu :

(0−E)²
x²= Σ
E

Keterangan :

X² : Statistik Chi-Square hitung

Σ : jumlah

0 : frekuensi yang diobservasi

E : frekuensi yang diharapkan

Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesis adalah ada

hubungan jika p value < α 0,05 dan tidak ada hubungan jika p value ˃ α

0,05.

D. ETIKA PENELITIAN

Peneliti menjamin hak-hak informan dengan melakukan masalah etika yang

meliputi:

1. Lembar Persetujuan (Informed consent)

Sebelum melakukan wawancara, informan berhak menolak atau tidak

bersedia menjadi subjek penelitian. Dalam meminta persetujuan dari calon

informan, peneliti terlebih dahulu menjelaskan topik, tujuan, teknis

pelaksanaan penelitian dan hak-hak informan.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Peneliti tidak mencantumkan nama informan tetapi hanya menggunakan

nama inisial.
3. Kerahasiaan (Confidentially)

Kerahasiaan informasi informan dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok

data tertentu akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Benson, R. C., & Pernoll, M. L. (2018). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC.
Barjon K, Mahdy H. (2020) Episiotomy. Stat Pearls Publishing.
Dinas Kesehatan RI. (2012). Profil Kesehatan Provinsi RITahun 2014.
Jakarta: Dinas Kesehatan.
Dinas Kesehatan RI. (2014). Profil Kesehatan RI Tahun 2014. Jakarta: Dinas
Kesehatan
Departemen Gizi dan Kesehatan Masayarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat. (2011). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masayarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat. (2013). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Erna Rahmawati. Nining Tyas Triatmaja.(2017). Hubungan Pemenuhan Gizi
Ibu Nifas Dengan Pemulihan Luka Perineum. Kediri: Keperawatan IIK
Bhakti Wiyata Kediri.
Haharap. (2012). Hubungan pola konsumsi makanan dengan status gizi pada
siswa SMA negeri 2 rintisan sekolah bertaraf intenasional banda aceh.
Higuera.V, W.M.H., 2017. Episiotomy: Procedure, Complication, and
Recovery.
Holmes, D.d.B.P.N., 2011. Buku Ajar Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Profil Kesehatan RI Tahun 2019. Jakarta:
Dinas Kesehatan
Nadeak, M, 2011. Gambaran Pola Makan Dan Status Gizi Anak Balita
Berdasarkan Karakteristik Keluarga Di Kelurahan Pekan Dolok Marsihul
Tahun 2011. Skripsi. USU.
Oxorn, Harry dan William. 2017. Ilmu Kebidanan Patologi dan
Fisiologi.Yogyakarta: CV Andi Offset.
Prawirohardjo, S., 2017. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono. 2017. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Suhardjo. (2011). Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sulistyoningsih, H. (2012). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sudirman. (2010). kesehatan gizi. jakarta: EGC.
Siti Muniroh. (2019). Hubungan Pola Makan Dengan Proses Penyembuhan
Luka Episiotomi. Jombang: Prodi D-III Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Unipdu Jombang
Siti Nur Hidayati (2016). Hubungan pola makan dengan penyembuhan luka
postopsectio caesarea di RSUD dr. Soewondo Kendal.Semarang:
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Kendal.
Willy. (2011). Pola Asuh Makan. Jakarta: EGC.
WHO. (2012). Infans exclusively breastfed for the first 6 months of life.
Retrieved October 24, 2015, from http://www.who.int/en

Anda mungkin juga menyukai